Good News

Sabtu, 30 Desember 2017

Tujuh Doa Keluarga untuk tahun 2018 oleh Hengki Wijaya & Tabita

Tujuh Doa Keluarga untuk tahun 2018
1. Berikanlah kekuatan, kesehatan dan kemurahan Tuhan yang dilimpahkan bagi keluarga, dan orang-orang percaya serta orang lain yang belum mengenal-Mu Tuhan.
2.  Nyatakanlah visi-Mu yang ajaib dan mampukanlah kami untuk menyelesaikan visi dan misi-Mu di buka bumi sebagaimana Tuhan telah nyatakan dari surga dan jadilah kehendak-Mu.
3. Tuhan memberikan terobosan keuangan, ide-ide fenomenal, serta kreativitas yang bermanfaat bagi banyak orang.
4. Segala hala yang dikerjakan baik itu pekerjaan, kuliah, dan pelayanan semuanya diberkati dan menjadi berkat bagi banyak orang yang belum mengenal-Mu.
5. Keluarga Allah yang dapat memberkati banyak orang dan membawa masuk ke dalam keselamatan Yesus kristus.
6. Semakin peka dengan segala keputusan yang diambil di tahun 2018 dan disertai tuntunan Tuhan dalam melangkah di tahun 2018.
7. Semakin mengenal-Mu yan Tuhan akan isi hatimu bagi keluarga kami (Hengki & Tabita serta ibunda, Henny dan Hendrik sekeluarga).

Gak mau beri Ucapan Selamat Natal

Begitu dengar fatwa beberapa sahabat saya atau teman baru saya mengambil keputusan gak beri ucapan Selamat Natal. Saya lihat histori saya mulai 2017 sangat terasa sekali sensitifnya kata-kata ucapan Natal itu. Ada juga sih gak terpengaruh dengan pandangan sebelah mata tersebut. Kalau saya pribadi mau ucapin Natal kepada saya Anda dapat berkat dari saya God bless you and your family kalau nggak ngak dapatlah. Doa itu adalah untuk mendapat kenyataan. Itu hak saudara untuk tidak memberikan ucapan. Apakah kalau saya memberi ucapan itu berarti saya baik sama saudara? Apakah kalau saya tidak beri ucapan lantas saya memusuhi saudara? Benar juga ya. Coba saya nanya begini,"Kalau beri ucapan selamat dapat pahala dan itu kebaikan apa salahnya ya? Masalah ada saudaraku dihakimi kalau beri ucapan selamat berarti melanggar pemimpin atau aturan dsb.

Kalau saya sendiri sudah malas beri ucapan sama oran lain. Ucapan natal, paskah, selamat ultah dan lainnya, tetapi ternyata meberi ucapan selamat memiliki dampak psikologis yaitu perhatian, empati, peduli, kebersamaan, persahabatan. Saya melihat kecenderungan kita semua bertoleransi dengan cara yang aman. Saya tidak dirugikan dan orang lain tidak dirugikan yang penting aman saja dan itu prinsipku. Namun bila itu menggelisahkan hati saudara dan bertanya-tanya berarti itu belum ikhlas. Seharusnya bersama-sama kita mensyukuri keberbedaan itu dengan rasa syukur yang melimpah, jangan dengan tindakan ekstrim atau pemahaman keliru atas apa yang diyakini. Setahu saya dulunya gak begitu. Jadinya saya reflesikan bagi yang gak mau beri Ucapan Selamat Natal saya berikan maaf lahir bathin saja. Tuhan memberkati sahabatku sekalipun kamu gak mau beri ucapan selamat.

Senin, 25 Desember 2017

Berita Natal tahun 2017: Beritakanlah Kasih Natal kepada dunia

Beritakanlah kasih Natal kepada dunia mencoba memberikan pemahaman tentang bagaimana wujud kasih Allah itu dialami oleh orang percaya atau orang Kristen, kemudian siapakah dunia itu? Selanjutnya bagaimana mewujudkan kasih Allah itu kepada dunia. Pada bagian ketiga ini tentunya salah satunya adalah memberitakan kasih Allah kepada dunia.

1. Wujud kasih Allah. Wujud kasih Allah dalam Alkitab dan perspektif Yesus tentulah berbeda dengan kasih Allah versi keyakinan yang lain. Sungguh benar bahwa Allah itu Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dalam Alkitab lebih dari itu, bahwa Allah telah mengutus anak-Nya satu-satunya ke dalam dunia ini. Sesungguhnya hal ini tidak dilakukan karena Allah yang Kudus, Maha Suci yang mengirim anak-Nya untuk diberikan bagi dunia. Anak-Nya yang tidak berdosa harus menanggung dosa manusia di dunia ini. Wujud kasih Allah melebihi harapan kita. Dia memberikan anak-Nya satu-satu-Nya untuk mati bagi kita. Awesome. Ajaib sungguh ajaib kasih Allah. Tak ada yang mampu melakukannya dan tak seorang manusia pun mampu melakukannya tanpa kasih Allah sendiri. Dia lahir, mati dan bangkit untuk misi Allah terwujud bagi manusia berdoasa. Wujud kasih Allah ini harus dialami oleh orang yang percaya kepada-Nya. Berjalan bersama-Nya. Immanuel. Allah beserta kita. Kasih-Nya cukup bagi kita untuk lebih mengasihi Dia Yesus lebih dari segalanya. Mengapa tidak terjadi demikian.Karena kasih Allah itu belum sepenuhnya kita alami dalam kekristenan kita dalam mengikut Dia dan hal itu baru pemahaman, informasi yang sesungguhnya belum turun ke hati dan termeteraikan kuat di dalam nurani kita.

Adven IV: Puncak Adven Inkarnasi Allah (Allah menjadi manusia) oleh Hengki Wijaya

* 1 Timotius 3:16,
Dan sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita: "Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia, dibenarkan dalam Roh; yang menampakkan diri-Nya kepada malaikat-malaikat, diberitakan di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah; yang dipercayai di dalam dunia, diangkat dalam kemuliaan."

* Yohanes 1:14,
1. Allah telah menjadi manusia.Allah masuk ke dalam daging manusia dengan menjadi manusia.
2. Allah benar-benar manusia daging, namun tak berdosa dan Yesus adalah Allah. Allah yang sempurna dan manusia yang sempurna.
3. Allah bergaul karib dengan umat-Nya dalam penjelmaan-Nya sebagai manusia Yesus dalam realitas sosial (masuk ke dalam hidup manusia, hidup bersama sebagai manusia, teladan bagi manusia).
4. Inkarnasi Yesus adalah pemberitaan kabar baik untuk keselamatan umat manusia yang diwariskan bagi orang percaya.

The mystery of the humanity of Christ, that He sunk Himself into our flesh, is beyond all human understanding. Martin Luther
Misteri kemanusiaan Kristus, bahwa Ia menenggelamkan diri-Nya ke dalam daging kita, berada di luar semua pemahaman manusia. Martin Luther

Joh 3:16 For God so loved the world, that he gave his only begotten Son, that whosoever believeth in him should not perish, but have everlasting life.
17 For God sent not his Son into the world to condemn the world; but that the world through him might be saved.(KJV)
1 Petrus 4:1

Secara harfiah, “en-daging” (Latin carnis- “daging”); doktrin bahwa Anak Allah menjadi manusia (Yohanes 1:14). Yesus tidak bermain untuk menjadi manusia tapi mengambil daging kita dengan segala masalah dan kelemahannya. Inkarnasi, dalam pengertian Kristen, berarti bahwa Kristus adalah Tuhan dan manusia.

Christ by becoming man limited the thing which to Him was the most precious thing in the world; his unhampered, unhindered communion with the Father. - C. S. Lewis
Kristus dengan menjadi manusia terbatas pada hal yang baginya adalah hal yang paling berharga di dunia; persekutuannya yang tidak terganggu dan tidak terhalang dengan Bapa.

Yesus menjadi manusia bukan karena hukuman seperti malaikat yang memberontak di surga lalu diusir ke bumi. Dia dengan rela dan sukacita datang ke dalam dunia, merendahkan diriNya, mengosongkan diri-Nya dan mengambil rupa seorang hamba (Filipi 2:5-11). Kenapa Dia harus melakukan itu semua? Yesus harus menjadi sama seperti kita, namun Dia tidak berdosa, sehingga Melalui kematian-Nya sebagai manusia, dia menebus segala dosa kita dan membebaskan kita dari Iblis yang berkuasa atas maut (Ibrani 2:14-15).dengan demikian Dia bisa menyelamatkan kita manusia yang sudah berdosa dan melawan Allah.

Purposes of the Incarnation
1. To do the Father’s will (Jn. 6:38)
2. To bear witness to the truth (Jn. 18:37)
3. To bring light to the darkness (Jn. 12:46)
4. To bring true judgment (Jn. 9:39)
5. To bring abundant life (Jn. 10:10).


Adven III: Sukacita di dalam Tuhan

Sukacita di dalam Tuhan sungguh berbeda dengan sukacita yang disediakan dunia. Sukacita dunia hanya tampak di permukaan dan apabila sukacita itu berlalu maka penderitaan dan masalah hanya membawa kita lari dari sumber sukacita sejati yaitu Tuhan Yesus Kristus.

Berikut ini adalah sinopsis khotbah Ps. Daniel Mailangkay. Kalau sepupu saya namanya sama dengan hamba Tuhan ini hanya saja dia melayani di bagian musik sebagai Lewi (gitaris).

1.Marilah kita bersukacita karena pribadi Allah.
Ia adalah Bapa kita, Tuhan, Kristus Allah yang berahlak, tulus. Allah yang memiliki karaKter, sumber kebenaran. tidak berubah, tidak mengecewakan, suci, penuh kasih, tidak pernah salah. Bersukacita karena pribadiNya yang begitu agung. sempurna, penolong dalam sesesakan sangat terbukti.

2.Marilah kita bersukacita karena rencanaNya.
Segala rencana ALLAH BAGI KITA DASARNYA ADALAH KASIH, Ia mengurus kita dengan hikmatNya yang dalam. Ia memahami hari kermarin, hari ini, hari esok kita.  RencanaNva begitu hebat bagi kita. Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang... Yeremia 29:11

3.Marilah kita bersukacita dalam janji-janjiNya.
Alkitab penuh dengan janji-janji Allah sebagai Bapa bagi anak-anakNya. Kita harus menemui janji-janji ini dan menanggapinya dengan iman dan ketaatan. Melalui janji-janJiNya ia menopang kita, memperkaya kita dan membuat kita hebat. Hendaklah janji-janjiNya menjadi kesukaan dan kegemaran kita.

4.Marilah kita bersukacita karena kuasaNya.
Allah tidak lemah, ia pencipta. ia Allah penopang, ia Allah yang mencukupi, dalam kuasaNya kita dapat menolak yang jahat (Matius 10:1,7,8).
Dengan Kuasanya kita dapat menjadi seperti yang ia kehendaki. Allah melakukan apa yang ia rencanakan. Inilah yanq menjadi sumber sukacita kita.

5.Marilah kita bersukacita dalam penyertaanNya.
Tuhan berjanji bahwa ia akan menyertai murid-nnunidNya disegala tempat, waktu, bahkan sampai kesudahan alam (Matius 28:20)

6.Marilah kita bersukacita dalam kecukupanNya.
Ia telah menyediakan pengampunan bagi dosa kita di dimasa lalu, mencukupi kebutuhan kita sekarang dan sudah menyediakan rumah baqi kita di sorga (Yohanes 14 1-3). Banyak hal yang membuat kita kecewa, takut, putus asa, tetapi bersukacitalah di dalam Tuhan karena apapun yang Ia buat selalu baik (Roma 8:28).

7.Marilah kita bersukacita karena kita sudah mengerjakan apa yang ia perintahkan.
"Ketujuh puluh murid itu kembali dengan gembira" (Lukas 10:1,17). Ada sukacita yang tidak dapat dibandingkan dengan sukacita apapun, ketika kita dipercayakan Tuhan untuk memberitakan injil dan memenangkan jiwa dan dalam pengalaman itu kita menyaksikan iblis dikalahkan.

Sukacita dalam Tuhan itu menyenangkan Tuhan dan ketika Tuhan disenangkan maka ia memberkati kita dengan berkat yang luar biasa. Tidak bersyukur dan tidak bersukacita mengundang penyakit dan kegagalan serta mendukakan Tuhan. “Bersukacilah Senantiasa”.

Doa saya menyertai saudara.

Ps. Daniel Mailangkay

Gembala Senior

Advent II: Damai Sejahtera

Damai sejahtera yang Kuberikan kepadamu tidak seperti yang dunia berikan padamu. Damai sejahtera yang Kuberikan adalah damai di hatimu. Damai yang bisa mengalahkan dunia. Damai yang berasal dari pada-Ku. Damai itu ada karena Yesus sudah mendamaikan kita dengan Bapa. Segala dosa kita didamaikan Yesus di atas kayu salib.

Istilah Ibrani untuk damai sejahtera ialah _shalom_; kata ini bukan sekadar menunjuk kepada ketiadaan perang dan pertentangan. Makna dasar _shalom_ ialah keserasian, keutuhan, kebaikan, kesejahteraan, dan keberhasilan di segala bidang kehidupan.
(1) Damai sejahtera dapat mengacu kepada ketenangan dalam hubungan internasional, seperti perdamaian antara dua negara yang bertikai (mis. 1Sam 7:14; 1Raj 4:24; 1Taw 19:19).
(2) Damai sejahtera juga dapat mengacu kepada perasaan mapan dalam suatu bangsa, seperti pada masa kemakmuran dan tidak ada perang saudara (2Sam 3:21-23; 1Taw 22:9; Mazm 122:6-7).
(3) Damai sejahtera dapat dialami sebagai keutuhan dan keselarasan dalam hubungan antar manusia, baik dalam rumah tangga (Ams 17:1; 1Kor 7:15) maupun di luar (Rom 12:18; Ibr 12:14; 1Pet 3:11).
(4) Damai sejahtera dapat mengacu kepada perasaan pribadi seseorang bahwa semua lengkap dan sejahtera, bebas dari kekhawatiran dan merasa tenteram dalam jiwanya (Mazm 4:8; 119:165; bd. Ayub 3:26) dan dengan Allah (Bil 6:26; Rom 5:1).
(5) Akhirnya, sekalipun istilah shalom tidak dipergunakan dalam pasal Kej 1:1-2:25, shalom melukiskan dunia ciptaan asli yang berada dalam keselarasan dan keutuhan sempurna. Ketika Allah menciptakan langit dan bumi, Ia menciptakan dunia yang tenteram dan damai. Kesejahteraan menyeluruh ciptaan ini terungkap di dalam pernyataan yang ringkas, "Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik" (Kej 1:31).
GANGGUAN DAMAI SEJAHTERA.
Ketika Adam dan Hawa mendengarkan suara ular dan memakan buah terlarang (Kej 3:1-7), ketidaktaatan mereka membawa masuk dosa dan mengacaukan keselarasan semula dari ciptaan.

1) Pada saat itu, untuk pertama kalinya Adam dan Hawa mengalami rasa bersalah dan malu di hadapan Allah (Kej 3:8) dan kehilangan damai dalam hati.
2) Dosa Adam dan Hawa di Taman Eden merusak hubungan rukun mereka dengan Allah. Sebelum memakan buah itu, mereka memiliki persekutuan intim dengan Allah di taman itu, tetapi setelah itu "bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap Tuhan Allah di antara pohon-pohonan dalam taman" (Kej 3:8). Daripada menantikan saat dapat bercakap-cakap dengan Allah, mereka kini takut mendengar suara-Nya (Kej 3:10).
3) Tambahan pula, hubungan rukun di antara Adam dan Hawa sebagai suami istri terganggu. Ketika Allah membicarakan dosa itu dengan mereka, Adam menyalahkan Hawa (Kej 3:12), lalu Allah menyatakan bahwa perselisihan akan terus berlangsung di antara pria dan wanita (Kej 3:16); demikian dimulailah konflik sosial yang dewasa ini merupakan bagian kesulitan umat manusia, mulai dari percekcokan dan kekerasan di dalam rumah tangga (bd. 1Sam 1:1-8; Ams 15:18; 17:1) hingga sengketa dan perang antar negara.
4) Akhirnya, dosa mengacaukan kerukunan dan persatuan di antara manusia dengan alam. Sebelum Adam berdosa, dengan sukacita ia bekerja di Taman Eden (Kej 2:15) dan dengan bebas berjalan di antara hewan, memberi nama kepadanya (Kej 2:19-20). Kutukan Allah setelah kejatuhan meliputi permusuhan antara Adam dan Hawa terhadap ular (Kej 3:15), dan kenyataan bahwa bekerja akan mengakibatkan peluh dan kelelahan (Kej 3:17-19). Di mana sebelumnya hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya selaras, kini ada pergumulan dan pertentangan sehingga "sampai sekarang segala makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin"
(lihat cat. --> Rom 8:22).

[atau --> Rom 8:22]

PEMULIHAN DAMAI SEJAHTERA.

Sekalipun akibat dari kejatuhan adalah kehancuran kesejahteraan dan kedamaian manusia dan bahkan seluruh alam ciptaan, Allah merencanakan pemulihan shalom; jadi kisah untuk memperoleh kembali damai sejahtera ialah kisah penebusan di dalam Kristus.

1) Karena Iblis yang memulai penghancuran kedamaian di dunia kita, maka pemulihannya harus mencakup pembinasaan Iblis dan kuasanya. Sebenarnya, banyak janji PL mengenai kedatangan Mesias adalah janji akan datangnya kemenangan dan damai sejahtera. Daud bernubuat bahwa Anak Allah akan memerintah bangsa-bangsa (Mazm 2:8-9; bd. Wahy 2:26-27; Wahy 19:15). Yesaya bernubuat bahwa Mesias akan memerintah sebagai Raja Damai (Yes 9:5-6). Yehezkiel meramalkan bahwa perjanjian baru yang hendak didirikan Allah melalui Mesias akan menjadi perjanjian damai sejahtera (Yeh 34:25; 37:26). Dan Mikha, ketika menubuatkan kelahiran pemimpin yang akan datang di Betlehem menyatakan bahwa "dia menjadi damai sejahtera" (Mi 5:4).
2) Pada waktu kelahiran Yesus, malaikat mengumandangkan bahwa damai sejahtera Allah telah turun ke bumi (Luk 2:14). Yesus datang untuk membinasakan pekerjaan Iblis (1Yoh 3:8) dan merobohkan semua rintangan pertentangan yang merupakan bagian dari kehidupan kita, sehingga mendatangkan damai (Ef 2:12-17). Yesus memberikan damai sejahtera-Nya kepada semua murid-Nya sebagai warisan kekal sebelum Ia disalibkan (Yoh 14:27; 16:33). Oleh kematian dan kebangkitan-Nya, Yesus melucuti senjata semua kekuatan dan penguasa musuh dan dengan demikian memungkinkan kedamaian (Kol 1:20; 2:14-15; bd. Yes 53:4-5). Karena itu, pada saat kita percaya kepada Yesus Kristus, kita dibenarkan oleh iman dan berdamai dengan Allah (Rom 5:1). Amanat yang diberitakan orang Kristen ialah kabar baik damai sejahtera (Kis 10:36; bd. Yes 52:7).
3) Sekadar mengetahui bahwa Kristus datang sebagai Raja Damai tidaklah menjamin bahwa dengan sendirinya damai sejahtera akan menjadi bagian kehidupan kita; untuk mengalaminya kita harus dipersatukan dengan Kristus dalam iman yang aktif. Langkah pertama ialah percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Bila melakukan itu, kita dibenarkan oleh iman (Rom 3:21-28; 4:1-13; Gal 2:16) dan berdamai dengan Allah (Rom 5:1). Bersama dengan iman, kita harus hidup dalam ketaatan kepada perintah-perintah-Nya agar dapat hidup dalam damai (Im 26:3,6). Para nabi PL sering kali menyatakan bahwa bagi orang fasik tidak ada damai (Yes 57:21; 59:8; Yer 6:14; 8:11; Yeh 13:10,16). Untuk mengalami damai sejahtera Allah, Ia memberikan Roh Kudus kepada kita, yang mulai mengerjakan buah-Nya di dalam diri kita -- satu aspeknya ialah damai sejahtera (Gal 5:22; bd. Rom 14:17; Ef 4:3). Dengan pertolongan Roh, kita harus berdoa memohon damai sejahtera (Mazm 122:6-7; Yer 29:7;
lihat cat. --> Fili 4:7), [atau --> Fili 4:7]

membiarkan damai sejahtera memerintah hati kita (Kol 3:15), mencari dan mengusahakan damai sejahtera (Mazm 34:15; Yer 29:7; 2Tim 2:22; 1Pet 3:11), dan berusaha sedapat-dapatnya untuk hidup berdamai dengan sesama kita (Rom 12:18; 2Kor 13:11; 1Tes 5:13; Ibr 12:14).


 Sumber: http://alkitab.sabda.org/article.php?id=8430

Minggu, 10 Desember 2017

Advent I: Pengharapan Orang Percaya

Sedetik tidak memiliki pengharapan maka detik-detik berikutnya adalah kematian. Pengharapan kita sebagai orang percaya sudah dinubuatkan jauh sebelumnya oleh Yesaya tentang kedatangan Mesias. Pengharapan kita hanya ada dalam Yesus. Orang percaya harus memiliki pemahaman, sikap, dan perbuatan bahwa pengharapan sesungguhnya terjadi bila:

1. Orang percaya hanya berharap kepada Yesus, bersandar kepada Yesus Kristus.
2. Pengharapan dalam Yesus adalah tetap, utuh, dan sempurna. Pengharapan dalam yesus adalah pengharapan yang pasti. Yesus adalah Pemberi Harapan Pasti (PHP) Fix.
3. Pengharapan dalam Yesus bahwa orang percaya harus memiliki pengharapan bahwa Yesus pasti datang kali kedua untuk bersama-sama dengan umat-Nya.

Memiliki pengharapan di dalam Yesus berarti detik-detik berikutnya adalah kemenangan, damai sejahtera, sukacita dalam Dia. Pengharan yang kita miliki di dalam yesus adalah pengharapan yang pasti yang dibagikan kepada orang lain yang hanya memiliki pengharapan yang palsu. Yesus mati di atas kayu salib adalah kepastian bagi kita untuk memiliki pengharapan dalam Yesus yang indah dan kekal yaitu keselamatan yang dianugerahkan.

Daftar Isi Jurnal Jaffray Volume 15, No. 2 Oktober 2017

Daftar Isi

Jurnal Jaffray Volume 15, No. 2 Oktober 2017

Romianna Magdalena Sitompul
153-176
maurice andrew suplig
177-200
Randy Frank Rouw
201-230
Sifra Sahiu, Hengki Wijaya
231-248
Yohanes Krismantyo Susanta
249-262

John Paul Lathrop

Daftar Isi Jurnal Jaffray Volume 15, No.1 April 2017

Daftar Isi

Abstrak:Ulasan Buku: Whatever Happened To Worship A Call To True Worship oleh Hengki Wijaya

Ulasan Buku: Whatever Happened To Worship A Call To True Worship
Hengki Wijaya

Sari

Penyembahan yang sejati adalah penyembahan yang ditujukan hanya kepada Allah semata. Hal itu adalah tujuan orang percaya terlahir di dunia ini adalah menyembah Allah dengan sikap rendah hati dan perasaan takut dan gentar kepada Allah sebagai suatu sikap penghormatan kepada Allah. Penyembahan kepada Allah yang benar adalah cara yang dihunakan Allah untuk mewujudkan kehendak-Nya. Allah berinisiatif untuk menebus manusia dari dosa supaya Allah yang kudus dapat disembah oleh manusia yang berdosa yang sudah menjadi pemenang. Gereja menyembah Allah untuk memuliakan diri-Nya. Orang percaya menyembah Allah kapan saja dan di mana saja sebab Roh Allah tinggal di dalam hati kita untuk menuntun orang percaya seirama dengan kesenangan dan kehendak-Nya. Tujuan Allah menciptakan kita di muka bumi seperti di dalam Surga adalah untuk menyembah Allah di dalam Yesus Kristus.

Kata Kunci

worship, calling, Christian, Allah, Yohanes, Keluaran, believers

Teks Lengkap:
PDF
Referensi

Tozer, A. W. Whatever Happened To Worship A Call To True Worship. Bandung: Kalam Hidup, 2015.





Abstrak: Peran “Teologi Sosial” Gereja Protestan Indonesia Di Gorontalo (GPIG) Dalam Menanggapi Masalah Kemiskinan oleh Rudy Harold

Peran “Teologi Sosial” Gereja Protestan Indonesia Di Gorontalo (GPIG) Dalam Menanggapi Masalah Kemiskinan
Rudy Harold

Sari

Artikel ini bertujuan untuk melihat peran “teologi sosial” yang berkembang di lingkungan Gereja Protestan Indonesia di Gorontalo (GPIG) dalam menanggapi masalah kemiskinan dan ketidakadilan sosial. Berdasarkan hasil penelitian, teologi sosial yang dikembangkan di GPIG dalam menanggapi masalah kemiskinan bersumber dari refleksi teologi GPIG tentang gereja (eklesiologi) dan keselamatan (soteriologi). Hal ini berdasarkan kajian terhadap dokumen – dokumen Tata Gereja GPIG tentang Pokok Panggilan dan Tugas GPIG serta pemahaman tentang keselamatan yang terkandung dalam Tata Gereja GPIG.
Kata Kunci


Teologi Sosial, gereja, keselamatan, GPIG, kemiskinan

Referensi


Agusta, Ivanovich. Diskursus, Kekuasaan dan Praktik Kemiskinan di Pedesaan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014.
Bevans, Stephen B. Model-Model Teologi Kontekstual. Maumere. Flores: Ledalero, 2002.
Mojau, Julianus. Meniadakan atau Merangkul: Pergulatan Teologis Protestan dengan Islam Politik di Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.
Knitter, Paul F. Satu Bumi Banyak Agama: Dialog Multi Agama dan Tanggung Jawab Global. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.
Soleiman, Yusak. Sejarah Gereja Protestan di Indonesia, Jilid 2. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015.
Tata Dasar Gereja Protestan Indonesia di Gorontalo tahun 2010.

Abstrak: Analisis Faktor Mekanisme Kontrol Terhadap Pelecehan Rohani Dalam Gereja oleh Ivan Th. J Weismann

Analisis Faktor Mekanisme Kontrol Terhadap Pelecehan Rohani Dalam Gereja
Ivan Th.J Weismann



Sari

Tujuan penelitian ini ialah untuk menganalisis sejauh mana faktor mekanisme kontrol terhadap pelecehan rohani terdapat dalam gereja-gereja masa kini. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh signifikan faktor mekanisme kontrol terhadap pelecehan rohani dalam gereja. Gereja-gereja yang di dalamnya terkandung pelecehan rohani secara potensial menumbuhkan bentuk ketergantungan yang tidak sehat, secara rohani dan jasmani, dengan berfokus pada tema-tema penundukan dan ketaatan kepada mereka yang memiliki otoritas.
Kata Kunci

pelecehan, rohani, seksual, otoritas, sindiran, kritikan, emosional

Referensi


Blue, Ken. Healing Spiritual Abuse: How to Break Free from Bad Church Experience. Downers Grove, InterVarsity Press, 1993.
Diew, Daniel. “Seven Signs of Spiritual Abuse.” Diakses 12 Februari 2017, http://socyberty.com/paranormal/seven-signs-of-spiritual-abuse/
Enroth, R. M. Churches that Abuse. Grand Rapids: Zondervan Publishing House. 1992.
Grady, Lee, J. “6 Warning Signs of Spiritual Abuse.” Diakses 10 Februari 2017, http://www.charismanews.com/opinion/52762-6-warning-signs-of-spiritual-abuse
Hanke, David. “Spiritual Abuse.” Diakses 10 Februari 2017, http://www.watchman.orgiprofIle/abusepro.htm
Lawson, Chris. “How to Know If You Are Being Spiritually Abused or Deceived- A Spiritual Abuse Questionnaire.” Diakses 10 Februari 2017, http://www.lighthousetrailsresearch.com/blog/?p=21310
Martin, Stephen. “The Heresy of Mind Control.” Diakses 12 Februari 2017, https://libertyforcaptives.com/2012/06/24/mind-field-eight-ways-to-identify-religious-brainwashing-part-1-of-8/
Martinez, Rafael. “How To Spot Religious Abuse.” Diakses 12 Februari 2017, http://www.spiritwatch.org/idrelab.htm
Oakley, L. & K. K. Breaking the Silence on Spiritual Abuse. New York: Palgrave Macmillan, 2013.
The Barnabas Ministry. “Characteristics of Unhealthy, Abusive and Cultic Church Environments.” Diakses 12 Februari 2017, http://www.barnabasministry.com/recovery-characteristics.html

Abstrak: Perceraian dan Pernikahan Kembali oleh Peniel C.D. Maiaweng

Perceraian dan Pernikahan Kembali
Peniel C.D. Maiaweng

Sari

Menyikapi konsep tentang perceraian dan pernikahan kembali, umumnya terdapat tiga pandangan yang dipraktikkan di kalangan Kristen.  Pertama, menyetujui perceraian dan pernikahan kembali; kedua, menyetujui perceraian, tetapi tidak menyetujui pernikahan kembali; ketiga, tidak menyetujui perceraian dan pernikahan kembali. Munculnya ketiga pandangan tersebut didasarkan pada frasa yang terdapat dalam Matius 19:9, “kecuali karena zina.”  Berdasarkan pengajaran Yesus dalam Mat. 5:32; 19:9; Mark. 10:11-12; Luk. 16:18, dapat disimpulkan bahwa kategori perzinaan adalah 1) jika suami yang menceraikan istrinya, maka suami menjadikan istrinya berzina; 2) jika laki-laki yang kawin dengan istri yang diceraikan suaminya, maka laki-laki itu berbuat zina; 3) jika suami yang menceraikan istrinya dan kawin dengan perempuan lain, maka suami berbuat zina; 4) jika istri yang menceraikan suaminya dan menikah dengan laki-laki lain, maka istri berbuat zina.  Dengan demikian, bagi Yesus, perceraian dan pernikahan kembali sama dengan perzinaan, karena Yesus tidak menganjurkan perceraian dan pernikahan kembali.  Hanya maut yang dapat memisahkan seseorang dari pasangannya dan menikah kembali.  Penyelesaian masalah perceraian dan pernikahan kembali yang telah terjadi adalah tanggung jawab jemaat secara keseluruhan untuk mendapatkan kembali mereka yang telah berpisah dari pasangannya karena masalah-masalah rumah tangga.  Jika ada seorang yang tidak ingin ditolong untuk merubah sikapnya agar bersatu dengan pasangannya, maka ia dianggap sebagai seorang yang tidak mengenal Allah.
Kata Kunci

perceraian, pernikahan kembali, zina, kawin, maut, pisah, etika


Abstrak: Penggenapan Progresif Misi Allah Dalam Kisah Para Rasul 1:8 oleh Heryanto David Lie

Penggenapan Progresif Misi Allah Dalam Kisah Para Rasul 1:8
Heryanto David Lie

Sari

Kisah Para Rasul 1:8 merupakan suatu master plan misi Allah yang Kristus amanatkan kepada para murid. Melalui pertolongan dan kuasa Roh Kudus yang telah dicurahkan para peristiwa Pentakosta, seluruh master plan misi Allah tersebut tergenapi secara progresif. Itulah yang hendak Lukas perlihatkan melalui kitabnya yang kedua, Kisah Para Rasul. Kebenaran ini menjadi landasan pemahaman teologis bahwa bermisi adalah melaksanakan master plan misi Allah. Kisah Para Rasul 1:8 juga mengingatkan bahwa menjadi saksi Kristus merupakan panggilan bagi semua orang percaya tanpa terkecuali. Atas dasar kebenaran ini, maka tidak ada alasan bagi orang percaya untuk tidak bermisi atau bersaksi bagi Kristus. Bahkan kebenaran ini mengingatkan bahwa bermisi bukan tergantung kepada hebatnya program tetapi seberapa efektif program-program tersebut dalam memperkenalkan Kristus. Kisah Para Rasul mem-berikan suatu dasar kebenaran bahwa pelayanan misi yang dilakukan gereja-gereja sekarang sesungguhnya merupakan kelanjutan dari fase “ujung bumi.” Misi yang dilakukan oleh gereja-gereja masa kini adalah bagian dari fase memperkenalkan Kristus sampai ke seluruh permukaan bumi secara geografis hingga Kristus kembali untuk kedua kalinya pada akhir zaman.

Abstrak: Disiplin Gereja Berdasarkan Injil Matius 18:15-17 Dan Implementasinya Dalam gereja Masa Kini oleh Yohanis Luni Tumanan

Disiplin Gereja Berdasarkan Injil Matius 18:15-17 Dan Implementasinya Dalam gereja Masa Kini
Yohanis Luni Tumanan


Sari

Seringkali gereja mengalami kebingungan saat harus menentukan sikap terhadap orang yang berbuat dosa. Salah satu sikap yang ekstrim adalah membiarkan saja seseorang jatuh ke dalam dosa karena takut membuat orang itu tersinggung. Sikap ekstrim yang lain adalah sangat membenci dosa, sehingga membenci juga orang yang melakukannya. Disiplin dalam gereja merupakan kelalaian besar di sebagian gereja saat ini. Pemimpin takut untuk melakukan disiplin gereja kepada anggota jemaat, karena dinggap bertentangan dengan “kasih Allah” dan dapat menyebabkan perpecahan di dalam persekutuan. Pelaksanaan disiplin gereja disinyalir dapat menyebabkan hilangnya anggota jemaat yang berpengaruh dan kaya. Ada juga kesalahpahaman besar tentang makna, tujuan, dan sifat disiplin gereja. Banyak yang melihat disiplin gereja sebagai kutukan dan pengucilan daripada cinta kasih yang memulihkan untuk mengembalikan kepada persekutuan dengan orang percaya. Artikel ini bermaksud menjelaskan pemahaman yang benar mengenai tidakan dan prosedur disiplin gereja yang alkitabiah berdasarkan Injil Matius 18:15-17.

Abstrak: Sudah Ramah Anakkah Gereja? Implementasi Konvensi Hak Anak Untuk Mewujudkan Gereja Ramah Anak oleh Tri Supartini

Sudah Ramah Anakkah Gereja? Implementasi Konvensi Hak Anak Untuk Mewujudkan Gereja Ramah Anak
Tri Supartini

Sari

Indonesia adalah salah satu negara peserta yang ikut mensahkan isi Konvensi Hak Anak (KHA), itu berarti Pemerintah Indonesia bertanggung jawab untuk melaksanakannya. Gereja sebagai lembaga keagamaan yang diakui pemerintah juga ikut memantau sekaligus pelaksana KHA. Gereja dalam pelayanan secara holistik, memberi keberpihakkan dan membela kepentingan terbaik anak yang adalah bagian dari isi KHA. Prinsip-prinsip KHA yaitu tidak membeda-bedakan anak, memberi yang terbaik bagi anak, memperhatikan hak hidup atau perkembangan anak dan menghargai pendapat anak. Gereja yang menerapkan prinsip-prinsip KHA akan dapat mewujudkan gereja yang ramah anak. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana implementasi prinsip-prinsip KHA dalam pendidikan Kristen untuk perwujudan gereja yang ramah anak. Dalam penelitian ini digunakan metode kuantitatif dan data dianalisa dengan rating scale. Adapun tempat penelitian dilakukan di Gereja Kebangunan Kalam Allah Indonesia jemaat Kendari provinsi Sulawesi Tenggara. Hasil penelitian, pada prinsip-prinsip KHA yaitu tidak membeda-bedakan anak, memberi yang terbaik bagi anak dan menghargai pendapat anak telah diterapkan dengan baik. Sedangkan prinsip memerhatikan hak hidup atau perkembangan anak didapatkan hasilnya kurang baik, khususnya penerapan pemahaman tentang advokasi anak masih kurang karena belum maksimalnya pelaksanaan sosialisasi tentang KHA di dalam gereja. Disarankan khususnya pembelaan terhadap anak di dalam atau di luar gereja harus lebih dioptimalkan. Gereja Kebangunan Kalam Allah Indonesia jemaat Kendari berada pada skala baik dalam mengimplementasi prinsip-prinsip KHA sehingga dikatakan menuju Gereja Ramah Anak (GRA).

Kata kunci: Konvensi Hak Anak, pendidikan Kristen, gereja ramah anak

Rabu, 06 Desember 2017

6 Cara Cowok untuk meningkatkan keintiman bersama pasangannya dalam pernikahan Dr. James Dobson

1.  First, the romantic element is doubly or triply important as a prelude to intercourse in such cases.  If a husband is too busy to be civil, then he should not expect his wife to exhibit any unusual desire or enjoyment in bed.  She may satisfy his needs as an act of love and kindness, but her passion will not steam up their bedroom windows.  For the woman represented by the "inhibited" zone on our normal distribution graph, a feeing of being loved and appreciated is usually the only route to excitation.  This fact undoubtedly explains the remarkably high correlation on our questionnaire between Sexual Problems and Lack of Romantic Love in Marriage.  Almost without exception, when one was rated near the top, the other was ranked similarly.

2.  Secondly, a husband should recognize that some women do not have to experience orgasms in order to enjoy intercourse.  Many wives can participate fully in sexual relations and feel satisfied at the conclusion even though there is no convulsing, ecstatic climax to the episode.  (Other, more sensual women feel tremendous frustration if the tension and the vascular engorgement are not discharged.)  The important thing is that the husband not demand that his wife experience orgasms, and he should certainly not insist that they occur simultaneously with his.  To do this is to ask for the impossible, and it puts his wife in an unresolvable conflict.  When the husband insists that his wife's orgasms be part of his enjoyment, she has but three choices: (1)  She can lose interests in sex altogether, as happens with constant failure in any activity; (2) she can try and try and try--and cry; or (3) she can "fake" it.  Once a woman begins to bluff in bed, there is no place to stop.  Forever after she must make her husband think she's on a prolonged pleasure trip, when in fact her car is still in the garage.

3.  Perhaps the most dramatic contribution a husband can make to marital sexual relationships is to reverse the trend toward pressurized silence.  When intercourse has been unenthusiastic, and when anxiety has been steadily accumulating, the tendency is to eliminate all reference to the topic in everyday conversation.  Neither partner knows what to do about the problem, and they tacitly agree to ignore it.  Even during sexual relations, they do not talk to each other.  Though it seems impossible, an inhibited husband and wife can make love several times a week for a period of years without ever verbalizing their feelings or frustrations on this important aspect of their lives.  When this happens, the effect is like taking an hot coke bottle and shaking it until the contents are ready to explode.  Remember this psychological law: any anxiety-producing thought or condition which cannot be expressed is almost certain to generate inner pressure and stress.  The more unspeakable the subject, the greater the pressurization.  And as described in the previous section, anxious silence lead to the destruction of sexual desire.

Furthermore, when conversation is prohibited on the subject of sex, the act of intercourse takes on the atmosphere of a "performance"--each partner feeling that he is being critically evaluated by the other.  To remove these communicative barriers, the husband should take the lead in releasing the safety valve for his wife.  That is done by getting her to verbalize her feelings, her fears, her aspirations.  They should talk about the manners and techniques which stimulate--and those which don't.  They should face their problems as mature adults...calmly and confidently.  There is something magical to be found in such soothing conversation and anxieties are reduced when they find verbal expression.  To the men of the world, I can only say, "Try it."

4.  The fourth way husbands can increase the sensuality of their less passionate wives is by paying attention to the geography and techniques of intercourse.  Women are more easily distracted than men; they are more affected by the surroundings and noises and smells than are their husbands.  The possibility of being heard by the kids bothers women more, and they are more dependent on variety in manner and circumstances.  Another rather common inhibitor to women, according to the concerns verbalized in counseling sessions, is the lack of cleanliness by their husbands.  A service station operator or a construction worker may become sexually aroused by something he has seen or read during the day, causing him to desire intercourse with his wife as soon as he arrives home from his job.  He may be sweaty and grimy from the day's work, smelling of body odor and needing to use some Crest on his teeth.  Not only are his fingernails dirty, but his rough calloused hands are irritating to his wife's delicate skin.  An interference such as this can paralyze a woman sexually, and make her husband feel rejected and angry.

Spontaneity has its place in the marital bed but "sudden sex" often results in "sudden failure" for a less passionate woman.  In general, I believe sex should be planned for and prepared for and anticipated.  For the man who has been dissatisfied with his recent sex life, I suggest that he call a local hotel or motel and make reservations for a given night, but tell no one about his plans.  He should arrange secretly for the children to be cared for until morning, and then ask his wife to go out to dinner with him.  After they have eaten a good meal, he should drive to the hotel without going home or announcing his intentions.  The element of surprise and excitement should be preserved to the very last moment.  Once inside the hotel room (where flowers may be waiting), the happy hormones will dictate the remainder of the instructions.  My point is that sexual excitation requires a little creativity, particularly in cases of a "tired" relationship.  For example, the widespread notion that males are inherently active and females are inherently passive in a sexual sense is nonsense; the freedom to express passion spontaneously is vital to enjoyment.  When one makes love in the same old bedroom, from the same position and surrounded by the same four walls, it has to become rather routine after so many years.  And routine sex is usually bored sex.

A physician named Schwab (who has undoubtedly heard every possible joke about his name) described the difficulties a woman may experience in playing the three unique roles expected of her; she must be a wife, mistress, and mother.  A loving wife who is diligently maintaining her home and caring for the needs of her family is unlikely to feel like a seductive mistress who tempts her husband into the bedroom.  Likewise, the requirements of motherhood are at times incompatible with the alternate roles of wife and mistress.  Though these "assignments" seem contradictory, a woman is often asked to switch from one to another on short notice.  Her husband can help by getting her away from the wife and mother responsibilities when it is time for her to be his mistress.

Someone said, "By the time I tuck the kids in, put the cat out, and take the telephone receiver off...who cares?"  It's a very valid question.

5.  Another sexual "inhibitor" which husbands should understand is fatigue itself.  Physical exhaustion plays a significant part in some women's ability (or inability) to respond sexually.  By the time a mother has struggles through an eighteen-hour day--especially if she has been chasing an ambitions toddler or two--her internal pilot light may have flickered and gone out.  When she finally falls into bed, sex represents an obligation rather than a pleasure.  It is the last item on her "to do" list for that day.  Meaningful sexual relations utilize great quantities of body energy and are seriously hampered when those resources have already been expended.  Nevertheless, intercourse is usually scheduled as the final event in an evening.

If sex is important in a marriage, and we all know that it is, then some time should be reserved for its expression.  The day's working activities should end early in the evening, permitting a husband and wife to retire before exhausting themselves on endless chores and responsibilities.  Remember this:  whatever is put at the bottom of your priority list will probably be done inadequately.  For too many families, sex languishes in last place.

Many of you have read Dr. David Reuben's best selling book entitled, WHAT YOU'VE ALWAYS WANTED TO KNOW ABOUT SEX BUT WERE AFRAID TO ASK.  (I bought Dr. Reuben's book because I've always liked his sandwich so well.)  But after considering the frequent inhibitions caused by utter exhaustion, I think Dr.Reuben should have called his book, WHAT YOU'VE ALWAYS WANTED TO KNOW ABOUT SEX BUT WERE TOO TIRED TO ASK!

6.  Finally, we should spend a moment or two discussing the relationship between self-esteem and sexual enjoyment.  I said in the beginning of this book that every item on the Sources of Depression list is related to every other issue.  That fact is certainly evident in the connection between self-worth and the ability to respond to sexual stimuli.  A woman who feels ugly, for example, is often too ashamed of her imperfect body to participate in sex without embarrassment.  She knows it is impossible to disguise forty-year-old thighs, and her flaws interfere with her sensuality.  Sex for human beings is inseparably connected with our psychological nature.  Hence, the person who feels shy and timid and inferior will usually express his sexuality in similar terms, or on the other hand, the self-confident, emotionally healthy individual is more likely to have a fulfilling sex life.  Therefore, a husband should recognize that anything which reduces his wife's self-esteem will probably be translated into bedroom problems.  His ridicule of her small breasts or varicose veins or large buttocks, even in fun, may make her self-conscious and uncomfortable during future sexual encounters.  Any disrespect which he reveals for her as a person is almost certain to crop up in their physical relationship, as well.  In this regard, our sexual behavior differs radically from the mechanistic responses of lower animals.  The emotional concomitants simply cannot be denied or suppressed in human beings.

Book: What Wives Wish Their Husbands Knew About Women


By Dr. James Dobson

INKARNASI

http://www.sarapanpagi.org/inkarnasi-penjelmaan-vt62.html

Nomina/ adjektiva: "inkarnasi" adalah kata serapan dari bahasa Latin (in carne). Ini adalah istilah theologis yang origin-nya dari Gereja ritus Latin. Kata ini tidak terdapat dalam Alkitab bahasa asli Yunani. Tetapi ada padanan kata Yunani untuk bahasa Latin in carne, yaitu kata Yunani: εν σαρκι - en sarki. Istilah ini terdapat pada beberapa pernyataan penting dalam PB tentang pribadi dan karya Yesus Kristus (note: lihat STUDY KATA: INKARNASI di inkarnasi-study-kata-vt630.html#p1482 ).

Penting untuk kita pahami bahwa "Inkarnasi" adalah origin Kristen, sebab asalnya ini adalah kata Latin, yaitu istilah theologis Katolik ritus Latin (jadi bukan berasal dari India). Maka, kalau ada di kemudian hari muncul istilah yang sudah dimodifikasi menjadi: "re-inkarnasi" itu tidak berasal dari kekristenan, tetapi dari kepercayaan Non-Kristen. Dan, paham "re-inkarnasi" (yang non-Kristen) itu sama sekali tidak kena-mengena dengan pengajaran "Inkarnasi" dalam Kekristenan.

Kata INKARNASI ini menjadi begitu penting dalam bahasan theology Kristiani dalam pemahaman kepada Jemaat: Turunnya Allah yang Mahasuci ke dalam dunia menjadi seorang manusia: Yesus Kristus, dimana Allah yang Kudus ini berkenan diri-Nya "menjadi daging" (inkarnasi), lahir dalam keadaan bayi, tumbuh normal seperti manusia lainnya, dewasa dan mengalami kematian dalam misi penyelamatan bagi umat manusia dari doa. Kematian Allah yang inkarnasi ini tidak selamanya, sebab Ia bangkit, dan Ia kembali naik ke Surga.

Kita baca, nyanyian pujian yang dikutip dalam 1 Timotius 3:16 menyebut "Dia, yang telah menyatakan diriNya dalam rupa manusia" :


* 1 Timotius 3:16
LAI TB, Dan sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita: "Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia (INKARNASI), dibenarkan dalam Roh; yang menampakkan diri-Nya kepada malaikat-malaikat, diberitakan di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah; yang dipercayai di dalam dunia, diangkat dalam kemuliaan."

KJV, And without controversy great is the mystery of godliness: God was manifested in the flesh (INKARNASI), Justified in the Spirit, Seen by angels, Preached among the Gentiles, Believed on in the world, Received up in glory

Vulgata, et manifeste magnum est pietatis sacramentum quod manifestatum est in carne (INKARNASI) iustificatum est in spiritu apparuit angelis praedicatum est gentibus creditum est in mundo adsumptum est in gloria

TR, και ομολογουμενως μεγα εστιν το της ευσεβειας μυστηριον θεος εφανερωθη εν σαρκι εδικαιωθη εν πνευματι ωφθη αγγελοις εκηρυχθη εν εθνεσιν επιστευθη εν κοσμω ανεληφθη εν δοξη
Translit. interlinear, kai {adapun} homologoumenôs {yang harus diakui (siapapun)} mega {besar} estin {adalah} to tês {(itu)} eusebeias {ibadah} mustêrion {rahasia:} theos {Allah } ephanerôthê {Dia dinyatakan} en {dalam} sarki {daging} edikaiôthê {terbukti benar /dibebaskan} en {oleh [dalam]} pneumati {Roh (Kudus)/ Roh-Nya,} ôphthê {dilihat} aggelois {oleh malaikat-malaikat,} ekêrukhthê {diberitakan} en {diantara} ethnesin {bangsa-bangsa (bukan Yahudi),} episteuthê {dipercayai} en {didalam} kosmô {dunia,} anelêphthê {diangkat} en {ke dalam/ dengan} doxê {kemuliaan.}

Ha-Berit,
וּבְוַדָּי גָּדוֹל סוֹד הַחֲסִידוּת אֲשֶׁר נִגְלָה בַבָּשָׂר נִצְדַּק בָּרוּחַ נִרְאָה לַמַּלְאָכִים הֻגַּד בַּגּוֹיִם נִתְקַבֵּל בֶּאֱמוּנָה בָּעוֹלָם נַעֲלָה בְּכָבוֹד׃
Translit interlinear, UVEVADAY {kisah-kisah yang} GADOL {besar} SOD {rahasia} HAKHASIDOT {kebenaran2} 'ASHER {yang} NIG'LAH {terungkapkan bahwa} VABASAR {di dalam daging} NITS'DAQ {terbukti benar} BARUAKH {di dalam Roh} NIR'AH {telah terlihat} LAMAL'AKHIM {oleh malaikat2} HUGAD {dibetitakan} BAGOYIM {diantara bangsa2 (non Yahudi)} NIT'QABEL {diterima} BE'EMUNAH {di dalam iman/ kepercayaan} BA'OLAM {di dalam dunia} NA'ALAH {diangkay} BEKHAVOD {dalam kemuliaan}

LAI menterjemahkan "Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia", sedangkan naskah Textus Receptus menulis 'θεος εφανερωθη εν σαρκι - theos ephanerôthê en sarki', harfiah : "Allah - Dia dinyatakan - dalam - daging".


Rasul Yohanes menganggap tiap penyangkalan bahwa Yesus Kristus ‘telah datang sebagai manusia’ (1 Yohanes 4:2; 2 Yohanes 7) telah berasal dari roh-antikristus. Paulus mengatakan bahwa, Kristus membuat karunia perdamaian-Nya "di dalam tubuh jasmaniNya" (Kolose 1:22, bandingkan dengan Efesus 2:15), dan bahwa dengan mengutus anakNya "dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa" Allah "telah menjatuhkan hukuman atas dosa dalam tubuh" (Roma 8:3).

Petrus berkata tentang Kristus yang mati untuk kita "dalam keadaanNya sebagai manusia"
(σαρκι - sarki, kasus datif dari σαρξ - sarx) :

* 1 Petrus 3:18
LAI TB, Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia (SARKI), tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh,
KJV, For Christ also hath once suffered for sins, the just for the unjust, that he might bring us to God, being put to death in the flesh, but quickened by the Spirit:
TR, οτι και χριστος απαξ περι αμαρτιων επαθεν δικαιος υπερ αδικων ινα ημας προσαγαγη τω θεω θανατωθεις μεν σαρκι ζωοποιηθεις δε τω πνευματι
Translit interlienar, hoti {sebab} kai {memang} khristos {Kristus} hapax {sekali} peri {untuk} hamartiôn {dosa-dosa} epathen {telah mati} dikaios {yang benar} huper {untuk} adikôn {(orang-orang) yang tidak benar} hina {supaya} hêmas {kita} prosagagê {Ia membawa} tô theô {kepada Allah} thanatôtheis {(Ia yang) telah dibunuh} men {disatu pihak} sarki {secara daging/ jasmani (-Nya)} zôopoiêtheis {telah dihidupkan} de {(di lain pihak)} tô pneumati {secara Roh(-Nya)}

* 1 Petrus 4:1
LAI TB, Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani (EN SARKI), kamu pun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian, -- karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa --,
KJV, Forasmuch then as Christ hath suffered for us in the flesh, arm yourselves likewise with the same mind: for he that hath suffered in the flesh hath ceased from sin;
TR, χριστου ουν παθοντος υπερ ημων σαρκι και υμεις την αυτην εννοιαν οπλισασθε οτι ο παθων εν σαρκι πεπαυται αμαρτιας
Translit. interlinear, khristou {Kristus} oun {karena itu} pathontos {telah menderita} huper {untuk} hêmôn {kamu} sarki {secara jasmani (daging)} kai {dan} humeis {kamu} tên autên {yang sama} ennoian {(dengan) cara berpikir} hoplisasthe {harus mempersenjatai dirimu} hoti {sebab} ho {(orang yang)} pathôn {telah menderita} en sarki {dalam daging (secara jasmani)} pepautai {telah berhenti} hamartias {dari dosa}


Semua ayat diatas menyatakan kebenaran yang sama dari berbagai segi; sungguh benar bahwa dengan kedatanganNya dan kematianNya ‘didalam keadaanNya sebagai manusia’, Kristus ‘memiliki’ dan menjamin keselamatan kita. Kita menamakan kedatanganNya inkarnasi atau penjelmaan dan kematianNya pendamaian.

Dalam Alkitab kata Ibrani בָּשָׂר - BASAR , Yunani σαρξ - sarx mempunyai arti jasmani, yaitu bahan padat, yang bersama darah dan tulang merupakan organisme jasmani manusia atau binatang

DIGITAL PROJECTS

DIGITAL PROJECTS

In the West, we have become accustomed to the benefits of the Digital Revolution. The world’s information is available to us instantly through our digital devices. For hundreds of our partner schools across the Majority World, however, this is not the case. Important theological information is not readily available due to erratic electrical supply, unreliable internet connections, low bandwidth, and expensive internet access costs.

The Theological Book Network has three projects to help our partner schools access digital material:

1. Free Online Theological Resources
A curated list of free online resources is placed in every shipped box and posted here. The infrastructure and internet capacity at many schools does not support extended searching for relevant materials. This list allows scholars to more easily access the high-quality materials that are available. To view, click here.

2. Hard Drives
Most of our partner schools have told us that they prefer to receive electronic resources on CD, DVD, or hard drive. Internet costs are very high and electricity is erratic making it difficult to access digital resources. We provide hard drives loaded with theological resources under Creative Commons License to help bridge the gap as schools and their communities move towards a more reliable infrastructure.

3. E-Books
The Network launched a pilot project to provide 10 seminary libraries in the Majority World with access to over 250 valuable e-books for 10 years through the JSTOR platform. These schools have the infrastructure but not the financial means to procure these resources.


Resources from INTERNATIONAL COOPERATION INITIATIVE (ICI)

https://www.sbl-site.org/InternationalCoopInitiative.aspx


A strategic vision of the SBL is to “facilitate broad and open discussion from a variety of perspectives.” But voices from around the globe are underrepresented, and we are all the poorer for it. In 2007, to address this issue and facilitate meaningful, international, and multidirectional scholarly collaboration, the SBL established the International Cooperation Initiative (ICI). The initiative includes many projects, more information about which you will find below and in the quick links to the right. Should you have any questions, please contact chair of the ICI Committee Louis Jonker or staff liaison Christopher Hooker.



ICI Newsletter (more info)
Louis C. Jonker, chair of the ICI Committee, collects information about and on behalf of the initiative and distributes it via email to those interested. Contact Louis directly to add your name to the list.

Online Books (more info)
This ICI project provides free online PDF files to scholars and students who may not otherwise have access to these resources. These resources are available for persons in countries with a per capita GDP that is substantially lower than the average per capita GDP of the United States and the European Union. Eligible countries are listed here.

Online Resources

Online Resources

Resources for the Church

Tyndale House is committed to making biblical scholarship available and accessible to the church.  Our latest resources for the church include a series of three short films providing some manuscript evidence for the events of the Easter narrative.

Resources for Scholars

Tyndale House is committed to supporting Biblical research by providing electronic resources necessary for the task, without payment whenever possible. This includes means for writing and studying Biblical languages, finding primary and secondary literature, and studying the text in its original languages.

Free resources include:

Unicode Fonts – Greek, Hebrew & Transliteration fonts and keyboards for PCs and Macs
Finding Sources – links to the best Biblical Studies and Theology sites and sources
Finding Books – links to the best bibliography databases and catalogues for online reading
Bible Software – links and introductions to the best tools for Biblical Studies, commercial and free
2LetterLookup – a quick-click dictionary for Hebrew, Greek, Syriac, Coptic, Arabic, Latin …
Lexicons – full-text lexicons for Biblical Languages which are faster to use than paper
Tregelles Greek NT – a neglected influential and useful edition of the Greek New Testament
Tyndale Toolbar – find online books, read 70+ Bible versions, translation tools and much more
We also provide mirrored space for significant projects from outside Tyndale House:

FREE DIGITAL RESOURCES

FREE DIGITAL RESOURCES

FREE DIGITAL RESOURCES


Click here to view our other digital projects.


Downloadable and interactive resources:
Tyndale House Biblical Weblinks Biblical Weblinks is an online repository maintained by scholars, librarians and students. It aims to provide a comprehensive listing of bona fide sources on the web, relevant for biblical studies. Tyndale House also provides biblical study tools, resources, and a variety of Bible translations.

Society of Biblical Literature The Society of Biblical Research features resources free to all to assist those researching and writing papers in biblical studies. The website also provides access to free books to most countries outside of the United States, Canada, and the European Union through the International Cooperation Initiative (ICI). The ICI project provides free online PDF files to scholars and students who would not otherwise have access to these resources.

Christian Classics Ethereal Library The Christian Classics Ethereal Library is a digital library of hundreds of classic Christian books selected for edification and education. CCEL texts are stored in our own Theological Markup Language, which is an XML application. Texts are converted automatically into other formats such as HTML or PDF.

Post-Reformation Digital Library The Post-Reformation Digital Library is a database of digital books relating to the development of theology and philosophy during the Reformation and Post-Reformation/Early Modern Era (late 15th-18th c.). Late medieval and patristic works printed and referenced in the early modern era are also included. Materials provided include secondary texts, and materials in English, Latin, Dutch, French and German.

Princeton Theological Commons (Princeton Theological Seminary) The Theological Commons is a digital library of 78,924 books and periodicals on theology and religion, including 29,322 volumes from the Princeton Theological Seminary Library.

Bible Study Tools An online collection of Bible versions and translations, commentaries, concordances, dictionaries, and works by important Christian theologians.