BY Hengki Wijaya
Yesus
mengajarkan Kekristenan yang praktis dalam Khotbah di Bukit. Bagi sejumlah
orang, ajaranNya mungkin terlihat tidak begitu bisa dipraktikkan, tetapi yang
jelas, dari awal sampai akhir ajaran itu berbicara tentang realitas
sehari-hari!.
Sinclair
menuliskan buku “Kehidupan Kristen Sebuah Pengantar Doktrinal” yang berisikan doktrin urutan-urutan
keselamatan dengan memadukan Alkitab (pandangan Yesus dan Paulus), pendapat
para teolog dan beberapa ilustrasi cerita yang diadaptasi lebih banyak dari
C.S. Lewis. Buku ini menyerupai buku Sistematika Theology, bedanya berisi
narasi tentang urutan-urutan (ordo) doktrin keselamatan.
Akal budi Yesus
melayang tinggi menuju doktrin Allah Trinitas: “Sekiranya kamu mengenal Aku,
pasti kamu juga mengenal Bapa-KU…Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah
melihat Bapa;…Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku” (Yoh 14:7,9-10); “Aku
akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang
lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran” (Yoh
14:16-17). “Segala sesuatu yang Bapa punya, adalah Aku punya; sebab itu Aku
berkata: ‘Roh Kudus akan memberitakan kepada apa yang diterima-Nya dari pada-Ku’
“ (Yoh 16:15). Para teolog merumuskan doktrin Trinitas menjadikan sistematis
melalui kebenaran Firman Tuhan. Penulis berpendapat walaupun di dalam
Alkitab istilah Trinitas tidak ada, namun secara konsep ada terdapat di
sana. Tirinitas merupakan suatu
kesimpulan pengajaran dari Alkitab.
Alkitab jelas sekali menyatakan bahwa Allah itu satu (Ulangan 6:4). Tetapi di Alkitab juga jelas menyatakan
keAllahan dari 3 pribadi yaitu Bapa, Yesus, dan Roh Kudus. Baca Matius 28:19-20; 1 Kor 12:4-6; 2 Kor
13:13.
“Dan kalau Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran
dan penghakiman” (Yoh 16:8). Penginsafan oleh Roh Kudus terjadi dalam tiga
bidang: dosa, kebenaran dan penghakiman. Penginsafan
akan dosa diberikan karena manusia tidak percaya kepada Kristus (Yoh 16:9).
Ini tidak berarti bahwa manusia adalah orang berdosa karena mereka tidak percaya.
Penginsafan akan kebenaran diberikan
karena Kristus pergi kepada Bapa (Yoh 16:10). Kita mungkin dapat memahami
perkataan ini secara terisolasi sebagai rujukan yang dibangunkan di dalam hati
orang-orang yang diinsafkan bahwa mereka tidak memiliki kebenaran, dan bahwa inilah yang Kristus sediakan. Penginsafan akan penghakiman diberikan
karena penguasa dunia ini telah dihukum (Yoh 16:11). Manusia mengolok-olok dan
meremehkan pemikiran tentang penghakiman yang akan datang, dan mereka berbuat
demikian karena mereka telah dibutakan oleh Iblis (2Kor 4:4). Tetapi di atas
salib, Kristus telah mengalahkan dan menghakimi penguasa ini dan menjadikannya
tontonan umum dalam kemenangan-Nya (Yoh 12:32; Kol 2:13-15). Pendapat penulis
bahwa Yohanes 16:8 adalah karya Roh Kudus dalam hati manusia. Roh Kudus akan
menginsafkan dosa seperti mengingatkan bahwa perbuatan kita berdosa. Roh Kudus
adalah kebenaran yang menyatakan ke dalam batin orang percaya dan penghakiman
terakhir bahwa setiap dosa memiliki upahnya masing-masing (penghakiman oleh
keadilan Allah). Oleh karena itu perlunya kelahiran kembali yang dikerjakan Roh
Kudus.
Dalam beberapa tradisi, kelahiran kembali dihubungkan erat dengan
doktrin baptisan. Dengan menggunakan ayat seperti Yohanes 3:5;Efesus 5:26;
Titus 3:5, mereka mengajarkan bahwa baptisan membawa kelahiran kembali, dan
“kelahiran baru” dipakai sebagai sinonim dari baptisan. Pandangan ini tidak
dapat dipertahankan secara konsisten. Karena baptisan dan kelahiran baru adalah
dua hal yang berbeda pengertian. Baptisan sebagai tanda pertobatan dari
kehidupan gelap kepada terang Kristus. Sementara kelahiran baru yaitu kehidupan
roh yang diperbaharui dengan Roh Kudus. Secara tegas cerminan Yohanes 3:5: Jawab
Yesus: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke
dalam Kerajaan Allah”. Dilahirkan dari
air dan Roh, bukan dari air saja tetapi juga Roh.
Pada ekstrem yang berlawanan, di dalam beberapa tradisi Injili, “Anda
harus dilahirkan kembali” (Yoh 3:7) dianggap sebagai perkataan yang sama
artinya dengan perintah untuk percaya kepada Kristus. Tetapi di dalam
Perjanjian Baru, kelahiran baru adalah sesuatu yang Allah berikan. Secara
pribadi kelahiran baru yang saya alami karena tuntunan manusia dalam doa
“kelahiran baru”, namun saya menyadari bahwa semua itu adalah karya Roh Kudus dalam
hidup orang percaya karena apa yang dilahirkan dari Roh adalah roh (Yoh 3:6).
Ayat-ayat yang digunakan oleh beberapa tradisi gereja Injili adalah Yohanes 3;
Roma 10:8-10; Wahyu 3:20.
Jika seseorang, siapa pun itu,
tidak dilahirkan kembali, dia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah (Yoh
3:3,5). Syarat ini berlaku untuk semua orang, tidak hanya untuk Nikodemus. Mengapa
kelahiran baru itu perlu? Pada dasarnya Yesus menyediakan tiga jawaban.
1. Manusia adalah daging (Yoh 3:6), secara sederhana berate bahwa natur manusia tidak berdaya
untuk menghasilkan kehidupan dan realitas rohani, seperti yang tampaknya
ditunjukkansebelumnya dalam Yohanes 1:13.
2. Manusia tidak melihat
Kerajaan Allah. Manusia buta
rohani, dan “tidak dapat melihat Kerajaan Allah” (Yoh 3:3). Kata “melihat”
dalam konteks ini berarti mengenali, menghargai, atau memahami pentingnya
kerajaan itu. “Kerajaan Allah” hanya dapat dilihat melalui mata rohani dimana telah dilahirkan kembali dengan Roh Kudus.
3. Manusia tidak berdaya. Ia tidak dapat masuk ke
dalam Kerajaan Allah. Tanpa dilahirkan dari Allah, Yesus berkata bahwa manusia
itu lemah (lihat Rm 5:6). Supaya dia dapat melihat secara rohani dan masuk ke
dalam Kerajaan Allah melalui iman, maka Allah harus bekerja di dalam
hidupnyauntuk memampukannya melakukan hal-hal tersebut.
John Calvin memahamiarti pertobatan ketika dia
menjabarkannya sedemikian:
Pertobatan…adalah penyerahan yang sejati dari hidup
kita kepada Allah, suatu penyerahan yang muncul dari takut yang murni dan tulus
akan Dia; dan pertobatan terdiri dari kematian daging dan manusia lama kita
serta hidup yang merupakan karya Roh.[1]
Buku Katekismus Singkat Westminster[2]
mengajukan pertanyaan: Apakah yang dimaksud dengan pertobatan yang memimpin
kepada hidup? Dan menjawab:
Pertobatan yang memimpin kepada hidup adalah anugerah
yang menyelamatkan, yang dengannya seorang berdosa, oleh suatu kesadaran sejati
akan dosanya, dan pemahaman akan belas kasihan Allah di dalam Kristus, dengan
kesedihan dan kebencian yang sungguh-sungguh untuk mencapai ketaatan baru.
Dari pengertian diatas nyata bahwa pertobatan saja
tidaklah cukup, tetapi harus menghidupi pertobatan itu di dalam Tuhan. Seorang
bertobat apabila mengandalkan Tuhan dan mengakui pengampunan dan kekudusan
Tuhan yang menguduskan dan memulihkan petobat.
Karakteristik
tertentu biasanya ditemukan dalam semua pertobatan yaitu persaan malu, perendahan hati, dan melalui hati yang
direndahkan maka dukacita dan penyesalan memunuhi hati kita. Namun ini belumlah
pertobatan. Karena karakteristik itu hanya membuka jalan untuk menghasilkan
perasaan membenci dosa karena apa adanya
itu. Kita tidak hanya menyesali kesusahan-kesusahan dan akibat-akibat yang
ditimbulkannya dalam pengalaman kita sendiri, tetapi kita mendapati diri kita
sendiri meratap bersama Daud:
“Aku sendiri sadar akan
pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku.Terhadap Engkau, terhadap
Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat, supaya
ternyata Engkau adil dalam putusan-Mu, bersih dalam penghukuman-Mu.
Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku”
(Mazmur 51:5-7).
Bukti-bukti
pertobatan orang-orang Korintus dalam 2 Korintus 7:8-11 menggambarkan
tanda-tanda yang akan muncul dalam semua pertobatan sejati. Paulus menyebutkan
tujuh hal:
1) Kesungguhan yang besar. Kata spoudē menggambarkan
bahwa sekarang orang-orang Korintus telah mengadopsi sikap serius dan benar
yang sesuai dengan kepentingan keadaan mereka.
2) Pembelaan diri. Istilah apologia berarti
pembelaan diri sendiri terhadap dakwaan. Kata ini dapat bermakna pembelaan diri
yang jauh berbeda dari pertobatan sejati, namun mungkin sekali Paulus di sini
memaksudkan bahwa apologia adalah
sikap memperbaiki kesalahan mereka.
3) Kejengkelan barangkali mempunyai pengertian kekesalan terhadap diri mereka sendiri,
dan sikap baru berupa kebencian dan perlawanan terhadap apa yang telah mereka
lakukan.
4) Ketakutan (phobos). Barangkali ketakutan mereka terarah dan dengan demikian hal ini
mereflesikan kerinduan mereka akan pengampunan (Mzm 130:4). Kita tidak mungkin
dan juga tidak perlu untuk memutuskannya.
5) Kerinduan bukanlah karakteristik yang biasanya kita hubungkan dengan pertobatan.
Apa yang akan menimbulkan rasa rindu di hati mereka selain pengasingan dari
Allah dan umatNya yang disebabkan oleh dosa mereka? Karena itu, dalam
kasus-kasus yang ekstrem, pengucilan mungkin harus diberlakukan di gereja Kristus.
Pengucilan tidak saja bertujuan untuk memulihkan, tetapi juga merupakan sarana
untuk mencapai tujuan itu, karena pengucilan menghasilkan keadaan yang akan
membuat orang yang dikucilkan itu untuk dipulihkan sehingga boleh kembali
hak-hak istimewanya.
6) Kegigihan (zeal, AV dan RSV). Kata yang
digunakan Paulus ialah zēlosp[;’\,
kecemburuan. Kata ini menyatakan pemfokusan keinginan-keinginan kita secara
ekslusif kepada satu objek tertentu.
7) Penghukuman . Terjemahan NIV yaitu “kesiapan untuk menegakkan keadilan.” Kata ini
berarti pembalasan. Pertobatan bukan hanya cara hidup yang baru yang dibangun
di atas janji pengampunan, tetapi yang menjangkau ke masa lampau, supaya apa
yang bisa diperbaiki dapat diperbaiki oleh anugerah Allah.
Dalam eksposisi tentang kebangkitan di 1 Korintus 15, Paulus menggunakan
tiga analogi di mana transformasi ini diterangi dan diukur.
a) Bagaikan sebuah benih yang ditanam di tanah dan mati agar menghasilkan
panen atau bungan yang berharga, maka tubuh kita yang fana ditanam dalam bumi dengan
pengharapan yang pasti bahwa tubuh kita akan dibangkitkan ke dalam bentuk
kehidupan yang sama sekali baru ( 1 Kor 15:35-39).
b) Sebagaiman tubuh makhluk dan objek ciptaan berbeda, demikian juga tubuh
kebangkitan akan berbeda dengan tubuh kematian (1 Kor 15:42-44).
c) Tubuh kebangkitan masuk ke dalam tatanan yang berbeda dengan tubuh kita
sekarang. Tubuh yang sekarang bersifat duniawi, tubuh kebangkitan bersifat
sorgawi (1 Kor 15:48). Tubuh itu bukan tubuh alamiah tetapi tubuh rohaniah
diman Roh bertahta dalam hidup orang percaya.
[1] Sinclair
B. Ferguson, Kehidupan Kristen Sebuah
Pengantar Doktrinal (Surabaya: Penerbit Momentum, 2007), 94; John Calvin, Institutes pf the Christian Religion,ed.
J.T. McNeil, terj. F.L. Battles (Philadelphia:Westminster Press, 1960), 3.3.5.
[2] Sinclair
B. Ferguson, 97; G.I. Williamson, Katekismus
Singkat Westminster 1, ed. Rev. (Surabaya: Penerbit Momentum, 2006), 199.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar