By Hengki Wijaya
Kata
mengabarkan Injil (euangelizō)
digunakan lima puluh empat kali di dalam Perjanjian Baru; Injil (euangelion) digunakan tujuh puluh enam
kali; dan penginjil (euangelistēs)
digunakan tiga kali. Bahaya
reduksionisme terlihat dalam usaha teolog Inggris C.H. Dodd kea rah kata utama
lainnya, memproklamasikan (kēryssō),
dan bentuk-bentuk proklamasinya yang berhubungan (kērygma) dan tentara
kerajaan pembawa berita (kēryx).
Michael Green sudah sewajarnya tidak setuju dengan Dodd dan bersikeras bahwa kēryssō adalah salah satu dari tiga kata –kata besar
yang dipakai dalam Perjanjian Baru dalam hubungan ini, kata-kata lainnya adalah
yang sudah disebutkan terlebih dahulu
yaitu euangelizō dan
martyreō (mengemban kesaksian). Sedangkan David mendata untuk mendukung
pernyataannya bahwa jika kita ingin meringkaskan tugas misionari kita secara
ringkas, satu kata terbaik yang tersedia yaitu komunikasi[1].
Saya berpendapat apapun istilahnya yang terpenting adalah isi beritanya yaitu
Injil (Kabar Baik) Kerajaan Allah.
H.R.
Niebuhr telah menggolongkan lima pandangan tentang relasi Kristus dan kultur
yang diambil oleh bermacam-macam teolog: [2]
1. Kristus melawan kultur yaitu Kristus adalah otoritas tunggal; klaim dari
kultur harus ditolak. Termasuk orang-orang Kristen radikal seperti Yohanes
(1Yohanes), Tertullian, Tolstoy.
2. Kristus dari kultur yaitu sistem Kristen tidak berbeda jenis dengan kultur
tetapi hanya dalam hal kualitas;yang terbaik dari kultur harus diseleksi untuk
menyesuaikan diri dengan Kristus.Golongan kultur kekristenan seperti Ritschl,
Abelard, Orang-orang Gnostik.
3. Kristus
di atas kultur yaitu penyambutan yang
hangat dari kasih karunia yang menyempurnakan dan memperlengkapi kultur
meskipun tidak ada “ garis lengkung yang halus atau garis yang bersambungan” di
antara mereka. Tokohnya Aquinas, Clement dari Alexandria.
4. Kristus dan kultur berada dalam
paradox yaitu keduanya adalah
penguasa untuk ditaati dan karena itu orang percaya dengan ketegangan ini.
Seorang dualis seperti Paulus dan Luther.
5. Kristus sebagai Transformator kultur yaitu kultur mereflesikan keadaan manusia yang sudah jatuh
ke dalam dosa; di dalam Kristus, umat manusia ditebus dan kultur dapat
diperbarui kembali untuk memuliakan Allah dan memajukan tujuan-tujuan-Nya.
Termasuk orang-orang konversionis yaitu F.D. Maurice, Augustine dan Yohanes
(Injil).
Dari
kelima pandangan diatas tentang relasi Kristus dan kultur (kebudayaan) maka
yang tidak bertentangan dengan Alkitab untuk diterapkan dalam gereja adalah pertama, Kristus dan kultur berada dalam
paradox yaitu bahwa kultur juga
diciptakan oleh Allah, jadi kultur tidak dapat dianggap tidak memiliki kualitas
yang baik. Kultur dapat memberi pengaruh terhadap gereja dan demikian juga
sebaliknya; kedua, Kristus sebagai Transformator kultur artinya gereja akan memakai beberapa
aspek kultur yang bermoral dan aspek yang tidak bermoral harus diubah. Kedua
pandangan tentunya disesuaikan dengan konteks kultur setempat.
Benjamin
Lee Whorf memperluas dan mempopulerkan gagasan-gagasan Sapir. Teorinya tentang
bahasa dan kebudayaan diringkas dalam empat generalisasi oleh Franklin Fearing:[3]
1. Adalah
salah untuk mengatakan bahwa proses kognitif dari seluruh umat manusia memiliki
satu struktur logis yang umum (logika natural) yang terselenggara lebih dahulu
dan terlepas dari komunikasi melalui bahasa.
2. Pola-pola
linguistik sendiri menentukan apa yang diketahui manusia di dalam dunianya dan
bagaimana dia berpikir mengenai hal ini.
3.
Pola-pola linguistik berubah secara menyeluruh,
dan berpikir serta mengetahui di antara kelompok-kelompok linguistik berbeda
yang menghasilkan pandangan dunia yang ada dasarnya berbeda.
4. Bahasa
membentuk gagasan-gagasan kita daripada sekedar mengekspresikannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar