Tema Khotbah : Pembinaan Keluarga
Bahagia
Tanggal : 27
Oktober 2013
Nats : Efesus 5:22-33;Kolose 3:18-19; 1 Petrus
3:1-10
Tujuan : mengajarkan jemaat tentang tanggung jawab
keluarga setiap individu supaya terwujudnya keluarga bahagia sesuai dengan
kehendak Allah
Untuk mewujudkan suatu
keluarga bahagia tidak hanya tanggung jawab imam atau kepala rumah tangga yaitu
suami atau ayah dalam keluarga, tetapi hal ini menjadi tanggung jawab bersama. Pembinaan
komunikasi dalam rangka pembentukan keluarga bahagia. Untuk mencapai hal
tersebut, maka seseorang yang telah berkeluarga atau pun belum harus memiliki
tanggung jawab yang benar sebagai berikut:[1]
1.
Tanggung
jawab istri (Ef. 5:22-23)
Kolose
3:18, “Hai
isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam
Tuhan.” Pengertian “tunduk” adalah hormat, segan. Alasan “tunduk” terdapat pada
ayat 23, yaitu suami adalah kepala istri, kepala keluarga, penjaga dan
pemelihara. Kriteria “tunduk” sama seperti jemaat tunduk kepada Kristus. Arti
lain dari “tunduk” adalah menghormati
suami sebagai kepala keluarga sebagaiman suami telah mengasihi istrinya
seperti dirinya sendiri.
2.
Tanggung
jawab suami (ay. 25-33)
Suami mengasihi istri yaitu mengasihi sebagaimana
Kristus mengasihi jemaat-Nya dengan kasih agape. Wujudnya merawat, mengasuh,
mendampingi, memelihara dan menghidupi. Tujuannya kekudusan istri, jangan
berlaku kasar terhadap istri (Kolose 3:19). Suami memperlakukan dengan
bijaksana sebab istri adalah kaum yang lemah dan sekaligus adalah teman pewaris
kasih karunia (1 Petrus 3:7).
3.
Tanggung
jawab anak (Ef. 6:1-3; Kol. 3:20)
Sebagai anak juga bertanggung jawab taat pada orang
tua dalm Tuhan artinya ketaatan anak kepada orang tua berdasarkan ketaatan yang
dikehendaki Allah sebagaimana yang ada dalam Alkitab. Tanggung jawab anak juga
menghormati orang tuanya.
4.
Tanggung
jawab seorang bapak kepada anaknya (Ef. 6:4)
Selain
tanggung jawab diatas seorang suami yang memiliki anak bertanggung jawab
sebagai bapak kepada anaknya supaya tidak membangkitkan amarah anak-anak,
mendidik mereka dalam ajaran dan nasihat Tuhan dan tidak menyakiti hati anak-anak.
[1] Maurits Silalahi, Siraman Rohani: Kumpulan Khotbah Ekspositori
(Makassar: Lembaga Penerbitan STT Jaffray, 2007), 84.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar