By Hengki Wijaya
Allah
berdasarkan janji-Nya kepada Abraham dan penggenapannya itu. Pertama, Ia adalah
Allah sejarah. Dalam proses historis ini, Yesus Kristus sebagai keturunan
Abraham adalah tokoh kunci. Kita adalah ahli waris dewasa ini atas sebuah janji
yang diberikan kepada Abraham empat ribu tahun silam. Kedua, Ia adalah Allah
perjanjian. Semua janji Allah menjadi kenyataan, tapi janji itu diwarisi “oleh
iman dan kesabaran” (Ibr. 6:12). Kita harus puas menunggu waktu Allah (God’s
timing). Ketiga, Ia adalah Allah berkat. Perbuatan-Nya yang mendasar dank has
memberkati umat dengan keselamatan. Keempat, Ia adalah Allah penuh rahmat.
Janji Allah sedang dibenapi dan anak cucu Abraham sedang dalam proses menuju
tidak dapat dihitung, seperti debu tanah, bintang di langit dan pasir di
pantai. Kelima Ia adalah Allah misi. Sekarang kita adalah keturunan Abraham
karena iman, dan kaum di muka bumi akan diberkati hanya kalau kita pergi
mendatangi mereka dengan Injil (Kej. 12:3;22:18).[1]
Saya setuju bahwa dalam Perjanjian Lama sudah ditekankan tentang misi dan digenapkan
oleh Yesus dalam kehiduan-Nya sebagaimana diuraikan dengan jelas dan tegas
dalam Perjanjian Baru. Atas penentuan dan waktu Tuhan maka kita akan melihat
setiap lidah akan mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan (Filipi 2:11).
Kerajaan
Yesus jelas holistik dalam segala hal. Syukur kepada Allah bahwa Ia membawa
pengampunan dari Allah dan penyucian pribadi serta batin dalam kekuasaan Roh.
Tapi Ia juga menantang dan mentransformasi tatanan sosial. Ini tidak berarti bahwa kita harus
mengatakan bahwa Kerajaan telah datang
jika keadilan terdapat dalam masyarakat sekuler. Kabar Baik Kerajaan
menghindarkan gereja untuk tidak selalu asyik dengan dirinya sendiri. Howard
Snyder mengatakan hal itu dengan tajam: “Orang-orang gereja berpikir tentang
bagaimana menarik orang masuk ke gereja; orang-orang Kerajaan berpikir tentang
bagaimana membawa gereja ke dalam dunia. Orang-orang gereja khawatir bahwa
dunia mungkin mengubah gereja; orang-orang Kerajaan bekerja untuk melihat
gereja mengubah dunia.[2]
Saya mengakui bahwa gereja adalah bagian komunitas Kerajaan Allah. Kerajaan
Allah sedang berlangsung dan bersifat
eskatologis yaitu akan disempurnakan ketika Yesus datang kembali untuk kedua
kalinya. Saya setuju dengan pernyataan Howard Snyder karena gereja terlena
dengan anggota-anggota sendiri dan tidak memberi dampak bagi orang lain di luar
gereja. Jadi, gereja harus menajdi garam dan terang dunia (Matius 5:13-15).
Yohanes
mengaskan dengan sungguh-sungguh: “Jangan mengira bahwa engkau akan luput
karena kau adalah ‘anak-anak Abraham’. Sekarang saya menegaskan, Allah tidak
terikat oleh ‘anak-anak Abraham’. Ia dapat membuat anak-anak bagi Abraham dari
batu-batu ini, kalau Ia mau. Engkau akan dihakimi dan dihukum, tanpa memandang
warisan-warisan Ibranimu” (Mat. 3:9, parafrasa pengarang).[3]
Saya menambahkan bahwa kita tidak diselamatkan karena keturunan Krsten tetapi
iman dan percaya kita kepada Yesus Kristus yaitu Tuhan dan Juruselamat pribadi
kita (Roma 10:8-10).
Gereja
sangat relevan pada zaman-zaman modern karena alasan-alasan yang mendasar bagi
pandangan Alkitbiah tentang Gereja. Pertama,Alkitab memandang gereja dalam
perspektif kosmik/historis. Gereja adalah umat Allah yang telah dan sedang
dibentuk Allah dan melalui pembentukan itu Ia bertindak sepanjang sejarah. Misi
gereja adalah untuk memuliakan Allah dengan melanjutkan pekerjaan Kerajaan
Allah di dunia yang telah dimulai Yesus (Mat. 5:16). Kedua, Alkitab melihat
Gereja dalam arti karismatik dan bukan dalam kelembagaan. Gereja hadir oleh
kasih karunia (charis) Allah dan
dibangun oleh anugerah karunia (charismata)
yang dilimpahkan oleh Roh. Gereja adalah sebuah komunitas, bukan
hierarki;sebuah organisme, bukan organisasi (1Kor. 12;Rm. 12:5-9;Ef. 4:1-16;
Mat. 18:20; 1 Ptr. 4:10-11). Ketiga, Alkitab melihat Gereja sebagai persekutuan
umat Allah. Unsur kosmik/historis dan karismatik disatukan, dan kita melihat
Gereja baik di dalam dunia maupun transendensi dunia.[4]
sungguh bersyukur Tuhan boleh menganugerahkan orang-orang hebat seperti Jhon Stott dan Johanes Verkuly. saya juga bersykur bisa membaca buku bagus tersebut dan sangat relevan. terimkasih
BalasHapus