Good News

Sabtu, 21 Maret 2015

“Aku haus”: Suara Kitab Suci by Hengki Wijaya



Tema Khotbah     :  “Aku haus”: Suara Kitab Suci
Tanggal                :  29 Desember  2013
Nats                     :  Yohanes 19:28
Tujuan                 :  mengajarkan jemaat tentang  makna rasa haus Yesus Kristus serta kerinduan-Nya terhadap jiwa-jiwa supaya jemaat juga memiliki rasa haus sebagai wujud terima kasih mereka yang telah diselamatkan

Ada  sejarah panjang  dalam Kitab Suci yang membawa kita pada jeritan rasa haus Yesus. Sepanjang pewahyuan, Roh Kudus memilih untuk menggambarkan kerinduan manusia akan Allah . Sebagai bangsa pengembara yang senangtiasa mencari air, Israel dapat dengan mudah memahami rasa haus sebagai sebuah kiasan. Sepanjang abad, kaitan simbolik antara rasa haus fisik dan spiritual menjadi begitutertanam dalam pikiran orang Yahudi, dan begitu diungkapkan dalam bahasa, bahwa kata yang sama (nefesh) dipakai baik untuk “haus” maupun “jiwa”. Jiwa, betapun lebih dari kerongkongan dalam tubuh, dilihat sebagai “tempat kehausan”, maka pengalaman biasa dan sehari-hari tentang rasa dahaga akan air dengan sendirinya telah pula mengandung maknanya lebih dalam.[1]

Yohanes 19:28 tercatat, “Sesudah itu, karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah Ia supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci:”Aku haus!”.” Sebuah petunjuk jelas yang menyatakan sebuah makna yang lebih dalam, arti secara spiritual akan ungkapan rasa haus Yesus. Bahwa dalam kenyataannya tidak ada bagian dalam Injil yang menggambarkan Yesus yang mengeluh akan ketidaknyamanan fisiknya dan paling tidak selama masa sengsara-Nya.[2] Jika demikian apa makna rasa haus Yesus di atas kayu salib bagi orang percaya masa kini? Pertama, Yesus tidak haus akan air, melainkan haus akan jiwa-jiwa, haus akan kasih. Yesus haus akan jiwa-jiwa yang nantinya akan diselamatkan setelah pengorbanan-Nya di kayu salib. Karena banyak jiwa-jiwa yang kehausan akan Allah. Hal ini digambarkan oleh Yesus dengan perempuan Samaria. Yesus menggambarkan rasa haus itu kepada perempuan itu dengan berkata: “Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal” (Yoh. 4:13-14). Kedua, Yesus merindukan jemaat-Nya memiliki hubungan keintiman yang didasari rasa haus umat-Nya. Sebagaimana digambarkan oleh rasa haus pemazmur Daud kepada Allah (Mzm. 42:1-2;63:1;143:6). Jiwaku haus kepada-Mu seperti tanah yang tandus.


[1] Joseph Langford, Ibu Teresa:Secret Fire (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), 277.
[2] Joseph Langford, 276-277.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar