Good News

Sabtu, 21 Maret 2015

Teologi Perjanjian Baru Tentang Bebas Dari Hukum Taurat Berdasarkan Surat Roma 7:1-6 by Hengki Wijaya



PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ada begitu banyak ahli yang beranggapan bahwa Roma pasal 7 ini merupakan bukti pengalaman Paulus di bawah hukum Taurat. Paulus sebagai penulis dari kitab Roma berpendapat bahwa Hukum Taurat itu mempunyai sifat berwibawa dan mengikat (Roma 7:1) dan Hukum Taurat itu bersifat kudus (Roma 7:12). Kehidupan Paulus baik sebelum bertobat maupun sesudah bertobat ia sangat menghargai Hukum Taurat. Paulus adalah orang yang tidak cacat dalam menaati hukum Taurat (Flp. 3:6).[1]
Kenyataan bahwa kita hidup diselamatkan oleh anugerah-Nya karena Yesus adalah pengantara kita antara Allah dan kita. Hal ini berbeda dengan Perjanjian Lama dimana Hukum Taurat adalah pengantara untuk bertemu dengan Allah. Allah yang berinisiatif di dalam hidup orang percaya sehingga kita dapat melayani-Nya dengan hidup baru yang telah dikerjakan oleh-Nya kita beroleh hidup kekal.Tujuan sebenarnya dari Roma pasal 7 adalah untuk menjelaskan dan menjabarkan pernyataan Paulus dalam pasal 6:14, Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia. Menurut ayat ini, pembebasan kita dari kuasa dosa adalah bukti nyata bahwa kita tidak lagi berada dibawah hukum Taurat. Pertanyaan pertama yang harus dijawab adalah; Bagaimana hal itu dapat melewati kenyataan bahwa umat Kristen tidak lagi di bawah hukum Taurat?Paulus menjawab pertanyaan ini dipasal 7:1-4.[2] Berita ini juga disampaikan oleh nabi Yeremia tentang perjanjian baru dengan umat Israel (Yeremia 31:31-34). Inilah yang melatarbelakangi penulisan ini sehingga penulis memberi judul “Teologi Perjanjian Baru Tentang Bebas Dari Hukum Taurat Berdasarkan Surat Roma 7:1-6.”
EKPOSISI SURAT ROMA 7:1-6 DAN YEREMIA 31:31-34

Hermeneutika Surat Roma 7:1-6

 Frase sebab aku berbicara kepada mereka yang mengetahui hukum” (Rm 7:1). Kata “mereka” bisa menunjuk pada (1) orang percaya Yahudi saja; (2) pertentangan antara orang percaya Yahudi dan non Yahudi di gereja Roma; (3) hukum dalam pengertian yang umum dalam hubungannya dengan semua manusia (lih. 2:14-15); atau (4) kepada orang percaya non Yahudi yang terlibat dalam proses belajar mengenai iman mereka yang baru (katekisasi) dari Kitab Suci Perjanjian Lama (PL).[3]
Roma 7:1, “Apakah kamu tidak tahu, saudara-saudara, ....” Rasul Paulus telah menegaskan dalam Rom 6:14, “Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia. Penekanannya ialah bahwa orang-orang Romawi percaya adalah orang-orang yang “tidak berada di bawah hukum”, dan Paulus mengetahui bahwa hal ini tidak menyenangkan banyak orang, dan dikecualikan oleh mereka, terutama orang-orang Yahudi yang di antara mereka, yang meskipun mereka percaya dalam Kristus, namun tidak bersemangat hukum, membawanya lagi, dan menjelaskan dan membela itu.[4]  Kalimat “Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa” (Rm 6:14). Ini adalah sebuah future active indicative (lihat Maz 19:13) yang berfungsi sebagai suatu imperative, “dosa tidak boleh menjadi tuan atasmu!” Dosa bukanlah tuan atas orang percaya karena dosa bukan tuan atas Kristus, (lihat ay 9;Yoh 16:33).[5]
Menurut Roma 6, umat Kristen telah mati bagi dosa(Roma 6:2,11) melalui persekutuan mereka dengan Kristus dan telahdimerdekakan (Roma 6:7,18,22) dari dosa, sehingga dosa tidak lagiberkuasa (Roma 6:14) atas mereka. Hasil dari kematian akan dosa adalahmelayani Allah (Roma 6:22) yang beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan (Roma 6:21-22). Paulus mengulangi contoh kemenangan ini di Roma 7. Umat Kristen telahmati bagi hukum Taurat (Roma 7:4) melalui persekutuan mereka dengan Kristus dan telah dibebaskan dari hukum Taurat (Roma 7:6), sehingga hukum tidak lagi berkuasa atas mereka (Roma 7:1). Hasil dari kematian untuk hukum Taurat adalah melayani Allah (Roma 7:6), dan yang menghasilkan buah kepada Allah (Roma 7:4). Singkatnya, Paulus dengan tegas menyampaikan di Roma 6, dan dia terus lebih tegas menyampaikannya lagi dalam Roma 7![6]
Kata κύριεω[7] memiliki arti untuk memerintah, memiliki kuasa, tuan, menjadi pemimpin. Suatu kata kerja present active indicative orang ketiga tunggal.[8] Orang ketiga tunggal yang dimaksud adalah hukum (nomos). Artinya hukum itu memiliki kuasa, bersifat mengikat terhadap orang yang yang harus mengikuti hukum tersebut. Kata kerja  κατηργηται[9] dalam ayat 2 artinya menghapuskan, membuat tidak berlaku lagi, tetapi disini dipakai dalam arti lain yaitu: membebaskan dari. Sebaliknya dalam ayat 3, dipakai kata lain: eleuthera, ‘bebas dari’.[10] Frase “bebaslah ia” adalah kata kerja yang serupa dengan yang ada dalam 6:6; artinya “dijadikan tidak bisa beroperasi” “membuat tidak berguna,” atau “diakhiri kegunaannya.” Dalam 6:6, bentuknya adalah aorist passive, sedang di sini adalah perfect passive, yang artinya “telah dan terus dibebaskan.  
Penggambaran suami dalam ayat 2 adalah Allah yang memberi hukum Taurat namun telah diingkari oleh mereka, bangsa Israel yang berdosa maka Allah menolak mereka karena mereka tidak taat pada tuan (Allah sendiri) dan menjadikan diri sendiri sebagai tuan (suami) dimana bangsa Israel seharusnya digambarkan sebagai istri dan Allah sebagai suami yang berkuasa atas bangsa Israel (lihat Yer. 31:32: Ibr. 8:9).
Penjelasan ayat 3, “Karena manusia lama kita, yaitu suami yang lama, sudah disalibkan dengan Kristus (6:6), maka kita dimerdekakan dari hukumnya dan di satukan dengan suami yang baru, Kristus, yang hidup selama-lamanya. Jadi sebagai orang beriman kita memiliki dua status. Kata ‘kamu’ yang pertama dalam ayat ini mengacu kepada kita dalam status yang lama sebagai manusia lama yang telah jatuh, yang meninggalkan posisi semula sebagai istri yang bersandar kepada Allah dan mengambil posisi suami dan kepala semaunya sendiri, merdeka terhadap Allah. Kata ‘kamu’ yang kedua dalam ayat ini mengacu kepada status baru, sebagai manusia baru yang dilahirkan kembali, dipulihkan kepada posisi kita semula dan tepat sebagai istri Allah yang sejati (Yes. 54:5;1Kor. 11:3), bersandar kepada-Nya dan mengambil Dia sebagai kepala kita.”[11] Hal ini menunjukkan bahwa hukum Taurat tidak berkuasa lagi atas orang percaya, melainkan Kristus sendiri yang berkuasa atas orang percaya. Hukum Taurat yang kudus, benar dan baik itu menunjukkan dosa dan akibat-akibat dosa, tetapi tidak sanggup menyelamatkan dan menyucikan orang percaya.[12]  
Pemikiran dasar dari bagian ini terdapat pada peribahasa hukum yang mengatakan, bahwa kematian membatalkan semua kontrak. Paulus memulainya dengan suatu ilustrasi dari kebenaran ini dan hendak menggunakan gambaran ini sebagai simbol dari apa yang terjadi pada orang Kristen. Selama suaminya masih hidup, seorang wanita tak dapat menikah dengan laki-laki lain, tanpa ia terlibat perzinahan. Tetapi jika suaminya mati, boleh dikatakan kontrak itu batal, dan ia bebas untuk menikah dengan siapa saja yang ia sukai.[13] Maka ayat 2-3 sebaiknya dianggap sebagai contoh aturan yang disebutkan dalam ayat 1, yaitu bahwa kematian membawa perubahan yang menentukan dalam hubungan orang dengan hukum (Taurat).[14]
Dalam Roma7:4, “kamu telah mati bagi hukum Taurat.” Ini adalah pokok utama dari paragraph ini (dan pasal 6). Hal ini berkaitan dengan analogi dalam pasal 6 mengenai orang Kristen yang mati bagi dosa, sebagaimana Kristus mati bagi dosa (lihat 2Kor 5:14-15; Gal 2:20). Orang percaya adalah ciptaan baru dalam Kristus, dalam jaman Roh yang baru (lih. II Kor 5:17). Frase “oleh tubuh Kristus” tidak menunjuk pada konsep teologia gereja sebagai tubuh Kristus (lih. I Kor 12:12.27), namun kepada tubuh jasmani Kristus sebagaimana dalam Roma 6:3-11 dimana ketika Kristus mati, orang percaya, ditunjukkan dengan melalui baptisan, mati bersama Dia. Kematian-Nya adalah kematian mereka (lihat 2Kor 5:14-15;Gal 2:20). Hidup kebangkitan-Nya memerdekakan mereka untuk melayani Allah dan sesama.  Frase “agar kita berbuah bagi Allah” merupakan paralel dari pasal 6, khususnya Roma 6:22. Orang percaya yang sekarang telah merdeka melalui Kristus mengikatkan diri mereka kepada Kristus. Inilah analogi perkawinan yang berlanjut. Sebagaimana Kristus telah mati bagi orang percaya, mereka sekarang harus mati bagi dosa (2Kor 5:13-14; Gal 2:20). Sebagaimana Kristus dibangkitkan, mereka juga , dibangkitkan kepada kehidupan rohani yang baru yang melayani Allah (lihat Rom 6:22; Ef 2:5-6).[15] Frase “yaitu Dia yang telah dibangkitkan…” Paulus menjelaskan siapa ‘orang lain’ itu. Mengapa di sini Kristus disebut sebagai ‘yang telah dibangkitkan dari antara orang mati’? Sebab dalam sebutan itu terdapat kedua segi yang penting dalam hubungan ini: yaitu bahwa kita mati bersama Kristus (terlepasnya keterikatan pada hukum dosa), dan bahwa bersama Dia, yaitu sebagai anggota tubuh-Nya, kita menempuh kehidupan baru (bdg. Rm, 6:4,10). Selanjutnya frase “agar kita berbuah bagi Allah” sesuai dengan Roma 6:22. Perkataan supaya mengungkan dua hal yaitu: pertama, agar kita menjadi kudus dan memperoleh kehidupan kekal (6:22), kedua yaitu kewajiban kita untuk melakukan perbuatan kebenaran.[16]
Paulus menggambarkan suatu paradoks antara dua keadaan manusia tanpa Kristus atau bersama Kristus. Sebelum kita mengenal Kritus, kita berusaha mengatur hidup dengan menaati peraturan hukum Taurat. Itulah waktu kita masih di dalam daging. Dengan daging, maksud Paulus, bukanlah tubuh jasmani. Di dalam manusia selalu ada sesuatu yang melayani godaan dosa; itulah bagian dari manusia yang menyediakan ruangan bagi dosa yang Paulus sebut adalah daging. Bila manusia mengatur kehidupan dalam persekutuan dengan Kristus, mengendalikan kehidupannya tidak dengan ketaatan pada peraturan-peraturan hukum Taurat yang sebenarnya menimbulkan keinginan untuk berbuat dosa, melainkan dengan kesetiaan kepada Yesus Kristus, di dalam roh dan hatinya. Kasih yang memberikan kuasa untuk dapat melakukan apa yang selama ia di bawah hukum Taurat, ia tidak pernah mampu melakukannya.”[17]
Dalam ayat 5 adalah suatu kebalikan dari ayat 4. Ayat 4 berkaitan dengan pengalaman orang percaya, sebagaimana ayat 6. Ayat 5 menjelaskan mengenai “buah” dari kehidupan yang tanpa kuasa Allah (Gal 5:18-24). Hukum Taurat menunjukkan kepada orang percaya dosa mereka (ay 7-9; Gal 3:23-25), namun tidak dapat memberikan pada mereka kuasa untuk mengalahkannya. Dalam konteks, hal ini menunjuk pada kejatuhan orang percaya dan sifat keberdosaan yang diwarisi dari Adam (lihat Rm. 6:19). Paulus menggunakan sitilah sarx dalam dua cara berbeda: (1) sifat berdosa (orang tua), dan (2) tubuh jasmaniah (lihat Rm. 1:3; 4:1; 9:3,5). Di sini hal ini adalah negatif, namun perhatikan Roma 1:3; 4:1; 9:3,5; Gal 2:20. Daging/tubuh (sarx/soma) tidaklah jahat dengan sendirinya, namun, sebagaimana pikiran kita, daging dan tubuh ini adalah suatu medan peperangan, suatu tempat pertentangan antara kuasa kejahatan jaman ini dan Roh Kudus. Frase “yang dirangsang oleh Hukum Taurat.” Aspek sifat pemberontakan manusia, yang bereaksi secara agresif terhadap adanya pembatasan-pembatasan ini, dapat dilihat secara jelas dalam Kejadian 3 dan dalam tiap manusia. Hukum Taurat menetapkan batasan-batasan (lihat ay 7-8). Batasan-batasan ini adalah untuk melindungi umat manusia, namun manusia memandangnya sebagai suatu rantai dan kekangan. Roh kemerdekaan yang penuh dosa justru timbul akibat rangsangan dari Hukum Allah. Masalahnya adalah bukan pada batasan-batasan tersebut, melainkan otonomi dan kehendak diri manusia itu sendiri.[18] Daging adalah manusia lahiriah yang terpisah dari Allah dan segala pertolongan-Nya. Paulus mengatakan, ketika kita masih hidup di dalam daging (di luar Allah), hukum Taurat benar-benar merangsang keinginan kita untuk berbuat dosa. Apa yang ia maksudkan dengan itu? Sekali lagi ia mengungkapkan, bahwa hukum Taurat sebenarnya menghasilkan dosa, karena kenyataannya suatu hal yang dilarang memberi daya tarik untuk melakukannya. Bila kita hanya memiliki hukum Taurat, kita sebenarnya ada di dalam kuasa dosa. [19]
          Kata “Tetapi sekarang” pentinglah untuk disimak keparalelan antara ayat 5 dan 6, dan pada saat yang sama hubungan keduanya dengan hal selanjutnya. Ayat 5 yang menjelaskan pengalaman sebelum menjadi orang Kristen, memiliki paralel dalam 7:7-25; ayat 6 yang menjelaskan tentang kehidupan iman saat ini di bawah kepemimpinan Roh Allah, memiliki parallel dalam 8:1-11.”  Frase “kita telah dibebaskan” adalah suatu aorist passive indicative. Ini adalah suatu kebalikan dari imperfect middle indicative dari ayat 5. Orang percaya yang telah secara terus menerus ditawan oleh dosa sebagaimana dinyatakan dalam hukum, namun kini mereka telah dimerdekakan oleh Roh melalui kabar baik dari Injil. Kata yang sama ini juga digunakan dalam hal seorang wanita yang suaminya meninggal dalam ayat 2. Frase “telah mati bagi dia, yang mengurung kita” adalah suatu aorist active participle yang diikuti dengan suatu imperfect passive indicative. Allah, melalui kematian Kristus, membebaskan orang percaya dari (1) kutukan PL; dan (2) keberdosaan di dalam diri mereka. Mereka telah secara terus menerus ditawan oleh pemberontakan mereka melawan kehendak Allah yang telah dinyatakan, sifat kejatuhan, dosa pribadi, dan oleh godaan yang adi kodrati (lih. Ef 2:2-3)! [20]
Ada dua frase yaitu “keadaan baru dan keadaan lama.” Jalan rohani yang baru nampaknya menunjuk pada Perjanjian baru dalam Kitab Perjanjian Lama (lihat Yer. 31:31-34; Yeh. 36:22-32). Kata Yunani “baru” (kainos - kainotēs) digunakan oleh Paulus untuk menyatakan: 1) ke-baru-an kehidupan, Rom 6:4; 2) ke-baru-an Roh, Rom 7:6 ; 3) perjanjian baru, 1Kor 11:2; 2Kor 3:6; 4) ciptaan baru, 2 Kor 5:17; Gal 6:15; 5) manusia baru, Ef 2:15; 4:24. Kata “lama” yang berlaku bagi Taurat Musa berarti “usang secara menyeluruh.” Paulus sedang mengkontraskan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, sebagaimana dibuat juga oleh penulis kitab Ibrani (lihat Ibrani 8:7 dan 13).[21]
Beberapa perbandingan terjemahan “sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh” yaitu:[22]
NASB, NKJV “sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh”
NRSV                “sehingga…,   namun dalam kehidupan baru yang dari Roh”
TEV                  “tetapi dalam jalan baru yang dari Roh”
JB                     “merdeka untuk melayani dengan cara rohani yang baru

Secara hurufiah ini berarti “dalam ke-baru-an roh”. Tidaklah pasti apakah ini menunjuk pada roh manusia yang diperbaharui atau Roh Kudus. Kebanyakan terjemahan bahasa Inggris menggunakan huruf besar, yang berarti Roh Kudus, yang secara mendua disebutkan pertama kali dalam Roma 8 (15 kali). Dalam tulisan Paulus “daging” dan “roh” seringkali dikontraskan sebagai dua cara pikir dan hidup yang berbeda (lihat 7:14; 8:4; Gal 3:3; 5:16,17,25; 6:8). Kehidupan jasmaniah tanpa Allah ialah “daging”, namun hidup bersama Allah ialah “roh” atau “Roh”. Roh Kudus yang tinggal dalam manusia (lih. 8:9,11) mengubah orang percaya menjadi suatu ciptaan baru dalam Kristus.[23]
Hermenetika Yeremia 31:31-34
Penekanan pada ayat 6, “keadaan baru” ini membawa hubungan dalam Perjanjian Lama yaitu Kitab Yeremia 31:31-34 yang dikutip kembali dalam surat Ibrani 8:8-12 dalam Perjanjian Baru. Kitab Yeremia 31:31-34 menjelaskan tentang makna perjanjian baru yang berhubungan dengan keadaan baru (Rm. 7:6).
Kata berith (ayat 31) yang berarti perjanjian (covenant), persekutuan (league). [24]  Akar kata berith adalah bara yang berarti menciptakan (create/creator) (Kejadian 1:1).[25] Perjanjian adalah suatu cara yang digunakan oleh Allah yang benar dalam menghadapi manusia ciptaanNya. Konsep dari perjanjian, persetujuan, atau kesepakatan sangatlah menentukan dalam pemahaman perwahyuan alkitabiah.[26]
Ketegangan antara kedaulatan Allah dan kehendak bebas manusia nampak sangat jelas dalam konsep perjanjian. Beberapa perjanjian didasarkan atas sifat-sifat, tindakan-tindakan,dan maksud-maksud Allah yaitu: 1) penciptaan itu sendiri (lihat Kejadian 1-2); 2) panggilan Abraham (lihat Kejadian 12); 3) perjanjian dengan Abraham (lihat Kej. 15); 4) pemeliharaan dan perjanjian kepada Nuh (lihat Kejadian 6-9). Namun demikian, sifat mendasar dari perjanjian menuntut adanya suatu tanggapan yaitu: Pertama, oleh iman Adam harus mentaati Allah dan tidak memakan buah dari pohon ditengah-tengah taman Eden (lihat Kejadian 2); kedua, oleh iman Abraham harus meninggalkan keluarganya, mengikuti Allah, dan percaya akan keturunan yang akan datang (lihat Kejadian 12,15);ketiga, oleh iman, Nuh harus membangun bahtera jauh dari air dan mengumpulkan binatang-binatang (bdg. Kej. 6-9); keempat,oleh iman Musa membawa bangsa Israel keluar dari Mesir dan menerima petunjuk khusus bagi kehidupan sosial dan keagamaan dengan janji berkat dan kutuk (lihat Ulangan 27-28).[27]
Ketegangan yang sama yang melibatkan hubungan Allah dengan manusia dikemukakan dalam “perjanjian baru.” Ketegangan ini dapat dilihat dengan jelas dalam membandingkan Yehezkiel 18 dengan Yehezkiel 36:27-37. Apakah perjanjian berdasarkan tindakan kemurahan Allah atau tanggapan manusia yang dimandatkan? Ini adalah pokok bahasan yang hangat dai Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Sasaran keduanya sama: (1) pemulihan persekutuan yang hilang dalam Kej dan (2) penetapan orang-orang benar yang mencerminkan sifat-sifat Allah. Perjanjian yang baru dari Yeremia 31:31-34 menyelesaikan ketegangan ini dengan menghilangkan prestasi manusia sebagai cara untuk mencapai penerimaan. Hukum Allah menjadi suatu hasrat dari dalam dan bukannya suatu kitab undang-undang hukum eksternal. Sasaran untuk bangsa yang benar dan saleh tetap sama, namun metodologinya berubah. Manusia yang jatuh membuktikan diri merekasendiri tidak layak untuk menjadi gambar cerminan Allah. Masalahnya adalah bukan perjanjian Allah, namun keberdosaan dan kelemahan manusia (lih. Rom 7; Gal 3).[28]
Frase “Sebab Ia menegor mereka” menjelaskan bahwa bukan Hukum Taurat, namun kelemahan manusialah masalahnya (lihat Rm. 7:12,16;Gal. 3). Allah menegor mereka (kaum Israel dan Yehuda). “Ia berkata” yaitu Allah sendiri melalui perantaraan nabi Yeremia (ayat 8-12) adalah suatu kutipan atau pengulangan kembali kepada orang Ibrani dari Yeremia 31:31-34 yang dipertahankan. Perhatikan kata “Ia” menunjuk pada Yahweh (Allah); namun demikian, dalam Ibrani 10:15 frasa yang sama ini ditujukan bagi Roh Kudus. Ilham dari Perjanjian Lama kadang-kadang dianggap dari Roh dan kadang dari Bapa. “Perjanjian baru” adalah bagian dalam Yeremia ini (lihat 31:31-34) adalah satu-satunya tempat di PL yang menyebutkan adanya suatu perjanjian “baru”, namun hal ini dijelaskan juga dalam Yehezkiel 36:22-38. Ini pasti sangat menggoncangkan orang Yahudi. “Kaum Israel” mengisyaratkan penyatuan dari umat Allah. Setelah Kerajaan Kesatuan (Saul, Daud, Salomo) terpecah di tahun 922 S.M, suku-suku utara di bawah Yerobeam I disebut Israel dan suku-suku selatan di bawah Rehabeam disebut Yehuda.[29]
Ayat 32 menjelaskan bahwa perjanjian baru yang dimaksudkan oleh Allah tidaklah seperti apa yang telah diciptakan-Nya dengan bangsa Israel yang keluar dari Mesir melalui perantaraan Musa di Sinai. Perjanjian terdahulu telah diingkari oleh bangsa Israel maka perjanjian baru  ini adalah pemulihan bagi kaum Yehuda dan kaum Israel. Perjanjian terdahulu dengan nenek moyang mereka nampak secara lahiriah, maka perjanjian baru  ini tidak seperti itu (ay. 33). Penulis menemukan dalam ayat 32,  frase “Aku menjadi tuan yang berkuasa atas mereka, demikianlah firman TUHAN.” Frase ini mengingatkan tentang penggambaran Paulus tentang hubungan suami istri dalam Roma 7:2. Kata baal artinya tuan (master), suami (husband) yang memiliki kuasa atas istri.[30] Allah menjadi tuan atas bangsa Israel yang tidak taat atas hukumTaurat. Hal yang luar biasa karena Allah tetap mengasihi mereka (kaum Yehuda dan Kaum Israel atau bangsa Israel) dengan menciptakan perjanjian baru yang digenapi dalam Yesus Kristus melalui tubuh Kristus, supaya menjadi milik Kristus (suami) (Rm. 7:4).

“Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman TUHAN: Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku” (Roma 7:4). Dalam Perjanjian Baru “Taurat-Ku” adalah Yesus Kristus yaitu Roh-Nya dalam setiap batin orang percaya yang telah menjadi milik Kristus (Allah). Allah berdaulat dalam hidup kita yang artinya Allah berkuasa atas batin dan hati kita karena kita milik kepunyaan-Nya yang telah ditebus oleh Anak-Nya, Yesus.
Ayat 34 merupakan tujuan Allah menaruh “Taurat-Nya” di dalam hati umat-Nya yang dalam Perjanjian Baru dikatakan “kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh (Roma 7:6). Setiap orang percaya di dalam hatinya ada Roh Allah yang mengajar tentang kebenaran dan pengenalan akan Allah dan Allah dapat dialami melalui persekutuan Roh-Nya dan dosa-dosa diampuni dan Allah tidak mengingatnya lagi karena penebusan Yesus di atas kayu salib oleh tubuh Kristus.  Allah yang berinisiatif menciptakan perjanjian baru yang digenapi di dalam Kristus yang kini dialami oleh orang yang percaya kepada Yesus di dalam batin dan hatinya.
Hal ini disebutkan dalam PB dalam Luk 22:20, I Kor 11:25; II Kor 3:6; dan Ibr 8:8; 9:15. Tidak akan ada kebutuhan untuk para pemimpin, semua akan mengenal Tuhan dan kehendak dan cara-Nya. Allah lupa akan dosa-dosa yang Allah ampuni. Perjanjian Lama menjanjikan pengampunan yang penuh adalah cukup indah (lih. Maz 103:3,8-14; Yes 1:18;. 38:17, 43:25, 44:22, Mikha 7:19).[31]
Banyak nubuatan-nubuatan di Perjanjian Lama berbicara tentang pembaharuan atau pemulihan “bangsa Israel” seperti yang terlihat di dalam Perjanjian Baru untuk menggenapi hal yang paling akhir didalam gereja. “Perjanjian yang baru” adalah salah satunya. Allah berkata dalam Yeremia 31 bahwa Dia akan membuat perjanjian baru dengan kaum Israel dan dengan kaum Yehuda. Penulis Ibrani menegaskan jelas bahwa perjanjian ini akan digenapi, bukan secara fisik “kaum Israel dan kaum Yehuda” seperti itu, tapi di dalam gereja (Ibrani 8). Setiap orang kristen, baik Yahudi atau bukan Yahudi, merupakan bagian dari Perjanjian yang baru.[32]
Implikasi Praktis Surat Roma 7:1-6
“Paulus membuat penerapannya apabila seorang Kristen mati di dalam Kristus bagi dosa, ia juga mati bagi hukum Taurat. Perhambaan yang dikenakan oleh hukum dosa dan kematian itu diputuskan sama sekali. Hukum Taurat tidak mati tetapi kita yang mati (manusia lama). Dan ketika kita mati, kita dipisahkan dari dosa yang pertama karena Hukum Taurat dan bersatu dengan Kristus karena iman. Semua manfaat kematian Kristus, dalam menanggapi tuntutan Taurat, menjadi milik kita; dan kita di bebaskan dari kuasa dosa yang berkuasa atas kita karena hukum Taurat itu.[33] Kita semua berasal dari silsilah keluarga yang sama hasilnya sekejam kematian. Kita mati di dalam persekutuan dengan Adam. Hukum Taurat tidak dapat menolong kita. Tetapi Allah mengerjakan penyelamatan kita. Ia mematahkan kuasa dosa; Ia membebaskan orang berdosa dengan darah-Nya di kayu salib, dan orang percaya bisa mendapatkan tempat hidup yang penuh buah di dalam Juruselamatnya.”[34] Di dalam Roma 7:1-6, Paulus melihat dengan jelas apa yang sudah dia nyatakan  secara tidak langsung di dalam 6:14-15. Waktu orang-orang percaya mati bagi dosa (6:2-3), mereka juga mati bagi hukum Musa. Salib Yesus yang menyebabkan hal ini (7:4). Kematian Yesus adalah suatu pindahan historis di dalm tujuan-tujuan Allah mengenai keselamatan.[35]
Roma 7:1-6 erat hubungannya dengan pernyataan ini. Dalam nats ini Paulus berkata bahwa orang-orang Kristen “mati bagi hukum Taurat”. Ia memakai lukisan tentang seorang wanita yang sudah menikah yang dibebaskan dari hukum suaminya bila suami itu mati. Kiasan ini tidak persis, sebab dapat dipertanyakan apakah hukum Taurat dapat dikatakan mati. Namun di sini terdapat dua pemikiran yang nampaknya digabung dalam sebuah gagasan, yakni: orang Kristen mati bagi hukum Taurat dan hukum Taurat mati bagi dia, sejauh menyangkut soal mencapai kebenaran.[36]
Yesus menghembuskan Roh-Nya melalui kelahiran baru yang memampukan orang percaya menjadi manusia baru. Hukum kasih karunia yang diberikan oleh Allah memampukan kita melakukan hukum Taurat itu karena kita mengasihi Tuhan dan bukan karena tuntutan hukum Taurat. Orang percaya harus menyadari bahwa darah-Nya adalah perjanjian baru dan setiap orang tidak perlu lagi setiap tahun mengorbankan ternak untuk pengampunan dosa sebab darah Kristus telah membayarnya sekali untuk dulu, sekarang dan sampai selama-lamanya.
Perhatikan kata melayani dalam Roma 7:6. Walaupun telah kawin dengan suami yang baru, kita masih harus melayani. Tetapi pelayanan ini adalah pelayanan yang bebas dibanding dengan kehidupan lama yang menjemukan. Pelayanan ini bukannya dilakukan menurut hukum-hukum lahir yang lama, tetapi menurut prinsip-prinsip rohani yang baru. “Sebab  kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati. Dan Kristus sudah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup unutk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka” (2Kor. 5:14,15).[37]
  KESIMPULAN
Adapun kesimpulan berdasarkan penjelasan diatas adalah:
1.        Allah menciptakan perjanjian baru menaruh Roh-Nya dalam batin dan hati setiap orang percaya supaya menjadi milik-Nya (Yer. 31:33;Roma 7:4).
2.        Allah berinisiatif menyelamatkan orang percaya dari kuasa dosa akibat pelanggaran hukum Taurat melalui darah Anak-Nya di kayu salib (tubuh Kristus).
3.        Orang percaya yang bebas dari Hukum Taurat artinya telah mati bagi hukum Taurat oleh tubuh Kristus. Orang percaya mati bagi kebiasaan lamanya dan menjadi ciptaan yang baru dalam Kristus.
4.        Orang percaya yang bebas dari hukum Taurat artinya melayani dengan keadaan baru menurut Roh-Nya (dikuasai oleh Roph Kudus).
5.        Hukum Taurat bukanlah jalan keselamatan melainkan Yesus adalah jalan keselamatan dan kehidupan kekal.
6.        Setiap orang percaya memiliki jalan masuk untuk mengenal Allah dengan benar karena darah Kristus dan Roh-Nya oleh kelahiran baru.
 


           [1] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 2, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995) 350-352.
[2] Charles Leiter, Pembenaran dan Lahir Baru (Bekasi: Save The Unreached Ministries, 2010), 140.
[3] Bob Utley, Surat Paulus kepada: Jemaat di Roma (Texas: Bible Lessons International, 2010), 129; diakses pada tanggal 25 Februari 2013; tersedia di http://www.freebiblecommentary.org/pdf/ind/VOL05_indonesian.pdf
[4] John Gill, John Gill's Exposition of the Entire Bible (e-Sword, 2010).
[5] Bob Utley, Surat Paulus kepada: Jemaat di Roma (Texas: Bible Lessons International, 2010), 122; diakses pada tanggal 25 Februari 2013; tersedia di http://www.freebiblecommentary.org/pdf/ind/VOL05_indonesian.pdf
[6] Charles Leiter, Pembenaran dan Lahir Baru, 140.
          [7] James Strong, Strong’s Hebrew and Greek Dictionaries (e-Sword, 2010) s.v. κύριεω
[8] BMG Morphology, Word Analysis, s.v. κύριεω In Bible Work Version 7.
          [9] BMG Morphology, Word Analysis, s.v. καταργεω  In Bible Work Version 7.
[10] Th. Van den End, Tafsiran Surat Roma (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1995), 298.
[11] Witness Lee, Alkitab Perjanjian Baru dengan Catatan Versi Pemulihan Cetakan ketiga (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia dan Yayasan Perpustakaan Injil Indonesia, 2006)
[12] G. Raymond Carlson, Surat Roma (Malang: Penerbit Gandum Mas, 1978),  65.
[13] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Surat Roma (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1986), 142.
[14] Th. Van den End, Tafsiran Surat Roma, 299.
[15] Bob Utley, Surat Paulus kepada: Jemaat di Roma, 130.
[16] Th. Van den End, Tafsiran Surat Roma, 301.
[17] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 143-144.
[18] Bob Utley, Surat Paulus kepada: Jemaat di Roma, 131.
[19] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 143-144.
[20] Bob Utley, Surat Paulus kepada: Jemaat di Roma, 131.
[21] Bob Utley, Surat Paulus kepada: Jemaat di Roma, 131.
[22] Bob Utley, Surat Paulus kepada: Jemaat di Roma, 132.
[23] Utley, 132. Kata “roh” dapat menunjuk pada roh manusia yang dibaharui dan diberi kekuatan oleh Injil dan Roh dalam Rm. 1:4,9;2:29;7:6;8:15; 11:8; 12:11; I Kor 2:11; 4:21; 5:3,4,5; 7:34; 14:15,16,32; 16:18.
[24] James Strong, Strong’s Hebrew and Greek Dictionaries (e-Sword:2010) s.v. berith
[25] James Strong, Strong’s Hebrew and Greek Dictionaries (e-Sword:2010) s.v. bara
[26] Bob Utley, Keunggulan Perjanjian Baru: Ibrani (Texas: Bible Lessons International, 1999), 101; diakses pada tanggal 28 Februari 2013; tersedia di http://www.freebiblecommentary.org/pdf/ind/VOL10_indonesian.pdf
[27] Bob Utley, Keunggulan Perjanjian Baru: Ibrani, 101.
[28] Ibid., 101.
[29] Bob Utley, Keunggulan Perjanjian Baru: Ibrani, 102.
[30] James Strong, Strong’s Hebrew and Greek Dictionaries (e-Sword:2010) s.v. bara
[31] Bob Utley, Keunggulan Perjanjian Baru: Ibrani, 103.
[32] Charles Leiter, Pembenaran dan Lahir Baru, 175-176.
[33] G. Raymond Carlson, Surat Roma, 67-68.
[34] G. Raymond Carlson, Surat Roma, 67-68.
[35] Andrew Brake, Teologi Perjanjian Baru: Diktat 2 (Makassar:STT Jaffray Makassar, 2013), 47-48.
[36] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 2, 354-357.
[37] G. Raymond Carlson, Surat Roma, 67-68.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar