Good News

Rabu, 29 November 2017

Tokoh Misi: D. L. Moody

D.L. Moody

Dwight L. Moody dilahirkan di Northfield, Massachusetts, pada tanggal 5 February 1837 dari pasangan Edwin Moody dan Betsey Holtom. Ayahnya bekerja sebagai seorang tukang batu. Ayahnya meninggal saat Moody masih kecil dan dalam masa kesusahan mereka. Sejak itu ibunyalah yang bekerja keras membanting tulang untuk membesarkan anak-anaknya menjadi orang-orang dewasa yang baik.
Masa kecil Moody dilalui sebagaimana anak-anak kecil lain di tempatnya. Ia bersekolah, dan pada musim panas ia bekerja untuk menggembalakan lembu tetangganya dengan upah satu sen sehari. Moody merupakan anak yang periang dan humoris, tapi juga terkadang nakal dan menjadi pengacau di kelasnya. Sampai suatu saat Moody berhadapan dengan gurunya yang menegur perbuatan Moody dengan kasih dan teguran itu membuat Moody menyadari kesalahannya.
Moody kecil tidak terlalu berminat terhadap masalah agama, tetapi ibunya Betsey selalu tekun mengajar anak-anaknya untuk berdoa dan menepati janji. Dari masa kecilnya tidak ada tanda atau peristiwa yang menunjukkan bahwa Moody akan dapat berbuat demikian mengagumkan di kemudian hari.
Saat beranjak dewasa ia pindah ke Boston untuk bekerja di perusahaan sepatu pamannya sebagai pelayan toko. Ia memiliki cita-cita untuk menjadi pengusaha yang sukses dan mulai belajar seluk beluk perusahaan. Di kota inilah ia mulai mengalami pertumbuhan rohani ketika berjemaat di Gereja Mount Vernon. Pada tanggal 20 September 1856 Moody pindah ke Chicago untuk mencari penghidupan yang lebih baik dan untuk mengikuti bimbingan Allah. Pekerjaannya tidak jauh dari pekerjaan sebelumnya yakni di toko sepatu. Ia suka sekali bersosialisasi dengan orang-orang baru terutama orang-orang yang merantau.
Ia pun memulai pelayanannya dengan membagi-bagikan brosur dan selebaran serta mengajak orang-orang untuk menghadiri kebaktian gereja. Ia juga membuka Sekolah Minggu dengan tujuan untuk menyelamatkan anak-anak di bagian kota yang buruk. Banyak anak nakal yang tadinya menentangnya diajaknya bergabung dan mereka menuruti ajakannya dan bertobat. Pekerjaannya pun juga semakin membaik.
Moody mulai berkonsentrasi penuh dalam melayani Tuhan, di tahun 1860 ia mengambil keputusan untuk meninggalkan bisnisnya. Ia mulai mengadakan kebaktian-kebaktian minggu malam untuk anak-anak dan bergabung dengan Young Men's Christian Association (YMCA) di Chicago. Pelayanannya pun semakin berkembang dan untuk menampung kebaktian orang-orang yang dilayaninya ia mendirikan Illinois Street Church.
Pada masa perang saudara meletus, Moody juga terjun memberitakan Injil ke kemah-kemah prajurit dan mengadakan kebaktian-kebaktian. Sampai- sampai ada resimen yang disebut resimen YMCA karena terdiri dari orang-orang Kristen yang taat.
Pelayanannya ke Inggris dimulai pada tahun 1867 dan ia mengunjungi beberapa tempat di sana serta Irlandia. Di tempat inilah Moody bertemu dengan seorang pendeta muda bernama Harry Moorehouse yang meminta Moody agar diijinkan untuk berkhotbah di gerejanya di Chicago. Awalnya Moody menilai bahwa pemuda tersebut belum cakap dalam berkhotbah tapi pada akhirnya ia mengijinkan Harry untuk berkhotbah di gerejanya. Ternyata tidak seperti yang dipikirkannya Harry mampu membawakan khotbahnya dengan sangat mengesankan selama tujuh hari berturut-turut dari pasal yang sama Yohanes 3:16 dengan pewahyuan yang selalu baru. Hal ini mengubah cara Moody berkhotbah dan dia semakin rajin menyelidiki Alkitab.
Dalam pelayanannya banyak orang yang membantu Moody, termasuk Ira D. Sankey seorang yang memiliki talenta dalam menyanyi, yang tadinya sudah bekerja sebagai pegawai negeri di bidang pajak. Kemudian ia diajak Moody untuk full time sebagai pemimpin pujian dalam pelayanannya. Sankey meminta waktu untuk berpikir dan akhirnya menerima tawaran tersebut. Bersama-sama mereka menjadi pasangan yang luar biasa dalam mengabarkan Injil.
Tanggal 8 Oktober 1871 terjadi kebakaran besar di Chicago. Illinois Street Church dan Farewell Hall tempat Moody melayani selama bertahun- tahun turut terbakar. Namun Moody tidak putus asa. Ia segera mencari dukungan dari berbagai pihak untuk menolong para korban kebakaran dan gerejanya. Bantuan pun segera mengalir dari berbagai pihak, usahanya tidak sia-sia karena 2,5 bulan kemudian didirikan bangunan sementara yang letaknya tak jauh dari bangunan terdahulu dan dinamakan North Side Tabernacle. Semakin banyak orang datang ke kebaktian yang diadakannya di tempat tersebut.
Tahun 1873-1875, D.L. Moody kembali mengunjungi Inggris, dan mengunjungi kota-kota yang ada di sana. Di setiap tempat yang ia kunjungi beratus-ratus orang bertobat dan diselamatkan. Banyak surat kabar merekam peristiwa kebaktian yang dipimpin oleh D.L. Moody. Ia juga selalu melibatkan hamba-hamba Tuhan lokal dari berbagai aliran untuk membantu pelayanannya.
Khotbahnya yang terakhir adalah di Kansas, Missouri, di gedung Convention Hall yang berkapasitas 15.000 orang. Ia berkhotbah dari Lukas 14:16-24 tentang perumpamaan orang-orang yang berdalih. Setelah itu Moody jatuh sakit dan tidak bisa melanjutkan pelayanannya. Kemudian ia pulang kembali ke kotanya Northfield untuk beristirahat. Di kotanya inilah Moody menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan membawa kedamaian surgawi pada tanggal 22 Desember 1899. Dia menorehkan kenangan manis bagi keluarganya dan setiap orang yang pernah dilayaninya.
Tulisan di atas diambil sepenuhnya dari http://misi.sabda.org/dl_moody

Sumber yang lain:

Sumber:
Judul Buku
:
Riwayat Hidup D.L. Moody
Penulis
:
AP. Fitt
Penerbit
:
Christian Literature Crusade

Tokoh Inspirasi: Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, MSc., Ph.D.

Salah satu tokoh inspirasi bulan November ini adalah: Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, MSc., Ph.D.
Sumber: http://sumberdaya.ristekdikti.go.id/index.php/2017/11/22/ali-ghufron-mukti-ikut-membangun-bpjs-dari-nol-hingga-diakui-di-level-internasional/

ORANG miskin dilarang sakit. Istilah itu mungkin sering diungkapkan masyarakat menengah ke bawah ketika merasakan mahalnya biaya pengobatan di rumah sakit. Adanya asuransi kesehatan nyatanya tidak signifikan membantu. Selain masalah ekonomi, kesadaran masyarakat Indonesia akan jaminan kesehatan masih rendah lantaran menganggap segala hal, termasuk sakit dapat dihadapi dengan cara gotong royong.

Lahirnya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengubah semuanya. Kini, lebih dari 92 juta masyarakat miskin di Indonesia telah mendapat jaminan kesehatan melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau Kartu Indonesia Sehat (KIS). Namun siapa sangka, cikal bakal konsep pembiayaan BPJS yang berlaku di tingkat nasional itu justru sudah jauh hari diterapkan oleh Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, MSc., Ph.D. di Universitas Gadjah Mada (UGM).


Ghufron yang kala itu menjabat sebagai Ketua Pokja Persiapan Implementasi BPJS Kesehatan merupakan Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) di era Kabinet Indonesia Bersatu II. Menurutnya, keinginan untuk membuat sistem jaminan kesehatan muncul pasca-lulus menjadi seorang dokter. Alhasil, ia memilih untuk menjadi pakar dalam bidang pembiayaan dan manajemen asuransi kesehatan ketimbang mengambil dokter spesialis. Ghufron yakin, sistem jaminan kesehatan yang baik memungkinkan banyak orang miskin mampu menjangkau fasilitas kesehatan yang berkualitas.

Berita selengkapnya dapat Anda lihat di link berikut: