Good News

Kamis, 23 Juni 2016

Prosedur Pendaftaran Online S1 STT Jaffray Makassar


1. Membuka laman www.sttjaffray.ac.id dan mengklik SIAKAD S1 yang tersedia pada laman LINK sebelah kanan. Maka akan muncul alamat http://siakad-sttjaffray.serveftp.net/menu_utama/

2. Klik PMB dan gambar berubah maka klik PMB pada gambar maka alamat http://siakad-sttjaffray.serveftp.net/pmb/ ini akan muncul. Selanjutnya sorot pendaftaran dan sorot ke bawah ke input pendaftaran camaba yang alamatnya http://siakad-sttjaffray.serveftp.net/pmb/calon_mhs_maint.php. Tampak Formulir Calon Mahasiswa Baru. Mohon untuk mengisi secara tepat dan benar (misalnya nama lengkap sesuai ijazah SMA/SMTK). Mengisi semua kolom yang tertera.

3. Untuk Prodi tersedia Prodi Teologi, PAK, PAR, dan Konsentrasi Musik (Gitar, Conducting, Piano, dan Vokal).

4. Jadwal Kuliah terdiri atas Regular (pagi-sore/senin-jumat) dan Senin-Rabu. Dalam sistem masih tercantum Jumat-Minggu. Akan dilakukan perubahan.

5. Isi semua kolom dan isi huruf-angka pada kolom Masukkan Kode Captcha dan klik Daftar. Bila Anda belum mendapatkan nomor Registrasi dan Password berarti formulir Anda mengalami error. Mohon memerhatikan bagian kiri atas untuk mengetahui error. Atau mungkin saja jaringan internet Anda bermasalah atau Anda mendaftar bukan pada hari kerja (Senin-Jumat-09.00-16.00 Wita). Hari libur termasuk Sabtu dan Minggu.

6. Bila Anda sudah mendapat nomor Registrasi dan Password seperti tampak pada layar Anda silahkan untuk menuliskan pada handphone atau buku catatan Anda. Lalu logout pada login.

7. Masuk kembali dengan login berdasarkan nomor registrasi dan password yang sudah Anda dapatkan dan upload STTB/Ijazah dan foto warna yang sudah discan (<1MB). Dan daftar lalu sorot pada pendaftaran dan cetak formulir sebagai bukti bahwa Anda sudah terdaftar. Selanjutnya Anda dapat membayar di bagian Keuangan Rp 550.000, (Biaya tes masuk dan formulir pendaftaran).

8. Tes ujian masuk akan dilaksanakan pada tanggal 1-2 Agustus 2016 dan pengumuman pada 4 Agustus 2016. Calom MABA datang ke kampus STT Jaffray dengan membawa kelengkapan berkas yang sudah dicantumkan di bawah ini.

Sembilan Prinsip Pacaran oleh Santa Suharni Silalahi

* 9 PRINSIP PACARAN *
1. Pacaran adalah masa persiapan menuju pernikahan.
Berapa banyak pasangan menikah yang berpacaran sejak usia SMA? Usia muda yang terbaik digunakan untuk maksimal melayani Tuhan. Ketika kita tidak memiliki pasangan, maka konsentrasi kita untuk melayani Tuhan lebih besar (1 Kor 7:32-35). Oleh karena itu, jangan memulai suatu hubungan pacaran, bila kita tahu pada akhirnya akan putus karena kita tidak sedang berencana menikah dengan orang tersebut. Hal itu akan membuang waktu, tenaga, biaya, perhatian, dll, sehingga kita sangat tidak maksimal dalam melayani Tuhan. Jalinlah hubungan persahabatan yang baik. Rasa suka memang pasti hinggap di hati kita di masa-masa usia belasan. Mintalah Tuhan untuk mengontrol perasaan hati, dan menunggu waktu yang tepat untuk memulai hubungan pacaran yang serius, menuju pernikahan.
2. TUHAN sudah mempersiapkan seorang yang terbaik.
Jangan kuatir tidak akan dapat pasangan hidup, karena Tuhan sudah mempersiapkan yang terbaik. Tuhan tahu kebutuhan kita anak-anakNya. Tuhan tahu kebutuhan kita akan makanan, pakaian, termasuk pasangan hidup (Mat 6:31-33). Dalam buku Waiting and Dating, kita akan menemukannya dalam perjalanan “mencari dahulu Kerajaan Allah”. Cari dahulu panggilan hidup, dan fokuslah melayani Allah. Tiba-tiba kita akan bertemu seseorang yang luar biasa, yang sudah dipersiapkan oleh Tuhan!
3. ROH-JIWA-TUBUH.
Inilah aturan Alkitab dalam kita memilih pacar (calon pasangan hidup). Jangan karena si dia sangat cantik / ganteng, kita tidak lagi mempedulikan kondisi rohani dan karakternya. Hukum Tuhan adalah sebaliknya. Lihatlah terlebih dahulu kondisi rohaninya, dan jatuh cintalah padanya terutama karena hal ini! (Ams 31:30) Lalu lihatlah karakternya, bagaimana kedewasaannya dalam bertingkahlaku, berbicara, bekerja, dll. Baru kemudian ketertarikan secara fisik. Pacaran (apalagi menikah) dengan orang yang tidak seiman tidak dibenarkan menurut Alkitab (2 Kor 6:14). Pasangan yang lahir baru adalah syarat mutlak, bila ingin menikmati rumah tangga yang berbahagia.
4. Visi pacaran: keluarga Kristen misioner.
Akwila dan Priskila adalah contoh pasangan ideal dalam Alkitab yang patut kita teladani (Kis 18:2-3, 18, 26-28, Rom 16:3-5). Mereka menampung Paulus, seorang misionaris yang “sangat beresiko” di rumah mereka, dan mereka mendukung pelayanan Paulus di Korintus. Mereka berdua menemani Paulus sampai ke Efesus, dan tinggal disana. Lalu mereka berdua melihat kekurangan dalam diri Apolos, lalu dengan teliti mengajarkan Firman Tuhan dan memuridkan Apolos, sampai Apolos menjadi sangat berguna bagi jemaat. Bahkan menurut surat Paulus di Roma, keduanya mempertaruhkan nyawa bagi pelayanan Paulus, sampai seluruh jemaat bukan Yahudi menyampaikan terima kasih pada pasangan ini. Rumah mereka pun dipakai untuk kebaktian jemaat.
Inilah pentingnya memilih pasangan hidup yang sevisi di dalam Tuhan, yang sama-sama mengasihi Tuhan lebih dari segalanya. Suami istri yang demikian akan sangat luar biasa dipakai oleh Tuhan. Contoh: dr. Paul Brand dan dr. Margaret Brand, pasangan dokter dari Inggris yang mengabdikan diri untuk melayani Tuhan, dengan menjadi dokter untuk penderita kusta di India.
Biasakan mengisi pacaran dengan hal-hal rohani, seperti berdoa sebelum dan seusai pertemuan, membahas Firman, membicarakan pelayanan, pelayanan bersama, dll. Utamakan saling mengenal satu sama lain dalam berpacaran. Pernikahan harus menjadi kesaksian, yang membuat orang tidak trauma dengan pernikahan.

Hari 9: Bacalah pasal 9 Injil Yohanes

Bacalah pasal 9 Injil Yohanes
Ayat Kunci
Yohanes 9:11: "Jawabnya: "Orang yang disebut Yesus itu mengaduk tanah, mengoleskannya pada mataku dan berkata kepadaku: Pergilah ke Siloam dan basuhlah dirimu. Lalu aku pergi dan setelah aku membasuh diriku, aku dapat melihat.""
Renungan Hari Ini
Pada ayat 1 pasal 9 kita membaca, "Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya." Tentu saja murid-murid Yesus ingin tahu mengapa orang ini buta sejak lahir. Apakah karena dosa orang tuanya atau mengapa? Yesus menjawab, 'Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia." Mengapa Yesus secara khusus menunjuk pada orang buta ini? Tentunya masih banyak orang lain yang dapat dipilih-Nya untuk disembuhkan.

Ketika kita membaca lebih lanjut, Tuhan menunjukkan kepada kita alasannya. Berapa banyak orang akan menjadi beriman karena orang buta ini? Maksud saya, sungguh beberapa orang yang tidak Anda kenal mendatangi Anda dan meludah di tanah, mengoleskannya ke mata Anda, dan menyuruh Anda untuk membasuhnya di kolam. Tetapi, pada ayat 7, kita diberkati oleh kata-kata ini, "Maka pergilah orang itu, ia membasuh dirinya lalu kembali dengan matanya sudah melek." Yesus melihat hati orang ini. Dia tahu pengemis buta ini memiliki iman untuk melakukan yang Dia perintahkan.
Berapa kali Allah berbisik di telinga kita untuk menjangkau orang lain atau untuk membagikan Injil Saku kepada seseorang karena Dia ingin pekerjaan Tuhan terlihat dalam kehidupan orang ini? Dan berapa kali kita berbicara kepada diri kita sendiri untuk membenarkan tindakan kita karena kita terlalu takut atau terlihat sedikit gila? Ketakutan mendekati kita karena kita memikirkan hal-hal yang dipikirkan orang lain tentang kita. Allah tidak akan melakukan tanda mukjizat dalam hidup kita sampai kita menunjukkan pada-Nya bahwa kita bersedia untuk melakukan perkataan-Nya dalam iman, tidak peduli seperti apakah perkataan itu. Ketakutan untuk mengambil resiko atau berdiri dalam iman-lah yang merampok suka cita kita untuk melihat orang lain datang kepada Kristus melalui kita.

Hari 8: Bacalah pasal 8 Injil Yohanes

Bacalah pasal 8 Injil Yohanes
Ayat Kunci
Yohanes 8:55: "Padahal kamu tidak mengenal Dia, tetapi Aku mengenal Dia. Dan jika Aku berkata:Aku tidak mengenal Dia, maka Aku adalah pendusta, sama seperti kamu, tetapi Aku mengenal Dia dan Aku menuruti firman-Nya."

Renungan Tantangan 21 Hari
Yesus mengenal Bapa. Dia telah bersama-Nya sejak awal mula. Ketika Allah memutuskan bahwa sudah saatnya Dia menjadi manusia, dalam wujud Kristus, Dia dapat berbicara pada kita dengan biasa. Kepedulian utama Yesus di bumi adalah untuk mencontohkan keintiman dengan Bapa dan untuk membawa Kerajaan Allah ke dunia melalui perkataan-Nya.
Dalam Yohanes 8:31, Yesus berkata, "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku." Bagaimana kita dapat berpegang pada ajaran-Nya; bagaimana kita dapat memegang janji-Nya? Rahasianya dapat ditemukan pada ayat pertama pasal ini, "Tetapi Yesus pergi ke bukit Zaitun." Lalu mereka pulang, masing-masing ke rumahnya (Yohanes 7:53), Yesus pergi ke gunung untuk mengambil waktu berdua dengan Bapa-Nya. Di tempat yang tenang ini Dia dapat menjauh dari kebisingan dunia. Dalam kesunyian, Dia dapat mendengar suara Bapa.
Di manakah Gunung Zaitun Anda? Apakah Anda menyediakan waktu khusus untuk menjauh dari kebisingan untuk bersama dengan Bapa, dan membuka hati dan telinga Anda untuk mendengar hal-hal yang ingin Dia katakan kepada Anda melalui firman-Nya yang tertulis? Carilah tempat yang tenang, di mana Anda dapat sendirian tanpa gangguan. Kursi putih berlapis saya di ruang tamu saya telah menjadi "Bukit Zaitun&quot saya. Di pagi hari, sebelum seluruh keluarga saya terbangun, saya bertemu dengan Bapa di Surga di ruang kudus itu, untuk berbicara dengan-Nya dan berdiam, mendengarkan hal-hal yang ingin Dia katakan kepada saya melalui firman-Nya yang tertulis. Berjumpa Allah di "tempat pribadi" saya telah mengubah perjalanan saya bersama Allah melebihi kebiasaan lainnya. Anda dan saya tidak akan pernah bisa "mengenal Dia dan firman-Nya," tanpa adanya perjumpaan pribadi di Bukit Zaitun.

Hari 7: Bacalah pasal 7 Injil Yohanes

Bacalah pasal 7 Injil Yohanes
Ayat Kunci
Yohanes 7:43 "Maka timbullah pertentangan di antara orang banyak karena Dia."
Renungan Tantangan 21 Hari
Perdebatan sengit dimulai. Apakah Yesus adalah Kristus? Betapa terbaginya orang-orang saat membicarakan tentang Engkau, Yesus, di dalam pasal ini: "Dia orang yang baik; Dia menipu orang; bagaimana orang ini mendapatkan pengetahuan tanpa belajar; engkau dirasuki setan; jika Kristus datang, akankah Dia melakukan mukjizat yang lebih besar dari ini?; sudah jelas bahwa orang ini adalah nabi; Dia adalah Kristus; bagaimana mungkin Kristus datang dari Galilea? Tidak seorang pun pernah berbicara seperti orang ini."
Debat ini berlangsung sampai hari ini di sekeliling kita, bahkan kadang di pikiran kita. Banyak orang yang memiliki pendapat berbeda dalam hati mereka mengenai keabsahan perkataan-Mu, Tuhan. Tentu saja debat ini membuat-Mu sedih, Yesus. Saya hampir dapat mendengar tangisan hati-Mu pada pasal 37-38, saat Engkau berdiri dan menangis dengan suara yang keras, "Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum! Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup." Kau telah berbicara dengan sangat jelas mengenai cara kami dapat menemukan hidup sesungguhnya; hanya datang kepada-Mu dengan rasa percaya!" Hanya demikianlah, aliran air hidup dapat mengalir dari hati kami.

Hari 6: Bacalah pasal 6 Injil Yohanes

Bacalah pasal 6 Injil Yohanes
Ayat Kunci
Yohanes 6:9: "Di sini ada seorang anak, yang mwmpunyai lima jelai roti dan dua ikan; tetapi apakah artinya untuk orang sebanyak ini?"

Renungan Tantangan 21 Hari
Dapatkah Anda membayangkan hal ini: murid Yesus berdiri di sekeliling Yesus, melihat kerumunan besar orang mendekat. Yesus, dengan senyum di wajah-Nya, menyarankan supaya mereka memberi makan kerumunan itu. Anda pasti sangat ingin melihat ekspresi wajah murid Yesus! "Ya, betul," kata Filipus, "Delapan bulan gaji pun tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja!"
Andreas melakukan observasi kecil dan menunjuk pada seorang anak laki-laki yang membawa sedikit bekal makan siang. Yesus, masih tersenyum, menerima tawaran Andreas, dan mengambil sedikit roti dan ikan, mengucap syukur, dan membagikan makanan tersebut pada kerumunan itu. Keajaiban luar biasa lainnya!
Pernahkah Anda merasakan apa yang dirasakan anak laki-laki itu? "Aku hanya memiliki sedikit untuk diberikan. Bagaimana mungkin Yesus dapat menggunakannya untuk menolong setiap orang?" Yesus tidak membutuhkan banyak. Dia hanya tersenyum dan berkata, "Bawa kemari apa yang kau miliki!" Dalam memberikan hal-hal yang Anda miliki, Dia dapat memberkatinya dan membagikan makanan rohani di sekeliling Anda.

Hari 5: Bacalah pasal 5 Injil Yohanes

Bacalah pasal 5 Injil Yohanes
Ayat Kunci
Yohanes 5:24: "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa MENDENGAR perkataan-Ku dan PERCAYA kepada-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari alam maut ke dalam hidup."
Renungan Tantangan 21 Hari
Mendengar Firman Tuhan sangatlah penting. Seseorang harus mendengarkannya sebelum dia bisa percaya. Dalam mendengar dan percaya, kita mulai mengalami hidup yang kekal sekarang, dan kita menyeberang dari kematian rohani menjadi hidup baru. Setiap hari, kita harus memposisikan diri kita untuk mendengar Firman Allah karena pikiran kita setiap hari diserang oleh panah berapi dari Iblis, yang menimbulkan keraguan di hati kita. Kita butuh Pedang Roh (Efesus 6:17) untuk berdiri teguh dalam peperangan melawan iblis. Hafalkan ayat ini hari ini. Tuliskan pada selembar kertas dan bawalah kertas itu bersamamu. Gunakan ayat ini sebagai amunisi kapan pun iblis berencana menanamkan benih keragu-raguan dalam pikiranmu tentang takdir Anda yang kekal.

Hari 4: Bacalah pasal 4 Injil Yohanes

Ayat Kunci
Yohanes 4:50: "Orang itu percaya akan apa yang dikatakan Yesus kepadanya, lalu pergi."

Renungan Tantangan 21 Hari
Pria dalam cerita ini adalah seorang pegawai istana yang mendengar tentang mukjizat Yesus mengubah air menjadi anggur pada acara pernikahan di Kana. Putus asa untuk menolong anaknya yang hampir mati, dia berjalan 16 mil dari Kapernaum ke Kana. Dia memohon agar Yesus kembali ke Kapernaum dan menyembuhkan anaknya. Yesus menyuruh pria itu untuk kembali ke rumah dan meyakinkan dia bahwa anaknya hidup. Luar biasanya, pria ini menerima perkataan Yesus dan pulang ke rumah.
Berapa kali kita datang kepada Yesus dalam keputusasaan, ingin Dia menjamah seseorang yang kita sayangi dengan cara yang ajaib? Berapa kali Dia telah memberikan kita perkataan khusus, sebuah janji khusus saat kita menghabiskan waktu bersama Firman-Nya, tetapi kita hanya menyelesaikan saat teduh kita tanpa membawa janji-Nya atau memercayai janji-Nya akan digenapi dalam kehidupan kita?

Hari 3: Membaca pasal 3 dari Injil Yohanes

Membaca pasal 3 dari Injil Yohanes
Ayat Kunci
Yohanes 3:3: "Yesus menjawab, kata-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah.""

Renungan Hari Ini
Saat Anda membuka Injil saku Anda pada pasal 3, teks yang dicetak tebal pada awal pasal akan menarik perhatian Anda, "Yesus mengajar Nikodemus." Sebagai latihan, hilangkan nama Nikodemus dan gunakan nama Anda. Anda akan merasakan kerinduan yang mendalam untuk diajar oleh Allah hari ini. Betapa inginnya Anda untuk mengetahui dan memahami kebenaran?
Nikodemus tertarik pada Kristus karena dia menyaksikan Yesus membuat banyak mukjizat dan dia mengetahui bahwa Yesus berasal dari Allah. "Nik" adalah orang yang religius, tetapi dia merasa ada sesuatu yang hilang dari hidupnya. Datang kepada Yesus untuk mendapatkan jawaban, Nikodemus mendengarkan-Nya berkata bahwa untuk dapat melihat kerajaan Allah, seseorang harus dilahirkan kembali; yaitu mengalami lahir baru.

Hari 2: Membaca pasal 2 dari Injil Yohanes

Membaca pasal 2 dari Injil Yohanes
Ayat Kunci
Yohanes 2:7-8: "Yesus berkata kepada pelayan-pelayan itu: "Isilah tempayan-tempayan itu penuh dengan air." Dan merekapun mengisinya sampai penuh. Lalu kata Yesus kepada mereka: "Sekarang cedoklah dan bawalah kepada pemimpin pesta." Lalu merekapun membawanya."

Renungan Hari Ini
Mukjizat Yesus mengubah air menjadi anggur adalah mukjizat pertama yang Dia lakukan untuk mengungkapkan kemuliaan-Nya. Di sini, kita melihat sebuah contoh yang indah dari Yesus yang bekerja sama dengan pelayan-pelayan rendahan untuk melakukannya.
Dia memberi pelayan tersebut 2 perintah sederhana: Isilah tempayan-tempayan itu dengan air, dan cedoklah sedikit untuk diberikan kepada pemimpin pesta. Pelayan tersebut melakukan persis seperti yang diminta, walaupun sepertinya hal itu terlihat gila pada saat itu! Pernahkah Anda membayangkan apa yang dipikirkan pelayan-pelayan itu ketika mereka membawa tempayan-tempayan itu? Kapankah airnya berubah menjadi anggur? -- pada saat mereka mematuhi Yesus, atau pada saat mereka membawanya kepada pemimpin pesta? Suatu keberanian yang luar biasa yang dibutuhkan untuk membawa sesuatu yang dikira adalah air kepada pemimpin pesta. Mukjizat Yesus terjadi karena mereka melakukan apa yang Yesus perintahkan, walaupun terlihat gila. Kepatuhan mereka membawa berkat dalam kehidupan mereka dan kehidupan orang lain di dalam perjamuan tersebut.
Tanda-tanda ajaib tidak akan terjadi dalam hidup kita kecuali kita kita bersedia untuk berjalan dalam iman dan melakukan apa yang Yesus perintahkan. Hanya dengan itu Allah akan menerima kemuliaan. Ketika Roh Kudus membisikkan agar Anda memberikan Injil Saku kepada seseorang, patuhilah dalam iman, dan lihatlah tanda-tanda ajaib berikutnya yang akan terjadi!

Hari 1: Membaca pasal 1 dari Injil Yohanes

Membaca pasal 1 dari Injil Yohanes
Ayat Kunci
Yohanes 1:1-2: "Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah."
Renungan Hari Ini
Salah satu pertanyaan yang paling menantang sebagai pengikut Yesus adalah pertanyaan ini, "Dari mana Allah berasal?" Secara pribadi, saya tidak menyukai pertanyaan ini karena saya tidak dapat menjawabnya! Allah tidak berasal dari mana pun. Dia telah ada sebelum segalanya yang kita ketahui dan pahami ada.

Yohanes memulai suratnya dengan membuat pernyataan bahwa setiap orang harus memutuskan untuk mempercayainya atau tidak. Apakah Allah sungguh nyata? Apakah Yesus adalah Allah dalam bentuk daging? Ini adalah keputusan yang harus dihadapi semua orang di alam semesta. Mereka harus memutuskan untuk mempercayainya atau tidak.
Saat Anda memulai Tantangan 21 Hari, selesaikan perdebatan itu di hati Anda, jika Anda masih memperdebatkannya. Anda dapat bertanya, "Bagaimana saya dapat tahu dengan pasti bahwa Allah sungguh ada, dan Yesus benar-benar adalah perwujudan dari Allah?" Pernyataan Yohanes dapat menjadi suatu kebenaran maupun bukan kebenaran. Anda harus memutuskan dengan iman.

Maria saudara Lazarus Dan Yesus: Kisah yang tak terlupakan sepanjang masa oleh Hengki Wijaya

Kisah yang saya ambil dari pembacaan Alkitab Yohanes 12:1-11 menceritakan tentang kehidupan sebuah keluarga yang disayangi oleh Yesus. Yesus membangkitkan Lazarus dari kematian. Dan Yesus kembali ada di rumah Lazarus enam hari sebelum paskah. Seperti biasanya Marta masih sibuk seperti biasa di kala itu juga Marta tetap sibuk sementara saudaranya duduk di hadapan kaki yesus untuk mendengarkan perkataan Yesus. Kini Maria melakukan hal yang lain dan sangat berbeda dengan meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya. Ada kontroversi yang dilakukan Maria sebagai perempuan dan kebiasaan orang Yahudi pada saat itu dan pernyataan murid Yesus yaitu yudas Iskariot sebagai rekasi tidak setuju atas apa yang dilakukan oleh Maria. Bagi kita apa yang menjadi inti pengajaran dan teladan bagi kita sebagai orang percaya? Pertanyaan lainnya ada berapa perempuan yang pernah meminyaki kaki Yesus (bdg. Lukas 7 orang berdosa yang meminyaki kaki Yesus). Samakah dengan Maria saudara Lazarus yang nyta sudah bangkit seperti yang dijelaskan dalam teks.  Pesan-pesan yang ingin disampaikan firman tuhan kepada kita adalah:

1, Memberikan yang terbaik. Maria telah melakukan yang terbaik untuk Tuhan-Nya dengan memberikan yang terbaik dari yang dia miliki yaitu setengah kati minyak narwastu ( sekali pun tinggal setengah kati namun itu telah diberikannya semua di kaki Yesus). Dapat dikatakan bahwa tidak ada lagi yang berharga yang dimiliki Maria selain wewangian itu. Dengan demikian apa yang diberikan oleh Maria menunjukkan hatinya adalah milik Tuhannya bukan lagi dirinya. Harum wewangian itu memenuhi ruangan tersebut yang memberikan arti bahwa kebaikan dan penyerahan diri dengan apa yang dimiliki yang dianggap sebagai yang paling berharga yang diserahkan kepada Yesus sebagai perbuatan yang harum di hadapan-Nya.

2. Menunjukkan kerendahan hati di hadapan Tuhan. Sikap kita bagi banyak orang mungkin sangat "memalukan," tetpi untuk Tuhan itu sangat terpuji artinya bagi orang Yahudi menyeka rambut yang seharunya disembunyikan itu menunjukkan ketidaksopanan dan ketidaknyamanan. Namun ini dilakukan untuk siapa? Manusia atau Tuha. Lakukan yang terbaik bagi Tuhan sekali pun bagi dunia itu "memalukan," tetapi itu bukan dosa. Lakukan saja yang menunjukkan kemuliaan bagi nama-Nya. Seperti halnya merangkul yang berbeban berat dan mengalami kesedihan.

Rabu, 15 Juni 2016

Kubu-kubu: Kenal dan Runtuhkan Kekuatannya oleh Pastor Indri Gautama

•WEDNESDAY, JUNE 15, 2016
Adalah kerinduan hati Allah untuk selalu bersekutu dan berkomunikasi dengan kita, umat-Nya. Allah ingin kita peka dan tajam mendengar suara-Nya, agar kita senantiasa mengenal musim dan waktunya Allah. Tidak hanya mengenal, namun juga mengerti apa yang perlu kita lakukan di musim-musim tersebut. Akibatnya kita mengalami semua janji -janji Allah yang tersedia di musim -musim tersebut . Namun untuk mengalami kemuliaan Allah yang sudah disiapkan bagi gereja-Nya, kita harus tahu bahwa ada polusi-polusi rohani yang menghambat pertumbuhan rohani kita sehingga tidak menerima janji-janji Allah. Hal-hal yang menyebabkan polusi dalam kerohanian kita seperti ; hubungan-hubungan yang membahayakan, komsumsi media yang penuh racun, kebiasaan yang sifatnya adiktif dan berakibat jangka panjang. Oleh sebab itu kita perlu memperhatikan hubungan-hubungan yang membahayakan hidup kita. Sebab ada orang -orang dalam kehidupan kita yang menambah-nambahkan, ada orang yang mengurangi, ada yang melipatgandakan , bahkan ada orang-orang yang sifatnya memecah belah. Jika panca indera rohani kita sudah tumpul, ketika kita berada di lingkungan sekitar kita dan menyesuaikan diri dengan apa yang ada disekeliling kita, maka Setan akan merekayasa suatu skenario untuk menjebak kita kedalam jebakan dosa. Akibatnya kita kehilangan sensitifitas, kepekaan dan ketajaman roh.
   Paulus menjelaskan dalam 2 Korintus 10:4-5 “Memang kami masih hidup di dunia, tetapi kami tidak berjuang secara duniawi, karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-benteng. Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus”. Peperangan kita adalah peperangan rohani, namun berdampak ke fisik dan ke jiwa, yang menyebabkan kita tidak maju dan berkembang dalam kerohanian. Kata benteng-benteng, bahasa Inggris : stronghold dalam bahasa Yunani disebut : “Okuroma” yakni seperti kastil yang tersusun dari batu-batu yang besar dan kuat, yang menggambarkan seorang tawanan yang terkunci, terpenjara, karena tertipu.Kubu-kubu adalah sebuah benteng yang dibangun di pikiran kita oleh kita sendiri yang telah dicemari oleh perkataan-perkataan negatif dari sekeliling kita. Benteng ini dibangun setahap demi setahap dalam jangka waktu yang panjang hingga menjadi kokoh. Tepatnya, kubu-kubu tersebut berasal dari apa yang kita lihat, baca dan alami yang tidak sesuai dengan firman Tuhan. Hal-hal tersebut membentuk sebuah pola pikir yang menentang pengenalan akan Allah (2 Korintus 10:5) Semua pemikiran yang tidak selaras dengan Firman adalah kubu-kubu. Dihadapan Allah ini adalah dosa. Akibatnya kita kehilangan janji-janji Allah yang disediakan bagi kita. Kapan dan bagaimana kita membangun kubu-kubu kita sendiri? Pada saat kita menyimpan kekecewaan, kegeraman dan sulit mengampuni. Pada saat kita masih trauma pada kegagalan masa lampau. Juga ketika kita masih bermegah dalam kesuksesan masa lampau dan nyaman dengan masa lampau. Ini semua bisa menjadi "batu-batu bata" yang kita susun sendiri dalam pikiran kita. Akibatnya, kita tidak bisa melihat Tuhan sebagaimana Dia seharusnya. Kita juga gagal melihat jalan baru yang Tuhan sediakan.

Belajar Membuang sampah di Makassar oleh Hengki Wijaya

Buang sampah sembarangan akan didenda; Dilarang buang sampah; Disebut "binatang" bagi yang membuang sampah. Bak sampah di jalan Tupai dicabut; Bukan tempat buang sampah. Sepertinya hal tersebut banyak sudah dilihat dan didengar. Apalagi peraturan pemerintah walikota dan imbauannya supaya Makassar Tidak Rantasa (MTR) tetapi nyatanya masih cukup rantasa. Alasannya adalah:

Fakta: untuk daerah pasar Pabaeng-baeng dan sekitarnya bak sampah besar dicabut dan digantikan dengan motor sampah yang hanya masuk di daerah yang bisa dijalani. Sepertinya Lorong 3 Kumala 2 tidak masuki. Memang sudah banyak lorong yang indah dan petugasnya juga rajin-rajin. Entah kenapa di daerah saya diberikan kemudahan untuk menaruh sampah di jalan-jalan dan tempat-tempat yang sebenarnya bukan tempat sampah. Kita punya lorong itu tidak indah, tetapi mengapa mereka tidak punya kesadaran untuk belajar buang sampah.

Saya mau berkisah seperti ini. Lorong saya tidak bersih karena merupakan jalan pintas menuju pasar Pabaeng-baeng. Dan di jalan utama Kumala 2, saluran air banyak sampah dan baru-baru ini diadakan kerja bakti massal, tetapi tidak maksimal karena hanya untuk dukungan saja. Tetapi tidak membantu dalam emngubah pola pikir membuang sampah. Rumah bisa saja tidak rapi dan cara berpakaian seperti seniman tetapi soal buang sampah dan menjaga lingkungan tetap bersih itu harus belajar buang sampah. Misal Anda dan saya ada di Mall, tetap sampah permen itu dibuang di tempat sampah atau disimpan di kantong. Hal itu saya juga lakukan ketika ada di lorong, ruang kelas, halamn orang dan di jalan. Hal kecil ini merangsang Anda untuk membuat lebih baik lagi dalam belajar membuang sampah. JAngan biarkan Anda buang sampah di lantai atau di jalan bahkan ada yang berkata sebentar tukang sampah akan mengambilnya karena lewat di tempat itu setiap hari. Apa yang saya lakukan adalah setiap hari saya membawa ke tempat bak sampah di jalan Tupai belakang Rumah sakit Labuang Baji sejak pasar sudah dicabut bak sampahnya. Dan ketika bak sampah di sana pun sudah dicabut maka saya pun mengantar sampah itu dengan motor ke tempat bak sampah yang ada di kampus atau di mobil sampah atau bak motor sampah yang sementara beroperasi. Bila ingin buang sampah, buanglah di tempat yang benar yaitu bak sampah. Bagi petugas, terimalah sampah kami walaupun kami tidak berasal dari wilayah Bapak.

Ibarat kita mencuci pakaian setiap hari, memang sabun cuci cepat habis tetapi sehat dan tidak ada cuci nasional dan baju bertumpuk dan bau. Demikian juga biasakan membuang sampah setiap hari ke tempat sampah yang benar. Syuklur bila petugasnya rajin dan setia dengan pekerjaannya dan bila tidak Anda harus bertindak supaya sampah itu tidak bermalam terlalu lama di rumah Anda. Mungkin Anda mau disebut pemulung sampah.

Selasa, 14 Juni 2016

Kuasa Firman Allah oleh Hengki Wijaya

Firman Allah tidak pernah kembali sia-sia. Pada waktu-Nya ketika firman Allah didengar oleh orang maka kuasa-Nya akan membawa kemenangan. Bila Anda menghargai firman Allah niscaya selubung di hati dan mata rohani Anda akan terbuka. Dari Kitab Nehemia 7:73b-8:12, ada kerinduan umat Allah di pembuangan kerjaan Persia untuk mendengar firman Allah. Ketika firman Allah didengar oleh mereka ada terjadi kebangungan rohani di antara mereka. Ada kesedihan dan sukacita karena kelegaan yang diterima dari kuasa firman Tuhan. Apalagi bila mengingat kisah mereka di tanh yang asing, namun masih mendapatkan pencerahan. Bagaimana kuasa firman Allah itu menjadi berkuasa atas hidup kita? Dengan melakukan disiplin rohani terhadap firman Allah.

1. Disiplin Menghafal firman Allah.
Dengan menghafal firman Allah membuat tubuh kita semakin rajin untuk perkara rohani. Semua hal harus dilatih setiap hari. Hingga akhirnya Tuhan bekerja untuk membela firman-Nya pada waktu-Nya. Dia bekerja di dalam diri kita dan membuat apa yang dikehendaki-Nya terjadi aats kita.

2. Disiplin Berdoa dengan menggunakan firman Tuhan sebagai pokok doa.
Berdoa di hadapan Tuhan adalah disiplin berikutnya. Doa adalah napas orang percaya untuk tetap dapat bertahan dari pencobaan. Meminta pertolongan Tuhan dan melakukan disiplin doa dengan kata-kata yang dimengerti oleh manusia dapat membangun diri dan orang lain.

3. Merenungkan firman Tuhan dengan saat teduh dan berdiam di hadapan Tuhan.
Merenungkan firman Tuhan dalam hidup adalah bagian untuk bertumbuh dalam iman di dalam yesus Kristus. Membutuhkan Dia sebagai satu-satunya penolong, penghibur, penyembuh, pemulih dan Raja yang berdaulat dalam hidup kita.

The Donkey by BY G. K. CHESTERTON

The Donkey
Related Poem Content Details
BY G. K. CHESTERTON
When fishes flew and forests walked
   And figs grew upon thorn,
Some moment when the moon was blood
   Then surely I was born.
With monstrous head and sickening cry
   And ears like errant wings,
The devil’s walking parody
   On all four-footed things.
The tattered outlaw of the earth,
   Of ancient crooked will;
Starve, scourge, deride me: I am dumb,
   I keep my secret still.
Fools! For I also had my hour;
   One far fierce hour and sweet:
There was a shout about my ears,
   And palms before my feet.
Source: The Collected Poems of G. K. Chesterton (Dodd Mead & Company, 1927)


Senin, 13 Juni 2016

"Your heavenly Father." --Matthew 6:26 by C.H. Spurgeon

God's people are doubly His children, they are His offspring by creation, and they are His sons by adoption in Christ. Hence they are privileged to call Him, "Our Father which art in heaven." Father! Oh, what precious word is that. Here is authority: "If I be a Father, where is mine honour?" If ye be sons, where is your obedience? Here is affection mingled with authority; an authority which does not provoke rebellion; an obedience demanded which is most cheerfully rendered--which would not be withheld even if it might. The obedience which God's children yield to Him must be loving obedience. Do not go about the service of God as slaves to their taskmaster's toil, but run in the way of His commands because it is your Father's way. Yield your bodies as instruments of righteousness, because righteousness is your Father's will, and His will should be the will of His child. Father!--Here is a kingly attribute so sweetly veiled in love, that the King's crown is forgotten in the King's face, and His sceptre becomes, not a rod of iron, but a silver sceptre of mercy--the sceptre indeed seems to be forgotten in the tender hand of Him who wields it. Father!--Here is honour and love. How great is a Father's love to his children! That which friendship cannot do, and mere benevolence will not attempt, a father's heart and hand must do for his sons. They are his offspring, he must bless them; they are his children, he must show himself strong in their defence. If an earthly father watches over his children with unceasing love and care, how much more does our heavenly Father? Abba, Father! He who can say this, hath uttered better music than cherubim or seraphim can reach. There is heaven in the depth of that word--Father! There is all I can ask; all my necessities can demand; all my wishes can desire. I have all in all to all eternity when I can say, "Father."

Use of Old Testament in John 12:13-15 by CHARLES E McLAIN Professor, Calvary Baptist Theological Seminary

John's presentation of Christ as king. Although the theme of Christ's kingship may not occupy a major place in the narrative of John's gospel, it is important to realize that John's presentation
of Christ as king in chapter 12 is not an isolated incident. John's presentation of Christ as king at the Triumphal Entry is best understood in light of John's overall presentation of Christ as king.

Freed points out that:
Jesus is spoken of as king at regular intervals in John's
gospel. Nathanael confesses that Jesus is 'King of Israel' (1:49).
After the feeding of the five thousand ... Jesus himself
perceives that 'they were about to come and seize him in order to
make him a king' (6:15). Then 'the great crowd' proclaims Jesus
as king in the Lazarus episode (12:12-19). Even in the narrative
of the trial and crucifixion references to the kingship of Jesus are
much more numerous than in the Synoptics.is


Even though John lacks the birth accounts of the Synoptics with their angelic proclamations (Luke 1:32-33; 2:10-11) and their record of the Magi's worship (Matt 2:2-6, 11); as well as the kingly
genealogies of Matthew and Luke, he still presents Christ as king.

Ikut lomba Globethics.net Indonesia dan ICRS (www.icrs.ugm.ac.id) April 2016 (berharap Menang lagi)

Tema:
Promoting inter religious respect, understanding, cooperation, harmony, peace and ethics in higher education
www.globethics.net/in/globethics.net-indonesia
mengundang para mahasiswa S1, dan mahasiswa pascasarjana, akademisi, peneliti, aktivis dan masyarakat umum untuk mengirimkan hasil tulisannya, yang sudah pernah diterbitkan ataupun belum. Untuk mahasiswa dan akademisi tulisan berupa artikel, analisis atau refleksi dan untuk masyarakat umum tulisan berupa opini. Tulisan terpilih akan dimuat dalam perpustakaan elektronik (e-library) www.globethics.net dan diakses lebih dari 155.000 orang  dari 225 negara di seluruh dunia. 
Lima tulisan terbaik akan mendapat hadiah uang dan sertifikat serta sepuluh tulisan terbaik akan diterbitkan menjadi sebuah buku.
Syarat dan Ketentuan
1.      Semua penulis yang mengirimkan tulisannya harus terdaftar sebagai partisipan Globethics.net dengan mendaftarkan diri ke www.globethics.net, GRATIS.
2.      Tulisan berhubungan dengan tema utama "Promoting inter religious respect, understanding, cooperation, harmony, peace and ethics in higher education" bisa meliputi tapi tidak terbatas pada best practice etika kerukunan dan toleransi antar agama etika interaksi lintas agama; pengajaran, kurikulum, dan penerapan pelaksanaan etika di perguruan tinggi.
3.      Tulisan dapat berupa artikel ataupun paper atau sejenisnya dengan jumlah halaman  10 -20 halaman, 2 spasi, 12 Times New Roman .
4.      Penulis dapat mengirimkan lebih dari satu artikel/paper untuk perlombaan ini.
5.      Untuk format referensi paper menggunakan footnotes.
6.      Tulisan sudah atau belum dipublikasikan.
7.      Tulisan yang sudah pernah diterbitkan harus menyertakan surat persetujuan dari penerbit untuk disubmit dan diterbitkan ulang di GE ID (form telah disediakan).
8.      Tulisan dapat menggunakan  salah satu dari tiga bahasa, yakni Indonesia, Inggris dan Arab.
9.      Setiap artikel dilengkapi dengan abstrak kurang lebih 200 kata dan ditulis dalam bahasa Inggris bila artikelnya berbahasa Indonesia, dan abstrak bahasa Indonesia bila artikelnya menggunakan Bahasa Inggris.
10. Tulisan yang dikirim akan menjadi hak dari Globethics.net Indonesia dan Globethics.net berhak untuk mempublikasikannya.
11. Deadline pengiriman tulisan 30 April  2016
12. Pengumuman pemenang paling lambat dua bulan setelah deadline.
13. Pengumuman lebih detil di www.globethics.net/in/globethics.net-indonesia

"I have exalted one chosen out of the people." --Psalm 89:19 by C.H. Spurgeon

Why was Christ chosen out of the people? Speak, my heart, for heart-thoughts are best. Was it not that He might be able to be our brother, in the blest tie of kindred blood? Oh, what relationship there is between Christ and the believer! The believer can say, "I have a Brother in heaven; I may be poor, but I have a Brother who is rich, and is a King, and will He suffer me to want while He is on His throne? Oh, no! He loves me; He is my Brother." Believer, wear this blessed thought, like a necklace of diamonds, around the neck of thy memory; put it, as a golden ring, on the finger of recollection, and use it as the King's own seal, stamping the petitions of thy faith with confidence of success. He is a brother born for adversity, treat Him as such. Christ was also chosen out of the people that He might know our wants and sympathize with us. "He was tempted in all points like as we are, yet without sin." In all our sorrows we have His sympathy. Temptation, pain, disappointment, weakness, weariness, poverty--He knows them all, for He has felt all. Remember this, Christian, and let it comfort thee. However difficult and painful thy road, it is marked by the footsteps of thy Saviour; and even when thou reachest the dark valley of the shadow of death, and the deep waters of the swelling Jordan, thou wilt find His footprints there. In all places whithersoever we go, He has been our forerunner; each burden we have to carry, has once been laid on the shoulders of Immanuel. "His way was much rougher and darker than mine Did Christ, my Lord, suffer, and shall I repine?" Take courage! Royal feet have left a blood-red track upon the road, and consecrated the thorny path for ever. "Surely he shall deliver thee from the snare of the fowler." --Psalm 91:3 God delivers His people from the snare of the fowler in two senses. From, and out of. First, He delivers them from the snare--does not let them enter it; and secondly, if they should be caught therein, He delivers them out of it. The first promise is the most precious to some; the second is the best to others. "He shall deliver thee from the snare." How? Trouble is often the means whereby God delivers us. God knows that our backsliding will soon end in our destruction, and He in mercy sends the rod. We say, "Lord, why is this?" not knowing that our trouble has been the means of delivering us from far greater evil. Many have been thus saved from ruin by their sorrows and their crosses; these have frightened the birds from the net. At other times, God keeps His people from the snare of the fowler by giving them great spiritual strength, so that when they are tempted to do evil they say, "How can I do this great wickedness, and sin against God?" But what a blessed thing it is that if the believer shall, in an evil hour, come into the net, yet God will bring him out of it! O backslider, be cast down, but do not despair. Wanderer though thou hast been, hear what thy Redeemer saith--"Return, O backsliding children; I will have mercy upon you." But you say you cannot return, for you are a captive. Then listen to the promise--"Surely He shall deliver thee out of the snare of the fowler." Thou shalt yet be brought out of all evil into which thou hast fallen, and though thou shalt never cease to repent of thy ways, yet He that hath loved thee will not cast thee away; He will receive thee, and give thee joy and gladness, that the bones which He has broken may rejoice. No bird of paradise shall die in the fowler's net. "I will mention the lovingkindnesses of the Lord, and the praises of the Lord, according to all that the Lord hath bestowed on us." --Isaiah 63:7

And canst thou not do this? Are there no mercies which thou hast experienced? What though thou art gloomy now, canst thou forget that blessed hour when Jesus met thee, and said, "Come unto me"? Canst thou not remember that rapturous moment when He snapped thy fetters, dashed thy chains to the earth, and said, "I came to break thy bonds and set thee free"? Or if the love of thine espousals be forgotten, there must surely be some precious milestone along the road of life not quite grown over with moss, on which thou canst read a happy memorial of His mercy towards thee? What, didst thou never have a sickness like that which thou art suffering now, and did He not restore thee? Wert thou never poor before, and did He not supply thy wants? Wast thou never in straits before, and did He not deliver thee? Arise, go to the river of thine experience, and pull up a few bulrushes, and plait them into an ark, wherein thine infant- faith may float safely on the stream. Forget not what thy God has done for thee; turn over the book of thy remembrance, and consider the days of old. Canst thou not remember the hill Mizar? Did the Lord never meet with thee at Hermon? Hast thou never climbed the Delectable Mountains? Hast thou never been helped in time of need? Nay, I know thou hast. Go back, then, a little way to the choice mercies of yesterday, and though all may be dark now, light up the lamps of the past, they shall glitter through the darkness, and thou shalt trust in the Lord till the day break and the shadows flee away. "Remember, O Lord, thy tender mercies and thy lovingkindnesses, for they have been ever of old."

"And so all Israel shall be saved." --Romans 11:26 by C.H. spurgeon

Then Moses sang at the Red Sea, it was his joy to know that all Israel were safe. Not a drop of spray fell from that solid wall until the last of God's Israel had safely planted his foot on the other side the flood. That done, immediately the floods dissolved into their proper place again, but not till then. Part of that song was, "Thou in thy mercy hast led forth the people which thou hast redeemed." In the last time, when the elect shall sing the song of Moses, the servant of God, and of the Lamb, it shall be the boast of Jesus, "Of all whom thou hast given me, I have lost none." In heaven there shall not be a vacant throne. "For all the chosen race Shall meet around the throne, Shall bless the conduct of His grace, And make His glories known." As many as God hath chosen, as many as Christ hath redeemed, as many as the Spirit hath called, as many as believe in Jesus, shall safely cross the dividing sea. We are not all safely landed yet: "Part of the host have crossed the flood, And part are crossing now." The vanguard of the army has already reached the shore. We are marching through the depths; we are at this day following hard after our Leader into the heart of the sea. Let us be of good cheer: the rear-guard shall soon be where the vanguard already is; the last of the chosen ones shall soon have crossed the sea, and then shall be heard the song of triumph, when all are secure. But oh! if one were absent--oh! if one of His chosen family should be cast away--it would make an everlasting discord in the song of the redeemed, and cut the strings of the harps of paradise, so that music could never be extorted from them. "Son of man, What is the vine tree more than any tree, or than a branch which is among the trees of the forest?" --Ezekiel 15:2

Kepemimpinan Spiritual oleh Henry dan Richard Blackaby

Dalam edisi Living Life edisi Juni 2016 halaman 65 tertulis judul Kepemimpinan Spiritual yang disadur dari buku Henry dan Richard Blackaby yaitu Spiritual Leadership.     Berikut ini oadalah beebrapa eleman yang menentukan dari kepemimpinan spiritual yang disorot Blackaby dalam buku mereka.
1. Pemimpin spiritual menggerakkan orang-orang dari tempat mereka berada ke tempat yang diinginkan Allah. Peran utama dari pemimpin spiritual adalah untuk mengerti kehendak Allah bagi organisasi mereka kemudian memotivasi, mendorong, dan melakukan apa pun yang diperlukan untuk membuat tim mereka menangkap dan mengejar visi itu.

2. Pemimpin spiritual bergantung pada Roh Kudus. Pemimpin spiritual harus mengakui bahwa mereka tidak dapat menggerakkan orang-orang kepada kehendak Allah dengan mengandalkan metode dan kemampuan mereka dan membutuhkan kuasa Allah untuk melakukan kehendak Allah.

3. Pemimpin spiritual bertanggung jawab kepada Allah. Pemimpin spiritual bertanggung jawab penuh atas kegagalan mereka. Mereka tidak mencari-cari kesalahan dan alasan untuk membenarkan diri atau menyalahkan pengikut mereka bila mereka menolak untuk mengikuti mereka.

4. Pemimpin spiritual memengaruhi semua orang, bukan hanya umat Allah. Pemimpin Kristen harus tahu bahwa pengaruh spiritual mereka menjangkau jauh melebihi empat dinding gereja dan bahwa Allah ada dalam misi dalam bidang usaha juga di tempat pertemuan.

5. Pemimpin spiritual bekerja dari agenda Allah. Misi dari pemimpin spiritual bukanlah untuk memajukan ambisi pribadi mereka melainkan untuk menyelesaikan maksud Allah bagi kemuliaan-Nya. For His glory!

"I sought him, but I found him not." --Song of Solomon 3:1 by C.H. Spurgeon

Tell me where you lost the company of Christ, and I will tell you the most likely place to find Him. Have you lost Christ in the closet by restraining prayer? Then it is there you must seek and find Him. Did you lose Christ by sin? You will find Christ in no other way but by the giving up of the sin, and seeking by the Holy Spirit to mortify the member in which the lust doth dwell. Did you lose Christ by neglecting the Scriptures? You must find Christ in the Scriptures. It is a true proverb, "Look for a thing where you dropped it, it is there." So look for Christ where you lost Him, for He has not gone away. But it is hard work to go back for Christ. Bunyan tells us, the pilgrim found the piece of the road back to the Arbour of Ease, where he lost his roll, the hardest he had ever travelled. Twenty miles onward is easier than to go one mile back for the lost evidence. Take care, then, when you find your Master, to cling close to Him. But how is it you have lost Him? One would have thought you would never have parted with such a precious friend, whose presence is so sweet, whose words are so comforting, and whose company is so dear to you! How is it that you did not watch Him every moment for fear of losing sight of Him? Yet, since you have let Him go, what a mercy that you are seeking Him, even though you mournfully groan, "O that I knew where I might find Him!" Go on seeking, for it is dangerous to be without thy Lord. Without Christ you are like a sheep without its shepherd; like a tree without water at its roots; like a sere leaf in the tempest--not bound to the tree of life. With thine whole heart seek Him, and He will be found of thee: only give thyself thoroughly up to the search, and verily, thou shalt yet discover Him to thy joy and gladness.

"And I looked, and, lo, a Lamb stood on the mount Sion." --Revelation 14:1 by C.H. Spurgeon

The apostle John was privileged to look within the gates of heaven, and in describing what he saw, he begins by saying, "I looked, and, lo, a Lamb!" This teaches us that the chief object of contemplation in the heavenly state is "the Lamb of God, which taketh away the sins of the world." Nothing else attracted the apostle's attention so much as the person of that Divine Being, who hath redeemed us by His blood. He is the theme of the songs of all glorified spirits and holy angels. Christian, here is joy for thee; thou hast looked, and thou hast seen the Lamb. Through thy tears thine eyes have seen the Lamb of God taking away thy sins. Rejoice, then. In a little while, when thine eyes shall have been wiped from tears, thou wilt see the same Lamb exalted on His throne. It is the joy of thy heart to hold daily fellowship with Jesus; thou shalt have the same joy to a higher degree in heaven; thou shalt enjoy the constant vision of His presence; thou shalt dwell with Him for ever. "I looked, and, lo, a Lamb!" Why, that Lamb is heaven itself; for as good Rutherford says, "Heaven and Christ are the same thing;" to be with Christ is to be in heaven, and to be in heaven is to be with Christ. That prisoner of the Lord very sweetly writes in one of his glowing letters--"O my Lord Jesus Christ, if I could be in heaven without thee, it would be a hell; and if I could be in hell, and have thee still, it would be a heaven to me, for thou art all the heaven I want." It is true, is it not, Christian? Does not thy soul say so?

"Do as thou hast said." --2 Samuel 7:25 by C.H. Spurgeon

God's promises were never meant to be thrown aside as waste paper; He intended that they should be used. God's gold is not miser's money, but is minted to be traded with. Nothing pleases our Lord better than to see His promises put in circulation; He loves to see His children bring them up to Him, and say, "Lord, do as Thou hast said." We glorify God when we plead His promises. Do you think that God will be any the poorer for giving you the riches He has promised? Do you dream that He will be any the less holy for giving holiness to you? Do you imagine He will be any the less pure for washing you from your sins? He has said "Come now, and let us reason together, saith the Lord: though your sins be as scarlet, they shall be as white as snow; though they be red like crimson, they shall be as wool." Faith lays hold upon the promise of pardon, and it does not delay, saying, "This is a precious promise, I wonder if it be true?" but it goes straight to the throne with it, and pleads, "Lord, here is the promise, 'Do as Thou hast said.'" Our Lord replies, "Be it unto thee even as thou wilt." When a Christian grasps a promise, if he do not take it to God, he dishonours Him; but when he hastens to the throne of grace, and cries, "Lord, I have nothing to recommend me but this, 'Thou hast said it;'" then his desire shall be granted. Our heavenly Banker delights to cash His own notes. Never let the promise rust. Draw the word of promise out of its scabbard, and use it with holy violence. Think not that God will be troubled by your importunately reminding Him of His promises. He loves to hear the loud outcries of needy souls. It is His delight to bestow favours. He is more ready to hear than you are to ask. The sun is not weary of shining, nor the fountain of flowing. It is God's nature to keep His promises; therefore go at once to the throne with "Do as Thou hast said."

"Mighty to save." --Isaiah 63:1 by C.H. Spurgeon

 By the words "to save" we understand the whole of the great work of salvation, from the first holy desire onward to complete sanctification. The words are multum in parro: indeed, here is all mercy in one word. Christ is not only "mighty to save" those who repent, but He is able to make men repent. He will carry those to heaven who believe; but He is, moreover, mighty to give men new hearts and to work faith in them. He is mighty to make the man who hates holiness love it, and to constrain the despiser of His name to bend the knee before Him. Nay, this is not all the meaning, for the divine power is equally seen in the after-work. The life of a believer is a series of miracles wrought by "the Mighty God." The bush burns, but is not consumed. He is mighty to keep His people holy after He has made them so, and to preserve them in his fear and love until he consummates their spiritual existence in heaven. Christ's might doth not lie in making a believer and then leaving him to shift for himself; but He who begins the good work carries it on; He who imparts the first germ of life in the dead soul, prolongs the divine existence, and strengthens it until it bursts asunder every bond of sin, and the soul leaps from earth, perfected in glory. Believer, here is encouragement. Art thou praying for some beloved one? Oh, give not up thy prayers, for Christ is "mighty to save." You are powerless to reclaim the rebel, but your Lord is Almighty. Lay hold on that mighty arm, and rouse it to put forth its strength. Does your own case trouble you? Fear not, for His strength is sufficient for you. Whether to begin with others, or to carry on the work in you, Jesus is "mighty to save;" the best proof of which lies in the fact that He has saved you. What a thousand mercies that you have not found Him mighty to destroy!

"These have no root." --Luke 8:13 oleh Charles Haddon Spurgeon

 My soul, examine thyself this morning by the light of this text. Thou hast received the word with joy; thy feelings have been stirred and a lively impression has been made; but, remember, that to receive the word in the ear is one thing, and to receive Jesus into thy very soul is quite another; superficial feeling is often joined to inward hardness of heart, and a lively impression of the word is not always a lasting one. In the parable, the seed in one case fell upon ground having a rocky bottom, covered over with a thin layer of earth; when the seed began to take root, its downward growth was hindered by the hard stone and therefore it spent its strength in pushing its green shoot aloft as high as it could, but having no inward moisture derived from root nourishment, it withered away. Is this my case? Have I been making a fair show in the flesh without having a corresponding inner life? Good growth takes place upwards and downwards at the same time. Am I rooted in sincere fidelity and love to Jesus? If my heart remains unsoftened and unfertilized by grace, the good seed may germinate for a season, but it must ultimately wither, for it cannot flourish on a rocky, unbroken, unsanctified heart. Let me dread a godliness as rapid in growth and as wanting in endurance as Jonah's gourd; let me count the cost of being a follower of Jesus, above all let me feel the energy of His Holy Spirit, and then I shall possess an abiding and enduring seed in my soul. If my mind remains as obdurate as it was by nature, the sun of trial will scorch, and my hard heart will help to cast the heat the more terribly upon the ill-covered seed, and my religion will soon die, and my despair will be terrible; therefore, O heavenly Sower, plough me first, and then cast the truth into me, and let me yield Thee a bounteous harvest.

"There is laid up for me a crown of righteousness." --2 Timothy 4:8 oleh Charles Haddon Spurgeon

Doubting one! thou hast often said, "I fear I shall never enter heaven." Fear not! all the people of God shall enter there. I love the quaint saying of a dying man, who exclaimed, "I have no fear of going home; I have sent all before me; God's finger is on the latch of my door, and I am ready for Him to enter." "But," said one, "are you not afraid lest you should miss your inheritance?" "Nay," said he, "nay; there is one crown in heaven which the angel Gabriel could not wear, it will fit no head but mine. There is one throne in heaven which Paul the apostle could not fill; it was made for me, and I shall have it." O Christian, what a joyous thought! thy portion is secure; "there remaineth a rest." "But cannot I forfeit it?" No, it is entailed. If I be a child of God I shall not lose it. It is mine as securely as if I were there. Come with me, believer, and let us sit upon the top of Nebo, and view the goodly land, even Canaan. Seest thou that little river of death glistening in the sunlight, and across it dost thou see the pinnacles of the eternal city? Dost thou mark the pleasant country, and all its joyous inhabitants? Know, then, that if thou couldst fly across thou wouldst see written upon one of its many mansions, "This remaineth for such a one; preserved for him only. He shall be caught up to dwell for ever with God." Poor doubting one, see the fair inheritance; it is thine. If thou believest in the Lord Jesus, if thou hast repented of sin, if thou hast been renewed in heart, thou art one of the Lord's people, and there is a place reserved for thee, a crown laid up for thee, a harp specially provided for thee. No one else shall have thy portion, it is reserved in heaven for thee, and thou shalt have it ere long, for there shall be no vacant thrones in glory when all the chosen are gathered in.

"The iniquity of the holy things." --Exodus 28:38 by Charles Haddon Spurgeon

What a veil is lifted up by these words, and what a disclosure is made! It will be humbling and profitable for us to pause awhile and see this sad sight. The iniquities of our public worship, its hypocrisy, formality, lukewarmness, irreverence, wandering of heart and forgetfulness of God, what a full measure have we there! Our work for the Lord, its emulation, selfishness, carelessness, slackness, unbelief, what a mass of defilement is there! Our private devotions, their laxity, coldness, neglect, sleepiness, and vanity, what a mountain of dead earth is there! If we looked more carefully we should find this iniquity to be far greater than appears at first sight. Dr. Payson, writing to his brother, says, "My parish, as well as my heart, very much resembles the garden of the sluggard; and what is worse, I find that very many of my desires for the melioration of both, proceed either from pride or vanity or indolence. I look at the weeds which overspread my garden, and breathe out an earnest wish that they were eradicated. But why? What prompts the wish? It may be that I may walk out and say to myself, 'In what fine order is my garden kept!' This is pride. Or, it may be that my neighbours may look over the wall and say, 'How finely your garden flourishes!' This is vanity. Or I may wish for the destruction of the weeds, because I am weary of pulling them up. This is indolence." So that even our desires after holiness may be polluted by ill motives. Under the greenest sods worms hide themselves; we need not look long to discover them. How cheering is the thought, that when the High Priest bore the iniquity of the holy things he wore upon his brow the words, "HOLINESS TO THE LORD:" and even so while Jesus bears our sin, He presents before His Father's face not our unholiness, but his own holiness. O for grace to view our great High Priest by the eye of faith!

A Story of Two Sons By Timothy J. Keller


This text has been crucial in both my life and in the life of our church. This parable is famous and for centuries has been called "The Parable of the Prodigal Son." The son. It’s a great mistake to think that this is a story about one son. It’s the story of two sons. It’s a story of a younger and an older brother. You are meant to compare and contrast them. And if you don't compare and contrast them the way Jesus wants you to, you’re going to miss the radical message of this parable, and it is radical. Jesus is saying here this: "Every thought the human race has ever had about how to connect to God whether East or West, whether in the ancient, modern, postmodern era, in every religion, in all secular thought, it's been wrong. Every human idea of how to connect with God is wrong." Jesus is here to shatter all existing human categories. An historian once said…and it is hard to grasp this…when Christianity first appeared in the world, nobody called it a religion. It wasn't seen as another religion. It was called the "anti-religion." It was seen as anti-religion. The Romans called the Christians for two hundred years "atheists." And the reason was that the Romans understood that what Christianity was saying about God was so different than what any other religion said, that is really shouldn't be given the same kind of name. It’s in a whole other category all together. And they were right. And this passage tells us why they were right. First, let’s tell the story. Let’s make sure we understand the story. Then let's draw out the three things I think Jesus is trying to tell us in this story...a story in two acts. Act One: The Lost Younger Brother Act One begins with a speech when the younger brother comes to the father and says "Father, give me my share of the estate." Now the original hearers when they heard this would have been absolutely astounded. If you had two sons, then when you died the estate would be divided two-thirds to the elder, one-third to the younger. The reason …or rule of thumb was the oldest got a double portion of what all the other children got. So, if there were only two, the oldest got two-thirds, the youngest got one third. But that happened when the father died. When the son came and asked the father for his share of the estate before the father’s death, the original hearers would have been astounded. One commentator, Kenneth Bailey (a scholar who knows something about the history and culture of the time) put it like this: "To ask for the inheritance while the father is still alive is to wish him dead.x " What the younger son is saying is: "I want your stuff, but I don't want you. I want the father's things, but I don't want the father. My relationship with you has just been a means to an end. And I am tired of it. I want my stuff now." Unheard of! But even more unheard of is the second half of verse 12 because if the original hearers were amazed at the speech in verse 12a, they were absolutely astonished by what the father did in verse 12b. Bailey goes on to say: "A traditional middle-eastern father could only respond in one way. He would have been expected to drive the boy out of the house with verbal if not physical and violent blowsxi.” But this father doesn't do that. What does it say? “So he divided his property between them.”

The translation uses the word property here, but the Greek word used is bios, from which we get our word biology. What it’s really saying is - the father divided his life between them. Why would he say that? We do not understand the relationship that people in the past had to their land…to their land. This father's estate was his land…his wealth was his land. He would have had to sell off a third of his land to give his son that part of the estate. Now if you really want to understand this you could always read a lot of books, like those of Wendell Berry. But, if you would like a little bit briefer glimpse you can always look at the musical Oklahoma…of Rogers and Hammerstein. xii One of the lines in the theme song goes like this: “Oh we know we belong to the land. And the land we belong to is grand.” Do you notice what it says? The land we belong to. It doesn’t say the land belongs to us. We belong to it. We don’t understand that. But ancient, Middle Eastern families identified with their land. Their very identity was bound up with the land. To lose your land was to lose yourself…and to lose part of your land was to lose your standing in the community…and that standing was tied to how much land you had. This son is asking his father to tear his life apart…to tear apart his standing in the community. To tear himself apart, and he does. The hearers had never seen a Middle Eastern patriarch respond to such an insult like this. You know what this father is doing? He is enduring. He is bearing the worst thing a human being can bear - rejected love. When someone treats us like this, what we do is we get mad and we retaliate and we reject and we do everything we can possibly do to diminish our affection for the person…so we don’t hurt so much. But this father maintains his love for his son, even under these circumstances, and endures the agony of rejected love. Then the son goes off and he squanders everything he has. When he is literally down in the mud, literally down in the pig sty, he realizes how stupid he’s been, and he comes up with a plan. And his plan is: first of all, “I realize I have been stupid. I will go home and confess to my father.” But notice there is another part to his plan…which is to say, “I will go back and say ‘Father, I have sinned, I am no longer worthy to be called your son. Make me as one of your hired men.’” Now, that’s not that same thing as asking to be a slave. A slave or a servant worked in the estate, lived on the estate, but a hired man was a craftsman and lived in town and had to be apprenticed to learn his skill, and therefore made a wage. Most commentators think that what the young man was doing was very simple. The rabbis taught if you had violated the community principles the only way back into the community was not just an apology…you had to make restitution. And what the son is probably doing is coming back with a plan and saying, “Father, if you will apprentice me to one of your hired men and teach me a craft, I will come work FOR you. I know I can’t be your son. I know I can’t come back into the family, but this way at least I can begin to pay you off. Pay you back a little bit for what I’ve done to you.” So he has a plan. And he comes back. The father sees him far off…and he runs. Middle Eastern patriarchs did not run. Children ran. Youth ran. Women would run. But not fathers. Not owners of estates. You’d have to pick up your robes and bare your legs and you didn’t do that sort of thing. But this one does. Many commentators have said that this father doesn’t act like a father. He acts like a mother here. Middle Eastern fathers did not act like this. Mothers did. He runs to his son. He shows absolute emotional abandon and kisses him. And the son tries to roll out his restitution plan. You can imagine.

"For me to live is Christ." --Philippians 1:21 by Charles Haddon Spurgeon

The believer did not always live to Christ. He began to do so when God the Holy Spirit convinced him of sin, and when by grace he was brought to see the dying Saviour making a propitiation for his guilt. From the moment of the new and celestial birth the man begins to live to Christ. Jesus is to believers the one pearl of great price, for whom we are willing to part with all that we have. He has so completely won our love, that it beats alone for Him; to His glory we would live, and in defence of His gospel we would die; He is the pattern of our life, and the model after which we would sculpture our character. Paul's words mean more than most men think; they imply that the aim and end of his life was Christ--nay, his life itself was Jesus. In the words of an ancient saint, he did eat, and drink, and sleep eternal life. Jesus was his very breath, the soul of his soul, the heart of his heart, the life of his life. Can you say, as a professing Christian, that you live up to this idea? Can you honestly say that for you to live is Christ? Your business--are you doing it for Christ? Is it not done for selfaggrandizement and for family advantage? Do you ask, "Is that a mean reason?" For the Christian it is. He professes to live for Christ; how can he live for another object without committing a spiritual adultery? Many there are who carry out this principle in some measure; but who is there that dare say that he hath lived wholly for Christ as the apostle did? Yet, this alone is the true life of a Christian--its source, its sustenance, its fashion, its end, all gathered up in one word--Christ Jesus. Lord, accept me; I here present myself, praying to live only in Thee and to Thee. Let me be as the bullock which stands between the plough and the altar, to work or to be sacrificed; and let my motto be, "Ready for either."

"Continue in prayer." --Colossians 4:2 by Charles Haddon Spurgeon

 It is interesting to remark how large a portion of Sacred Writ is occupied with the subject of prayer, either in furnishing examples, enforcing precepts, or pronouncing promises. We scarcely open the Bible before we read, "Then began men to call upon the name of the Lord;" and just as we are about to close the volume, the "Amen" of an earnest supplication meets our ear. Instances are plentiful. Here we find a wrestling Jacob--there a Daniel who prayed three times a day--and a David who with all his heart called upon his God. On the mountain we see Elias; in the dungeon Paul and Silas. We have multitudes of commands, and myriads of promises. What does this teach us, but the sacred importance and necessity of prayer? We may be certain that whatever God has made prominent in His Word, He intended to be conspicuous in our lives. If He has said much about prayer, it is because He knows we have much need of it. So deep are our necessities, that until we are in heaven we must not cease to pray. Dost thou want nothing? Then, I fear thou dost not know thy poverty. Hast thou no mercy to ask of God? Then, may the Lord's mercy show thee thy misery! A prayerless soul is a Christless soul. Prayer is the lisping of the believing infant, the shout of the fighting believer, the requiem of the dying saint falling asleep in Jesus. It is the breath, the watchword, the comfort, the strength, the honour of a Christian. If thou be a child of God, thou wilt seek thy Father's face, and live in thy Father's love. Pray that this year thou mayst be holy, humble, zealous, and patient; have closer communion with Christ, and enter oftener into the banqueting-house of His love. Pray that thou mayst be an example and a blessing unto others, and that thou mayst live more to the glory of thy Master. The motto for this year must be, "Continue in prayer."

"They did eat of the fruit of the land of Canaan that year." --Joshua 5:12 by Charles Haddon Spurgeon



Israel's weary wanderings were all over, and the promised rest was attained. No more moving tents, fiery serpents, fierce Amalekites, and howling wildernesses: they came to the land which flowed with milk and honey, and they ate the old corn of the land. Perhaps this year, beloved Christian reader, this may be thy case or mine. Joyful is the prospect, and if faith be in active exercise, it will yield unalloyed delight. To be with Jesus in the rest which remaineth for the people of God, is a cheering hope indeed, and to expect this glory so soon is a double bliss. Unbelief shudders at the Jordan which still rolls between us and the goodly land, but let us rest assured that we have already experienced more ills than death at its worst can cause us. Let us banish every fearful thought, and rejoice with exceeding great joy, in the prospect that this year we shall begin to be "for ever with the Lord." A part of the host will this year tarry on earth, to do service for their Lord. If this should fall to our lot, there is no reason why the New Year's text should not still be true. "We who have believed do enter into rest." The Holy Spirit is the earnest of our inheritance; He gives us "glory begun below." In heaven they are secure, and so are we preserved in Christ Jesus; there they triumph over their enemies, and we have victories too. Celestial spirits enjoy communion with their Lord, and this is not denied to us; they rest in His love, and we have perfect peace in Him: they hymn His praise, and it is our privilege to bless Him too. We will this year gather celestial fruits on earthly ground, where faith and hope have made the desert like the garden of the Lord. Man did eat angels' food of old, and why not now ? O for grace to feed on Jesus, and so to eat of the fruit of the land of Canaan this year!

Sinners in the Hands of an Angry God July 8, 1741 by Jonathan Edwards (1703-1758)

Sinners in the Hands of an Angry God Jonathan Edwards (1703-1758) Enfield, Connecticut July 8, 1741 --Their foot shall slide in due time.-- Deuteronomy 32:35 In this verse is threatened the vengeance of God on the wicked unbelieving Israelites, who were God's visible people, and who lived under the means of grace; but who, notwithstanding all God's wonderful works towards them, remained (as vers 28.) void of counsel, having no understanding in them. Under all the cultivations of heaven, they brought forth bitter and poisonous fruit; as in the two verses next preceding the text. -- The expression I have chosen for my text, their foot shall slide in due time, seems to imply the following things, relating to the punishment and destruction to which these wicked Israelites were exposed. That they were always exposed to destruction; as one that stands or walks in slippery places is always exposed to fall. This is implied in the manner of their destruction coming upon them, being represented by their foot sliding. The same is expressed, Psalm 72:18. "Surely thou didst set them in slippery places; thou castedst them down into destruction."

1. It implies, that they were always exposed to sudden unexpected destruction. As he that walks in slippery places is every moment liable to fall, he cannot foresee one moment whether he shall stand or fall the next; and when he does fall, he falls at once without warning: Which is also expressed in Psalm 73:18,19. "Surely thou didst set them in slippery places; thou castedst them down into destruction: How are they brought into desolation as in a moment!" 

2. Another thing implied is, that they are liable to fall of themselves, without being thrown down by the hand of another; as he that stands or walks on slippery ground needs nothing but his own weight to throw him down. 3. That the reason why they are not fallen already and do not fall now is only that God's appointed time is not come. For it is said, that when that due time, or appointed time comes, their foor shall slide. Then they shall be left to fall, as they are inclined by their own weight. God will not hold them up in these slippery places any longer, but will let them go; and then, at that very instant, they shall fall into destruction; as he that stands on such slippery declining ground, on the edge of a pit, he cannot stand alone, when he is let go he immediately falls and is lost. 4. The observation from the words that I would now insist upon is this. -- "There is nothing that keeps wicked men at any one moment out of hell, but the mere pleasure of God." -- By the mere pleasure of God, I mean his sovereign pleasure, his arbitrary will, restrained by no obligation, hindered by no manner of difficulty, any more than if nothing else but God's mere will had in the least degree, or in any respect whatsoever, any hand in the preservation of wicked men one moment. -- The truth of this observation may appear by the following considerations. There is no want of power in God to cast wicked men into hell at any moment. Men's hands cannot be strong when God rises up. The strongest have no power to resist him, nor can any deliver out of his hands. -- He is not only able to cast wicked men into hell, but he can most easily do it. Sometimes an earthly prince meets with a great deal of difficulty to subdue a rebel, who has 

Waspadai Serangan Iblis oleh Hengki Wijaya

Seperti yang tercatat dalam Living Life edisi Juni halaman 55, yang diberi judul "Berhati-hati dengan rencana Jahat Iblis." Misi utama iblis adalah menghalangi maksud Allah. Ia melakukan ini dengan memanfaatkan orang dan keadaan untuk menyerang dan melawan orang percaya secara individu juga gereja. Rasul Paulus mengajrkan bahwa kita harus bertahan melawan rencana jahat iblis (Ef. 6:11), dan ada beberapa hal yang berharga yang dapat kita pelajari tentang bagaimana musuh bekerja dari peristiwa-peristiwa dalam Nehemia 4.

1. Serangan Verbal (4:2). Serangan semacam itu dapat berupa perkataan jahat yang diucapkan orang kepada kita atau dusta yang kita percayai tentang diri kita sendiri. Maksud musuh adalah untuk membuat kita percaya bahwa kita tidak mampu menjalankan tugas ke mana Allah memanggil kita untuk kita selesaikan.  Perkataan verbal kadangkala lebih menyakitkan dari pada pukulan sebab itu terdengar di telinga dan mengaung di pikiran. Oleh karena itu serangan iblis di pikiran yang dipikirkan terus-menerus akan membuat kita terjatuh. Oleh akrena itu, kenakan pikiran Kristus (Filipi 4:8).

2. Serangan Jasmani (4:7-8): Iblis mungkin juga merancang insiden tertentu untuk melukai umat Allah atau mengacaukan mereka dari misi mereka. Ketika kita mendapati diri kita berada dalam situasi semacam itu, kita perlu berdoa meminta hikmat untuk menafsirkan dan menanggapinya dengan benar. Insiden yang terjadi memerlukan reaksi dan respons yang benar atas apa yang terjadi. tindakan yang tidak berhikmat dapat berakibat tipu muslihat iblis berhasil.

3. Menurunkan semangat (4:10): Rencana jahat iblis yang lain adalah menjadikan kita sasaran ketika kita berada dalam keadaan kita yang paling mudah diserang dan membuat kita merasa kewalahan dengan tugas yang ada. Orang-orang Kristen dipanggil untuk membalas serangan semacam itu dengan mendorong orang-orang yang letih dan hampir menyerah. Caranya dengan olahraga rohani, retret dan berdoa puasa untuk menjaga kebugaran rohani kita.

4. Ketakutan (4:11-12): Musuh memakai rasa takut untuk membuat orang tidak bisa melihat kenyataan - itu menyebabkan kita membesar-besarkan kekuatan musuh dan mengecilkan kekuasaan Allah. Kita harus ingat bahwa Allah tidak memberi kita Roh ketakutan, tetapi roh kekuatan, kasih dan ketertiban (2 Tim. 1:7). Ketakutan adalah kelemahan untuk memiliki iman yang besar bersama dengan Tuhan. Di dalam Tuhan tidak ada ketakutan tetapi ketaatan atas dasar kasih.

Minggu, 12 Juni 2016

THE 5 LEVELS OF LEADERSHIP by JOHN MAXWELL ON LEADERSHIP

Sumber: http://www.johnmaxwell.com/blog/the-5-levels-of-leadership
I’ve been traveling outside the United States lately – to both Europe and Asia. Just this week I spoke to over 700 leaders for a gathering in Bahrain. And I delivered one of my favorite lessons: The 5 Levels of Leadership.

I came up with the idea of five distinct levels of leadership many years ago, and first described the concept in a book in Developing the Leader Within You. And in 2011, I devoted an entire book, The 5 Levels of Leadership, to exploring the levels – their upsides, downsides, the best behaviors for that level, the beliefs that help a leader move up to the next level, and how the level relates to the Laws of Leadership.

Pemimpin dan Pendoa oleh Hengki Wijaya

Pemimpin Kristen adalah menggerakkan orang ke dalam agenda Tuhan (Henry Blackaby). Pemimpin Kristen adalah pemimpin yang berdoa. Dia adalah orang yang senang berdoa dan doanya seturut kehendak-Nya. Pemimpin Kristen sebagai orang yang mendoakan orang lain. Pemimpin yang berdoa mengetahui agenda Allah dan mendoakan orang lain supaya masuk ke dalam agenda Allah. Seorang pemimpin berdoa untuk keselamatan orang yang dipimpinnya. Dengan berani Abraham mendoakan kepada Allah dan meyakinkan Dia untuk menyelamatkan kota itu bila Dia bisa menemukan sepuluh orang benar yang tinggal di sana. Abraham berdoa bagi satu kota untuk diselamatkan (dari kebinasaan jasmani).

Musa juga adalah tokoh pemimpin yang berdoa bagi orang lain. Ia berdiri di antara Allah dan bangsa Israel yang memberontak dalam beberapa peristiwa, memohon agar Allah tidak menghancurkan mereka. Bahkan ia bertindak lebih jauh untuk menghapuskan dirinya dari kitab kehidupan bersama orang-orang Israel jika Allah tidak mengampuni mereka (Kel. 32:32). Dalam surat-surat Paulus, kita melihat pemimpin yang memiliki beban besar untuk mendoakan jemat mula-mula (Lihat Efesus 3:14-19). Terakhor adalah Yesus Kristus sebagai imam besar kita di surga mendoakan semua orang-orang percaya supaya memenangkan pertandingan keselamatan ini hingga akhirnya kita berjumpa kembali dengan Dia di surga dan memerintah bersama Dia dalam kerajaan seribu tahun.

Saya dan Anda adalah pendoa bagi keluarga Anda, teman-teman sejawat, kota Anda dalam hal ini Makassar dan kesejahteraan kota Anda. Berdoa juga bagi gereja-gereja yang Anda supaya bersatu dalam doa, bersatu dalam keberagaman yang berbeda tetapi satu jua. Hidup dalam anugerah Tuhan dan selalu beradadalam pertolongan Tuhan.

Khotbah: Kematian yang berguna (Yohanes 11:45-57)

Kebangkitan Lazarus memberikan ancaman bagi para ahli Taurat dan orang Farisi. Oleh karena itu, imam-imam kepala dan orang-orang Farisi memanggil Mahkamah Agama untuk berkumpul dan berkata: Apa yang harus kita perbuat? Kehebohan akan apa yang dilakukan oleh Yesus telah membuat mereka ketakutan padahal yang dilakukan Yesus adalah banyak mukjizat yang tentunya berdampak baik bagi banyak orang. Namun, mereka justru berpendapat lain karena berpikir tentang masa depan mereka yang terancam apalagi saat itu yang berkuasa adalah Kekaisaran Roma. Dan mereka memiliki hubungan yang sudah baik dengan kekaisaran Roma.

Kayafas, Imam besar saat itu berkata: "Kamu tidak tahu apa-apa, dan kamu tidak insaf, bahwa lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita dari pada seluruh bangsa kita ini binasa." Hal ini tidak dikatakannya dari dirinya sendiri tetapi oleh otoritas sebagai Imam Besar saat itu. Allah telah memakai Iman Besar untuk bernubuat bagaiman Yesus akan mati bagi bangsanya. Namun Allah menyatakan bahwa Yesus tdak hanya harus mati bagi bangsa-Nya namun bagi bangsa-bangsa yang lain. Pelajaran penting yang kita peroleh dari kematian Yesus dalam konteks ini adalah bahwa kematian Yesus adalah anugerah keselamatan bagi semua bangsa. tanpa kematian yesus maka keselamatan tidak akan ada. Hanya dengan kematian-Nya dan kebangkitan-Nyalah kita umat pilihan-Nya berleh keselamatan dan kehidupan yang kekal.

1. Kematian yang menyelamatkan
 Allah mengetahui bagaimana setiap orang mengalami kematian. Apakah kematian itu berguna? Hanya Bapa yang tahu? Imam-imam merencanakan pembunuhan bagi Yesus tetapi Bapa merencanakan kematian Yesus sebagai jalan menuju keselamatan umat manusia yang sebelumnya harus melewati sebuah pengorbanan kurban binatang. Namun melalui pengorbanan Yesus tidaklah sia-sia karena kita pada akhirnya dikenal oleh musuh-musuh-Nya sebagai anak-anak Allah, umat ketebusan-Nya. Bangsa Yahudi adalah bangsa pilihan Tuhan, namun mereka tidak mau percaya kepada Yesus maka Yesus juga menjanjikan keselamatan bagi bangsa non Yahudi.

Senin, 06 Juni 2016

Dipersatukan oleh Satu Roh (Nehemia 3) oleh Hengki Wijaya

Persatuan menunjukkan kekuatan yang dahsyat. NAmu dipersatukan oleh Roh-Nya adalah kekuatan Yang Mahadahsyat. Umat Allah berkumpul, bekerja dengan segenap hati mereka dipersatukan dalam visi untuk membangun kembali tembok Yerusalem. Apa yang dipersatukan oleh Roh-Nya menunjukkian tindakan Allah yang menggerakkan bangsa Israel untuk bergerak maju untuk satu tujuan bersama. Bukan karena ada otoritas raja saja tetapi semangat dan keberania percaya kepada Allah bahwa Allah menyertai mereka untuk menyelesaikan tugas ini sesuai dengan kehendak-Nya.

Melalui persatuan dapat tercipta harmoni kehidupan yang diilhamkan oleh Roh-Nya. Bukan wibawa seorang pemimpin bernama Nehemia. Namun Roh Allahlah yang menggerakan umat Allah melakukan pekerjaan ini sekali pun berbagai tantangan dan ancaman datang kepada mereka. Ketika Roh Allah bergerak di antara kita tidak ada yang dapat menghalangi rencana Allah sendiri. Air bisa dibendung namun Roh Allah tidak dapat dibendung. Kemana pun Dia ingin berhembus dan menggerakkan suatu bangsa untuk mewujudkan kehendak-Nya maka alam maut pun tidak sanggup menghadapinya atau bahkan menghalangi-Nya. Allah bekerja dalam hidup semua orang untuk dipakai oleh Roh-Nya menyelesaikan visi-Nya di muka bumi bersama dengan umat-Nya.

Doa:  Ya Allahku di nama Yesus. terima kasih atas orang-orang yang berada di sisiku. Keluargaku, teman-teman dan orang-orang yang da di sekelilingku. Engkau membawa kepadaku untuk kami dapat bekerjasama mewujudkan rencana-Mu di muka bumi ini. Kuatkanlan dan teguhkanlah mereka semua untuk membangung Kerajaan-mu dan bukan kerajaan kami. Tuhan ini doa kami. Demi nama Yesus. Amin.

Nehemia sebagai Pemimpin Visioner oleh Hengki Wijaya

"Pemimpin yang sejati bukanlah orang yang mencari konsensus melainkan orang yang membentuk konsensus." - Martin Luther King, Jr

Nehemia mendapatkan visi dari Allah karena kesedihan melihat tembok Yerusalem hancur dan penderitaan bangsanya maka dia pun berdoa kepada Allah. Allah membuka jalan dan bertindak dan memberikan beban ilahi kepadanya. Nehemia menangisi dosa bangsanya, dan meminta kemurahan Allah untuk bangsanya. Dalam doa kita menemukan keberanian untuk terus maju bersama Tuhan. Pemimpin yang berdoa adalah pemimpin yang mengandalkan Tuhan. Pekerjaan dapat menjadi mudah dan sulit karena keinginan berdoa umat-Nya atau pemimpinnya.

Pemimpin yang berdoa akan terbeban dengan hal yang ilahi dari Tuhan.  Dalam doa kita mendapatkan visi dan penegasan atau peneguhan akan kehendak Allah. Kita harus tidak jemu-jemu berdoa sebab kita membutuhkan Allah. Allah memberikan kita beban untuk berdoa dan untuk bertindak bagi seseorang, komunitas, kelompok bahkan institusi seperti tempat saya bekerja sekarang di kampus STT Jaffray dan gereja tempat saya beribadah kepada Tuhan.

Doa: Bapa, jalan di depan sering kali tampak menakutkan dan sulit. Namun, saya akan tetap berjalan maju apabila Engkau menghendaki-Nya terjadi dalam hidupku. Biarlah Engkau yang adalah Allahku, batu karangku bersama pasukan malaikat-Mu menjaga dan menolongku dan membawaku masuk dalam hadirat-Mu dalam sukacita dalam penderitaan bersama-Mu. In Jesus name. Amen

Doa Nehemia seturut dengan kehendak-Nya oleh Hengki Wijaya

Banyak hal yang kita ingin lakukan bagi kemuliaan-Nya namun tidak semua seturut dengan rencana-Nya bagi kita dan kehendak-Nya. Itulah sebabnya doa dan pengertian akan Dia sangatlah penting. Dalam Nehemia 1, di mana Nehemia berdoa dengan tekun kepada Allah, memohon kemurahan-Nya untuk rencananya membangun kembali temboki Yerusalem. Hati Nehemia sangat berbeban berat oleh kehancuran kota Yerusalem dan ia datang kepada Allahberdoa. Nehemia memiliki otoritas di bumi di bumi yaitu Raja Artahsasta, namun ada yang lebih berkuasa atas segalanya yaitu Allah sendiri. Dia menyembah Allah yang benar. Dia berdoa kepada Allah supaya Allah mengabulkan doanya. Allah menggerakkan hati raja dengan mengizinkan rencana Nehemia atau maksud hatinya dipenuhi oleh Allah.

Dalam kehidupan kita mengiring Yesus seringkali diperhadapkan pada situasi yang genting. Apakah Anda akan berdoa atau Anda hanya mengikuti jalan pikiran Anda sendiri. Mohon pertolongan dari Tuhan bukan dari manusia. Pada saat telah berdoa bergeraklah dan bertindak. Anda berdoa dan Anda bertindak. Nehemia sudah berdoa maka kini bertindak untuk menyampaikan maksudnya kepada Raja Artahsasta dan dia mendapatkan hasilnya sesuai dengan kehendak Tuhan. JAdi bersukacita bila hidup di dalam Dia. TAngan kebaikan Tuhan selalu menyertai orang yang berdoa dan bertindak seturut kehendak-Nya.

Allah tidak berutang apa pun kepada kita - tetapi dalam kasih karunia-Nya Dia tetap memberikan hal-hal yang baik bagi kita- Billy Graham

Kata Yesus Masygullah (Jesus groaned) dalam Yohanes 11:1-44 oleh Hengki Wijaya

Nas Yohanes 11:1-44 adalah kisah Yesus membangkitkan Lazarus yang merupakan tanda ketujuh. Tanda pertama dalah Yesus di perkawinan di Kana; Tanda Kedua Yesus menyembuhkan anak pegawai istana; Tanda ketiga Yesus menyembuhjan seorang yang sakit; tanda keempat Yesus memberi makan lima ribu orang; Tanda kelima Yesus berjalan di atas air; dan tanda keenam Yesus menyembuhkan orang yang buta sejak lahir.

Jesus groaned adalah kalimat yang ada dalam ayat 33, 38 sebagai respons Yesus melihat Maria menangis dan orang-orang Yahudi yang datang bersama-sama dengan Maria maka masygul hati-Nya (he groaned in spirit).  Ketika Yesus bergerak dan mengikuti mereka maka menangislah Yesus (Jesus wept). Ekspresi Yesus sebagai manusia adalah menangis yaitu meneteskan air mata di saat Dia berjalan menuju tempat Lazarus dibaringkan. Pada ayat 36-37 adalah reaksi orang-orang yang di sekitarnya yang menunjukkan respons mereka terhadap kenyataan bahwa Yesus menangis. Maka pada ayat 38, sekali lagi Yesus merasakan kpedihan hati yang mendalam. Bisa saja diakibatkan oleh perkataan mereka atau bisa juga karena tangisan Yesus yang mendalam yang tak tertahankan. Berikut ini secara sederhana kita belajar arti masygul dalam bahasa Indonesia sebagai terjemahan dan arti yang diberikan Strong dari kata groan. Berdasarkan kamus bahasa Indonesia online kata masygul: bersusah hati karena suatu sebab; sedih; murung. Menurut Strong: (to snort with anger); to have indignation on, that is, (transitively) to blame, (intransitively) to sigh with chagrin, (specifically) to sternly enjoin: - straitly charge, groan, murmur against. Artinya dalam bahasa Indonesia, (untuk mendengus) dengan kemarahan; untuk memiliki marah pada, itu, ( transitively ) untuk menyalahkan, ( intransitively ) untuk menghela napas dengan kecewa, ( ) khusus untuk tegas menyuruh: - straitly biaya, mengerang, bersungut sungut.