PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Ada
begitu banyak ahli yang beranggapan bahwa Roma pasal 7 ini merupakan bukti
pengalaman Paulus di bawah hukum Taurat. Paulus sebagai penulis dari kitab Roma
berpendapat bahwa Hukum Taurat itu mempunyai sifat berwibawa dan mengikat (Roma
7:1) dan Hukum Taurat itu bersifat kudus (Roma 7:12). Kehidupan Paulus baik
sebelum bertobat maupun sesudah bertobat ia sangat menghargai Hukum Taurat. Paulus
adalah orang yang tidak cacat dalam menaati hukum Taurat (Flp. 3:6).[1]
Kenyataan bahwa kita hidup diselamatkan oleh
anugerah-Nya karena Yesus adalah pengantara kita antara Allah dan kita. Hal ini
berbeda dengan Perjanjian Lama dimana Hukum Taurat adalah pengantara untuk
bertemu dengan Allah. Allah yang berinisiatif di dalam hidup orang percaya
sehingga kita dapat melayani-Nya dengan hidup baru yang telah dikerjakan
oleh-Nya kita beroleh hidup kekal.Tujuan sebenarnya dari Roma pasal 7 adalah untuk menjelaskan dan menjabarkan pernyataan Paulus
dalam pasal 6:14, “Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak
berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia.” Menurut ayat ini, pembebasan kita dari kuasa dosa adalah bukti
nyata bahwa kita tidak lagi berada “dibawah hukum Taurat”. Pertanyaan pertama yang harus dijawab adalah; “Bagaimana hal itu dapat melewati kenyataan bahwa umat Kristen tidak lagi “di bawah hukum Taurat?” Paulus menjawab pertanyaan ini dipasal 7:1-4.[2] Berita ini juga
disampaikan oleh nabi Yeremia tentang perjanjian baru dengan umat Israel
(Yeremia 31:31-34). Inilah yang melatarbelakangi penulisan ini sehingga penulis
memberi judul “Teologi Perjanjian Baru Tentang Bebas Dari Hukum Taurat Berdasarkan Surat Roma
7:1-6.”
EKPOSISI SURAT ROMA 7:1-6 DAN YEREMIA 31:31-34
Hermeneutika
Surat Roma 7:1-6
Frase “…sebab aku berbicara kepada mereka yang mengetahui
hukum” (Rm 7:1). Kata “mereka” bisa menunjuk pada (1) orang percaya Yahudi
saja; (2) pertentangan antara orang percaya Yahudi dan non Yahudi di gereja
Roma; (3) hukum dalam pengertian yang umum dalam hubungannya dengan semua
manusia (lih. 2:14-15); atau (4) kepada orang percaya non Yahudi yang terlibat
dalam proses belajar mengenai iman mereka yang baru (katekisasi) dari Kitab
Suci Perjanjian
Lama (PL).[3]
Roma 7:1, “Apakah kamu
tidak tahu, saudara-saudara, ....” Rasul Paulus telah menegaskan dalam Rom 6:14,
“Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak
berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia.” Penekanannya
ialah bahwa orang-orang Romawi percaya adalah orang-orang yang “tidak berada di
bawah hukum”, dan Paulus mengetahui bahwa hal ini tidak menyenangkan banyak
orang, dan dikecualikan oleh mereka, terutama orang-orang Yahudi yang di antara
mereka, yang meskipun mereka percaya dalam Kristus, namun tidak bersemangat
hukum, membawanya lagi, dan menjelaskan dan membela itu.[4] Kalimat “Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi
oleh dosa” (Rm 6:14). Ini adalah sebuah future active indicative (lihat Maz 19:13) yang berfungsi sebagai
suatu imperative, “dosa tidak boleh
menjadi tuan atasmu!” Dosa bukanlah tuan atas orang percaya karena dosa bukan
tuan atas Kristus, (lihat ay 9;Yoh 16:33).[5]
Menurut Roma 6, umat Kristen telah “mati bagi dosa” (Roma 6:2,11) melalui persekutuan mereka dengan Kristus dan telah “dimerdekakan” (Roma 6:7,18,22) dari dosa, sehingga dosa tidak lagi “berkuasa” (Roma 6:14) atas mereka. Hasil dari kematian akan dosa adalah “melayani” Allah (Roma 6:22) yang beroleh “buah” yang membawa kamu kepada pengudusan (Roma 6:21-22). Paulus mengulangi contoh kemenangan ini di Roma 7. Umat Kristen telah “mati bagi hukum Taurat” (Roma 7:4) melalui persekutuan mereka dengan Kristus dan telah “dibebaskan” dari hukum Taurat (Roma 7:6), sehingga hukum tidak lagi “berkuasa” atas mereka (Roma 7:1). Hasil dari kematian untuk hukum Taurat adalah “melayani” Allah (Roma 7:6), dan yang menghasilkan “buah” kepada Allah (Roma 7:4). Singkatnya, Paulus dengan “tegas menyampaikan” di Roma 6, dan dia terus lebih
tegas menyampaikannya lagi dalam Roma 7![6]
Kata κύριεω[7] memiliki arti untuk
memerintah, memiliki kuasa, tuan, menjadi pemimpin. Suatu kata kerja present active indicative orang ketiga
tunggal.[8] Orang ketiga tunggal yang
dimaksud adalah hukum (nomos). Artinya
hukum itu memiliki kuasa, bersifat mengikat terhadap orang yang yang harus
mengikuti hukum tersebut. Kata kerja κατηργηται[9] dalam
ayat 2 artinya menghapuskan, membuat tidak berlaku lagi, tetapi disini dipakai
dalam arti lain yaitu: membebaskan dari.
Sebaliknya dalam ayat 3, dipakai kata lain: eleuthera,
‘bebas dari’.[10] Frase “bebaslah ia” adalah kata kerja yang serupa dengan yang ada dalam 6:6; artinya
“dijadikan tidak bisa beroperasi” “membuat tidak berguna,” atau “diakhiri
kegunaannya.” Dalam 6:6, bentuknya adalah aorist
passive, sedang di sini adalah perfect
passive, yang artinya “telah dan
terus dibebaskan.
Penggambaran suami dalam ayat 2 adalah
Allah yang memberi hukum Taurat namun telah diingkari oleh mereka, bangsa
Israel yang berdosa maka Allah menolak mereka karena mereka tidak taat pada
tuan (Allah sendiri) dan menjadikan diri sendiri sebagai tuan (suami) dimana
bangsa Israel seharusnya digambarkan sebagai istri dan Allah sebagai suami yang
berkuasa atas bangsa Israel (lihat Yer. 31:32: Ibr. 8:9).
Penjelasan ayat 3, “Karena manusia lama
kita, yaitu suami yang lama, sudah disalibkan dengan Kristus (6:6), maka kita
dimerdekakan dari hukumnya dan di satukan dengan suami yang baru, Kristus, yang
hidup selama-lamanya. Jadi sebagai orang beriman kita memiliki dua status. Kata
‘kamu’ yang pertama dalam ayat ini
mengacu kepada kita dalam status yang lama sebagai manusia lama yang telah
jatuh, yang meninggalkan posisi semula sebagai istri yang bersandar kepada
Allah dan mengambil posisi suami dan kepala semaunya sendiri, merdeka terhadap
Allah. Kata ‘kamu’ yang kedua dalam
ayat ini mengacu kepada status baru, sebagai manusia baru yang dilahirkan
kembali, dipulihkan kepada posisi kita semula dan tepat sebagai istri Allah
yang sejati (Yes. 54:5;1Kor. 11:3), bersandar kepada-Nya dan mengambil Dia
sebagai kepala kita.”[11] Hal ini menunjukkan bahwa
hukum Taurat tidak berkuasa lagi atas orang percaya, melainkan Kristus sendiri
yang berkuasa atas orang percaya. Hukum Taurat yang kudus, benar dan baik itu
menunjukkan dosa dan akibat-akibat dosa, tetapi tidak sanggup menyelamatkan dan
menyucikan orang percaya.[12]
Pemikiran dasar dari
bagian ini terdapat pada peribahasa hukum yang mengatakan, bahwa kematian
membatalkan semua kontrak. Paulus memulainya dengan suatu ilustrasi dari
kebenaran ini dan hendak menggunakan gambaran ini sebagai simbol dari apa yang
terjadi pada orang Kristen. Selama suaminya masih hidup, seorang wanita tak
dapat menikah dengan laki-laki lain, tanpa ia terlibat perzinahan. Tetapi jika
suaminya mati, boleh dikatakan kontrak itu batal, dan ia bebas untuk menikah
dengan siapa saja yang ia sukai.[13] Maka ayat 2-3 sebaiknya
dianggap sebagai contoh aturan yang disebutkan dalam ayat 1, yaitu bahwa
kematian membawa perubahan yang menentukan dalam hubungan orang dengan hukum
(Taurat).[14]
Dalam Roma7:4, “kamu telah mati bagi hukum Taurat.” Ini adalah
pokok utama dari paragraph ini (dan pasal 6). Hal ini berkaitan dengan analogi
dalam pasal 6 mengenai orang Kristen yang mati bagi dosa, sebagaimana Kristus
mati bagi dosa (lihat 2Kor 5:14-15; Gal 2:20). Orang percaya adalah ciptaan
baru dalam Kristus, dalam jaman Roh yang baru (lih. II Kor 5:17). Frase “oleh tubuh Kristus” tidak
menunjuk pada konsep teologia gereja sebagai tubuh Kristus (lih. I Kor
12:12.27), namun kepada tubuh jasmani Kristus sebagaimana dalam Roma 6:3-11
dimana ketika Kristus mati, orang percaya, ditunjukkan dengan melalui baptisan,
mati bersama Dia. Kematian-Nya adalah kematian mereka (lihat 2Kor 5:14-15;Gal 2:20).
Hidup kebangkitan-Nya memerdekakan mereka untuk melayani Allah dan sesama. Frase “agar
kita berbuah bagi Allah” merupakan paralel dari pasal 6,
khususnya Roma 6:22. Orang percaya yang sekarang telah merdeka melalui Kristus
mengikatkan diri mereka kepada Kristus. Inilah analogi perkawinan yang
berlanjut. Sebagaimana Kristus telah mati bagi orang percaya, mereka sekarang
harus mati bagi dosa (2Kor 5:13-14; Gal 2:20). Sebagaimana Kristus
dibangkitkan, mereka juga , dibangkitkan kepada kehidupan rohani yang baru yang
melayani Allah (lihat Rom 6:22; Ef 2:5-6).[15] Frase “yaitu Dia yang
telah dibangkitkan…” Paulus menjelaskan siapa ‘orang lain’ itu. Mengapa di sini
Kristus disebut sebagai ‘yang telah dibangkitkan dari antara orang mati’? Sebab
dalam sebutan itu terdapat kedua segi yang penting dalam hubungan ini: yaitu
bahwa kita mati bersama Kristus (terlepasnya keterikatan pada hukum dosa), dan
bahwa bersama Dia, yaitu sebagai anggota tubuh-Nya, kita menempuh kehidupan
baru (bdg. Rm, 6:4,10). Selanjutnya frase “agar kita berbuah bagi Allah” sesuai
dengan Roma 6:22. Perkataan supaya mengungkan
dua hal yaitu: pertama, agar kita
menjadi kudus dan memperoleh kehidupan kekal (6:22), kedua yaitu kewajiban kita untuk melakukan perbuatan kebenaran.[16]
Paulus menggambarkan suatu paradoks antara dua
keadaan manusia tanpa Kristus atau bersama Kristus. Sebelum kita mengenal
Kritus, kita berusaha mengatur hidup dengan menaati peraturan hukum Taurat.
Itulah waktu kita masih di dalam daging. Dengan
daging, maksud Paulus, bukanlah tubuh jasmani. Di dalam manusia selalu ada
sesuatu yang melayani godaan dosa; itulah bagian dari manusia yang menyediakan
ruangan bagi dosa yang Paulus sebut adalah daging. Bila manusia mengatur kehidupan dalam persekutuan dengan Kristus, mengendalikan
kehidupannya tidak dengan ketaatan pada peraturan-peraturan hukum Taurat yang
sebenarnya menimbulkan keinginan untuk berbuat dosa, melainkan dengan kesetiaan
kepada Yesus Kristus, di dalam roh dan hatinya. Kasih yang memberikan kuasa untuk dapat melakukan apa yang selama ia di
bawah hukum Taurat, ia tidak pernah mampu melakukannya.”[17]
Dalam ayat
5 adalah suatu kebalikan dari ayat 4. Ayat 4 berkaitan dengan pengalaman orang
percaya, sebagaimana ayat 6. Ayat 5 menjelaskan mengenai “buah” dari kehidupan
yang tanpa kuasa Allah (Gal 5:18-24). Hukum Taurat menunjukkan kepada orang
percaya dosa mereka (ay 7-9; Gal 3:23-25), namun tidak dapat memberikan pada
mereka kuasa untuk mengalahkannya. Dalam konteks, hal ini menunjuk pada
kejatuhan orang percaya dan sifat keberdosaan yang diwarisi dari Adam (lihat
Rm. 6:19). Paulus menggunakan sitilah sarx
dalam dua cara berbeda: (1) sifat berdosa (orang tua), dan (2) tubuh
jasmaniah (lihat Rm. 1:3; 4:1; 9:3,5). Di sini hal ini adalah negatif, namun
perhatikan Roma 1:3; 4:1; 9:3,5; Gal 2:20. Daging/tubuh (sarx/soma) tidaklah jahat dengan sendirinya, namun, sebagaimana
pikiran kita, daging dan tubuh ini adalah suatu medan peperangan, suatu tempat
pertentangan antara kuasa kejahatan jaman ini dan Roh Kudus. Frase “yang dirangsang oleh Hukum Taurat.” Aspek
sifat pemberontakan manusia, yang bereaksi secara agresif terhadap adanya
pembatasan-pembatasan ini, dapat dilihat secara jelas dalam Kejadian 3 dan
dalam tiap manusia. Hukum Taurat menetapkan batasan-batasan (lihat ay 7-8).
Batasan-batasan ini adalah untuk melindungi umat manusia, namun manusia
memandangnya sebagai suatu rantai dan kekangan. Roh kemerdekaan yang penuh dosa
justru timbul akibat rangsangan dari Hukum Allah. Masalahnya adalah bukan pada
batasan-batasan tersebut, melainkan otonomi dan kehendak diri manusia itu
sendiri.[18] Daging adalah manusia lahiriah yang terpisah
dari Allah dan segala pertolongan-Nya. Paulus mengatakan, ketika kita masih hidup di dalam daging
(di luar Allah), hukum Taurat benar-benar merangsang keinginan kita untuk
berbuat dosa. Apa yang ia maksudkan dengan itu? Sekali lagi ia mengungkapkan,
bahwa hukum Taurat sebenarnya menghasilkan dosa, karena kenyataannya suatu hal
yang dilarang memberi daya tarik untuk melakukannya. Bila kita hanya memiliki
hukum Taurat, kita sebenarnya ada di dalam kuasa dosa. [19]
Kata
“Tetapi sekarang” pentinglah untuk disimak keparalelan
antara ayat 5 dan 6, dan pada saat yang sama hubungan keduanya dengan hal
selanjutnya. Ayat 5 yang menjelaskan pengalaman sebelum menjadi orang Kristen,
memiliki paralel dalam 7:7-25; ayat 6 yang menjelaskan tentang kehidupan iman
saat ini di bawah kepemimpinan Roh Allah, memiliki parallel dalam 8:1-11.” Frase “kita telah dibebaskan” adalah suatu aorist passive indicative. Ini adalah suatu kebalikan dari imperfect middle indicative dari ayat 5.
Orang percaya yang telah secara terus
menerus ditawan oleh dosa sebagaimana dinyatakan dalam hukum, namun kini
mereka telah dimerdekakan oleh Roh melalui kabar baik dari Injil. Kata yang
sama ini juga digunakan dalam hal seorang wanita yang suaminya meninggal dalam
ayat 2. Frase “telah mati bagi dia,
yang mengurung kita” adalah suatu aorist active participle yang diikuti dengan suatu imperfect passive indicative. Allah,
melalui kematian Kristus, membebaskan orang percaya dari (1) kutukan PL; dan
(2) keberdosaan di dalam diri mereka. Mereka telah secara terus menerus ditawan oleh pemberontakan mereka melawan kehendak
Allah yang telah dinyatakan, sifat kejatuhan, dosa pribadi, dan oleh godaan
yang adi kodrati (lih. Ef 2:2-3)! [20]
Ada
dua frase yaitu “keadaan baru dan keadaan lama.” Jalan
rohani yang baru nampaknya menunjuk pada Perjanjian baru dalam Kitab Perjanjian
Lama (lihat Yer. 31:31-34; Yeh. 36:22-32). Kata Yunani “baru” (kainos - kainotēs) digunakan oleh Paulus untuk menyatakan: 1) ke-baru-an
kehidupan, Rom 6:4; 2) ke-baru-an Roh, Rom 7:6 ; 3) perjanjian baru, 1Kor 11:2;
2Kor 3:6; 4) ciptaan baru, 2 Kor 5:17; Gal 6:15; 5) manusia baru, Ef 2:15; 4:24.
Kata “lama” yang berlaku bagi Taurat Musa berarti “usang secara menyeluruh.”
Paulus sedang mengkontraskan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru,
sebagaimana dibuat juga oleh penulis kitab Ibrani (lihat Ibrani 8:7 dan 13).[21]
Beberapa perbandingan
terjemahan “sehingga
kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh” yaitu:[22]
NASB, NKJV “sehingga
kita sekarang melayani dalam keadaan baru
menurut Roh”
NRSV “sehingga…, namun dalam kehidupan baru yang dari Roh”
TEV “tetapi
dalam jalan baru yang dari Roh”
JB “merdeka
untuk melayani dengan cara rohani yang baru”
Secara hurufiah ini berarti
“dalam ke-baru-an roh”. Tidaklah
pasti apakah ini menunjuk pada roh manusia yang diperbaharui atau Roh Kudus.
Kebanyakan terjemahan bahasa Inggris menggunakan huruf besar, yang berarti Roh
Kudus, yang secara mendua disebutkan pertama kali dalam Roma 8 (15 kali). Dalam
tulisan Paulus “daging” dan “roh” seringkali dikontraskan sebagai dua cara
pikir dan hidup yang berbeda (lihat 7:14; 8:4; Gal 3:3; 5:16,17,25; 6:8).
Kehidupan jasmaniah tanpa Allah ialah “daging”, namun hidup bersama Allah ialah
“roh” atau “Roh”. Roh Kudus yang tinggal dalam manusia (lih. 8:9,11) mengubah
orang percaya menjadi suatu ciptaan baru dalam Kristus.[23]
Hermenetika
Yeremia 31:31-34
Penekanan pada ayat 6,
“keadaan baru” ini membawa hubungan dalam Perjanjian Lama yaitu Kitab Yeremia
31:31-34 yang dikutip kembali dalam surat Ibrani 8:8-12 dalam Perjanjian Baru.
Kitab Yeremia 31:31-34 menjelaskan tentang makna perjanjian baru yang berhubungan dengan keadaan baru (Rm. 7:6).
Kata berith (ayat 31) yang berarti perjanjian
(covenant), persekutuan (league). [24]
Akar kata berith adalah bara yang
berarti menciptakan (create/creator)
(Kejadian 1:1).[25] Perjanjian adalah
suatu cara yang digunakan oleh Allah yang benar dalam menghadapi manusia ciptaanNya.
Konsep dari perjanjian, persetujuan, atau kesepakatan sangatlah menentukan
dalam pemahaman perwahyuan alkitabiah.[26]
Ketegangan antara kedaulatan Allah dan
kehendak bebas manusia nampak sangat jelas dalam konsep perjanjian. Beberapa
perjanjian didasarkan atas sifat-sifat, tindakan-tindakan,dan maksud-maksud
Allah yaitu: 1) penciptaan itu sendiri (lihat Kejadian 1-2); 2) panggilan
Abraham (lihat Kejadian 12); 3) perjanjian dengan Abraham (lihat Kej. 15); 4)
pemeliharaan dan perjanjian kepada Nuh (lihat Kejadian 6-9). Namun demikian,
sifat mendasar dari perjanjian menuntut adanya suatu tanggapan yaitu: Pertama, oleh iman Adam harus mentaati
Allah dan tidak memakan buah dari pohon ditengah-tengah taman Eden (lihat
Kejadian 2); kedua, oleh iman Abraham
harus meninggalkan keluarganya, mengikuti Allah, dan percaya akan keturunan yang akan datang (lihat
Kejadian 12,15);ketiga, oleh iman,
Nuh harus membangun bahtera jauh dari air dan mengumpulkan binatang-binatang (bdg.
Kej. 6-9); keempat,oleh iman Musa
membawa bangsa Israel keluar dari Mesir dan menerima petunjuk khusus bagi kehidupan sosial dan
keagamaan dengan janji berkat dan kutuk (lihat Ulangan 27-28).[27]
Ketegangan yang sama yang melibatkan
hubungan Allah dengan manusia dikemukakan dalam “perjanjian baru.” Ketegangan
ini dapat dilihat dengan jelas dalam membandingkan Yehezkiel 18 dengan
Yehezkiel 36:27-37. Apakah perjanjian berdasarkan tindakan kemurahan Allah atau
tanggapan manusia yang dimandatkan? Ini adalah pokok bahasan yang hangat dai
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Sasaran keduanya sama: (1) pemulihan
persekutuan yang hilang dalam Kej dan (2) penetapan orang-orang benar yang mencerminkan
sifat-sifat Allah. Perjanjian yang baru
dari Yeremia 31:31-34 menyelesaikan ketegangan ini dengan menghilangkan prestasi
manusia sebagai cara untuk mencapai penerimaan. Hukum Allah menjadi suatu
hasrat dari dalam dan bukannya suatu kitab undang-undang hukum eksternal.
Sasaran untuk bangsa yang benar dan saleh tetap sama, namun metodologinya
berubah. Manusia yang jatuh membuktikan diri merekasendiri tidak layak untuk
menjadi gambar cerminan Allah. Masalahnya adalah bukan perjanjian Allah, namun
keberdosaan dan kelemahan manusia (lih. Rom 7; Gal 3).[28]
Frase “Sebab Ia
menegor mereka” menjelaskan bahwa bukan Hukum Taurat, namun kelemahan
manusialah masalahnya (lihat Rm. 7:12,16;Gal. 3). Allah menegor mereka (kaum
Israel dan Yehuda). “Ia berkata” yaitu
Allah sendiri melalui perantaraan nabi Yeremia (ayat 8-12) adalah suatu kutipan atau pengulangan kembali
kepada orang Ibrani dari Yeremia 31:31-34 yang dipertahankan. Perhatikan
kata “Ia” menunjuk pada Yahweh (Allah); namun demikian, dalam Ibrani 10:15
frasa yang sama ini ditujukan bagi Roh Kudus. Ilham dari Perjanjian Lama kadang-kadang
dianggap dari Roh dan kadang dari Bapa. “Perjanjian
baru” adalah bagian dalam Yeremia ini (lihat 31:31-34) adalah
satu-satunya tempat di PL yang menyebutkan adanya suatu perjanjian “baru”,
namun hal ini dijelaskan juga dalam Yehezkiel 36:22-38. Ini pasti sangat
menggoncangkan orang Yahudi. “Kaum
Israel” mengisyaratkan penyatuan dari umat Allah. Setelah
Kerajaan Kesatuan (Saul, Daud, Salomo) terpecah di tahun 922 S.M, suku-suku
utara di bawah Yerobeam I disebut Israel dan suku-suku selatan di bawah
Rehabeam disebut Yehuda.[29]
Ayat 32 menjelaskan bahwa perjanjian baru
yang dimaksudkan oleh Allah tidaklah seperti apa yang telah diciptakan-Nya
dengan bangsa Israel yang keluar dari Mesir melalui perantaraan Musa di Sinai.
Perjanjian terdahulu telah diingkari oleh bangsa Israel maka perjanjian baru ini adalah pemulihan bagi kaum Yehuda dan kaum
Israel. Perjanjian terdahulu dengan nenek moyang mereka nampak secara lahiriah,
maka perjanjian baru ini tidak seperti itu (ay. 33). Penulis
menemukan dalam ayat 32, frase “Aku
menjadi tuan yang berkuasa atas
mereka, demikianlah firman TUHAN.” Frase ini mengingatkan tentang penggambaran
Paulus tentang hubungan suami istri dalam Roma 7:2. Kata baal artinya tuan (master),
suami (husband) yang memiliki kuasa
atas istri.[30]
Allah menjadi tuan atas bangsa Israel
yang tidak taat atas hukumTaurat. Hal yang luar biasa karena Allah tetap
mengasihi mereka (kaum Yehuda dan Kaum Israel atau bangsa Israel) dengan
menciptakan perjanjian baru yang
digenapi dalam Yesus Kristus melalui tubuh Kristus, supaya menjadi milik
Kristus (suami) (Rm. 7:4).
“Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan
dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman TUHAN: Aku akan
menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka
Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku” (Roma 7:4). Dalam
Perjanjian Baru “Taurat-Ku” adalah Yesus Kristus yaitu Roh-Nya dalam setiap
batin orang percaya yang telah menjadi milik Kristus (Allah). Allah berdaulat
dalam hidup kita yang artinya Allah berkuasa atas batin dan hati kita karena
kita milik kepunyaan-Nya yang telah ditebus oleh Anak-Nya, Yesus.
Ayat 34 merupakan tujuan Allah menaruh
“Taurat-Nya” di dalam hati umat-Nya yang dalam Perjanjian Baru dikatakan “kita
sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh (Roma 7:6). Setiap orang
percaya di dalam hatinya ada Roh Allah yang mengajar tentang kebenaran dan
pengenalan akan Allah dan Allah dapat dialami melalui persekutuan Roh-Nya dan
dosa-dosa diampuni dan Allah tidak mengingatnya lagi karena penebusan Yesus di
atas kayu salib oleh tubuh Kristus. Allah
yang berinisiatif menciptakan perjanjian
baru yang digenapi di dalam Kristus yang kini dialami oleh orang yang
percaya kepada Yesus di dalam batin dan hatinya.
Hal ini disebutkan dalam PB dalam Luk
22:20, I Kor 11:25; II Kor 3:6; dan Ibr 8:8; 9:15. Tidak akan ada kebutuhan
untuk para pemimpin, semua akan mengenal Tuhan dan kehendak dan cara-Nya. Allah
lupa akan dosa-dosa yang Allah ampuni. Perjanjian Lama menjanjikan pengampunan
yang penuh adalah cukup indah (lih. Maz 103:3,8-14; Yes 1:18;. 38:17, 43:25, 44:22,
Mikha 7:19).[31]
Banyak nubuatan-nubuatan di Perjanjian
Lama berbicara tentang pembaharuan atau pemulihan “bangsa Israel” seperti yang terlihat
di dalam Perjanjian Baru untuk menggenapi hal yang paling akhir
didalam gereja. “Perjanjian yang baru” adalah salah satunya. Allah berkata
dalam Yeremia 31 bahwa Dia akan membuat perjanjian baru dengan kaum Israel dan
dengan kaum Yehuda. Penulis Ibrani menegaskan jelas bahwa perjanjian ini akan
digenapi, bukan secara fisik “kaum Israel dan kaum Yehuda” seperti itu, tapi di
dalam gereja (Ibrani 8). Setiap orang kristen, baik Yahudi atau bukan Yahudi, merupakan
bagian dari Perjanjian yang baru.[32]
Implikasi
Praktis Surat Roma 7:1-6
“Paulus membuat penerapannya apabila seorang Kristen mati di dalam Kristus
bagi dosa, ia juga mati bagi hukum Taurat. Perhambaan yang dikenakan oleh hukum
dosa dan kematian itu diputuskan sama sekali. Hukum Taurat tidak mati tetapi
kita yang mati
(manusia lama). Dan
ketika kita mati, kita dipisahkan dari dosa yang pertama karena Hukum Taurat dan bersatu dengan Kristus karena iman. Semua
manfaat kematian Kristus, dalam menanggapi tuntutan Taurat, menjadi milik kita;
dan kita di bebaskan dari kuasa dosa yang berkuasa atas kita karena hukum
Taurat itu.[33] Kita semua berasal dari silsilah keluarga yang
sama hasilnya sekejam kematian. Kita mati di dalam persekutuan dengan Adam.
Hukum Taurat tidak dapat menolong kita. Tetapi Allah mengerjakan penyelamatan
kita. Ia mematahkan kuasa dosa; Ia membebaskan orang berdosa dengan darah-Nya di kayu salib, dan orang percaya bisa
mendapatkan tempat hidup yang penuh buah di dalam Juruselamatnya.”[34] Di dalam Roma 7:1-6, Paulus melihat dengan
jelas apa yang sudah dia nyatakan secara
tidak langsung di dalam 6:14-15. Waktu orang-orang percaya mati bagi dosa (6:2-3),
mereka juga mati bagi hukum Musa. Salib Yesus yang menyebabkan hal ini (7:4).
Kematian Yesus adalah suatu pindahan historis di dalm tujuan-tujuan Allah
mengenai keselamatan.[35]
Roma 7:1-6 erat hubungannya dengan pernyataan ini. Dalam nats ini
Paulus berkata bahwa orang-orang Kristen “mati bagi hukum Taurat”. Ia memakai
lukisan tentang seorang wanita yang sudah menikah yang dibebaskan dari hukum
suaminya bila suami itu mati. Kiasan ini tidak persis, sebab dapat
dipertanyakan apakah hukum Taurat dapat dikatakan mati. Namun di sini terdapat
dua pemikiran yang nampaknya digabung dalam sebuah gagasan, yakni: orang
Kristen mati bagi hukum Taurat dan hukum Taurat mati bagi dia, sejauh
menyangkut soal mencapai kebenaran.[36]
Yesus menghembuskan Roh-Nya melalui kelahiran baru
yang memampukan orang percaya menjadi manusia baru. Hukum kasih karunia yang
diberikan oleh Allah memampukan kita melakukan hukum Taurat itu karena kita
mengasihi Tuhan dan bukan karena tuntutan hukum Taurat. Orang percaya harus
menyadari bahwa darah-Nya adalah perjanjian baru dan setiap orang tidak perlu
lagi setiap tahun mengorbankan ternak untuk pengampunan dosa sebab darah
Kristus telah membayarnya sekali untuk dulu, sekarang dan sampai
selama-lamanya.
Perhatikan kata melayani dalam Roma 7:6. Walaupun telah kawin dengan suami yang
baru, kita masih harus melayani. Tetapi pelayanan ini adalah pelayanan yang
bebas dibanding dengan kehidupan lama yang menjemukan. Pelayanan ini bukannya
dilakukan menurut hukum-hukum lahir yang lama, tetapi menurut prinsip-prinsip
rohani yang baru. “Sebab kasih Kristus
yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah
mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati. Dan Kristus sudah mati untuk
semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup unutk dirinya sendiri, tetapi
untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka” (2Kor. 5:14,15).[37]
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan
berdasarkan penjelasan diatas adalah:
1.
Allah menciptakan perjanjian
baru menaruh Roh-Nya dalam batin dan hati setiap orang percaya supaya menjadi
milik-Nya (Yer. 31:33;Roma 7:4).
2.
Allah berinisiatif menyelamatkan orang percaya dari
kuasa dosa akibat pelanggaran hukum Taurat melalui darah Anak-Nya di kayu salib
(tubuh Kristus).
3.
Orang percaya yang bebas dari Hukum Taurat artinya
telah mati bagi hukum Taurat oleh tubuh Kristus. Orang percaya mati bagi
kebiasaan lamanya dan menjadi ciptaan yang baru dalam Kristus.
4.
Orang percaya yang bebas dari hukum Taurat artinya
melayani dengan keadaan baru menurut Roh-Nya (dikuasai oleh Roph Kudus).
5.
Hukum Taurat bukanlah jalan keselamatan melainkan
Yesus adalah jalan keselamatan dan kehidupan kekal.
6.
Setiap orang percaya memiliki jalan masuk untuk
mengenal Allah dengan benar karena darah Kristus dan Roh-Nya oleh kelahiran
baru.
[3] Bob Utley, Surat
Paulus kepada: Jemaat di Roma (Texas:
Bible Lessons International, 2010), 129; diakses pada tanggal 25 Februari 2013; tersedia di http://www.freebiblecommentary.org/pdf/ind/VOL05_indonesian.pdf
[5] Bob Utley, Surat
Paulus kepada: Jemaat di Roma (Texas:
Bible Lessons International, 2010), 122; diakses pada tanggal 25 Februari 2013; tersedia di http://www.freebiblecommentary.org/pdf/ind/VOL05_indonesian.pdf
[11] Witness Lee, Alkitab Perjanjian Baru dengan Catatan
Versi Pemulihan Cetakan ketiga
(Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia dan Yayasan Perpustakaan Injil Indonesia,
2006)
[13] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Surat Roma (Jakarta:BPK Gunung
Mulia, 1986), 142.
[17]
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap
Hari, 143-144.
[19]
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap
Hari, 143-144.
[23] Utley, 132. Kata “roh” dapat menunjuk pada roh manusia yang dibaharui dan diberi
kekuatan oleh Injil dan Roh dalam Rm. 1:4,9;2:29;7:6;8:15; 11:8; 12:11; I Kor
2:11; 4:21; 5:3,4,5; 7:34; 14:15,16,32; 16:18.
[26] Bob
Utley, Keunggulan Perjanjian Baru: Ibrani
(Texas: Bible Lessons
International,
1999), 101; diakses pada tanggal 28 Februari 2013; tersedia di http://www.freebiblecommentary.org/pdf/ind/VOL10_indonesian.pdf
[33] G.
Raymond Carlson, Surat Roma, 67-68.
[34] G.
Raymond Carlson, Surat Roma, 67-68.
[35]
Andrew Brake, Teologi Perjanjian Baru:
Diktat 2 (Makassar:STT Jaffray
Makassar, 2013), 47-48.
[37] G.
Raymond Carlson, Surat Roma, 67-68.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar