Good News

Minggu, 19 Oktober 2014

PRINSIP-PRINSIP ETIKA MENGAJAR BERDASARKAN ALKITAB


Hengki Wijaya, S.TP., M.Th
hengki_lily@yahoo.com
Alkitab sebagai sumber bagi dasar dan prinsip hidup Kristiani menjelaskan bahwa di dalam membimbing manusia untuk lebih mengenal Dia, Allah telah berperan sebagai pengajar. Sebagai pengajar Ia aktif memberitahukan kebenaran. Kebenaran itu sendiri adalah pribadi-Nya, firman-Nya bahkan perbuatan-Nya.1
Umat Yahudi pada umumnya dan setiap keluarga pada khususnya ditugaskan untuk menyampaikan kekayaan iman bangsa pilihan Allah ini kepada generasi baru.  Pusat pendidikan agama terletak pada keluarga, terutama ayah yang bertanggung jawab dalam pendidikan agama pada keluarganya.2 
  ”Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu"3 Dalam Ulangan 6:4-9, kita memperoleh prinsip-prinsip etika mengajar yaitu:
(a) Pusat pengajaran yaitu tentang satu TUHAN, Allah kita (Ul. 6:4) tentang monoteisme yaitu beribadah dan menyembah pada satu TUHAN saja.
(b) Isi pengajaran yaitu ketetapan dan peraturan disimpulkan dengan perwujudan “Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu” (Ul. 6:5). Inilah juga tujuan terutama pengajaran-Nya.
(c) Cara mengajar adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh umat Israel atau orang tua (ayah sebagai Kepala keluarga) untuk mengajarkan secara terus-menerus (setiap waktu)  tentang perintah Allah, sejarah adanya umat Israel, sepuluh Hukum Taurat dan aturan-aturan Taurat kepada anak-anaknya sewaktu berkumpul di rumah, di kamar tidur pada saat mau tidur dan bangun dan di perjalanan. Baik pendidik (ayah) maupun murid (anak) terus menerus menerima pengajaran tentang TUHAN, (Ul. 6:6-7). Pengajaran ini dilakukan setiap hari. Untuk belajar itu tidak mengenal waktu,usia dan gender.
(d) Implementasikan ajaran itu dalam kehidupan sehari-hari dalam sikap, perbuatan dan pikiran  serta identitas diri bahwa kita adalah umat Allah (Ul. 8-9).
(e) Tujuan pengajaran adalah agar setiap orang melakukan perintah Allah dan takut akan TUHAN, Allah.
Dasar tugas teologis Pendidikan Agama Kristen tersebut terdapat dalam Amanat Agung Tuhan Yesus. 


  “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus ,dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman" (Matius 28:19-20).4

Perhatikan perintah-perintah Tuhan Yesus Kristus kepada para murid-Nya sebelum kenaikan-Nya ke Surga, yaitu “pergilah”, “jadikanlah semua bangsa muridku”, “baptislah”, dan “ajarlah”. Dengan kata lain ada tiga hal yang harus dilakukan murid Kristus, yaitu memberitakan Injil, membaptis, dan mengajar. Pendidikan Agama Kristen berhubungan dengan mengajar. Sasaran menginjil, membaptis dan mengajar adalah menjadikan mereka sebagai murid Kristus. Dalam bahasa Yunani yang Tuhan Yesus memerintahkan dengan tegas adalah jadikanlah semua bangsa murid-Ku dengan mengajar. Itulah perintah Tuhan Yesus yang sesungguhnya.5
Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala.”  6 Tujuan  Pendidikan Agama Kristen  adalah mendewasakan para murid Kristus (Efesus 4:11-13). Ayat tersebut menunjukkan bahwa tujuan mengajar adalah menjadikan murid dewasa dan bertumbuh sesuai dengan kepenuhan Kristus. Tujuan ini harus dicapai selama murid-murid Kristus masih hidup di dunia ini.7
Defenisi pendek Pendidikan Agama Kristen  dapat disingkat dengan satu kata, yaitu memuridkan. Rasul Paulus menekankan pentingnya pemuridan dalam pesannya kepada Timotius. “Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain (2 Timotius 2:2). Ayat tersebut menekankan bahwa tujuan mengajar adalah agar dapat mengajar kepada orang lain. Inilah yang dimaksud dengan pemuridan.8
Dalam Efesus 4:11 terdapat pengajar-pengajar (didaskalos), bandingkan dengan Kisah Para Rasul 13:1; 1 Korintus 12:28. Juga dengan 1 Timotius 2:7; 2 Timotius 1:11, di mana Paulus menyebut diri pengajar.  Yang diutamakan dalam surat Paulus kepada Timotius ialah maksud dan focus pengajaran bukanlah hal-hal yang bersifat dogmatic atau etik, melainkan pemberitaan keselamatan oleh Allah dan kehendak-Nya dalam kehidupan manusia. Ajaran demikianlah yang disebut ajaran sehat.9
Guru Kristen perlu memahami pribadi Yesus sebagai guru yang harus diteladani-Nya dalam  hidup  sehari-hari  dan  dalam   pelaksanaan  tugas  keguruan.  Howard  G. Hendricks   mengemukakan  bahwa  sedikitnya  ada  enam  segi   kehidupan  Yesus  yang  senangtiasa mengagumkan, yang perlu diteladani oleh seorang guru Kristen yaitu (1) Dalam segi kepribadian, Yesus memperlihatkan kesesuaian antara ucapan  dengan   perbuatan. Ia  pun menuntut kesesuaian antara ucapan dengan perbuatan. Ia pun menuntut kesesuaian itu terjadi dalam diri murid-murid-Nya. (2) Pengajaran-Nya sederhana, realistis, tidak mengambang. Ajaran-Nya selalu sederhana dalam arti menyinggung   perkara-perkara  hidup  sehari-hari.  (3) Ia sangat  relasional, dalam arti mementingkan hubungan antar pribadi yang harmonis. (4) Isi berita-Nya bersumber dari Dia yang mengutus-Nya (Mat. 11:27; Yoh. 5:19). Selain tetap relevan bagi pendengar-Nya, ajaran Yesus bersifat otoritatif dan efektif (Mat. 7:28-29).  (5) Motivasi kerja-Nya adalah kasih (Yoh. 1:14; Flp. 2:5-11). Ia menerima orang sebagaimana adanya, serta mendorong mereka untuk berserah kepada Allah.(6) Metode-Nya bervariasi, namun sangat kreatif. Ia bertanya dan bercerita. Ia melibatkan orang untuk memikirkan masalah yang diajukan. Selain itu, Ia mengenal orang yang dilayani-Nya, tingkat perkembangan serta kerohanian mereka10.
Ada tujuh prinsip mengajar kreatif dalam proses belajar mengajar yaitu11:
1.         Pertama, Yesus adalah Guru Agung karena pengajarannya mengubah kehidupan! Mencontoh teladan dari Yesus, maka tugas kita dalam mengajar bukan hanya memberikan informasi (informasional) tapi mengubah kehidupan (transformational). Mengajarkan hal rohani bukan hanya memberi informasi tentang kekristenan tapi menolong agar orang-orang menemukan kebenaran dari Injil. Pendidikan Kristen berpusat pada Kristus, berdasarkan Alkitab, proses berkaitan dengan murid untuk mengkomunikasikan Firman Allah yang tertulis melalui kuasa Roh Kudus, dengan tujuan untuk membimbing tiap pribadi untuk mengenal dan bertumbuh dalam Kristus. Karena itu kerinduan para pendidik Kristen seharusnya adalah mengubah orang percaya menjadi serupa seperti Kristus.
2.          Kedua, mengajar adalah proses yang terdiri dari PIE (Preparation, Implementation, Evaluation), maksudnya pelajaran itu harus dipersiapkan dulu secara matang sebelum disajikan, kemudian harus dipresentasikan dengan baik dengan metode yang tepat, kemudian perlu dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana para murid memahami apa yang telah diajarkan. Persiapan yang harus dilakukan oleh tiap guru yang akan mengajar. Kadang-kadang guru yang sudah terbiasa mengajar mengabaikan faktor persiapan ini karena merasa sudah berpengalaman. Akibatnya penyajiannya tidak maksimal. Pengalaman dalam mengajar tidak otomatis mempertajam kemampuan kita, bahkan sebaliknya dapat menumpulkan kemampuan, karena kesalahan yang sama diulang terus berkali-kali dalam mengajar. Melakukan evaluasi terhadap pengalaman mengajarlah yang mengembangkan kemampuan kita dalam mengajar.
3.         Ketiga, murid belajar dalam cara yang berbeda-beda, meliputi: berpikir, merasa, atau melakukan sesuatu berkaitan dengan subjek itu. Fokus belajar adalah: a) Head atau pengetahuan, yang berkaitan dengan berpikir (kognitif).          b) Heart atau sikap, yang berkaitan dengan merasa (afektif). c) Habits atau tingkah laku, yang berkaitan dengan melakukan sesuatu (psikomotor). Untuk itu tidak cukup bila seorang murid hanya diberi pengetahuan secara kognitif, tapi sikap hatinya harus didorong secara afektif. Aspek afektif ini sangat penting karena mampu mengubah pemikiran seseorang menjadi nilai-nilai yang diyakininya. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan guru untuk membangkitkan aspek afektif dalam diri seorang murid, antara lain dengan cara: menceritakan kisah-kisah yang menarik; memberi illustrasi yang menggugah; mendramatisir suatu konsep atau ide; menghubungkan kebenaran dengan tujuan hidup; membagikan perasaan, sikap, nilai, kerinduan, dan kasih kepada orang yang kita ajar; serta mengembangkan hubungan yang baik dengan para murid.
4.         Keempat, agar para murid bisa melakukan sesuatu dari hasil pelajaran yang dia terima, guru tidak cukup bila hanya memberikan pengetahuan tapi juga harus mampu memotivasi para muridnya. Jadi kita harus mempelajari bagaimana cara yang paling efektif untuk memotivasi seseorang, antara lain dengan: menciptakan kebutuhan dalam diri murid, mengembangkan tanggungjawab, membangkitkan rasa tertarik, mengambil hikmah dari suatu pengalaman, memberikan pengakuan-dorongan-pujian, memecahkan hambatan emosional, melakukan kompetisi yang sehat, pahala dan hukuman, melakukan hubungan pribadi secara intensif dan memberi teladan tentang antusiasme terhadap hal yang dipelajari.
5.         Kelima, sasaran dari belajar adalah membuat murid memahami persfektif guru tentang materi yang diberikan, kemudian mengembangkan pemahamannya yang unik tentang materi itu. Hal ini penting karena setiap murid adalah individu yang unik. Sehingga dia harus mengaitkan pelajaran tersebut dengan kehidupannya secara pribadi, baru materi itu memiliki nilai signifikan dalam hidupnya. Untuk itulah seorang murid harus mengembangkan strategi “ATM”, maksudnya: Amati, Tiru dan Modifikasi. Dengan demikian materi yang telah dipelajari bukan hanya menjadi sesuatu yang dihafalkan dari buku tapi diaplikasikan dalam hidup pribadinya.
6.         Keenam, dalam pendidikan terhadap orang dewasa ada tiga hal penting yang harus diketahui, yakni: a) Pengalaman, untuk itu guru harus mengakui murid memiliki berbagai pengalaman hidup yang menarik, kemudian guru harus mendorong murid untuk menghubungkan hal yang telah dipelajari dengan pengalamannya. b) Hubungan, untuk itu guru harus mengembangkan hubungan yang baik dengan para murid, karena belajar bersifat relasional. c) Partisipasi, untuk itu guru harus melibatkan murid dalam proses belajar dan memberi kesempatan untuk orang dewasa mendapatkan sendiri hal penting apa dari yang dia pelajari.
7.         Ketujuh, alat peraga dan cara penyajiannya yang baik sangatlah penting dalam pengajaran yang kreatif.  Penggunaan alat peraga modern berupa audio-visual seperti misalnya: overhead projector, TV, video, LCD projector, sangat penting. Hukum Gestalt dalam penyajian alat peraga yang baik mengajarkan bagaimana memisahkan figur dan latar belakang (background). Untuk hasil yang optimal, background tidak boleh menonjol namun figur harus kontras dan memiliki warna yang menyolok dibandingkan background. Pemanfaatan teknologi informasi juga sangat penting khususnya melalui komputer dan internet, yang sangat bermanfaat bagi metode mengajar yang efektif dan kreatif di zaman modern ini.
Prof. Hill (1982), gurulah yang membimbing peserta didik untuk belajar mengenal, memahami dan menghadapi dunia tempat ia berada. Dunia di sini termasuk dunia ilmu pengetahuan, dunia iman, dunia karya dan dunia sosial. Guru merupakan jembatan dan sekaligus agen yang memungkinkan peserta didik berdialog dengan dunianya.  Guru terpanggil untuk mendorong peserta didik menimba pengetahuan, pemahaman, atau bahkan memberi kontribusi bagi dunianya.12
Brian V. Hill (1990) mengemukakan bahwa bila kita berbicara tentang kelayakan guru untuk mengajar, kita memang sepatutnya berhubungan dengan isu profesionalisme. Guru profesionalisme adalah pribadi-pribadi yang mampu melihat dirinya sebagai orang-orang terlatih, mengutamakan kepentingan orang lain dan tata kepada etika kerja, serta selalu siap menempatkan diri dalam memenuhi kebutuhan peserta didiknya.13
Empat dampak yang dihasilkan oleh konsep diri positif dalam kehidupan dan pekerjaan seorang guru yaitu: pertama¸ guru dapat berkembang secara sehat dalam relasi dengan orang lain. Ia mampu menerima orang lain sebaimana adanya, sadar bahwa ia pun memiliki kelebihan dan kekurangan (Roma 14:1;15:1-3); kedua, guru dapat bertumbuh dalam penerimaan akan dirinya, akan potensi-potensi positif dan negatif (kelemahan). Dengan kata lain ia mengembangkan persepsi diri yang sehat, tidak dilanda oleh prasangka negatif (Roma 12:3,16); ketiga, guru dapat mengembangkan dirinya dalam kesediaan berkorban demi orang lain, serta menempatkan kepentingan orang lain terlebih dahulu; keempat, guru akan mampu mengembangkan kemampuan dan keterampilan pelayanannya dengan sikap percaya diri (Yoh. 16:11-13). 14
Bila dilihat dari segi kepentingan peserta didik, setiap guru terpanggil untuk memainkan  beberapa peranan penting dalam penuaian tugasnya yaitu:15
Pertama, sebagai seorang ahli. Tugas guru selalu membantu peserta didiknya untuk memahami bagaimana cara mendalami dan menguasai pelajaran yang akan atau sedang diikutinya. Meskipun  demikian, guru harus sadar bahwa setiap peserta didik tetap memiliki kesadaran tentang cara yang lebih cocok bagi dirinya sendiri untuk memahami pelajaran yang diikuti. Artinya, setiap orang memiliki model atau gaya belajar tersendiri untuk memeroleh pengetahuan. Sebagai seorang ahli, tugas guru juga termasuk mengajak peserta didik agar memeroleh pengetahuan, mengembangkan keterampilan belajar dan mengenal “kesadaran akan belajarnya yang khas”. Kedua, guru sebagai motivator. Guru memberikan rangsangan motivasi, membangkitkan semangat dan perasaan mampu dalam diri peserta didik, yang selanjutnya diharapkan sanggup menggerakkan minatnya dalam melakukan perbuatan belajar.  Ketiga, sebagai fasilitator. Guru terpanggil untuk memahami kebutuhan atau keperluan peserta didik dalam proses belajar. Keempat, sebagai pemimpin. Guru sebagai pemimpin, mengelolah terjadinya peristiwa belajar. Kelima , sebagai komentator dan komunikator. Tugas guru adalah member penilaian terhadap kemajuan peserta didik, di samping itu guru juga menyampaikan informasi yang berguna (lihat Efesus 4:29; Yakobus 3:9,10). Keenam, guru sebagai agen sosialisasi. Guru berupaya membantu peserta didik mengalami interaksi edukatif, saling mengenal dan saling mengisi melalui diskusi dan kerja kelompok. Ketujuh, sebagai pelajar. Seorang guru perlu tampil dengan kesegaran baru, segar dalam pengetahuan, kerohanian dan bahkan secara fisik.
Kent L. Johnson, dalam Called To Teach (Augsburg, 1984) mengemukakan bahwa sedikitnya ada enam segi kemampuan dan keterampilan yang harus dikembangkan guru yaitu: Pertama, segi kemampuan memahami dan menetapkan tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran memberikan arah ke mana peserta didik akan dibawa untuk mengalami perubahan. Kedua, segi kemampuan mengelolah kelas dengan baik. Pengelolaan ini merupakan tugas organisatoris dan manajerial setiap guru. Ketiga, segi kemampuan memilih metode mengajar yang cocok dengan tujuan dan bahan pengajaran. Keempat, segi kemampuan dan keterampilan dalam menyajikan pelajaran. Kelima, segi kemampuan menciptakan suasana belajar yang baik. Suasana yang menyenangkan menjadi faktor motivasi kuat bagi kelangsungan peristiwa belajar. Keenam, segi perencanaan dan pelaksanaan evaluasi.16
Peranan Roh Kudus melalui pembukaan diri ini sebenarnya dimungkinkan oleh kuasa Allah sendiri, sebagai pekerjaan Allah Roh Kudus yang membuat seseorang memberi respon positif terhadap berita Injil (bdg. Roma 1:16-17; 1Kor. 15:3-5). Dengan membuka diri, Roh Kudus berkenan hadir ke dalam hidup dan mendiami orang percaya. Dengan demikian, nyatalah permulaan orientasi hidup baru, perubahan hidup, pengertian rohani baru, kuasa dan hidup baru (Yoh. 3:3-5; Rm. 8:9-11; 2 Kor. 3:17-18;5:17).17
Pola hidup yang efektif  memfokuskan Yesus sebagai pokok anggur dan kita menjadi rantingNya. Setiap orang Kristen yang telah lahir baru dan yang dipanggil keluar melalui pertobatan  dan menyerahkan  hidup kepada Kristus harus memiliki    pola hidup atau gaya hidup yang  berbeda   daripada  kehidupan orang  pada  umumnya.
        Sebagai orang Kristen, guru terpanggil untuk ke arah pengenalan yang semakin mendalam dan lengkap tentang pribadi Yesus Kristus (bdg. Kolose 2:6-7;Galatia 2:19,20). Yesus sendiri adalah jalan, kebenaran dan hidup, pembawa orang kepada pengenalan yang sejati akan pribadi dan karya Allah (Yoh. 1:18; 14:6). Kebenaran akan membebaskan manusia seutuhnya (bdg. Yoh. 8:31-32;17:17).18
Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak (Yoh. 15:4-5). Untuk mewujudkan janji Yesus ini, maka pola hidup Kristen yang efektif yaitu (1) kehidupan doa (Maz. 84:11) sebagai persekutuan pribadi dengan Tuhan untuk mengetahui kehendak-Nya, (2)mencintai Firman-Nya sebagai pelita bagi kaki dan terang bagi jalanku (Maz. 119:105),  (3) kerinduan yang dalam beribadah  dalam pujian dan penyembahan (Ibr. 10:25; Yoh. 4:23) dan (4) kegerakan hidup dengan pimpinan Roh Kudus (Roma 8:1-9;Roma 12:11). Kita memahami bahwa orang Kristen adalah “orang yang memberikan dirinya secara penuh kepada Yesus Kristus (bdg. Kis. 11:26). Orang Kristen ialah orang yang percaya dan menyambut sepenuhnya kedudukan dan peranan Yesus sebagai Tuhan, Juruselamat dan Raja atas kehidupannya. 19
Kualitas guru ditinjau dari iman Kristen yaitu kedudukan dalam Kristus sebagai pribadi Kristen yang mengalami kelahiran baru dan jadi ciptaan baru dalam Kristus, menerima panggilan sebagai ketaatan kepada kehendak-Nya dan menyerahkan hidupnya kepada Tuhan dalam implikasinya memerlukan suatu pola hidup untuk mewujudkannya. Kualitas  guru  yang  memiliki  iman  Kristen  yang   sejati  apabila   menjadikan   Yesus satu-satunya  fokus  dan sumber pembelajaran dan pengajaran dalam hal ini  bekerjasama dengan Roh Kudus untuk mengasihi Yesus Kristus yang membawa hidup kita melakukan kehendak Bapa  (Yoh. 4:34). 20
Peranan Roh Kudus bagi seorang guru Kristen bukan hanya berlangsung dalam rangka pendewasaan iman dan peningkatan kualitas atau kesadaran akan kesucian hidup, tetapi juga di dalam rangka mengemban profesi sehari-hari. Seorang guru, sebagai pengajar iman Kristen memerlukan ketergantungan terhadap kuasa, urapan dan kehadiran Roh Kudus. Sebab Dialah yang sanggup membuka mata hati orang untuk memahami kebenaran (Efesus 3:16-18). Ia mampu meyakinkan dan menyadarkan para pendengarnya. Ia membuat interaksi di antara sesama anggota dalam kelompok belajar dinamis sehingga terasa hangat dan bermakna (Yoh.16:11-13;1Yoh.2:20,27;3:24; 1 Kor. 2:14). 21
    Dalam doa Paulus dikemukakan lima prinsip dari jalan yang menuju kerohanian yang nyata dan disini disarankan suatu siklus pertumbuhan rohani dengan Roh Kudus sebagai pusat peranan yang terutama: 22
1.  Mengetahui kehendak Tuhan dengan sempurna (Kolose 1:9). Dalam bahasa Yunani arti “kehendak Tuhan” yaitu apa yang sudah direncanakan Allah bagi kita  semua secara keseluruhan. Kita harus menguasai arti Alkitab dengan baik, supaya kita “mengerti kehendak Tuhan” (Efesus 5:17).
2.    Menerima segala hikmat dan pengertian yang benar (Kolose 1:9). Kata dalam bahasa Yunani disebut hikmat  yang sama dengan bijaksana.  Bijaksana adalah dapat membedakan dan menilai jalan mana yang harus ditempuh. Pengertian adalah menggambarkan suatu kemampuan untuk melihat dengan jelas sifat yang sebenarnya dari suatu keadaan atau suatu benda atau suatu perkara.
3.      Mengetahui Firman Allah secara intelek saja tidak dapat mengubah hidup seseorang. Persoalan yang sebenarnya adalah soal respons kepada Allah dan bukan soal pengetahuan tentang Allah. Inilah yang terlihat pada orang Kristen di Korintus pasal 6 di suratnya Paulus yang pertama (1Korintus 6:1-9). Berbicara tentang hikmat Allah dan hikmat dunia.
4.      Sehingga hidupmu layak di hadapan-Nya serta berkenan kepada-Nya dalam segala hal, dan kamu memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah (Kolose 1:10) sebagai respons dalam menjalani kehidupan layak di hadapan Tuhan.
5.      Kita memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah (Kolose 1:10).
Makna doa Paulus untuk jemaat Kolose dapat diambil empat pokok yang merupakan dasar untuk pelayanan rohani yang produktif yaitu: (a) Mengetahui tentang Allah dan mengenal Allah;(b) Tanggung jawab seorang Kristen yang mengajarkan alkitab; (c) sebuah pola pengajaran yang menghasilkan perubahan hidup;(d) segi ilahi dalam pengajaran (Kolose 1:11).23
Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang guru Kristen adalah: (1) Seorang yang telah lahir baru (diselamatkan ) merupakan syarat utama dan mengalami pertobatan (Yoh.3:5-7), (2) seorang yang melayani dengan bersandar pada kuasa Roh Kudus, (3) seorang Kristen yang bertumbuh yang memiliki kerinduan untuk maju dalam hidup rohaninya (Efesus 4:13), (4) seorang Kristen yang setia terhadap gereja yang sanggup memimpin murid untuk menjadi bagian dalam gereja, (5) seorang yang memahami bahwa pelayanan pendidikan adalah panggilan Allah (Efesus 4:1), (6) seorang yang suka pada objek yang dididiknya atau muridnya dan menyenangi apa yang dikerjakannya,(7) seorang yang baik dalam kesaksian hidup yang dapat diteladani oleh muridnya dan (8) seorang yang telah menerima latihan dasar sebagai guru.24
Adapun tujuh tugas/kewajiban yang dituntut dari seorang guru Kristen sebgai berikut:25
1.   Mengajar (Teaching)- 1 Timotius 2:7. Melalui Alkitab Paulus menyebutkan, dalam kehidupannya sebagai pengajar, ia sanggup mewujudkan perubahan atas diri orang lain: yang tadinya tidak percaya menjadi percaya dan yang tadinya tidak memahami kebenaran berubah menjadi memahami kebenaran.
2.    Menggembalakan (Shepherding)- Yehezkiel 34:2-6; Yohanes 10:11-18. Seorang guru pun wajib untuk menyediakan dan mencukupi kebutuhan segala kebutuhan muridnya termasuk kebutuhan intelektual, emosi, mental dan rohani.
3.      Kebapaan (Fathering)- 1 Korintus 4:15. Seorang guru bukan hanya dapat menggurui, tapi juga harus memiliki hati seorang bapa.
4.     Memberikan Teladan (Modelling)- 1 Korintus 11:1; 1 Tesalonika 1:5-6; 2 Tesalonika 3:17; 1 Timotius 4:11-13.
5.      Menginjili (Evangelizing)- 1 Timotius 2:7. Selaku guru, Paulus mengajar orang untuk percaya Kristus. Guru mengajar muridnya untuk menerima Injil.
6.      Mendoakan (Praying)- 2 Tesalonika 1:11-12. Kewajiban lain dari seorang guru adalah mendoakan muridnya, mendoakan mereka satu per satu dengan menyebut nama dan sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing.
7.      Meraih Kesempatan (Cathing)- 2 Timotius 4:2. Setiap pengajar harus dapat meraih kesempatan yang ada untuk memberitakan firman Tuhan.
Prinsip-prinsip pembelajaran seharusnya : (1) merefleksikan tentang apa yang kita ketahui tentang bagaimana terjadinya proses belajar, (2) belajar merupakan proses interaktif dan sistem yang kompleks, (3) pemusatan belajar dapat menjadi luas dan interdisipliner, (4) kurikulum memberi ruang kepada sikap, persepsi, dan kebiasaan mental dalam memfasilitasi belajar, (5) pendekatan pembelajaran lebih berpusat pada siswa, (6) gunakan pengetahuan dan reasoning yang kompleks lebih bermakna dari pada menghafal informasi.26
Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan guru dalam merencanakan evaluasi belajar yaitu: (1) objektivitas yaitu guru harus merencanakan alat evaluasi secara objektif dalam arti benar-benar ingin mengetahui apa yang perlu diketahuinya, (2) kegunaan dan relevansi  yaitu guru harus menetapkan alat evaluasi yang betul-betul abash (valid) untuk mengukur kemajuan belajar ataupun program pengajaran, dan (3) bersifat menyeluruh yaitu evaluasi yang dilakukan guru sebaiknya jangan bersifat sepihak, dalam arti hanya mengukur kemajuan atau kegagalan murid. Guru juga berusaha menilai segi-segi lain yang berkaitan dengan interaksi belajar mengajar.27
Paradigma konstruktivistik merupakan basis reformasi pendidikan saat ini. Menurut paradigma konstruktivistik, pembelajaran lebih mengutamakan penyelesaian masalah, mengembangkan konsep, konstruksi solusi dan algoritma ketimbang menghafal prosedur dan menggunakannya untuk memperoleh satu jawaban benar. Pembelajaran lebih dicirikan oleh aktivitas eksperimentasi, pertanyaan-pertanyaan, investigasi, hipotesis, dan model-model yang dibangkitkan oleh siswa sendiri.28
Secara umum, terdapat lima prinsip dasar yang melandasi kelas konstruktivistik, yaitu (1) meletakkan permasalahan yang relevan dengan kebutuhan siswa, (2) menyusun pembelajaran di sekitar konsep-konsep utama, (3)menghargai pandangan siswa, (4) materi pembelajaran menyesuaikan terhadap kebutuhan siswa, (5) menilai pembelajaran secara kontekstual. Hal yang lebih penting, bagaimana guru mendorong dan menerima otonomi siswa, investigasi bertolak dari data mentah dan sumber-sumber primer (bukan hanya buku teks), menghargai pikiran siswa, dialog, pencarian, dan teka-teki sebagai pengarah pembelajaran. Secara tradisional, pembelajaran telah dianggap sebagai bagian “menirukan”suatu proses yang melibatkan pengulangan siswa, atau meniru-niru informasi yang baru disajikan dalam laporan atau quis dan tes. Menurut paradigma konstruktivistik, pembelajaran lebih diutamakan untuk membantu siswa dalam menginternalisasi, membentuk kembali, atau mentransformasi informasi baru. Untuk menginternalisasi serta dapat menerapkan pembelajaran menurut paradigma konstruktivistik, terlebih dulu guru diharapkan dapat merubah pikiran sesuai dengan pandangan konstruktivistik.29
Guru konstruktivistik memiliki ciri-ciri sebagai berikut.30
1.     Menghargai otonomi dan inisiatif siswa.
2.     Menggunakan data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada
keterampilan berpikir kritis.
3.     Mengutamakan kinerja siswa berupa mengklasifikasi, mengananalisis, memprediksi, dan mengkreasi dalam mengerjakan tugas.
4.     Menyertakan respon siswa dalam pembelajaran dan mengubah model atau strategi pembelajaran sesuai dengan karakteristik materi pelajaran.
5.  Menggali pemahaman siswa tentang konsep-konsep yang akan dibelajarkan sebelum sharing pemahamannya tentang konsep-konsep tersebut.
6.     Menyediakan peluang kepada siswa untuk berdiskusi baik dengan dirinya maupun dengan siswa yang lain.
7.     Mendorong sikap inquiry siswa dengan pertanyaan terbuka yang menuntut mereka untuk berpikir kritis dan berdiskusi antar temannya.
8.     Mengelaborasi respon awal siswa.
9.     Menyertakan siswa dalam pengalaman-pengalaman yang dapat menimbulkan
kontradiksi terhadap hipotesis awal mereka dan kemudian mendorong diskusi.
10. Menyediakan kesempatan yang cukup kepada siswa dalam memikirkan dan
      mengerjakan tugas-tugas.
11.   Menumbuhkan sikap ingin tahu siswa melalui penggunaan model pembelajaran yang beragam.

1 Sidjabat, B.S. Menjadi Guru Profesional: Sebuah Perspektif Kristiani. Bandung: Kalam Hidup, 2000,   hal. 12.
2 Kristianto, Paulus Lilik. Prinsip & Praktik Pendidikan Agama Kristen.Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2006, hal. 9-10.
3  Alkitab Terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia Kitab Ulangan 6:4-9.
4 Kristianto, Paulus Lilik. Prinsip & Praktik Pendidikan Agama Kristen.Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2006, hal. 6.
Ibid, hal. 6.
6  Alkitab Terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia Perjanjian Baru Efesus 4:11-15.
7  Kristianto, Paulus Lilik. Hal. 6
8  Ibid, hal. 6
    9  Riemer, G..Ajarlah Mereka. Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih,1998,hal.27.
10  Sidjabat, B.S, hal. 36-37.
11 Abraham,RubinAdi. Tujuh Prinsip Mengajar Kreatif.  Dikutip http://www.stt-kharisma.org/index.php?option=com_content&view=article&id=19%3Akompetensi-sosial-guru&catid=5%3Aartikel-pendidikan&Itemid=16 , 2010, hal. 1-5. 
12 Sidjabat, B.S, hal. 29. 
13 Ibid, hal. 34. 
14 Ibid, diringkas dari hal. 38-39. 
15 Ibid, diringkas dari hal. 40-45. 
16 Ibid, diringkas dari hal. 46-48. 
17 Ibid, hal. 35-36. 
18 Tuhumury,P. Pedoman Pembinaan Pendidikan Agama Kristen. Makassar:Diktat Belajar STT Jaffray, 2003, hal. 90. 
19 Sidjabat, B.S, hal. 36. 
20 Tuhumury,P., hal. 90-91. 

21 Sidjabat, B.S, hal. 37. 
22  Richards, Lawrence O. Mengajarkan Alkitab Secara Kreatif. Bandung: Kalam Hidup, 2000, diringkas dari hal.127-131. 
23  Ibid, hal. 132 
24 Setiawani, Mary Go. Pembaruan Mengajar. Bandung: Kalam Hidup, 2005, hal. 7-9. 
25  Ibid, hal. 10-12. 
26Abutarya, Endang. Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Dinas  Pendidikan Menengah dan Tinggi  DKI Jakarta,2007, hal. 5-6. 
27Sidjabat, B.S, hal. 117-118. 
28 Santyasa, I Wayan. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung:Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Ganesha, 2007, hal. 2. 
29 Ibid, hal. 2.
30 Ibid, hal. 2-3.

DAFTAR PUSTAKA

Alkitab Terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia
Abutarya, Endang. Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Dinas  Pendidikan Menengah dan Tinggi  DKI Jakarta,2007. Disampaikan dalam pelatihan Guru SMA/SMK DKI Jakarta.

Kristianto, Paulus Lilik. Prinsip & Praktik Pendidikan Agama Kristen.Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2006.

Richards, Lawrence O. Mengajarkan Alkitab Secara Kreatif. Bandung: Kalam Hidup, 2000.

Riemer, G. Ajarlah Mereka. Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih,1998.
Santyasa, I Wayan. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Ganesha. Disajikan dalam pelatihan tentang Penelitian Tindakan Kelas bagi Guru-Guru SMP dan SMA di Nusa Penida,tanggal 29 Juni s.d 1 Juli 2007.

Setiawani, Mary Go. Pembaruan Mengajar. Bandung: Kalam Hidup, 2005.
Sidjabat, B.S. Menjadi Guru Profesional: Sebuah Perspektif Kristiani. Bandung: Kalam Hidup, 2000.

Tuhumury,P. Pedoman Pembinaan Pendidikan Agama Kristen. Makassar:Diktat Belajar STT Jaffray, 2003.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar