Good News

Kamis, 06 November 2014

REFLEKSI BUKU “KEHIDUPAN KRISTEN SEBUAH PENGANTAR DOKTRINAL” Sinclair B. Ferguson



BY Hengki Wijaya          
        Yesus mengajarkan Kekristenan yang praktis dalam Khotbah di Bukit. Bagi sejumlah orang, ajaranNya mungkin terlihat tidak begitu bisa dipraktikkan, tetapi yang jelas, dari awal sampai akhir ajaran itu berbicara tentang realitas sehari-hari!.
Sinclair menuliskan buku “Kehidupan Kristen Sebuah Pengantar Doktrinal”  yang berisikan doktrin urutan-urutan keselamatan dengan memadukan Alkitab (pandangan Yesus dan Paulus), pendapat para teolog dan beberapa ilustrasi cerita yang diadaptasi lebih banyak dari C.S. Lewis. Buku ini menyerupai buku Sistematika Theology, bedanya berisi narasi tentang urutan-urutan (ordo) doktrin keselamatan.

Akal budi Yesus melayang tinggi menuju doktrin Allah Trinitas: “Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-KU…Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa;…Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku” (Yoh 14:7,9-10); “Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran” (Yoh 14:16-17). “Segala sesuatu yang Bapa punya, adalah Aku punya; sebab itu Aku berkata: ‘Roh Kudus akan memberitakan kepada apa yang diterima-Nya dari pada-Ku’ “ (Yoh 16:15). Para teolog merumuskan doktrin Trinitas menjadikan sistematis melalui kebenaran Firman Tuhan. Penulis berpendapat walaupun di dalam Alkitab istilah Trinitas tidak ada, namun secara konsep ada terdapat di sana.   Tirinitas merupakan suatu kesimpulan pengajaran dari Alkitab.  Alkitab jelas sekali menyatakan bahwa Allah itu satu (Ulangan 6:4).  Tetapi di Alkitab juga jelas menyatakan keAllahan dari 3 pribadi yaitu Bapa, Yesus, dan Roh Kudus.  Baca Matius 28:19-20; 1 Kor 12:4-6; 2 Kor 13:13.
“Dan kalau Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman” (Yoh 16:8). Penginsafan oleh Roh Kudus terjadi dalam tiga bidang: dosa, kebenaran dan penghakiman. Penginsafan akan dosa diberikan karena manusia tidak percaya kepada Kristus (Yoh 16:9). Ini tidak berarti bahwa manusia adalah orang berdosa karena mereka tidak percaya. Penginsafan akan kebenaran diberikan karena Kristus pergi kepada Bapa (Yoh 16:10). Kita mungkin dapat memahami perkataan ini secara terisolasi sebagai rujukan yang dibangunkan di dalam hati orang-orang yang diinsafkan bahwa mereka tidak memiliki kebenaran, dan  bahwa inilah yang Kristus sediakan. Penginsafan akan penghakiman diberikan karena penguasa dunia ini telah dihukum (Yoh 16:11). Manusia mengolok-olok dan meremehkan pemikiran tentang penghakiman yang akan datang, dan mereka berbuat demikian karena mereka telah dibutakan oleh Iblis (2Kor 4:4). Tetapi di atas salib, Kristus telah mengalahkan dan menghakimi penguasa ini dan menjadikannya tontonan umum dalam kemenangan-Nya (Yoh 12:32; Kol 2:13-15). Pendapat penulis bahwa Yohanes 16:8 adalah karya Roh Kudus dalam hati manusia. Roh Kudus akan menginsafkan dosa seperti mengingatkan bahwa perbuatan kita berdosa. Roh Kudus adalah kebenaran yang menyatakan ke dalam batin orang percaya dan penghakiman terakhir bahwa setiap dosa memiliki upahnya masing-masing (penghakiman oleh keadilan Allah). Oleh karena itu perlunya kelahiran kembali yang dikerjakan Roh Kudus.
Dalam beberapa tradisi, kelahiran kembali dihubungkan erat dengan doktrin baptisan. Dengan menggunakan ayat seperti Yohanes 3:5;Efesus 5:26; Titus 3:5, mereka mengajarkan bahwa baptisan membawa kelahiran kembali, dan “kelahiran baru” dipakai sebagai sinonim dari baptisan. Pandangan ini tidak dapat dipertahankan secara konsisten. Karena baptisan dan kelahiran baru adalah dua hal yang berbeda pengertian. Baptisan sebagai tanda pertobatan dari kehidupan gelap kepada terang Kristus. Sementara kelahiran baru yaitu kehidupan roh yang diperbaharui dengan Roh Kudus. Secara tegas cerminan Yohanes 3:5: Jawab Yesus: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah”. Dilahirkan dari air dan Roh,  bukan dari air saja tetapi juga Roh.
Pada ekstrem yang berlawanan, di dalam beberapa tradisi Injili, “Anda harus dilahirkan kembali” (Yoh 3:7) dianggap sebagai perkataan yang sama artinya dengan perintah untuk percaya kepada Kristus. Tetapi di dalam Perjanjian Baru, kelahiran baru adalah sesuatu yang Allah berikan. Secara pribadi kelahiran baru yang saya alami karena tuntunan manusia dalam doa “kelahiran baru”, namun saya menyadari bahwa semua itu adalah karya Roh Kudus dalam hidup orang percaya karena apa yang dilahirkan dari Roh adalah roh (Yoh 3:6). Ayat-ayat yang digunakan oleh beberapa tradisi gereja Injili adalah Yohanes 3; Roma 10:8-10; Wahyu 3:20.
Jika seseorang, siapa pun itu, tidak dilahirkan kembali, dia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah (Yoh 3:3,5). Syarat ini berlaku untuk semua orang, tidak hanya untuk Nikodemus. Mengapa kelahiran baru itu perlu? Pada dasarnya Yesus menyediakan tiga jawaban.
1.      Manusia adalah daging (Yoh 3:6), secara sederhana berate bahwa natur manusia tidak berdaya untuk menghasilkan kehidupan dan realitas rohani, seperti yang tampaknya ditunjukkansebelumnya dalam Yohanes 1:13.
2.      Manusia tidak melihat Kerajaan Allah.  Manusia buta rohani, dan “tidak dapat melihat Kerajaan Allah” (Yoh 3:3). Kata “melihat” dalam konteks ini berarti mengenali, menghargai, atau memahami pentingnya kerajaan itu. “Kerajaan Allah” hanya dapat dilihat melalui mata rohani dimana telah dilahirkan kembali dengan Roh Kudus.
3.      Manusia tidak berdaya. Ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Tanpa dilahirkan dari Allah, Yesus berkata bahwa manusia itu lemah (lihat Rm 5:6). Supaya dia dapat melihat secara rohani dan masuk ke dalam Kerajaan Allah melalui iman, maka Allah harus bekerja di dalam hidupnyauntuk memampukannya melakukan hal-hal tersebut.
John Calvin memahamiarti pertobatan ketika dia menjabarkannya sedemikian:
Pertobatan…adalah penyerahan yang sejati dari hidup kita kepada Allah, suatu penyerahan yang muncul dari takut yang murni dan tulus akan Dia; dan pertobatan terdiri dari kematian daging dan manusia lama kita serta hidup yang merupakan karya Roh.[1]

Buku Katekismus Singkat Westminster[2] mengajukan pertanyaan: Apakah yang dimaksud dengan pertobatan yang memimpin kepada hidup? Dan menjawab:
Pertobatan yang memimpin kepada hidup adalah anugerah yang menyelamatkan, yang dengannya seorang berdosa, oleh suatu kesadaran sejati akan dosanya, dan pemahaman akan belas kasihan Allah di dalam Kristus, dengan kesedihan dan kebencian yang sungguh-sungguh untuk mencapai ketaatan baru.

Dari pengertian diatas nyata bahwa pertobatan saja tidaklah cukup, tetapi harus menghidupi pertobatan itu di dalam Tuhan. Seorang bertobat apabila mengandalkan Tuhan dan mengakui pengampunan dan kekudusan Tuhan yang menguduskan dan memulihkan petobat.
Karakteristik tertentu biasanya ditemukan dalam semua pertobatan yaitu persaan malu, perendahan hati, dan melalui hati yang direndahkan maka dukacita dan penyesalan memunuhi hati kita. Namun ini belumlah pertobatan. Karena karakteristik itu hanya membuka jalan untuk menghasilkan perasaan membenci dosa karena apa adanya itu. Kita tidak hanya menyesali kesusahan-kesusahan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya dalam pengalaman kita sendiri, tetapi kita mendapati diri kita sendiri meratap bersama Daud:
Aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku.Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat, supaya ternyata Engkau adil dalam putusan-Mu, bersih dalam penghukuman-Mu. Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku” (Mazmur 51:5-7).

Bukti-bukti pertobatan orang-orang Korintus dalam 2 Korintus 7:8-11 menggambarkan tanda-tanda yang akan muncul dalam semua pertobatan sejati. Paulus menyebutkan tujuh hal:
1)      Kesungguhan yang besar. Kata spoudē menggambarkan bahwa sekarang orang-orang Korintus telah mengadopsi sikap serius dan benar yang sesuai dengan kepentingan keadaan mereka.
2)      Pembelaan diri. Istilah apologia berarti pembelaan diri sendiri terhadap dakwaan. Kata ini dapat bermakna pembelaan diri yang jauh berbeda dari pertobatan sejati, namun mungkin sekali Paulus di sini memaksudkan bahwa apologia adalah sikap memperbaiki kesalahan mereka.
3)      Kejengkelan barangkali mempunyai pengertian kekesalan terhadap diri mereka sendiri, dan sikap baru berupa kebencian dan perlawanan terhadap apa yang telah mereka lakukan.
4)      Ketakutan (phobos). Barangkali ketakutan mereka terarah dan dengan demikian hal ini mereflesikan kerinduan mereka akan pengampunan (Mzm 130:4). Kita tidak mungkin dan juga tidak perlu untuk memutuskannya.

5)      Kerinduan bukanlah karakteristik yang biasanya kita hubungkan dengan pertobatan. Apa yang akan menimbulkan rasa rindu di hati mereka selain pengasingan dari Allah dan umatNya yang disebabkan oleh dosa mereka? Karena itu, dalam kasus-kasus yang ekstrem, pengucilan mungkin harus diberlakukan di gereja Kristus. Pengucilan tidak saja bertujuan untuk memulihkan, tetapi juga merupakan sarana untuk mencapai tujuan itu, karena pengucilan menghasilkan keadaan yang akan membuat orang yang dikucilkan itu untuk dipulihkan sehingga boleh kembali hak-hak istimewanya.
6)      Kegigihan (zeal, AV dan RSV). Kata yang digunakan Paulus ialah zēlosp[;’\, kecemburuan. Kata ini menyatakan pemfokusan keinginan-keinginan kita secara ekslusif kepada satu objek tertentu.
7)      Penghukuman . Terjemahan NIV yaitu “kesiapan untuk menegakkan keadilan.” Kata ini berarti pembalasan. Pertobatan bukan hanya cara hidup yang baru yang dibangun di atas janji pengampunan, tetapi yang menjangkau ke masa lampau, supaya apa yang bisa diperbaiki dapat diperbaiki oleh anugerah Allah.
Dalam eksposisi tentang kebangkitan di 1 Korintus 15, Paulus menggunakan tiga analogi di mana transformasi ini diterangi dan diukur.
a)      Bagaikan sebuah benih yang ditanam di tanah dan mati agar menghasilkan panen atau bungan yang berharga, maka tubuh kita yang fana ditanam dalam bumi dengan pengharapan yang pasti bahwa tubuh kita akan dibangkitkan ke dalam bentuk kehidupan yang sama sekali baru ( 1 Kor 15:35-39).
b)      Sebagaiman tubuh makhluk dan objek ciptaan berbeda, demikian juga tubuh kebangkitan akan berbeda dengan tubuh kematian (1 Kor 15:42-44).
c)      Tubuh kebangkitan masuk ke dalam tatanan yang berbeda dengan tubuh kita sekarang. Tubuh yang sekarang bersifat duniawi, tubuh kebangkitan bersifat sorgawi (1 Kor 15:48). Tubuh itu bukan tubuh alamiah tetapi tubuh rohaniah diman Roh bertahta dalam hidup orang percaya.


[1] Sinclair B. Ferguson, Kehidupan Kristen Sebuah Pengantar Doktrinal (Surabaya: Penerbit Momentum, 2007), 94; John Calvin, Institutes pf the Christian Religion,ed. J.T. McNeil, terj. F.L. Battles (Philadelphia:Westminster Press, 1960), 3.3.5.
[2] Sinclair B. Ferguson, 97; G.I. Williamson, Katekismus Singkat Westminster 1, ed. Rev. (Surabaya: Penerbit Momentum, 2006), 199.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar