Good News

Senin, 20 Oktober 2014

Ringkasan Pengantar Perjanjian Lama I



PENGANTAR PERJANJIAN LAMA I
By Hengki Wijaya

A.    PENDAHULUAN
1.      OTORITAS PERJANJIAN LAMA
Kristus mengakui otoritas penuh dan sifat yang mengikat dari Kitab Suci. Namun, Dia menyatakan diri sebagai penafsir Kitab Suci yang sejati. Meskipun Dia berselisih paham dengan para pemimpin Yahudi dalam banyak hal, namun Perjanjian Baru tidak memberikan bukti bahwa ada konflik mengenai masalah pengilhaman atau otoritas Perjanjian Lama. Sebaliknya, Kristus sering mengutip Perjanjian Lama (“Kitab-kitab Suci”)  sebagai dasar pengajaran-Nya. Hal ini tampak dalam pemakaian ungkapan “ada tertulis” oleh Yesus sebanyak tiga kali ketika Ia dicobai (Mat. 4:1-11). Ungkapan itu merupakan kesaksian yang jelas akan ketergantungan-Nya  pada otoritas Perjanjian Lama.[1]
Kedua, perbedaan yang lebih tajam lagi ialah pernyataan Kristus bahwa selaku penggenap Perjanjian Lama, Dia adalah tema pokoknya (Luk. 4:21). Hal penggenapan ini mengakibatkan konflik dengan para pemimpin Yahudi (Yoh. 5;46) dan membentuk sikap para pengikut-Nya terhadap Kitab-kitab Suci (Luk. 24:44-45).[2]
Sama seperti Yesus, Paulus mengakui pengilhaman dan otoritas penuh dari Kitab Suci (2 Tim. 3:16) dan menemukan makna Perjanjian Lama yang terdalam dalam rangka penantian dan persiapan untuk Perjanjian Baru. Dalam empat suratnya yang utama- Surat Roma, I dan II Korintus, Galatia- tampak jelas bahwa Paulus berpegang pada Perjanjian Lama lebih dari Sembilan puluh kali dan sebagian besar kutipan tersebut terdapat di dalam surat-surat itu. Seberapa jauh Paulus mendasarkan pengajarannya pada Perjajian Lama, ditandai oleh sejumlah topik yang mencerminkan pengaruh Perjanjian Lama secara nyata ataupun tersirat. [3]

2.      PENYATAAN  DAN PENGILHAMAN
Penyataan dapat berarti perbuatan pengugkapan atau membuka atau menyingkapkan. Penyataan terdapat  dalam komunikasi Allah dengan manusia melalui penglihatan yang diberikan-Nya. [4]
Allah memang menyatakan diri-Nya melalui karya-Nya. Pembebasan Israel dari Mesir yang disertai dengan peristiwa-peristiwa yang dahsyat adalah salah satu penyataan Allah melalui karya-Nya yang ditulis dalam Perjanjian Lama. Tujuan Allah yang berkesinambungan menurut Alkitab adalah penyelamatan, yaitu untuk menghapuskan akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa dan memulihkan manusia pada keadaannya semula. [5]
Pengilhaman berdasarkan Alkitab, Allah menyusun sejarah keselamatan sedemikian rupa sehingga menjadi rangkaian peristiwa yang pada akhirnya akan menggenapi kehendak-Nya yang sempurna.  Allah menerangkan peristiwa-peristiwa ini melalui penyataan-Nya kepada hamba-hamba-Nya, “orang-orang yang didorong oleh Roh Kudus” (2 Pet. 1:21).  Allah mengilhami hamba-hamba-Nya ini agar mereka menuliskan peristiwa-peristiwa tersebut untuk ditersukan kepada generasi yang akan datang.  Selanjutnya Roh Allah memberikan penerangan kepada manusia pada segala zaman untuk mengakui otoritas tulisan-tulisan ini, meyakininya sebagai firman Allah serta memberi respon dalam iman dan ketaatan.[6]
Penulisan langsung yang dilakukan Allah jarang dijumpai (contoh Kel. 31:18; Ul. 9:10), namun manusia yang menerima ilham berperan aktif dalam proses ini.  Kepribadian dan kebudayaan orang yang menerima ilham diketahui dari kata-kata, gaya, tekanannya, serta latar belakang sosial dan historisnya. [7]

3.      KANON
Kanon Alkitab sudah ada sebelum jemaat Kristen lahir. Jemaat Kristen memiliki tulisan-tulisan yang berwibawa karena berakar dalam agama Yahudi, yang mana tulisan-tulisan yang diilhami telah menjadi warisan orang-orang Ibrani sejak zaman Musa. Sejak pencobaan hingga penyaliban-Nya, Yesus sering mengutip dan mengajar dari Perjanjian Lama (Mat. 4:4, 7, 10; 5:18; Yoh. 10:35). Yesus menghargai tulisan suci yang diwarisi-Nya dari bangsa Yahudi. Dalam pengajaran-Nya, ada pertentangan yang tajam dalam menafsi Perjanjian Lama yang ditunjukkan oleh para ahli Taurat, orang-orang Farisi, dan orang-orang Saduki, tetapi mereka tidak mempertentangkan otoritas Perjanjian Lama. Bahkan, Yesus mengakui Ia datang untuk menggenapi kitab Taurat Musa, kitab nabi-nabi, dan kitab Mazmur (Luk. 24:44).[8]
Dalam pembentukan kanon Perjanjian Lama, ada empat langkah yang berkaitan erat tetapi dapat dibedakan dengan mudah, yakni: ucapan­-ucapan berwibawa, tulisan-tulisan berwibawa, kumpulan kitab-kitab dan kanon yang baku.  Menurut kebiasaan Kristen sejak mulanya, ke-39 kitab itu disusun sesuai dengan kanon Yunani, bukan kanon Ibrani. Dalam kanon Yunani itu, kitab-kitab dibagi atas empat bagian besar sesuai dengan isinya. Bagian pertama, adalah Taurat, sama saja dengan bagian pertama kanon Ibrani. Bagian kedua berisi kitab-kitab sejarah, termasuk  “Nabi-nabi Terdahulu” dalam kanon Ibrani (Yosua, Hakim, Samuel, Raja-raja) beserta Kitab Rut, Tawarikh, Ezra, Nehemia dan Ester (yang dalam kanon Ibrani ditemukan pada bagian “Kitab-kitab”). Kumpulan kitab-kitab sejarah ini dapat dibagi lagi menjadi “sejarah yang pertama” (Yosua- Raja-raja) dan “sejarah yang kedua” (Tawarikh-Ester). Bagian ketiga kanon Yunani memuat kitab-kitab sastra, yakni Kitab Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah dan Kidung Agung, kesemuanya dalam bagian “Kitab-kitab”. Dan bagian keempat merupakan kitab-kitab nubuat.[9]

4.      PENULISAN PERJANJIAN  LAMA
Kedua bahasa Perjanjian Lama, bahasa Ibrani dan Aram, adalah anggota rumpun bahasa yang disebut bahasa “Semit”, suatu nama yang berasal dari nama Sem, anak laki-laki Nuh. Keterkaitan antara bahasa Ibrani dengan bahasa-bahasa Kanaan lainnya diakui dalam Perjanjian Lama, karena salah satu nama yang dipakai untuk menyebut bahasa itu adalah “bahasa Kanaan” (Yes. 19:18). Tanda-tanda dalam Alkitab Ibrani ditambahkan setelah tahun 500 M oleh kaum Masora yang berhasil menetapkan pengucapan baku bahasa Ibrani dalam Alkitab.[10]
Meskipun bahasa aram dikenal baik oleh petugas-petugas istana Yehuda sebelum masa pembuangan (perhatikan percakapan antara utusan Hizkia dengan Rabsakeh Asyur, kira-kira tahun 701 sM, 2 Raja-raja 18:17-31), namun bahasa itu menjadi bahsa utama bagi orang banyak selama masa pembuangan dan sesudahnya.[11]
Yang mendorong gerakan pembakuan teks Ibrani adalah Rahab Akiba, seorang ahli Alkitab Ibrani. Kira-kira tahun 500 M, kaum Masora meneruskan penulisan catatan-catatan teks di pinggiran halaman. Huruf-huruf, kata-kata dan ayat-ayat setiap kitab dihitung dengan cermat dan suatu catatan ditambahkan pada penutup setiap kitab mengenai angka-angka itu yang disebut masora.[12]
Istilah “terjemahan-terjemahan kuno” mengacu pada sejumlah terjemahan Perjanjian lama yang dibuat selama abad-abad terakhir sebelum Masehi dan abad-abad pertama sesudah Masehi. Terjemahan itu adalah Taurat Samaria, targum Aram  dan Septuaginta (LXX). Terjemahan terpenting dan paling tepat adalah Targum Onkelos, terjemahan Taurat yang resmi oleh ahli Yahudi. Sedangkan Septuaginta dinamai menurut jumlah para penerjemah yang dalam tradisi dinyatakan sebanyak tujuh  puluh orang . [13]

5.      GEOGRAFI
Pada awal abad ke-12 sM, “Bangsa-bangsa Laut” yang berasal dari sekitar Pulau Kreta atau Yunani mencoba menyerbu Mesir. Karena usaha mereka gagal, sebagian dari antara  mereka, termasuk orang yang dikenal sebagai  orang Filistin. Nama Palestina secara umum mengacu pada daerah pada daerah  “dari Dan sampai Bersyeba” (Hak. 20:1). Daerah itu dimulai dari lereng selatan  Gunung Hermon hingga tepi gurun selatan (Negeb) dan dibatasi sebelah barat oleh Laut tengah dan di sebelah timur oleh Lembah Yordan. Pada zaman Yunani dan Romawi, daerah itu juga meliputi beberapa daerah sebelah timur Sungai Yordan atau Transyordan.[14]
Secara politis, Palestina  merupakan jembatan antara kebudayaan-kebudayaan Eropa, Asia barat daya dan Afrika utara. Karena itu, saudagar-saudagar  dan kekuatan-kekuatan militer Timur Tengah kuno acapkali muncul dalam Perjanjian Lama. Sifat-sifat alamnya juga menerangkan mengapa orang Israel hidup secara terisolasi selama sebagian besar sejarahnya. Israel terletak di daerah yang bergunung-gunung di jajaran pegunungan tengah. Penguasa asing mungkin saja mencemoohkan Allah Israel sebagai “allah gunung dan bukan allah dataran” (1 Raj. 20:28), tetapi ini hanya berarti bahwa Israel cukup aman dalam “benteng pegunungannya”. Keadaan ini lebih cocok untuk Yehuda yang berada dalam lembah-lembah sempit penuh batu-batu besar daripada Samaria yang terdiri atas dataran yang luas. Oleh karena itu, orang Asyur dapat menaklukkan kerajaan utara dengan mudah, sedangkan Yerusalem lebih sulit ditaklukkan.[15]
Dalam Alkitab, keadaan alam memunyai makna teologis. Allah membuat bangsa-bangsa berpindah dari satu tempat ke tempat lain, membawa Israel dari mesir, orang Filistin dari Kaptor dan orang Aram dari Kir (Amos 9:7). [16]


B.     TAURAT
6.      KELIMA KITAB TAURAT
Kelima kitab pertama Perjanjian Lam- Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan- disebut Taurat.  Taurat adalah bagian terpenting dari kanon Yahudi. Wibawa dan kesuciannya jauh melebihi kitab Nabi-nabi atau kitab-kitab lainnya.[17]
Ringkasan atau “pengakuan” (menurut von Rad) mengandung rincian pokok yang sama, yang mengakui karya penyelamatan  Allah demi  umat-Nya : (1) Allah memilih Abraham dan keturunannya dan menjanjikan tanah Kanaan kepada mereka (Ul. :23); (2) Israel pergi ke Mesir dan hidup dalam perbudakan dan Allah  membebaskan mereka dari perbudakan itu; (3) Allah membawa Israel ke tanah Kanaan sebagaimana yang dijanjikan-Nya. Ringkasan ini hanyalah tulang punggung kelima kitab Taurat. Demikian rencana yang menyatukan unsur-unsur dalam kitab-kitab itu: janji, pemilihan, pembebasan, ikatan perjanjian, hukum dan tanah perjanjian.[18]
Ada dua hal yang harus ditekankan berdasarkan penelitian bukti-bukti teks dan tradisi. Pertama, sumber Alkitab dan berbagai aliran tradisi mengatakan bahwa Musa menulis kisah, hukum dan syair. Kedua, keanekaragaman teks dan penyebaran  serta pertumbuhan bukti tentang sumbernya, harus diperhitungkan.  Kita percaya bahwa perkembangan ini dipimpin oleh Roh Allah yang sama, yang mula-mula menggerakkan Musa menulis dan berbicara. [19]
Pembentukan kelima kitab Taurat  menjadi tolak ukur pemahaman Israel atas imannya sebagai Taurat. Bagi para penyunting Alkitab kelima kitab pertama menjadi dasar hidup bangsa Israel di bawah Allah dan memberikan norma kritis  mengenai bagaimana tradisi Musa harus dipahami oleh umat perjanjian itu.[20]

7.      KITAB KEJADIAN I  (Riwayat zaman permulaan)
Dalam bahasa Ibrani Kitab Kejadian disebut berésyit ‘pada mulanya’, yaitu kata pembuka kitab tersebut. Nama ini sesuai, karena Kitab Kejadian menceritakan awal dari segala sesuatu yang berhubungan dengan iman umat Allah dalam Alkitab. Kitab ini terbagi dalam dua bagian yang dapat dipisah dengan jelas: Kejadian 1 – 11 merupakan pengantar ke dalam sejarah keselamatan, yang mengemukakan asal mula dunia, manusia dan dosa. Kejadian 12 – 50 mengemukakan asal mula sejarah keselamatan dalam pemilihan Allah atas para bapak leluhur dan tentang janji-Nya tentang tanah dan keturunan.[21]
Jenis sastra yang pertama (meliputi Kej. 1; 5; 10; 11:10-26) memunyai ciri khas yaitu susunan logis dan cermat dan bersifat skematis serta hampir mengikuti rumusan tertentu. Jenis sastra yang kedua (Kejadian 2 – 3; 4; 6 – 9;11:1 – 9) jelas berbeda, karena terdapat keteraturan dan peningkatan tetapi yang dipergunakan adalah bentuk cerita. Kejadian 2 – 3 merupakan suatu drama. Perbedaan sastra antara Kejadia 1 dan 2 juga ditemukan dengan cara yang berbeda untuk mengungkapkan penciptaan. Keduanya menggunakan istilah asa ‘membuat’, tetapi Kejadian 1 menggunakan kata bara ‘menciptakan’, sebuah kata kerja yang hanya digunakan dengan Allah sebagai subyek dan tidak pernah dihubungkan dengan bahan yang digunakan untuk menciptakan obyek. Kejadian 2 menggunakan istilah yatsar ‘membentuk’, istilah untuk kegiatan seorang penjunan yang membentuk tanah liat menjadi bentuk yang dikehendakinya.[22]
Penulis menjalin empat tema teologis utama: pertama, hakikat dan dampak-dampak dari kenyataan bahwa Allah adalah Pencipta; kedua, akibat dosa yang mendalam; ketiga, cara Allah menjatuhkan hukuman  atas dosa manusia dalam segala hal; keempat, anugrah-Nya yang mengherankan yang memelihara ciptaan-Nya.[23]

 8.      KITAB KEJADIAN  II  (Sejarah bapak-bapak leluhur)
Ada tiga contoh dimana struktur sastra ini sesuai dengan pembagian menurut isinya yakni kisah tentang Abraham (11:27 – 25:18), Yakub (25:19 – 37:1) dan Yusuf  (37:2 – 50:26).[24]
Ada bukti yang memadai dalam Alkitab dan di luar Alkitab yang mendukung historisitas kisah bapak-bapak leluhur. Pertama, baik pembacaan sepintas maupun penelitian sastra terhadap kisah para bapak leluhur mengungkapkan sifat dan tujuannya sebagai tulisan sejarah. Kedua, yang penting dalam kaitannya dengan kronologi yang berdasarkan dengan Alkitab, ada bukti bahwa kisah bapak-bapak leluhur  mencerminkan keadaan Timur Tengah kuno pada awal ke-20 sM. Nama-nama para bapak leluhur mirip dengan nama-nama orang Amori pada zaman itu dan dapat dikenal sebagai nama-nama Semit Barat Awal sekitar abad ke-18 sM.[25]
Penulis tidak menyajikan biografi; ia mengajarkan teologi dengan berbagai tema yang dijalin dalam kisahnya yaitu: pemilihan dan janji-janji Allah kepada Abraham dan keturunannya; iman Abraham yang terlihat dalam panggilannya yang bersifat radikal: ia harus meninggalkan akar-akarnya  -  negeri, sanak saudara dan keluarga dekatnya (Kej. 12:1) – untuk pergi ke tempat yang tidak pasti, “negeri yang Kutunjukkan kepadamu”; perjanjian yang dilakukan Allah dengan Abraham dalam Kejadian 15 dan 17.  Dalam Kejadian 15, Allah merendahkan diri dengan menempatkan diri-Nya secara simbolis di bawah kutukan untuk menegaskan kepada Abraham kepastian janji-janji-Nya. Allah-lah yang bersumpah, tidak ada apapun yang diminta kepada Abraham kecuali sunat sebagai tanda ikatan perjanjian (Kej. 17). Dalam perjanjian dengan Abraham, Allah menempatkan diri-Nya di bawah kewajiban, [26]


9.      KITAB KELUARAN I (Latar belakang historis)
Keluaran orang Israel dari Mesir adalah suatu peristiwa yang Allah menggenapi janji-janji-Nya keada para bapak leluhur Israel bahwa Ia akan memberikan tanah kepada mereka dan keturunan mereka akan menjadi bangsa besar. Nama Firaun yang berhadapan dengan Musa tidak disebut, demikian pula orang atau kejadian lain yang dapat dihubungkan secara pasti dengan sejarah Mesir dan Palestina pada waktu itu. Zaman bapak-bapak leluhur kira-kira tahun 1550 sM dan dilanjutkan  kira-kira  tahun 1200 sM, ketika bangsa Israel telah memasuki Palestina.[27]
Kebanyakan bukti di dalam dan di luar Alkitab adalah paruhan pertama abad ke-13 (1300 – 1250 sM). Alasan-alasan utamanya sebagai berikut: (1) Prasasti Merneptah menyatakan bahwa Merneptah bertemu dengan Israel di Palestina pada tahun ke-5 kekuasaannya, kira-kira tahun 1220 sM; (2) orang-orang Israel digunakan sebagai budak untuk membangun kota-kota perbekalan Pitom dan Raamses menurut Keluaran 1:11. Kota-kota itu terletak di delta timur laut Sungai Nil, walaupun lokasinya yang tepat belum dapat dipastikan; (3) bukti dari catatan mengenai perjalanan orang Israel melalui padang gurun dan penaklukan tanah Kanaan menunjukkan masa yang sama; (4) dokumen-dokumen Mesir yang sezaman dengan itu memerlihatkan kesejajaran sejarah; (5) waktu  tersebut sejalan dengan pandangan bahwa keadaan yang paling sesuai dengan kisah Yusuf dan keturunannya  di Mesir adalah masa Hiksos. Menurut Kejadian 15:13 yang menyorot ke depan, Israel akan tinggal di Mesir selama 400 tahun. Kebanyakan pakar menganggap tahun 1300 – 1250 sM lebih cocok dengan kebanyakan bukti dibandingkan dengan penentuan waktu lainnya. Atas dasar ini dapat ditentukan bahwa Firaun penindas orang Israel adalah Seti I (1305 – 1290 sM) dan firaun dalam Kitab Keluaran adalah Rameses II (1290 – 1224 sM).[28]

10.   KITAB KELUARAN II  (Isi dan teologi)
Kata “Keluaran” adalah terjemahan dari bahasa Yunani exodus ‘keluar’ (Kel. 19:1), nama yang diberikan kepada kitab ini dalam Septuaginta. Dalam Alkitab Ibrani, kitab itu dikenal dari dua kata pertamanya, we’éllé syemot ‘inilah nama-nama’, mengikuti kebiasaan kuno dalam menamai suatu naskah. Kitab ini berpusatkan pada dua peristiwa penting yaitu pembebasan orang Israel dari perbudakan di Mesir melalui karya penyelamatan Allah yang penuh kuasa di Laut Teberau (Kel. 1 – 18) dan pengukuhan diri-Nya sebagai Tuhan mereka melalui perjanjian di Gunung Sinai (Kel. 19 – 40). Peristiwa Keluaran merupakan peristiwa yang paling pokok dari sejarah keselamatan dalam Perjanjian Lama. Allah membuat Israel menjadi alat-Nya untuk menyelamatkan seluruh umat manusia.[29]
Garis besar Kitab Keluaran adalah: (1) Pembebasan dari Mesir dan perjalan ke Sinai (Kel. 1 – 18) terdiri atas: (a) penindasan orang Ibrani ke Mesir (Kel. 1); (b) kelahiran dan masa muda Musa:panggilan dan misinya kepada Firaun (Kel. 2:1 – 6:27); (c) tulah dan paskah (Kel. 6:28 – 13:16); (d) berangkat dari Mesir dan pertolongan Allah di Laut Teberau (Kel. 13:17 – 15:21); (e) perjalanan ke Sinai (Kel. 15:22 – 18:27); (2) Perjanjian di Sinai terdiri atas: (a) Tuhan menampakkan  diri di Sinai (Kel. 19); (b) pemberian perjanjian (Kel. 20:1-21); (c) Kitab perjanjian (Kel. 20;22 – 23:33); (d) pengesahan perjanjian (Kel. 24); (3) Petunjuk untuk mendirikan Kemah Suci dan upacara-upacara keagamaan (Kel. 25 – 31) terdiri atas: (a) Kemah Suci dan peralatan (Kel. 25 – 27; 29:36 – 30:38); (b) para imam dan persembahan (Kel. 28:1 – 29:35); (c) para tukang Kemah Suci (Kel. 31:1-11); (d)peringatan untuk menguduskan hari Sabat (Kel. 31:12-18); (3) Pengingkaran dan pembaruan perjanjian (Kel. 32 – 34) terdiri atas: (a) anak lembu emas (Kel. 32); (b) kehadiran Allah bersama Musa dan umat Israel (Kel. 33); (c) Pambaruan perjanjian (Kel. 34); (4) pembangunan Kemah Suci (Kel. 35 – 40).[30]




[1] W. S. Lasor, D. A. Hubbard, dan F. W. Bush. Pengantar Perjanjian Lama I. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993, 25.
[2] Ibid, 26.
[3] Ibid, 27-28.
[4] Ibid, 34.                                                                                             
[5] Ibid, 35.
[6] Ibid,39.
[7] Ibid, 41.
[8]  Ibid, 45-46
[9]  Ibid, 46-54. Merupakan suatu Ringkasan dari pokok bahasan Kanon.
[10] Ibid, 57-59.
[11] Ibid, 61.
[12] Ibid, 64.
[13] Ibid, 67-70.
[14] Ibid, 77.
[15] Ibid, 87-88.
[16] Ibid, 89.
[17]  Ibid, 93.
[18]  Ibid, 94.
[19]  Ibid, 103-104.
[20]  Ibid, 108.
[21] Ibid, 111.
[22] Ibid, 114-115.
[23] Ibid, 120.
[24]  Ibid, 137.
[25]  Ibid, 150-151.
[26]  Ibid 164-169.
[27]  Ibid, 173.
[28]  Ibid, 183-185.
[29]  Ibid, 190.
[30]  Ibid, 190-191.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar