Good News

Sabtu, 21 Maret 2015

Ketaatan atau Pemberontakan by Hengki Wijaya



Tema Khotbah     :  Ketaatan atau Pemberontakan
Tanggal                :  24 November  2013
Nats                     :  Kejadian 3:1-6
Tujuan                 :  mengajarkan jemaat tentang  makna ketaatan dan pemberontakan kepada Allah dan akibatnya supaya jemaat hidup kudus  dan taat di hadapan Allah

Akhir-akhir ini kita banyak mendengar tentang perpecahan dalam gereja yang ditimbulkan oleh berbagai kepentingan dalam jemaat, bahkan oleh hal-hal yang sepele seperti tersinggung dan perbedaan pendapat, doktrin dan keinginan. Namun stelah diselidiki apa yang terjadi dalam kehidupan berjemaat telah terjadi pemberontakan terhadap otoritas atau pemimpin rohani yang dianggap bukan suatu dosa yang harus diperhatikan. Gereja ada dalam kekuasaan Allah dan bukan tempat organisasi tetapi tempat kekuasaan Allah.
Dalam urutan penciptaan Allah, Allah terlebih dahulu menciptakan Adam kemudian baru Hawa. Allah menetapkan Adam menjadi kuasa dan menghendaki Hawa taat di bawah kekuasaan Adam. Diantara kedua orang ini, Allah telah menetapkan seorang menjadi kuasa dan seorang taat kepada kuasa. Hal yang pertama, kita harus taat kepada otoritas di atas kita baik pemimpin maupun kuasa di atas kita dalam hal ini mereka adalah wakil kekuasaan Allah di bumi. Siapa yang menjadi pemimpin kita maka kita harus taat kepadanya dan apabila kita tidak taat maka kita telah melakukan pemberontakan walaupun hal-hal yang sepele sekali pun. Kejatuhan manusia berasal dari ketidaktaatan kepada kekuasaan Allah. Tanpa bertanya dulu kepada Adam, Hawa sudah memutuskan seniri; melihat buah itu indah dipandang dan enak dimakan, ia lalu memutuskan dan bertindak sendiri. Jadi, perbuatan Hawa memakan buah itu bukan berasal dari ketaatan, melainkan dari keputusannya sendiri. Hawa tidak saja melanggar perintah Allah, tetapi juga tidak taat kepada kekuasaan Adam. Memberontak kepada wakil kekuasaan Allah berarti memberontak kepada Allah sendiri. Hal yang kedua, segala keputusan di dalam hidup ini haruslah mendapat persetujuan otoritas atau wakil kekuasaan Allah dan Allah sebagai otoritas tertinggi. Misalnya kita telah menjadi pekerja gereja dan ketika akan mengambil keputusan mengenai pelayanan gereja maka gembala harus menyetujuinya. Jadi, pekerjaan orang Kristen harus dikerjakan berdasarkan ketaatan, Tidak ada yang berasal dari inisiatif kita sendiri, segalanya hanya berupa “respon atau tanggapan”. Tidak ada satu pun yang berasal dari diri sendiri, semua harus berasal dari Allah. [1]


[1]  Watchman Nee, Kekuasaan dan Ketaata, Cet. Ke-6 (Surabaya: Yayasan Perpustakaan Injil, 2012), 19-21.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar