Hengki Wijaya, S.TP., M.Th
hengki_lily@yahoo.com
Alkitab
sebagai sumber bagi dasar dan prinsip hidup Kristiani menjelaskan bahwa di
dalam membimbing manusia untuk lebih mengenal Dia, Allah telah berperan sebagai
pengajar. Sebagai pengajar Ia aktif memberitahukan kebenaran. Kebenaran itu
sendiri adalah pribadi-Nya, firman-Nya bahkan perbuatan-Nya.1
Umat
Yahudi pada umumnya dan setiap keluarga pada khususnya ditugaskan untuk
menyampaikan kekayaan iman bangsa pilihan Allah ini kepada generasi baru. Pusat pendidikan agama terletak pada
keluarga, terutama ayah yang bertanggung jawab dalam pendidikan agama pada
keluarganya.2
”Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu"3 Dalam Ulangan 6:4-9, kita memperoleh prinsip-prinsip etika mengajar yaitu:
”Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu"3 Dalam Ulangan 6:4-9, kita memperoleh prinsip-prinsip etika mengajar yaitu:
(a) Pusat
pengajaran yaitu tentang satu TUHAN, Allah kita (Ul. 6:4) tentang monoteisme yaitu beribadah dan menyembah
pada satu TUHAN saja.
(b) Isi
pengajaran yaitu ketetapan dan peraturan disimpulkan dengan perwujudan “Kasihilah
TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan
dengan segenap kekuatanmu” (Ul. 6:5). Inilah juga tujuan terutama
pengajaran-Nya.
(c) Cara
mengajar adalah suatu kewajiban yang harus
dilakukan oleh umat Israel atau orang tua (ayah sebagai Kepala keluarga) untuk
mengajarkan secara terus-menerus (setiap
waktu) tentang perintah Allah, sejarah
adanya umat Israel, sepuluh Hukum Taurat dan aturan-aturan Taurat kepada
anak-anaknya sewaktu berkumpul di rumah, di kamar tidur pada saat mau tidur dan
bangun dan di perjalanan. Baik pendidik (ayah) maupun murid (anak) terus
menerus menerima pengajaran tentang TUHAN, (Ul. 6:6-7). Pengajaran ini
dilakukan setiap hari. Untuk belajar itu tidak mengenal waktu,usia dan gender.
(d)
Implementasikan ajaran itu dalam kehidupan sehari-hari dalam sikap, perbuatan
dan pikiran serta identitas diri bahwa
kita adalah umat Allah (Ul. 8-9).
(e) Tujuan
pengajaran adalah agar setiap orang melakukan perintah Allah dan takut akan
TUHAN, Allah.
Dasar
tugas teologis Pendidikan Agama Kristen tersebut terdapat dalam Amanat Agung
Tuhan Yesus.
“Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus ,dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman" (Matius 28:19-20).4
“Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus ,dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman" (Matius 28:19-20).4
Perhatikan
perintah-perintah Tuhan Yesus Kristus kepada para murid-Nya sebelum kenaikan-Nya
ke Surga, yaitu “pergilah”, “jadikanlah semua bangsa muridku”, “baptislah”, dan
“ajarlah”. Dengan kata lain ada tiga hal yang harus dilakukan murid Kristus,
yaitu memberitakan Injil, membaptis, dan mengajar. Pendidikan Agama Kristen
berhubungan dengan mengajar. Sasaran menginjil, membaptis dan mengajar adalah
menjadikan mereka sebagai murid Kristus. Dalam bahasa Yunani yang Tuhan Yesus
memerintahkan dengan tegas adalah jadikanlah semua bangsa murid-Ku dengan
mengajar. Itulah perintah Tuhan Yesus yang sesungguhnya.5
”Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul
maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan
pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan
pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai
kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh,
dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita
bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran,
oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi
dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam
segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala.” 6 Tujuan
Pendidikan Agama Kristen adalah
mendewasakan para murid Kristus (Efesus 4:11-13). Ayat tersebut menunjukkan
bahwa tujuan mengajar adalah menjadikan murid dewasa dan bertumbuh sesuai
dengan kepenuhan Kristus. Tujuan ini harus dicapai selama murid-murid Kristus
masih hidup di dunia ini.7
Defenisi
pendek Pendidikan Agama Kristen dapat
disingkat dengan satu kata, yaitu memuridkan. Rasul Paulus menekankan
pentingnya pemuridan dalam pesannya kepada Timotius. “Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi,
percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap
mengajar orang lain (2 Timotius 2:2). Ayat tersebut menekankan bahwa tujuan
mengajar adalah agar dapat mengajar kepada orang lain. Inilah yang dimaksud
dengan pemuridan.8
Dalam
Efesus 4:11 terdapat pengajar-pengajar
(didaskalos), bandingkan dengan Kisah
Para Rasul 13:1; 1 Korintus 12:28. Juga dengan 1 Timotius 2:7; 2 Timotius 1:11,
di mana Paulus menyebut diri pengajar. Yang diutamakan dalam surat Paulus kepada
Timotius ialah maksud dan focus pengajaran bukanlah
hal-hal yang bersifat dogmatic atau etik, melainkan pemberitaan keselamatan
oleh Allah dan kehendak-Nya dalam kehidupan manusia. Ajaran demikianlah yang
disebut ajaran sehat.9
Guru Kristen perlu memahami pribadi
Yesus sebagai guru yang harus diteladani-Nya dalam hidup sehari-hari
dan dalam pelaksanaan
tugas keguruan. Howard G. Hendricks
mengemukakan bahwa sedikitnya ada enam segi
kehidupan Yesus yang senangtiasa
mengagumkan, yang perlu diteladani oleh seorang guru Kristen yaitu (1) Dalam
segi kepribadian, Yesus memperlihatkan kesesuaian antara ucapan dengan perbuatan. Ia pun menuntut kesesuaian antara ucapan dengan
perbuatan. Ia pun menuntut kesesuaian itu terjadi dalam diri murid-murid-Nya.
(2) Pengajaran-Nya sederhana, realistis, tidak mengambang. Ajaran-Nya selalu
sederhana dalam arti menyinggung perkara-perkara
hidup sehari-hari. (3) Ia sangat relasional, dalam arti mementingkan hubungan antar pribadi
yang harmonis. (4) Isi berita-Nya bersumber dari Dia yang mengutus-Nya (Mat.
11:27; Yoh. 5:19). Selain tetap relevan bagi pendengar-Nya, ajaran Yesus
bersifat otoritatif dan efektif (Mat. 7:28-29). (5) Motivasi kerja-Nya adalah kasih (Yoh.
1:14; Flp. 2:5-11). Ia menerima orang sebagaimana adanya, serta mendorong mereka
untuk berserah kepada Allah.(6) Metode-Nya bervariasi, namun sangat kreatif. Ia
bertanya dan bercerita. Ia melibatkan orang untuk memikirkan masalah yang
diajukan. Selain itu, Ia mengenal orang yang dilayani-Nya, tingkat perkembangan
serta kerohanian mereka10.
Ada
tujuh prinsip mengajar kreatif dalam proses belajar mengajar yaitu11:
1.
Pertama, Yesus
adalah Guru Agung karena pengajarannya mengubah kehidupan! Mencontoh teladan
dari Yesus, maka tugas kita dalam mengajar bukan hanya memberikan informasi (informasional)
tapi mengubah kehidupan (transformational). Mengajarkan hal rohani
bukan hanya memberi informasi tentang kekristenan tapi menolong agar
orang-orang menemukan kebenaran dari Injil. Pendidikan Kristen berpusat pada
Kristus, berdasarkan Alkitab, proses berkaitan dengan murid untuk
mengkomunikasikan Firman Allah yang tertulis melalui kuasa Roh Kudus, dengan
tujuan untuk membimbing tiap pribadi untuk mengenal dan bertumbuh dalam
Kristus. Karena itu kerinduan para pendidik Kristen seharusnya adalah mengubah orang percaya menjadi serupa
seperti Kristus.
2.
Kedua, mengajar adalah proses yang terdiri dari PIE
(Preparation, Implementation, Evaluation), maksudnya pelajaran itu harus
dipersiapkan dulu secara matang sebelum disajikan, kemudian harus
dipresentasikan dengan baik dengan metode yang tepat, kemudian
perlu dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana para murid memahami apa yang
telah diajarkan. Persiapan yang harus dilakukan oleh tiap guru yang akan
mengajar. Kadang-kadang guru yang sudah terbiasa mengajar mengabaikan faktor persiapan ini karena merasa sudah
berpengalaman. Akibatnya penyajiannya tidak maksimal. Pengalaman dalam
mengajar tidak otomatis mempertajam kemampuan kita, bahkan sebaliknya dapat
menumpulkan kemampuan, karena kesalahan yang sama diulang terus berkali-kali
dalam mengajar. Melakukan evaluasi terhadap pengalaman mengajarlah yang
mengembangkan kemampuan kita dalam mengajar.
3.
Ketiga, murid
belajar dalam cara yang berbeda-beda, meliputi: berpikir, merasa, atau
melakukan sesuatu berkaitan dengan subjek itu. Fokus belajar adalah: a) Head
atau pengetahuan, yang berkaitan dengan berpikir (kognitif). b) Heart atau sikap, yang berkaitan
dengan merasa (afektif). c) Habits atau tingkah laku, yang berkaitan
dengan melakukan sesuatu (psikomotor). Untuk itu tidak cukup bila seorang murid
hanya diberi pengetahuan secara kognitif, tapi sikap hatinya harus didorong
secara afektif. Aspek afektif ini sangat penting karena mampu mengubah
pemikiran seseorang menjadi nilai-nilai yang diyakininya. Ada beberapa hal yang
bisa dilakukan guru untuk membangkitkan aspek afektif dalam diri seorang murid,
antara lain dengan cara: menceritakan
kisah-kisah yang menarik; memberi illustrasi yang menggugah; mendramatisir
suatu konsep atau ide; menghubungkan kebenaran dengan tujuan hidup; membagikan
perasaan, sikap, nilai, kerinduan, dan kasih kepada orang yang kita ajar; serta
mengembangkan hubungan yang baik dengan para murid.
4.
Keempat, agar
para murid bisa melakukan sesuatu dari hasil pelajaran yang dia terima, guru
tidak cukup bila hanya memberikan pengetahuan tapi juga harus mampu memotivasi
para muridnya. Jadi kita harus mempelajari bagaimana cara yang paling
efektif untuk memotivasi seseorang, antara lain dengan: menciptakan kebutuhan
dalam diri murid, mengembangkan tanggungjawab, membangkitkan rasa tertarik,
mengambil hikmah dari suatu pengalaman, memberikan pengakuan-dorongan-pujian,
memecahkan hambatan emosional, melakukan kompetisi yang sehat, pahala dan
hukuman, melakukan hubungan pribadi secara intensif dan memberi teladan tentang
antusiasme terhadap hal yang dipelajari.
5.
Kelima, sasaran
dari belajar adalah membuat murid
memahami persfektif guru tentang materi yang diberikan, kemudian mengembangkan
pemahamannya yang unik tentang materi itu. Hal ini penting karena setiap murid
adalah individu yang unik. Sehingga dia harus mengaitkan pelajaran tersebut
dengan kehidupannya secara pribadi, baru materi itu memiliki nilai
signifikan dalam hidupnya. Untuk itulah seorang murid harus mengembangkan
strategi “ATM”, maksudnya: Amati, Tiru dan Modifikasi. Dengan demikian materi
yang telah dipelajari bukan hanya menjadi sesuatu yang dihafalkan dari buku
tapi diaplikasikan dalam hidup pribadinya.
6.
Keenam, dalam
pendidikan terhadap orang dewasa ada tiga hal penting yang harus diketahui,
yakni: a) Pengalaman, untuk itu guru harus mengakui murid memiliki
berbagai pengalaman hidup yang menarik, kemudian guru harus mendorong murid
untuk menghubungkan hal yang telah dipelajari dengan pengalamannya. b) Hubungan,
untuk itu guru harus mengembangkan hubungan yang baik dengan para murid, karena
belajar bersifat relasional. c) Partisipasi, untuk itu guru harus
melibatkan murid dalam proses belajar dan memberi kesempatan untuk orang dewasa
mendapatkan sendiri hal penting apa dari yang dia pelajari.
7.
Ketujuh, alat peraga dan cara
penyajiannya yang baik sangatlah penting dalam pengajaran yang kreatif. Penggunaan alat peraga modern berupa
audio-visual seperti misalnya: overhead projector, TV, video, LCD projector,
sangat penting. Hukum Gestalt dalam penyajian alat peraga yang baik mengajarkan
bagaimana memisahkan figur dan latar belakang (background). Untuk hasil yang
optimal, background tidak boleh menonjol namun figur harus kontras dan memiliki
warna yang menyolok dibandingkan background. Pemanfaatan teknologi informasi
juga sangat penting khususnya melalui komputer dan internet, yang sangat
bermanfaat bagi metode mengajar yang efektif dan kreatif di zaman modern ini.
Prof. Hill (1982), gurulah yang
membimbing peserta didik untuk belajar mengenal, memahami dan menghadapi dunia
tempat ia berada. Dunia di sini termasuk dunia ilmu pengetahuan, dunia iman,
dunia karya dan dunia sosial. Guru merupakan jembatan dan sekaligus agen yang
memungkinkan peserta didik berdialog dengan dunianya. Guru terpanggil untuk mendorong peserta didik
menimba pengetahuan, pemahaman, atau bahkan memberi kontribusi bagi dunianya.12
Brian
V. Hill (1990) mengemukakan bahwa bila kita berbicara tentang kelayakan guru
untuk mengajar, kita memang sepatutnya berhubungan dengan isu profesionalisme. Guru profesionalisme adalah
pribadi-pribadi yang mampu melihat dirinya sebagai orang-orang terlatih,
mengutamakan kepentingan orang lain dan tata kepada etika kerja, serta selalu
siap menempatkan diri dalam memenuhi kebutuhan peserta didiknya.13
Empat
dampak yang dihasilkan oleh konsep diri positif dalam kehidupan dan pekerjaan
seorang guru yaitu: pertama¸ guru dapat berkembang secara sehat dalam relasi dengan
orang lain. Ia mampu menerima orang lain sebaimana adanya, sadar bahwa ia pun
memiliki kelebihan dan kekurangan (Roma 14:1;15:1-3); kedua, guru dapat
bertumbuh dalam penerimaan akan dirinya, akan potensi-potensi positif dan
negatif (kelemahan). Dengan kata lain ia mengembangkan persepsi diri yang
sehat, tidak dilanda oleh prasangka negatif (Roma 12:3,16); ketiga,
guru dapat mengembangkan dirinya dalam kesediaan berkorban demi orang lain,
serta menempatkan kepentingan orang lain terlebih dahulu; keempat, guru akan mampu
mengembangkan kemampuan dan keterampilan pelayanannya dengan sikap percaya diri
(Yoh. 16:11-13). 14
Bila
dilihat dari segi kepentingan peserta didik, setiap guru terpanggil untuk
memainkan beberapa peranan penting dalam
penuaian tugasnya yaitu:15
Pertama, sebagai seorang ahli. Tugas guru
selalu membantu peserta didiknya untuk memahami bagaimana cara mendalami dan
menguasai pelajaran yang akan atau sedang diikutinya. Meskipun demikian, guru harus sadar bahwa setiap
peserta didik tetap memiliki kesadaran tentang cara yang lebih cocok bagi
dirinya sendiri untuk memahami pelajaran yang diikuti. Artinya, setiap orang
memiliki model atau gaya belajar tersendiri untuk memeroleh pengetahuan. Sebagai
seorang ahli, tugas guru juga termasuk mengajak peserta didik agar memeroleh
pengetahuan, mengembangkan keterampilan belajar dan mengenal “kesadaran akan
belajarnya yang khas”. Kedua, guru sebagai motivator. Guru
memberikan rangsangan motivasi, membangkitkan semangat dan perasaan mampu dalam
diri peserta didik, yang selanjutnya diharapkan sanggup menggerakkan minatnya
dalam melakukan perbuatan belajar. Ketiga,
sebagai fasilitator. Guru terpanggil untuk memahami kebutuhan atau keperluan
peserta didik dalam proses belajar. Keempat, sebagai pemimpin. Guru
sebagai pemimpin, mengelolah terjadinya peristiwa belajar. Kelima , sebagai
komentator dan komunikator. Tugas guru adalah member penilaian terhadap
kemajuan peserta didik, di samping itu guru juga menyampaikan informasi yang
berguna (lihat Efesus 4:29; Yakobus
3:9,10). Keenam, guru sebagai agen sosialisasi. Guru berupaya membantu
peserta didik mengalami interaksi edukatif, saling mengenal dan saling mengisi
melalui diskusi dan kerja kelompok. Ketujuh, sebagai pelajar. Seorang
guru perlu tampil dengan kesegaran baru, segar dalam pengetahuan, kerohanian
dan bahkan secara fisik.
Kent
L. Johnson, dalam Called To Teach
(Augsburg, 1984) mengemukakan bahwa sedikitnya ada enam segi kemampuan dan
keterampilan yang harus dikembangkan guru yaitu: Pertama, segi kemampuan
memahami dan menetapkan tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran memberikan arah ke
mana peserta didik akan dibawa untuk mengalami perubahan. Kedua, segi kemampuan
mengelolah kelas dengan baik. Pengelolaan ini merupakan tugas organisatoris dan
manajerial setiap guru. Ketiga, segi kemampuan memilih
metode mengajar yang cocok dengan tujuan dan bahan pengajaran. Keempat,
segi kemampuan dan keterampilan dalam menyajikan pelajaran. Kelima,
segi kemampuan menciptakan suasana belajar yang baik. Suasana yang menyenangkan
menjadi faktor motivasi kuat bagi kelangsungan peristiwa belajar.
Keenam, segi perencanaan dan pelaksanaan evaluasi.16
Peranan
Roh Kudus melalui pembukaan diri ini sebenarnya dimungkinkan oleh kuasa Allah
sendiri, sebagai pekerjaan Allah Roh Kudus yang membuat seseorang memberi
respon positif terhadap berita Injil (bdg. Roma 1:16-17; 1Kor. 15:3-5). Dengan
membuka diri, Roh Kudus berkenan hadir ke dalam hidup dan mendiami orang
percaya. Dengan demikian, nyatalah permulaan orientasi hidup baru, perubahan
hidup, pengertian rohani baru, kuasa dan hidup baru (Yoh. 3:3-5; Rm. 8:9-11; 2
Kor. 3:17-18;5:17).17
Pola
hidup yang efektif memfokuskan Yesus
sebagai pokok anggur dan kita menjadi rantingNya. Setiap orang Kristen yang
telah lahir baru dan yang dipanggil keluar melalui pertobatan dan menyerahkan hidup kepada Kristus harus memiliki pola
hidup atau gaya hidup yang berbeda daripada
kehidupan orang pada umumnya.
Sebagai
orang Kristen, guru terpanggil untuk ke arah pengenalan yang semakin mendalam
dan lengkap tentang pribadi Yesus Kristus (bdg. Kolose 2:6-7;Galatia 2:19,20).
Yesus sendiri adalah jalan, kebenaran dan hidup, pembawa orang kepada
pengenalan yang sejati akan pribadi dan karya Allah (Yoh. 1:18; 14:6).
Kebenaran akan membebaskan manusia seutuhnya (bdg. Yoh. 8:31-32;17:17).18
Barangsiapa
tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak (Yoh. 15:4-5). Untuk mewujudkan janji Yesus ini, maka pola hidup Kristen yang efektif yaitu
(1) kehidupan doa (Maz. 84:11)
sebagai persekutuan pribadi dengan Tuhan untuk mengetahui kehendak-Nya, (2)mencintai Firman-Nya sebagai pelita bagi
kaki dan terang bagi jalanku (Maz. 119:105),
(3) kerinduan yang dalam beribadah
dalam pujian dan penyembahan (Ibr.
10:25; Yoh. 4:23) dan (4) kegerakan hidup
dengan pimpinan Roh Kudus (Roma 8:1-9;Roma 12:11). Kita memahami bahwa
orang Kristen adalah “orang yang memberikan dirinya secara penuh kepada Yesus
Kristus (bdg. Kis. 11:26). Orang Kristen ialah orang yang percaya dan menyambut
sepenuhnya kedudukan dan peranan Yesus sebagai Tuhan, Juruselamat dan Raja atas
kehidupannya. 19
Kualitas
guru ditinjau dari iman Kristen yaitu kedudukan
dalam Kristus sebagai pribadi Kristen yang mengalami kelahiran baru dan
jadi ciptaan baru dalam Kristus, menerima
panggilan sebagai ketaatan kepada kehendak-Nya dan menyerahkan hidupnya kepada Tuhan dalam implikasinya memerlukan
suatu pola hidup untuk mewujudkannya. Kualitas
guru yang memiliki iman Kristen
yang
sejati apabila
menjadikan Yesus satu-satunya fokus
dan sumber pembelajaran dan pengajaran dalam hal ini bekerjasama dengan Roh Kudus untuk mengasihi
Yesus Kristus yang membawa hidup kita melakukan kehendak Bapa (Yoh. 4:34). 20
Peranan
Roh Kudus bagi seorang guru Kristen bukan hanya berlangsung dalam rangka
pendewasaan iman dan peningkatan kualitas atau kesadaran akan kesucian hidup,
tetapi juga di dalam rangka mengemban profesi sehari-hari. Seorang guru,
sebagai pengajar iman Kristen memerlukan ketergantungan terhadap kuasa, urapan
dan kehadiran Roh Kudus. Sebab Dialah yang sanggup membuka mata hati orang
untuk memahami kebenaran (Efesus 3:16-18). Ia mampu meyakinkan dan menyadarkan
para pendengarnya. Ia membuat interaksi di antara sesama anggota dalam kelompok
belajar dinamis sehingga terasa hangat dan bermakna (Yoh.16:11-13;1Yoh.2:20,27;3:24; 1 Kor. 2:14). 21
Dalam doa Paulus dikemukakan lima prinsip
dari jalan yang menuju kerohanian yang nyata dan disini disarankan suatu siklus
pertumbuhan rohani dengan Roh Kudus sebagai pusat peranan yang terutama: 22
1. Mengetahui
kehendak Tuhan dengan sempurna (Kolose 1:9). Dalam bahasa Yunani arti “kehendak
Tuhan” yaitu apa yang sudah direncanakan Allah bagi kita semua secara keseluruhan. Kita harus
menguasai arti Alkitab dengan baik, supaya kita “mengerti kehendak Tuhan”
(Efesus 5:17).
2. Menerima
segala hikmat dan pengertian yang benar (Kolose 1:9). Kata dalam bahasa Yunani
disebut hikmat yang sama dengan bijaksana. Bijaksana adalah
dapat membedakan dan menilai jalan mana yang harus ditempuh. Pengertian adalah
menggambarkan suatu kemampuan untuk melihat dengan jelas sifat yang sebenarnya
dari suatu keadaan atau suatu benda atau suatu perkara.
3.
Mengetahui
Firman Allah secara intelek saja tidak dapat mengubah hidup seseorang.
Persoalan yang sebenarnya adalah soal respons
kepada Allah dan bukan soal pengetahuan tentang Allah. Inilah yang terlihat
pada orang Kristen di Korintus pasal 6 di suratnya Paulus yang pertama
(1Korintus 6:1-9). Berbicara tentang hikmat Allah dan hikmat dunia.
4.
Sehingga hidupmu
layak di hadapan-Nya serta berkenan kepada-Nya dalam segala hal, dan kamu
memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan bertumbuh dalam pengetahuan yang
benar tentang Allah (Kolose
1:10) sebagai respons dalam menjalani kehidupan layak di hadapan Tuhan.
5.
Kita
memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan bertumbuh dalam pengetahuan
yang benar tentang Allah (Kolose 1:10).
Makna doa Paulus
untuk jemaat Kolose dapat diambil empat pokok yang merupakan dasar untuk
pelayanan rohani yang produktif yaitu: (a) Mengetahui tentang Allah dan
mengenal Allah;(b) Tanggung jawab seorang Kristen yang mengajarkan alkitab; (c)
sebuah pola pengajaran yang menghasilkan perubahan hidup;(d) segi ilahi dalam
pengajaran (Kolose 1:11).23
Syarat-syarat
yang harus dimiliki oleh seorang guru Kristen adalah: (1) Seorang yang telah
lahir baru (diselamatkan ) merupakan syarat utama dan mengalami pertobatan
(Yoh.3:5-7), (2) seorang yang melayani dengan bersandar pada kuasa Roh Kudus, (3)
seorang Kristen yang bertumbuh yang memiliki kerinduan untuk maju dalam hidup
rohaninya (Efesus 4:13), (4) seorang Kristen yang setia terhadap gereja yang
sanggup memimpin murid untuk menjadi bagian dalam gereja, (5) seorang yang
memahami bahwa pelayanan pendidikan adalah panggilan Allah (Efesus 4:1), (6) seorang
yang suka pada objek yang dididiknya atau muridnya dan menyenangi apa yang
dikerjakannya,(7) seorang yang baik dalam kesaksian hidup yang dapat diteladani
oleh muridnya dan (8) seorang yang telah menerima latihan dasar sebagai guru.24
Adapun
tujuh tugas/kewajiban yang dituntut dari seorang guru Kristen sebgai berikut:25
1. Mengajar (Teaching)- 1 Timotius 2:7. Melalui Alkitab
Paulus menyebutkan, dalam kehidupannya sebagai pengajar, ia sanggup mewujudkan
perubahan atas diri orang lain: yang tadinya tidak percaya menjadi percaya dan
yang tadinya tidak memahami kebenaran berubah menjadi memahami kebenaran.
2. Menggembalakan (Shepherding)- Yehezkiel 34:2-6; Yohanes
10:11-18. Seorang guru pun wajib untuk menyediakan dan mencukupi kebutuhan
segala kebutuhan muridnya termasuk kebutuhan intelektual, emosi, mental dan
rohani.
3.
Kebapaan (Fathering)- 1 Korintus 4:15. Seorang guru bukan hanya dapat menggurui, tapi
juga harus memiliki hati seorang bapa.
4. Memberikan
Teladan (Modelling)- 1 Korintus 11:1; 1 Tesalonika 1:5-6; 2 Tesalonika 3:17; 1
Timotius 4:11-13.
5.
Menginjili (Evangelizing)- 1 Timotius 2:7. Selaku
guru, Paulus mengajar orang untuk percaya Kristus. Guru mengajar muridnya untuk
menerima Injil.
6.
Mendoakan (Praying)- 2 Tesalonika 1:11-12.
Kewajiban lain dari seorang guru adalah mendoakan muridnya, mendoakan mereka
satu per satu dengan menyebut nama dan sesuai dengan kebutuhan mereka
masing-masing.
7.
Meraih
Kesempatan (Cathing)- 2 Timotius 4:2. Setiap
pengajar harus dapat meraih kesempatan yang ada untuk memberitakan firman
Tuhan.
Prinsip-prinsip
pembelajaran seharusnya : (1) merefleksikan tentang apa yang kita ketahui
tentang bagaimana terjadinya proses belajar, (2) belajar merupakan proses
interaktif dan sistem yang kompleks, (3) pemusatan belajar dapat menjadi luas
dan interdisipliner, (4) kurikulum memberi ruang kepada sikap, persepsi, dan
kebiasaan mental dalam memfasilitasi belajar, (5) pendekatan pembelajaran lebih
berpusat pada siswa, (6) gunakan pengetahuan dan reasoning yang kompleks lebih
bermakna dari pada menghafal informasi.26
Ada
beberapa prinsip yang perlu diperhatikan guru dalam merencanakan evaluasi
belajar yaitu: (1) objektivitas yaitu guru harus merencanakan alat evaluasi
secara objektif dalam arti benar-benar ingin mengetahui apa yang perlu
diketahuinya, (2) kegunaan dan relevansi
yaitu guru harus menetapkan alat evaluasi yang betul-betul abash (valid)
untuk mengukur kemajuan belajar ataupun program pengajaran, dan (3) bersifat
menyeluruh yaitu evaluasi yang dilakukan guru sebaiknya jangan bersifat
sepihak, dalam arti hanya mengukur kemajuan atau kegagalan murid. Guru juga
berusaha menilai segi-segi lain yang berkaitan dengan interaksi belajar
mengajar.27
Paradigma
konstruktivistik merupakan basis reformasi pendidikan saat ini. Menurut paradigma
konstruktivistik, pembelajaran lebih mengutamakan penyelesaian masalah, mengembangkan
konsep, konstruksi solusi dan algoritma ketimbang menghafal prosedur dan
menggunakannya untuk memperoleh satu jawaban benar. Pembelajaran lebih
dicirikan oleh aktivitas eksperimentasi, pertanyaan-pertanyaan, investigasi,
hipotesis, dan model-model yang dibangkitkan oleh siswa sendiri.28
Secara umum,
terdapat lima prinsip dasar yang melandasi kelas konstruktivistik, yaitu
(1) meletakkan permasalahan yang relevan dengan kebutuhan siswa, (2) menyusun
pembelajaran di sekitar konsep-konsep utama, (3)menghargai pandangan siswa, (4)
materi pembelajaran menyesuaikan terhadap kebutuhan siswa, (5) menilai
pembelajaran secara kontekstual. Hal yang lebih penting, bagaimana guru
mendorong dan menerima otonomi siswa, investigasi bertolak dari data mentah dan
sumber-sumber primer (bukan hanya buku teks), menghargai pikiran siswa, dialog,
pencarian, dan teka-teki sebagai pengarah pembelajaran. Secara tradisional,
pembelajaran telah dianggap sebagai bagian “menirukan”suatu proses yang melibatkan
pengulangan siswa, atau meniru-niru informasi yang baru disajikan dalam laporan
atau quis dan tes. Menurut paradigma konstruktivistik, pembelajaran lebih
diutamakan untuk membantu siswa dalam menginternalisasi, membentuk kembali,
atau mentransformasi informasi baru. Untuk menginternalisasi serta dapat
menerapkan pembelajaran menurut paradigma konstruktivistik, terlebih dulu guru
diharapkan dapat merubah pikiran sesuai dengan pandangan konstruktivistik.29
Guru
konstruktivistik memiliki ciri-ciri sebagai berikut.30
1. Menghargai
otonomi dan inisiatif siswa.
2. Menggunakan
data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada
keterampilan berpikir kritis.
3. Mengutamakan
kinerja siswa berupa mengklasifikasi, mengananalisis, memprediksi, dan
mengkreasi dalam mengerjakan tugas.
4. Menyertakan
respon siswa dalam pembelajaran dan mengubah model atau strategi pembelajaran
sesuai dengan karakteristik materi pelajaran.
5. Menggali
pemahaman siswa tentang konsep-konsep yang akan dibelajarkan sebelum sharing
pemahamannya tentang konsep-konsep tersebut.
6.
Menyediakan peluang kepada siswa untuk berdiskusi baik dengan dirinya maupun
dengan siswa yang lain.
7. Mendorong
sikap inquiry siswa dengan pertanyaan terbuka yang menuntut mereka untuk
berpikir kritis dan berdiskusi antar temannya.
8. Mengelaborasi
respon awal siswa.
9. Menyertakan
siswa dalam pengalaman-pengalaman yang dapat menimbulkan
kontradiksi
terhadap hipotesis awal mereka dan kemudian mendorong diskusi.
10. Menyediakan kesempatan yang cukup
kepada siswa dalam memikirkan dan
mengerjakan tugas-tugas.
11. Menumbuhkan
sikap ingin tahu siswa melalui penggunaan model pembelajaran yang beragam.
1 Sidjabat, B.S. Menjadi Guru Profesional: Sebuah Perspektif
Kristiani. Bandung: Kalam Hidup, 2000,
hal. 12.
2 Kristianto, Paulus Lilik. Prinsip & Praktik Pendidikan Agama
Kristen.Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2006, hal. 9-10.
3 Alkitab
Terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia Kitab Ulangan 6:4-9.
4 Kristianto, Paulus Lilik. Prinsip & Praktik Pendidikan Agama Kristen.Yogyakarta: Penerbit
ANDI, 2006, hal. 6.
5 Ibid,
hal. 6.
6 Alkitab
Terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia Perjanjian Baru Efesus 4:11-15.
7 Kristianto,
Paulus Lilik. Hal. 6
8 Ibid, hal. 6
9 Riemer,
G..Ajarlah Mereka. Jakarta:Yayasan
Komunikasi Bina Kasih,1998,hal.27.
10 Sidjabat,
B.S, hal. 36-37.
11 Abraham,RubinAdi. Tujuh Prinsip Mengajar Kreatif. Dikutip http://www.stt-kharisma.org/index.php?option=com_content&view=article&id=19%3Akompetensi-sosial-guru&catid=5%3Aartikel-pendidikan&Itemid=16 , 2010, hal. 1-5.
12 Sidjabat, B.S, hal. 29.
13 Ibid, hal. 34.
14 Ibid, diringkas dari hal. 38-39.
15 Ibid, diringkas dari hal. 40-45.
16 Ibid, diringkas dari hal. 46-48.
17 Ibid, hal. 35-36.
18 Tuhumury,P. Pedoman Pembinaan Pendidikan Agama Kristen. Makassar:Diktat Belajar STT Jaffray, 2003, hal. 90.
19 Sidjabat, B.S, hal. 36.
20 Tuhumury,P., hal. 90-91.
21 Sidjabat, B.S, hal. 37.
22 Richards, Lawrence O. Mengajarkan Alkitab Secara Kreatif. Bandung: Kalam Hidup, 2000, diringkas dari hal.127-131.
23 Ibid, hal. 132
24 Setiawani, Mary Go. Pembaruan Mengajar. Bandung: Kalam Hidup, 2005, hal. 7-9.
25 Ibid, hal. 10-12.
26Abutarya, Endang. Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi DKI Jakarta,2007, hal. 5-6.
27Sidjabat, B.S, hal. 117-118.
28 Santyasa, I Wayan. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung:Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Ganesha, 2007, hal. 2.
29 Ibid, hal. 2.
30 Ibid, hal. 2-3.
12 Sidjabat, B.S, hal. 29.
13 Ibid, hal. 34.
14 Ibid, diringkas dari hal. 38-39.
15 Ibid, diringkas dari hal. 40-45.
16 Ibid, diringkas dari hal. 46-48.
17 Ibid, hal. 35-36.
18 Tuhumury,P. Pedoman Pembinaan Pendidikan Agama Kristen. Makassar:Diktat Belajar STT Jaffray, 2003, hal. 90.
19 Sidjabat, B.S, hal. 36.
20 Tuhumury,P., hal. 90-91.
21 Sidjabat, B.S, hal. 37.
22 Richards, Lawrence O. Mengajarkan Alkitab Secara Kreatif. Bandung: Kalam Hidup, 2000, diringkas dari hal.127-131.
23 Ibid, hal. 132
24 Setiawani, Mary Go. Pembaruan Mengajar. Bandung: Kalam Hidup, 2005, hal. 7-9.
25 Ibid, hal. 10-12.
26Abutarya, Endang. Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi DKI Jakarta,2007, hal. 5-6.
27Sidjabat, B.S, hal. 117-118.
28 Santyasa, I Wayan. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung:Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Ganesha, 2007, hal. 2.
29 Ibid, hal. 2.
30 Ibid, hal. 2-3.
DAFTAR
PUSTAKA
Alkitab
Terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia
Abraham,RubinAdi. Tujuh Prinsip Mengajar Kreatif.
Dikutip http://www.stt-kharisma.org/index.php?option=com_content&view=article&id=19%3Akompetensi-sosial-guru&catid=5%3Aartikel-pendidikan&Itemid=16 , 2010.
Abutarya, Endang. Belajar dan pembelajaran. Jakarta:
Dinas
Pendidikan Menengah dan Tinggi DKI Jakarta,2007. Disampaikan dalam
pelatihan Guru SMA/SMK DKI Jakarta.
Kristianto,
Paulus Lilik. Prinsip & Praktik Pendidikan
Agama Kristen.Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2006.
Richards,
Lawrence O. Mengajarkan Alkitab Secara
Kreatif. Bandung: Kalam Hidup, 2000.
Riemer,
G. Ajarlah Mereka. Jakarta:Yayasan
Komunikasi Bina Kasih,1998.
Santyasa, I Wayan. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA
Universitas Pendidikan Ganesha. Disajikan
dalam pelatihan tentang Penelitian Tindakan Kelas bagi Guru-Guru SMP dan SMA di
Nusa Penida,tanggal 29 Juni s.d 1 Juli 2007.
Setiawani,
Mary Go. Pembaruan Mengajar. Bandung:
Kalam Hidup, 2005.
Sidjabat, B.S. Menjadi Guru Profesional: Sebuah Perspektif
Kristiani. Bandung: Kalam Hidup, 2000.
Tuhumury,P.
Pedoman Pembinaan Pendidikan Agama
Kristen. Makassar:Diktat Belajar STT Jaffray, 2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar