Fakta pertama
yang penting tentang inkarnasi adalah Yesus datang sebagai bayi yang tidak
berdaya (Luk. 2:7). Fakta kedua yang penting adalah Yesus belajar bahasa dan
budaya. Ia belajar dan bermain-main bersama teman-teman sebaya-Nya (Luk. 2:46)[1].
Kebudayaan adalah rancangan konseptual, pengertian yang dipakai manusia untuk
mengatur kehidupan, mengartikan pengalaman mereka dan mengevaluasi perilaku
orang lain. Budaya pribadi kita sebagai individu adalah unik, tidak sama dengan
yang dimiliki oleh orang tua kita atau individu mana pun. Budaya pribadi
merupakan hasil kombinasi dari:[2] 1)Warisan
budaya pribadi yang diperoleh melalui sosialisasi dengan orang tua kita;2) warisan
budaya pribadi yang lebih luas yang didapat melalui inkulturasi dan masukan
dari masyarakat; dan 3) pilihan kita dalam menerima atau menolak
pengaruh-pengaruh itu. Saya sependapat dengan hal tersebut karena itu terlihat
jelas pada pengajaran dan perumpamaan-perumpamaan Yesus yang menggunakan
budaya,tradisi bahkan kehidupan Yahudi.
Langkah
pertama dalam proses inkarnasi adalah mempelajari bahasa. Edward mengatakan
bahasa adalah salah satu dari sepuluh sistem komunikasi primer yang terdapat
dalam setiap budaya. Sembilan sistem primer lainnya:[3] 1)
waktu (sikap terhadap waktu, rutinitas, dan jadwal);2) teritorialitas (sikap
terhadap ruang/wilayah dan milik);3)pemanfaatan (metode-metode pengontrolan,
sikap terhadap penggunaan dan pembagian sumber daya manusia); 4) pergaulan
(dalam keluarga, sanak saudara, komunitas); 5) penghidupan (sikap terhadap
pekerjaan dan pembagian tugas); 6) perbedaan laki-laki dan perempuan (dalam
cara berbicara, berpakaian, perilaku); 7) cara belajar (dengan pengamatan, peragaan
atau instruksi); 8) bermain (humor dan permainan); dan 9) menjaga diri
(produser kesehatan, konflik sosial dan kepercayaan). Menurut saya yang
dijelaskan di atas adalah pengetahuan kita terhadap suatu kebudayaan secara
kompleks, namun yang teramat penting adalah hikmat Allah yang akan memberi
pengertian yang terbaik tentang kebudayaan setempat.
Marvin
Mayers menyatakan budaya orang Amerika dan orang Jerman berorientasi pada
waktu, sedangkan budaya Amerika Latin dan Yap berorientasi pada kegiatan.
Orientasi pada waktu sangat peduli pada ketepatan waktu dan lamanya waktu yang
digunakan, jadwal yang padat, kegiatan-kegiatan dengan target tertentu.
Sedangkan orientasi pada kegiatan sangat peduli pada detail-detail kegiatan,
tidak peduli lama waktu yang digunakan. Memiliki pandangan “kita lihat saja apa
yang terjadi nanti” dan tidak terikat pada jadwal tertentu.[4]
Menurut saya orientasi waktu dan kegiatan perlu diseimbangkan sesuai dengan
kebutuhan kebudayaan dengan berbagai kepentingan, seperti Paulus yang dapat
diterima dengan baik baik oleh kalangan Yahudi dan non-Yahudi dengan latar
belakang yang berbeda.
Dalam
Kitab Roma, Paulus berbicara tentang orang-orang dan masyarakat yang hidup
menurut daging. Daging itu (dalam bahasa Yunani sarx) bukan hanya merupakan sifat asli dosa yang secara psikologis
ada di dalam diri manusia, sebagaimana diterjemahkan dalam kebanyakan
terjemahan bahasa Inggris, namun mencakup juga nilai-nilai budaya mengenai
sunat, kebiasaan makan, ibadah hari-hari raya agama dan sekumpulan peraturan
yang menjadi bagian dari kesalehan dalam masyarakat dan budaya Yahudi. Paulus
menantang para pembacanya untuk tidak menjadi sama dengan budaya dunia tapi
berubah melalui pembaruan pikiran mereka dalam Kristus.[5]
Menurut saya, kita harus bijaksana dalam mengambil keputusan sesuai dengan
kebenaran Firman Tuhan dan bukan berdasarkan kebudayaan yang berlaku dan juga
mengikuti keinginan daging untuk mewujudkan tujuan kita. Dengan kata lain,
Paulus ingin mengatakan bahwa kebenaran Firman yang terutama diatas setiap
keputusan yang diambil dari kebudayaan setempat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar