PENGANTAR
PERJANJIAN LAMA I
By Hengki Wijaya
A.
PENDAHULUAN
1.
OTORITAS
PERJANJIAN LAMA
Kristus
mengakui otoritas penuh dan sifat yang mengikat dari Kitab Suci. Namun, Dia
menyatakan diri sebagai penafsir Kitab Suci yang sejati. Meskipun Dia
berselisih paham dengan para pemimpin Yahudi dalam banyak hal, namun Perjanjian
Baru tidak memberikan bukti bahwa ada konflik mengenai masalah pengilhaman atau
otoritas Perjanjian Lama. Sebaliknya, Kristus sering mengutip Perjanjian Lama
(“Kitab-kitab Suci”) sebagai dasar
pengajaran-Nya. Hal ini tampak dalam pemakaian ungkapan “ada tertulis” oleh
Yesus sebanyak tiga kali ketika Ia dicobai (Mat. 4:1-11). Ungkapan itu
merupakan kesaksian yang jelas akan ketergantungan-Nya pada otoritas Perjanjian Lama.[1]
Kedua,
perbedaan yang lebih tajam lagi ialah pernyataan Kristus bahwa selaku penggenap
Perjanjian Lama, Dia adalah tema pokoknya (Luk. 4:21). Hal penggenapan ini
mengakibatkan konflik dengan para pemimpin Yahudi (Yoh. 5;46) dan membentuk
sikap para pengikut-Nya terhadap Kitab-kitab Suci (Luk. 24:44-45).[2]
Sama
seperti Yesus, Paulus mengakui pengilhaman dan otoritas penuh dari Kitab Suci
(2 Tim. 3:16) dan menemukan makna Perjanjian Lama yang terdalam dalam rangka
penantian dan persiapan untuk Perjanjian Baru. Dalam empat suratnya yang utama-
Surat Roma, I dan II Korintus, Galatia- tampak jelas bahwa Paulus berpegang pada
Perjanjian Lama lebih dari Sembilan puluh kali dan sebagian besar kutipan
tersebut terdapat di dalam surat-surat itu. Seberapa jauh Paulus mendasarkan
pengajarannya pada Perjajian Lama, ditandai oleh sejumlah topik yang
mencerminkan pengaruh Perjanjian Lama secara nyata ataupun tersirat. [3]
2. PENYATAAN DAN
PENGILHAMAN
Penyataan
dapat berarti perbuatan pengugkapan atau membuka atau menyingkapkan. Penyataan
terdapat dalam komunikasi Allah dengan
manusia melalui penglihatan yang diberikan-Nya. [4]
Allah
memang menyatakan diri-Nya melalui karya-Nya. Pembebasan Israel dari Mesir yang
disertai dengan peristiwa-peristiwa yang dahsyat adalah salah satu penyataan
Allah melalui karya-Nya yang ditulis dalam Perjanjian Lama. Tujuan Allah yang
berkesinambungan menurut Alkitab adalah penyelamatan, yaitu untuk menghapuskan
akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa dan memulihkan manusia pada keadaannya
semula. [5]
Pengilhaman
berdasarkan Alkitab, Allah menyusun sejarah keselamatan sedemikian rupa
sehingga menjadi rangkaian peristiwa yang pada akhirnya akan menggenapi kehendak-Nya
yang sempurna. Allah menerangkan
peristiwa-peristiwa ini melalui penyataan-Nya kepada hamba-hamba-Nya,
“orang-orang yang didorong oleh Roh Kudus” (2 Pet. 1:21). Allah mengilhami hamba-hamba-Nya ini agar
mereka menuliskan peristiwa-peristiwa tersebut untuk ditersukan kepada generasi
yang akan datang. Selanjutnya Roh Allah
memberikan penerangan kepada manusia pada segala zaman untuk mengakui otoritas
tulisan-tulisan ini, meyakininya sebagai firman Allah serta memberi respon
dalam iman dan ketaatan.[6]
Penulisan
langsung yang dilakukan Allah jarang dijumpai (contoh Kel. 31:18; Ul. 9:10),
namun manusia yang menerima ilham berperan aktif dalam proses ini. Kepribadian dan kebudayaan orang yang
menerima ilham diketahui dari kata-kata, gaya, tekanannya, serta latar belakang
sosial dan historisnya. [7]
3. KANON
Kanon
Alkitab sudah ada sebelum jemaat Kristen lahir. Jemaat Kristen memiliki
tulisan-tulisan yang berwibawa karena berakar dalam agama Yahudi, yang mana
tulisan-tulisan yang diilhami telah menjadi warisan orang-orang Ibrani sejak
zaman Musa. Sejak pencobaan hingga penyaliban-Nya, Yesus sering mengutip dan
mengajar dari Perjanjian Lama (Mat. 4:4, 7, 10; 5:18; Yoh. 10:35). Yesus
menghargai tulisan suci yang diwarisi-Nya dari bangsa Yahudi. Dalam pengajaran-Nya,
ada pertentangan yang tajam dalam menafsi Perjanjian Lama yang ditunjukkan oleh
para ahli Taurat, orang-orang Farisi, dan orang-orang Saduki, tetapi mereka
tidak mempertentangkan otoritas Perjanjian Lama. Bahkan, Yesus mengakui Ia
datang untuk menggenapi kitab Taurat Musa, kitab nabi-nabi, dan kitab Mazmur
(Luk. 24:44).[8]
Dalam
pembentukan kanon Perjanjian Lama, ada empat langkah yang berkaitan erat tetapi
dapat dibedakan dengan mudah, yakni: ucapan-ucapan berwibawa, tulisan-tulisan
berwibawa, kumpulan kitab-kitab dan kanon yang baku. Menurut kebiasaan Kristen sejak mulanya, ke-39
kitab itu disusun sesuai dengan kanon Yunani, bukan kanon Ibrani. Dalam kanon
Yunani itu, kitab-kitab dibagi atas empat bagian besar sesuai dengan isinya.
Bagian pertama, adalah Taurat, sama
saja dengan bagian pertama kanon Ibrani. Bagian kedua berisi kitab-kitab sejarah, termasuk “Nabi-nabi Terdahulu” dalam kanon Ibrani
(Yosua, Hakim, Samuel, Raja-raja) beserta Kitab Rut, Tawarikh, Ezra, Nehemia
dan Ester (yang dalam kanon Ibrani ditemukan pada bagian “Kitab-kitab”).
Kumpulan kitab-kitab sejarah ini dapat dibagi lagi menjadi “sejarah yang
pertama” (Yosua- Raja-raja) dan “sejarah yang kedua” (Tawarikh-Ester). Bagian ketiga kanon Yunani memuat kitab-kitab
sastra, yakni Kitab Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah dan Kidung Agung,
kesemuanya dalam bagian “Kitab-kitab”. Dan bagian keempat merupakan kitab-kitab
nubuat.[9]
4.
PENULISAN
PERJANJIAN LAMA
Kedua bahasa Perjanjian Lama, bahasa Ibrani dan
Aram, adalah anggota rumpun bahasa yang disebut bahasa “Semit”, suatu nama yang
berasal dari nama Sem, anak laki-laki Nuh. Keterkaitan antara bahasa Ibrani
dengan bahasa-bahasa Kanaan lainnya diakui dalam Perjanjian Lama, karena salah
satu nama yang dipakai untuk menyebut bahasa itu adalah “bahasa Kanaan” (Yes.
19:18). Tanda-tanda dalam Alkitab Ibrani ditambahkan setelah tahun 500 M oleh
kaum Masora yang berhasil menetapkan pengucapan baku bahasa Ibrani dalam
Alkitab.[10]
Meskipun bahasa aram dikenal baik oleh
petugas-petugas istana Yehuda sebelum masa pembuangan (perhatikan percakapan
antara utusan Hizkia dengan Rabsakeh Asyur, kira-kira tahun 701 sM, 2 Raja-raja
18:17-31), namun bahasa itu menjadi bahsa utama bagi orang banyak selama masa
pembuangan dan sesudahnya.[11]
Yang mendorong gerakan pembakuan teks Ibrani adalah
Rahab Akiba, seorang ahli Alkitab Ibrani. Kira-kira tahun 500 M, kaum Masora
meneruskan penulisan catatan-catatan teks di pinggiran halaman. Huruf-huruf,
kata-kata dan ayat-ayat setiap kitab dihitung dengan cermat dan suatu catatan
ditambahkan pada penutup setiap kitab mengenai angka-angka itu yang disebut masora.[12]
Istilah “terjemahan-terjemahan kuno” mengacu pada
sejumlah terjemahan Perjanjian lama yang dibuat selama abad-abad terakhir
sebelum Masehi dan abad-abad pertama sesudah Masehi. Terjemahan itu adalah
Taurat Samaria, targum Aram dan
Septuaginta (LXX). Terjemahan terpenting dan paling tepat adalah Targum
Onkelos, terjemahan Taurat yang resmi oleh ahli Yahudi. Sedangkan Septuaginta
dinamai menurut jumlah para penerjemah yang dalam tradisi dinyatakan sebanyak
tujuh puluh orang . [13]
5.
GEOGRAFI
Pada awal abad ke-12 sM, “Bangsa-bangsa Laut” yang
berasal dari sekitar Pulau Kreta atau Yunani mencoba menyerbu Mesir. Karena
usaha mereka gagal, sebagian dari antara
mereka, termasuk orang yang dikenal sebagai orang Filistin. Nama Palestina secara umum
mengacu pada daerah pada daerah “dari
Dan sampai Bersyeba” (Hak. 20:1). Daerah itu dimulai dari lereng selatan Gunung Hermon hingga tepi gurun selatan
(Negeb) dan dibatasi sebelah barat oleh Laut tengah dan di sebelah timur oleh
Lembah Yordan. Pada zaman Yunani dan Romawi, daerah itu juga meliputi beberapa
daerah sebelah timur Sungai Yordan atau Transyordan.[14]
Secara politis, Palestina merupakan jembatan antara
kebudayaan-kebudayaan Eropa, Asia barat daya dan Afrika utara. Karena itu,
saudagar-saudagar dan kekuatan-kekuatan
militer Timur Tengah kuno acapkali muncul dalam Perjanjian Lama. Sifat-sifat
alamnya juga menerangkan mengapa orang Israel hidup secara terisolasi selama
sebagian besar sejarahnya. Israel terletak di daerah yang bergunung-gunung di
jajaran pegunungan tengah. Penguasa asing mungkin saja mencemoohkan Allah
Israel sebagai “allah gunung dan bukan allah dataran” (1 Raj. 20:28), tetapi
ini hanya berarti bahwa Israel cukup aman dalam “benteng pegunungannya”.
Keadaan ini lebih cocok untuk Yehuda yang berada dalam lembah-lembah sempit
penuh batu-batu besar daripada Samaria yang terdiri atas dataran yang luas.
Oleh karena itu, orang Asyur dapat menaklukkan kerajaan utara dengan mudah,
sedangkan Yerusalem lebih sulit ditaklukkan.[15]
Dalam Alkitab, keadaan alam memunyai makna teologis.
Allah membuat bangsa-bangsa berpindah dari satu tempat ke tempat lain, membawa
Israel dari mesir, orang Filistin dari Kaptor dan orang Aram dari Kir (Amos
9:7). [16]
B.
TAURAT
6.
KELIMA
KITAB TAURAT
Kelima kitab pertama Perjanjian Lam- Kejadian,
Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan- disebut Taurat. Taurat adalah bagian terpenting dari kanon
Yahudi. Wibawa dan kesuciannya jauh melebihi kitab Nabi-nabi atau kitab-kitab
lainnya.[17]
Ringkasan atau “pengakuan” (menurut von Rad)
mengandung rincian pokok yang sama, yang mengakui karya penyelamatan Allah demi
umat-Nya : (1) Allah memilih Abraham dan keturunannya dan menjanjikan
tanah Kanaan kepada mereka (Ul. :23); (2) Israel pergi ke Mesir dan hidup dalam
perbudakan dan Allah membebaskan mereka
dari perbudakan itu; (3) Allah membawa Israel ke tanah Kanaan sebagaimana yang
dijanjikan-Nya. Ringkasan ini hanyalah tulang punggung kelima kitab Taurat.
Demikian rencana yang menyatukan unsur-unsur dalam kitab-kitab itu: janji, pemilihan, pembebasan, ikatan
perjanjian, hukum dan tanah perjanjian.[18]
Ada dua hal yang harus ditekankan berdasarkan
penelitian bukti-bukti teks dan tradisi. Pertama, sumber Alkitab dan berbagai
aliran tradisi mengatakan bahwa Musa menulis kisah, hukum dan syair. Kedua,
keanekaragaman teks dan penyebaran serta
pertumbuhan bukti tentang sumbernya, harus diperhitungkan. Kita percaya bahwa perkembangan ini dipimpin
oleh Roh Allah yang sama, yang mula-mula menggerakkan Musa menulis dan
berbicara. [19]
Pembentukan kelima kitab Taurat menjadi tolak ukur pemahaman Israel atas
imannya sebagai Taurat. Bagi para penyunting Alkitab kelima kitab pertama
menjadi dasar hidup bangsa Israel di bawah Allah dan memberikan norma
kritis mengenai bagaimana tradisi Musa
harus dipahami oleh umat perjanjian itu.[20]
7.
KITAB
KEJADIAN I (Riwayat zaman permulaan)
Dalam bahasa Ibrani Kitab Kejadian disebut berésyit ‘pada mulanya’, yaitu kata
pembuka kitab tersebut. Nama ini sesuai, karena Kitab Kejadian menceritakan
awal dari segala sesuatu yang berhubungan dengan iman umat Allah dalam Alkitab.
Kitab ini terbagi dalam dua bagian yang dapat dipisah dengan jelas: Kejadian 1
– 11 merupakan pengantar ke dalam sejarah keselamatan, yang mengemukakan asal
mula dunia, manusia dan dosa. Kejadian 12 – 50 mengemukakan asal mula sejarah
keselamatan dalam pemilihan Allah atas para bapak leluhur dan tentang janji-Nya
tentang tanah dan keturunan.[21]
Jenis sastra yang pertama (meliputi Kej. 1; 5; 10;
11:10-26) memunyai ciri khas yaitu susunan logis dan cermat dan bersifat
skematis serta hampir mengikuti rumusan tertentu. Jenis sastra yang kedua
(Kejadian 2 – 3; 4; 6 – 9;11:1 – 9) jelas berbeda, karena terdapat keteraturan
dan peningkatan tetapi yang dipergunakan adalah bentuk cerita. Kejadian 2 – 3
merupakan suatu drama. Perbedaan sastra antara Kejadia 1 dan 2 juga ditemukan
dengan cara yang berbeda untuk mengungkapkan penciptaan. Keduanya menggunakan
istilah asa ‘membuat’, tetapi
Kejadian 1 menggunakan kata bara ‘menciptakan’,
sebuah kata kerja yang hanya digunakan dengan Allah sebagai subyek dan tidak
pernah dihubungkan dengan bahan yang digunakan untuk menciptakan obyek.
Kejadian 2 menggunakan istilah yatsar ‘membentuk’,
istilah untuk kegiatan seorang penjunan yang membentuk tanah liat menjadi
bentuk yang dikehendakinya.[22]
Penulis menjalin empat tema teologis utama: pertama,
hakikat dan dampak-dampak dari kenyataan bahwa Allah adalah Pencipta; kedua,
akibat dosa yang mendalam; ketiga, cara Allah menjatuhkan hukuman atas dosa manusia dalam segala hal; keempat,
anugrah-Nya yang mengherankan yang memelihara ciptaan-Nya.[23]
8.
KITAB
KEJADIAN II (Sejarah bapak-bapak leluhur)
Ada tiga contoh dimana struktur sastra ini sesuai
dengan pembagian menurut isinya yakni kisah tentang Abraham (11:27 – 25:18),
Yakub (25:19 – 37:1) dan Yusuf (37:2 –
50:26).[24]
Ada bukti yang memadai dalam Alkitab dan di luar
Alkitab yang mendukung historisitas kisah bapak-bapak leluhur. Pertama, baik
pembacaan sepintas maupun penelitian sastra terhadap kisah para bapak leluhur
mengungkapkan sifat dan tujuannya sebagai tulisan sejarah. Kedua, yang penting
dalam kaitannya dengan kronologi yang berdasarkan dengan Alkitab, ada bukti
bahwa kisah bapak-bapak leluhur
mencerminkan keadaan Timur Tengah kuno pada awal ke-20 sM. Nama-nama
para bapak leluhur mirip dengan nama-nama orang Amori pada zaman itu dan dapat
dikenal sebagai nama-nama Semit Barat Awal sekitar abad ke-18 sM.[25]
Penulis tidak menyajikan biografi; ia mengajarkan
teologi dengan berbagai tema yang dijalin dalam kisahnya yaitu: pemilihan dan
janji-janji Allah kepada Abraham dan keturunannya; iman Abraham yang terlihat
dalam panggilannya yang bersifat radikal: ia harus meninggalkan
akar-akarnya - negeri, sanak saudara dan keluarga dekatnya
(Kej. 12:1) – untuk pergi ke tempat yang tidak pasti, “negeri yang Kutunjukkan
kepadamu”; perjanjian yang dilakukan Allah dengan Abraham dalam Kejadian 15 dan
17. Dalam Kejadian 15, Allah merendahkan
diri dengan menempatkan diri-Nya secara simbolis di bawah kutukan untuk
menegaskan kepada Abraham kepastian janji-janji-Nya. Allah-lah yang bersumpah,
tidak ada apapun yang diminta kepada Abraham kecuali sunat sebagai tanda ikatan
perjanjian (Kej. 17). Dalam perjanjian dengan Abraham, Allah menempatkan
diri-Nya di bawah kewajiban, [26]
9.
KITAB
KELUARAN I (Latar belakang historis)
Keluaran orang Israel dari Mesir adalah suatu
peristiwa yang Allah menggenapi janji-janji-Nya keada para bapak leluhur Israel
bahwa Ia akan memberikan tanah kepada mereka dan keturunan mereka akan menjadi
bangsa besar. Nama Firaun yang berhadapan dengan Musa tidak disebut, demikian
pula orang atau kejadian lain yang dapat dihubungkan secara pasti dengan
sejarah Mesir dan Palestina pada waktu itu. Zaman bapak-bapak leluhur kira-kira
tahun 1550 sM dan dilanjutkan
kira-kira tahun 1200 sM, ketika
bangsa Israel telah memasuki Palestina.[27]
Kebanyakan bukti di dalam dan di luar Alkitab adalah
paruhan pertama abad ke-13 (1300 – 1250 sM). Alasan-alasan utamanya sebagai
berikut: (1) Prasasti Merneptah menyatakan bahwa Merneptah bertemu dengan
Israel di Palestina pada tahun ke-5 kekuasaannya, kira-kira tahun 1220 sM; (2)
orang-orang Israel digunakan sebagai budak untuk membangun kota-kota perbekalan
Pitom dan Raamses menurut Keluaran 1:11. Kota-kota itu terletak di delta timur
laut Sungai Nil, walaupun lokasinya yang tepat belum dapat dipastikan; (3)
bukti dari catatan mengenai perjalanan orang Israel melalui padang gurun dan penaklukan
tanah Kanaan menunjukkan masa yang sama; (4) dokumen-dokumen Mesir yang sezaman
dengan itu memerlihatkan kesejajaran sejarah; (5) waktu tersebut sejalan dengan pandangan bahwa
keadaan yang paling sesuai dengan kisah Yusuf dan keturunannya di Mesir adalah masa Hiksos. Menurut Kejadian
15:13 yang menyorot ke depan, Israel akan tinggal di Mesir selama 400 tahun. Kebanyakan
pakar menganggap tahun 1300 – 1250 sM lebih cocok dengan kebanyakan bukti
dibandingkan dengan penentuan waktu lainnya. Atas dasar ini dapat ditentukan
bahwa Firaun penindas orang Israel adalah Seti I (1305 – 1290 sM) dan firaun
dalam Kitab Keluaran adalah Rameses II (1290 – 1224 sM).[28]
10. KITAB KELUARAN II (Isi dan teologi)
Kata “Keluaran” adalah terjemahan dari bahasa Yunani
exodus ‘keluar’ (Kel. 19:1), nama
yang diberikan kepada kitab ini dalam Septuaginta. Dalam Alkitab Ibrani, kitab
itu dikenal dari dua kata pertamanya, we’éllé
syemot ‘inilah nama-nama’, mengikuti
kebiasaan kuno dalam menamai suatu naskah. Kitab ini berpusatkan pada dua
peristiwa penting yaitu pembebasan orang Israel dari perbudakan di Mesir
melalui karya penyelamatan Allah yang penuh kuasa di Laut Teberau (Kel. 1 – 18)
dan pengukuhan diri-Nya sebagai Tuhan mereka melalui perjanjian di Gunung Sinai
(Kel. 19 – 40). Peristiwa Keluaran merupakan peristiwa yang paling pokok dari
sejarah keselamatan dalam Perjanjian Lama. Allah membuat Israel menjadi
alat-Nya untuk menyelamatkan seluruh umat manusia.[29]
Garis besar Kitab Keluaran adalah: (1) Pembebasan
dari Mesir dan perjalan ke Sinai (Kel. 1 – 18) terdiri atas: (a) penindasan
orang Ibrani ke Mesir (Kel. 1); (b) kelahiran dan masa muda Musa:panggilan dan
misinya kepada Firaun (Kel. 2:1 – 6:27); (c) tulah dan paskah (Kel. 6:28 –
13:16); (d) berangkat dari Mesir dan pertolongan Allah di Laut Teberau (Kel.
13:17 – 15:21); (e) perjalanan ke Sinai (Kel. 15:22 – 18:27); (2) Perjanjian di
Sinai terdiri atas: (a) Tuhan menampakkan
diri di Sinai (Kel. 19); (b) pemberian perjanjian (Kel. 20:1-21); (c)
Kitab perjanjian (Kel. 20;22 – 23:33); (d) pengesahan perjanjian (Kel. 24); (3)
Petunjuk untuk mendirikan Kemah Suci dan upacara-upacara keagamaan (Kel. 25 –
31) terdiri atas: (a) Kemah Suci dan peralatan (Kel. 25 – 27; 29:36 – 30:38);
(b) para imam dan persembahan (Kel. 28:1 – 29:35); (c) para tukang Kemah Suci
(Kel. 31:1-11); (d)peringatan untuk menguduskan hari Sabat (Kel. 31:12-18); (3)
Pengingkaran dan pembaruan perjanjian (Kel. 32 – 34) terdiri atas: (a) anak
lembu emas (Kel. 32); (b) kehadiran Allah bersama Musa dan umat Israel (Kel.
33); (c) Pambaruan perjanjian (Kel. 34); (4) pembangunan Kemah Suci (Kel. 35 –
40).[30]
[1] W. S. Lasor, D. A. Hubbard, dan
F. W. Bush. Pengantar Perjanjian Lama I.
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993, 25.
[2] Ibid, 26.
[3] Ibid, 27-28.
[4] Ibid, 34.
[5] Ibid, 35.
[6] Ibid,39.
[7] Ibid, 41.
[8] Ibid,
45-46
[9] Ibid, 46-54. Merupakan suatu Ringkasan dari
pokok bahasan Kanon.
[10] Ibid, 57-59.
[11] Ibid, 61.
[12] Ibid, 64.
[13] Ibid, 67-70.
[14] Ibid, 77.
[15] Ibid, 87-88.
[16] Ibid, 89.
[17] Ibid, 93.
[18] Ibid,
94.
[19] Ibid, 103-104.
[20] Ibid,
108.
[21] Ibid,
111.
[22] Ibid,
114-115.
[23] Ibid,
120.
[24] Ibid, 137.
[25] Ibid, 150-151.
[26] Ibid 164-169.
[27] Ibid, 173.
[28] Ibid, 183-185.
[29] Ibid, 190.
[30] Ibid, 190-191.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar