Good News

Jumat, 31 Oktober 2014

Berbagi Bacaan: Communicating Christ Cross-Culture (Mengomunikasikan Kristus Secara Lintas Budaya) - David J. Hesselgrave



 By  Hengki Wijaya
Kata mengabarkan Injil (euangelizō) digunakan lima puluh empat kali di dalam Perjanjian Baru; Injil (euangelion) digunakan tujuh puluh enam kali; dan penginjil (euangelistēs) digunakan tiga kali.  Bahaya reduksionisme terlihat dalam usaha teolog Inggris C.H. Dodd kea rah kata utama lainnya, memproklamasikan (kēryssō), dan bentuk-bentuk proklamasinya yang berhubungan (kērygma)  dan tentara kerajaan pembawa berita (kēryx).
Michael Green sudah sewajarnya tidak setuju dengan Dodd dan bersikeras  bahwa kēryssō  adalah salah satu dari tiga kata –kata besar yang dipakai dalam Perjanjian Baru dalam hubungan ini, kata-kata lainnya adalah yang sudah disebutkan terlebih dahulu  yaitu euangelizō  dan martyreō (mengemban kesaksian). Sedangkan David mendata untuk mendukung pernyataannya bahwa jika kita ingin meringkaskan tugas misionari kita secara ringkas, satu kata terbaik yang tersedia yaitu komunikasi[1]. Saya berpendapat apapun istilahnya yang terpenting adalah isi beritanya yaitu Injil (Kabar Baik) Kerajaan Allah. 

H.R. Niebuhr telah menggolongkan lima pandangan tentang relasi Kristus dan kultur yang diambil oleh bermacam-macam teolog: [2]

1. Kristus melawan kultur yaitu Kristus adalah otoritas tunggal; klaim dari kultur harus ditolak. Termasuk orang-orang Kristen radikal seperti Yohanes (1Yohanes), Tertullian, Tolstoy.

2. Kristus dari kultur yaitu sistem Kristen tidak berbeda jenis dengan kultur tetapi hanya dalam hal kualitas;yang terbaik dari kultur harus diseleksi untuk menyesuaikan diri dengan Kristus.Golongan kultur kekristenan seperti Ritschl, Abelard, Orang-orang Gnostik.

3.  Kristus di atas kultur yaitu penyambutan yang hangat dari kasih karunia yang menyempurnakan dan memperlengkapi kultur meskipun tidak ada “ garis lengkung yang halus atau garis yang bersambungan” di antara mereka. Tokohnya Aquinas, Clement dari Alexandria.

4. Kristus dan kultur berada dalam paradox yaitu keduanya adalah penguasa untuk ditaati dan karena itu orang percaya dengan ketegangan ini. Seorang dualis seperti Paulus dan Luther.

5. Kristus sebagai Transformator  kultur yaitu kultur  mereflesikan keadaan manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa; di dalam Kristus, umat manusia ditebus dan kultur dapat diperbarui kembali untuk memuliakan Allah dan memajukan tujuan-tujuan-Nya. Termasuk orang-orang konversionis yaitu F.D. Maurice, Augustine dan Yohanes (Injil).

Dari kelima pandangan diatas tentang relasi Kristus dan kultur (kebudayaan) maka yang tidak bertentangan dengan Alkitab untuk diterapkan dalam gereja adalah pertama, Kristus dan kultur berada dalam paradox yaitu bahwa kultur juga diciptakan oleh Allah, jadi kultur tidak dapat dianggap tidak memiliki kualitas yang baik. Kultur dapat memberi pengaruh terhadap gereja dan demikian juga sebaliknya; kedua, Kristus sebagai Transformator  kultur artinya gereja akan memakai beberapa aspek kultur yang bermoral dan aspek yang tidak bermoral harus diubah. Kedua pandangan tentunya disesuaikan dengan konteks kultur setempat.

Benjamin Lee Whorf memperluas dan mempopulerkan gagasan-gagasan Sapir. Teorinya tentang bahasa dan kebudayaan diringkas dalam empat generalisasi oleh Franklin Fearing:[3]

1.   Adalah salah untuk mengatakan bahwa proses kognitif dari seluruh umat manusia memiliki satu struktur logis yang umum (logika natural) yang terselenggara lebih dahulu dan terlepas dari komunikasi melalui bahasa.

2.   Pola-pola linguistik sendiri menentukan apa yang diketahui manusia di dalam dunianya dan bagaimana dia berpikir mengenai hal ini.

3.   Pola-pola linguistik berubah secara menyeluruh, dan berpikir serta mengetahui di antara kelompok-kelompok linguistik berbeda yang menghasilkan pandangan dunia yang ada dasarnya berbeda.

4.   Bahasa membentuk gagasan-gagasan kita daripada sekedar mengekspresikannya.







[1] David J. Hesselgrave. Communicating Christ Cross-Culturally Mengomunikasikan Kristus Secara Lintas Budaya. Malang:Literatur SAAT, 2005, 24-25.

[2]  Ibid.,111-112


[3]  Ibid., 366

Tidak ada komentar:

Posting Komentar