Good News

Sabtu, 21 Maret 2015

“Aku haus”: Suara Kitab Suci by Hengki Wijaya



Tema Khotbah     :  “Aku haus”: Suara Kitab Suci
Tanggal                :  29 Desember  2013
Nats                     :  Yohanes 19:28
Tujuan                 :  mengajarkan jemaat tentang  makna rasa haus Yesus Kristus serta kerinduan-Nya terhadap jiwa-jiwa supaya jemaat juga memiliki rasa haus sebagai wujud terima kasih mereka yang telah diselamatkan

Ada  sejarah panjang  dalam Kitab Suci yang membawa kita pada jeritan rasa haus Yesus. Sepanjang pewahyuan, Roh Kudus memilih untuk menggambarkan kerinduan manusia akan Allah . Sebagai bangsa pengembara yang senangtiasa mencari air, Israel dapat dengan mudah memahami rasa haus sebagai sebuah kiasan. Sepanjang abad, kaitan simbolik antara rasa haus fisik dan spiritual menjadi begitutertanam dalam pikiran orang Yahudi, dan begitu diungkapkan dalam bahasa, bahwa kata yang sama (nefesh) dipakai baik untuk “haus” maupun “jiwa”. Jiwa, betapun lebih dari kerongkongan dalam tubuh, dilihat sebagai “tempat kehausan”, maka pengalaman biasa dan sehari-hari tentang rasa dahaga akan air dengan sendirinya telah pula mengandung maknanya lebih dalam.[1]

Doa yang Dipenuhi Iman by Hengki Wijaya



Tema Khotbah     :  Doa yang Dipenuhi Iman
Tanggal                :  22 Desember  2013
Nats                     :  Lukas 8:42-48
Tujuan                 :  mengajarkan jemaat tentang doa yang penuh iman yang menghasilkan kuasa Tuhan supaya jemaat hidup dengan menikmati mukjizat yang berasal dari Tuhan

Relasi yang biasa-biasa dengan Allah, sebanyak apa pun, tidak mungkin dapat mengubah kita. Relasi rutin dengan Allah, sebanyak apa pun tidak dapat menyamai keefektifan pengalaman sangat singkat akan doa yang dipenuhi dengan iman. Ingatlah akan kisah perempuan yang sakit pendarahan (lihat Luk. 8:42-48). Ketika Yesus sedang berjalan, kerumunan orang menyertai di sekeliling-Nya, ada ribuan orang menyentuh Sumber kehidupan tanpa efek. Seorang perempuan di tengah banyak orang mendekati-Nya dan menyentuh jumbai jubah-Nya, tapi dengan iman yang dalam, dan seketika  itu juga disembuhkan. Yesus segera berbalik dan bertanya, “Siapakah tadi telah menjamah Aku?” (Luk. 8:45). Dia tidak menanyakan siapa yang telah menyentuh-Nya secara fisik, tapi lebih daripada itu, yang menjamah-Nya dalam iman, sebab dalam sentuhan sederhana seperti itu Yesus merasa ada kuasa keluar dari Diri-Nya (Luk. 8:46).[1] Apa yang menyebabkan kuasa Tuhan itu “keluar dari diri-Nya”?
Yesus dijamah dalam iman. Yesus ingin perempuan itu tahu bahwa alas an dia disembuhkan bukanlah karena dia lebih pantas daripada yang lain, tapi hanya karena buah dari imannya sebab ketika menyentuh jumbai jubah-Nya, dia telah menjamah keilahian-Nya dengan jiwanya. Pertama-tama diperlukan saat untuk menyentuh Allah dalam iman sebelum kita masuk ke doa, berada dalam keadaan kontak dengan-Nya sebelum “mengucapkan” kata-kata doa. Dikatakan secara sederhana, “doa sebelum kamu berdoa”. Ini adalah kunci sederhana bagi doa yang berbuah. Tanpa kesadaran iman ini, doa kita bukanlah suatu relasi sejati, bukanlah doa sama sekali, tapi hanyalah renungan. Perubahan kehidupan adalah kasih karunia cuma-cuma dari Allah, tapi hanya dengan tindakan bebas kita dalam iman yang akan membuat kasih karunia itu berdaya. Kita akan tetap menjumpai pergumulan dan kecemasan tapi kita akahirnya akan menyentuh jumbai jubah-Nya, betapun sebentar pada setiap hari kehidupan kita.[2] Kedua, melalui iman maka kita dapat berdoa yang menghasilkan kuasa Tuhan yang mengalir dalam kehidupan kita. Alkitab katakan, “Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya” (Yakobus 5:16b).


[1] Joseph Langford, Ibu Teresa:Secret Fire (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), 186.
[2] Joseph Langford, 186-187.

4 Perubahan Menuju Hidup Baru by Hengki Wijaya



Tema Khotbah     :  4 Perubahan Menuju Hidup Baru
Tanggal                :  15 Desember  2013
Nats                     :  Efesus 4:17-32
Tujuan                 :  mengajarkan jemaat tentang  perubahan menyeluruh (metanoia) dalam diri jemaat supaya terwujud hidup baru dalam Kristus

Setiap orang percaya kepada Yesus telah diselamatkan. Namun tidak hanya berakhir sampai keselamatan, tetapi sebagai orang percaya yang juga manusia roh artinya roh kita yang mati telah dihidupkan oleh Roh-Nya masih memiliki tubuh jasmani (daging) dan jiwa (pikiran, perasaan dan keinginan) yang berjuang menjadi manusia yang dipimpin oleh Roh Kudus melalui pengudusan menyeluruh dalam hidup ini. Kekristenan berdiri di atas dua pilar utama yaitu kepercayaan yang besar yaitu iman dan kehidupan yang baru yaitu pertobatan yang berciri kebenaran dan kekudusan hidup. Sebagai orang yang telah percaya dan bertobat perlu melakukan perubahan secara menyeluruh dalam hidupnya untuk menuju kehidupan baru di dalam Kristus. Ada empat perubahan menuju hidup baru yaitu:
Pertama, perubahan intelektual atau pola pikir (ay. 17-18). Perubahan pola pikir sebagaiman Paulus katakan, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (Roma 12:2). Perubahan pola pikir yaitu berpikir seperti Allah berpikir yaitu pikiran yang benar. Pikiran itu adalah: “…semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu” (Filipi 4:8). Kedua, perubahan emosional (ay. 19) yaitu perubahan pola rasa dari yang tumpul menjadi tajam atau peka terhadap keinginan dan kekudusan Allah. Ketiga, perubahan mental spiritual (ay. 23, 30, 32). Perubahan pola sikap batiniah ini dengan memakai pikiran Kristus, tidak mendukacitakan Roh Kudus dan bersikap yang ramah, mengampuni dan mengasihi sesama. Paulus menasihatkan kepada kita, “Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu” (ay. 32). Keempat, perubahan dalam tindakan/praktikal (ay. 25,31). Perubahan pola tindakan yaitu perubahan perkataan (ay. 25, 29), yaitu perkataan yang benar, suci, baik dan membangun; perubahan perbuatan (ay. 28, 31) yaitu jujur, baik dan kudus. Pesan ini mengingatkan bahwa kita bertobat untuk mendapat hidup baru dalam Kristus.[1]


[1] Maurits Silalahi, Siraman Rohani: Kumpulan Khotbah Ekspositori (Makassar: Lembaga Penerbitan STT Jaffray, 2007), 91.

Kematian yang Menghasilkan Buah by Hengki Wijaya



Tema Khotbah     :  Kematian yang Menghasilkan Buah
Tanggal                :  08 Desember  2013
Nats                     :  Yohanes 12:24
Tujuan                 :  mengajarkan jemaat tentang  kematian bagi diri pribadi supaya Kristus dalam diri jemaat mengeluarkan buah Roh dan kuasa Allah yang memberkati sesama

Tuhan Yesus berkata, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika mati, ia akan menghasilkan banyak buah” (Yoh. 12:24). Kehidupan gandum berada di dalam di dalam biji gandum, terbungkus oleh kulit yang kuat di luarnya. Selama kulit itu tidak terbelah, gandum takkan bertumbuh. “Jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati,” apa yang dimaksud “mati” di dini? Tak lain ialah terbelahnya kulit biji gandum disebabkan oleh suhu tertentu pada tanah, terbasahi oleh air, dan reaksi-reaksi lain. Selanjutnya Tuhan masih berkata, “Siapa saja yang mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi siapa saja yang membenci nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal” (Yoh. 12:25). Di sini Tuhan memperlihatkan kepada kita bahwa kulit ini ialah nyawa kita sendiri, sedang kehidupan yang di dalam ialah kehidupan kekal yang Dia berikan kepada kita. Bila kita ingin kehidupan yang di dalam kita tersalur keluar, nyawa luar kita harus merugi. Kalau yang di luar tidak diremukkan, maka yang di dalam takkan mampu keluar. [1]Jadi untuk dapat mengeluarkan kuasa Tuhan yang besar dalam diri kita maka terlebih dahulu kita mematikan jiwa kita (pikiran, emosi dan keinginan) dengan diri kita sebagaimana Yesus sendiri telah menyerahkan diri-Nya untuk menebus dosa-dosa kita untuk mendapatkan semua orang yang kini percaya kepada-Nya.

Terang di Tengah Jeritan Kegelapan by Hengki Wijaya



Tema Khotbah     :  Terang di Tengah Jeritan Kegelapan
Tanggal                :  01 Desember  2013
Nats                     :  Yohanes 1:1-9
Tujuan                 :  mengajarkan jemaat tentang  makna kedatangan Yesus ke dunia sebagai terang supaya jemaat menghargai keselamatan yang diberikan-Nya

Gambaran dunia tanpa terang (Roma 3:10-18), seumpama seorang yang berjalan dalam suatu wilayah luas dan tidak memiliki alat penerang sehingga tidak tahu arah dan tujuan kemana akan pergi. Di tengah manusia yang berada dalam kegelapan, Allah menyatakan kasihnya dalam hal mengutus anak-Nya Yesus Kristus menjadi terang sesungguhnya. Yesaya 9:1, “Bangsa yang berjalan dalam kegelapan telah melihat terang yang besar, mereka yang diam di negeri kekelaman atasnya terang telah bersinar.” Yohanes 1:9, “Terang yang sesungguhnya yang menerangi setiap orang sedang datang ke dalam dunia…” (bdg. Yoh. 8:12). Tujuan terang Yesus datang ke dunia untuk:

Ketaatan atau Pemberontakan by Hengki Wijaya



Tema Khotbah     :  Ketaatan atau Pemberontakan
Tanggal                :  24 November  2013
Nats                     :  Kejadian 3:1-6
Tujuan                 :  mengajarkan jemaat tentang  makna ketaatan dan pemberontakan kepada Allah dan akibatnya supaya jemaat hidup kudus  dan taat di hadapan Allah

Akhir-akhir ini kita banyak mendengar tentang perpecahan dalam gereja yang ditimbulkan oleh berbagai kepentingan dalam jemaat, bahkan oleh hal-hal yang sepele seperti tersinggung dan perbedaan pendapat, doktrin dan keinginan. Namun stelah diselidiki apa yang terjadi dalam kehidupan berjemaat telah terjadi pemberontakan terhadap otoritas atau pemimpin rohani yang dianggap bukan suatu dosa yang harus diperhatikan. Gereja ada dalam kekuasaan Allah dan bukan tempat organisasi tetapi tempat kekuasaan Allah.
Dalam urutan penciptaan Allah, Allah terlebih dahulu menciptakan Adam kemudian baru Hawa. Allah menetapkan Adam menjadi kuasa dan menghendaki Hawa taat di bawah kekuasaan Adam. Diantara kedua orang ini, Allah telah menetapkan seorang menjadi kuasa dan seorang taat kepada kuasa. Hal yang pertama, kita harus taat kepada otoritas di atas kita baik pemimpin maupun kuasa di atas kita dalam hal ini mereka adalah wakil kekuasaan Allah di bumi. Siapa yang menjadi pemimpin kita maka kita harus taat kepadanya dan apabila kita tidak taat maka kita telah melakukan pemberontakan walaupun hal-hal yang sepele sekali pun. Kejatuhan manusia berasal dari ketidaktaatan kepada kekuasaan Allah. Tanpa bertanya dulu kepada Adam, Hawa sudah memutuskan seniri; melihat buah itu indah dipandang dan enak dimakan, ia lalu memutuskan dan bertindak sendiri. Jadi, perbuatan Hawa memakan buah itu bukan berasal dari ketaatan, melainkan dari keputusannya sendiri. Hawa tidak saja melanggar perintah Allah, tetapi juga tidak taat kepada kekuasaan Adam. Memberontak kepada wakil kekuasaan Allah berarti memberontak kepada Allah sendiri. Hal yang kedua, segala keputusan di dalam hidup ini haruslah mendapat persetujuan otoritas atau wakil kekuasaan Allah dan Allah sebagai otoritas tertinggi. Misalnya kita telah menjadi pekerja gereja dan ketika akan mengambil keputusan mengenai pelayanan gereja maka gembala harus menyetujuinya. Jadi, pekerjaan orang Kristen harus dikerjakan berdasarkan ketaatan, Tidak ada yang berasal dari inisiatif kita sendiri, segalanya hanya berupa “respon atau tanggapan”. Tidak ada satu pun yang berasal dari diri sendiri, semua harus berasal dari Allah. [1]


[1]  Watchman Nee, Kekuasaan dan Ketaata, Cet. Ke-6 (Surabaya: Yayasan Perpustakaan Injil, 2012), 19-21.

Undangan untuk Memimpin by Hengki Wijaya



Tema Khotbah     :  Undangan untuk Memimpin
Tanggal                :  17 November  2013
Nats                     :  Kejadian 1:26
Tujuan                 :  mengajarkan jemaat tentang panggilan untuk menjadi pemimpin supaya jemaat dapat menjadi pemimpin sebagaimana janji-Nya untuk mengelolah bumi dan menaklukkannya bagi kemuliaan-Nya

Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi” (Kejadian 1:26).
Allah adalah Sang Pemimpin Utama, dan Ia memanggil  setiap orang yang percaya untuk memimpin orang lain. Allah dapat mengatur ciptaan-Nya dalam banyak cara, namun Ia memilih menciptakan manusia yang memunyai roh serta kemampuan untuk berhubungan dengan dan mengikuti-Nya tetapi yang tidak terpaksa melakukannya. Apa tujuan Allah menciptakan manusia di muka bumi? Bila kita merenungkan saat ini apakah kita dilahirkan ke dunia hanya untuk diselamatkan dan menerima hidup kekal bersama-Nya?  Tidak hanya itu, tetapi sejak semula bumi diciptakan, Allah menghendaki kita berkuasa atas bumi ini (Kejadian 1:28).[1]
Tujuan Allah menciptakan manusia adalah: Pertama, Allah ingin mendapatkan manusia berkuasa, yang bisa menguasai bumi ini dan menjadi pemimpin dimana Allah menetapkannya untuk memimpin umat-Nya; dengan demikian, Ia akan merasa puas. Kedua, manusia yang diciptakan Allah ini bukan hanya serupa dengan-Nya, tetapi juga memiliki gambar-Nya, “rupa” mengacu kepada hal yang di luar dan “gambar” mengacu kepada hal yang di dalam. Allah ingin manusia bukan hanya serupa dengan diri-Nya secara lahir , tetapi juga segambar dengan-Nya secara batin, demikian manusia dapat memiliki perasaan, dorongan batin, kehidupan dan sifat kudus yang sama dengan diri-Nya. Allah ingin manusia serupa dengan diri-Nya sehingga setiap orang yang berkontak dengan manusia semacam ini akan merasakan sifat Allah. Inilah keputusan yang dibuat dalam rapat ke-Allahan (Kita). Ketiga,  Allah menarik kuasa-Nya dari iblis dan menaruhnya ke atas manusia. Alasan Allah menciptakan adalah agar manusia dapat memerintah menggantikan iblis. Sungguh besar kasih karunia, meskipun manusia jatuh dalam dosa namun janji Allah tidak berubah yaitu memberi manusia kuasa Allah untuk berkuasa. [2]


[1] John C. Maxwell, Leadership: Janji Tuhan Setiap Hari cet. Ke-4 (Jakarta: Penerbit Immanuel, 2008), 10.
[2] Watcman Nee, Kudus dan Tak Bercela (Surabaya: Yayasan Perpustakaan Injil Indonesia, 2000), 4-6.