By Hengki Wijaya
Religius adalah
istilah yang menunjuk ke suatu sistem kepercayaan, dan pengalamannya dimotivasi
oleh rasa yang bersalah, malu, atau takut akan hukuman. Sedangkan istilah spiritual lebih menunjuk kepada hubungan
dengan supranatural atau roh1. Nampak jelas bahwa kehidupan religius
hanya melakukan apa yang tertulis dan tidak memerhatikan realitas dunia dan hubungan
dengan Tuhan. Sedangkan spiritual yang berhubungan dengan Roh menekankan pada
iman kita kepada Tuhan yang sepertinya sulit diterima dengan akal sehat manusia.
Kehidupan religius menuju kehidupan spiritual dimana logos Firman Tuhan menjadi rhema
dalam setiap pribadi seorang Kristen
melalui perjumpaan pribadi dengan Tuhan. “Tetapi
barangsiapa meneliti hukum yang sempurna,
yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi
bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya”(Yakobus 1:25)2.
Menurut Brother
Lawrence, The Practice of the Presence of
God, perwujudan iman tersebut berarti menjalani kehidupan di hadirat Tuhan.
McIntosh
menggambarkan spiritualitas Kristen sebagai “aktivitas seseorang yang dipimpin
oleh Roh Kudus ke dalam hubungan Kristus dengan Bapa-Nya”3.
Kehidupan spiritualitas harus dipahami sebagai kerinduan dipenuhi dengan Roh
Kudus terus menerus melalui doa dan kehidupan yang berserah kepada Tuhan.
Kerinduan kita untuk mengenal Dia lebih dekat melalui perjumpaan spiritual. “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan
kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku
menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya” (Filipi 3:10). Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti
keinginan daging (Galatia 5:16)4.
Habitus
rohani diartikan kebiasaan rohani yang tidak dilakukan dengan kesadaran penuh.
Akhirnya membawa kita menjadi seorang religius kembali5. Oleh karena
itu, kita memerlukan evaluasi
diri terhadap kualitas
hubungan dengan Tuhan
melalui penyadaran apakah hati kita ini miskin
dihadapan Tuhan dan selalu mengosongkan diri dihadapan-Nya dan diisi dengan
kekuatan, urapan, kasih yang baru "Berbahagialah
orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan
Sorga” (Matius 5:3;bdg.Filipi 2:7)6.
Perjumpaan dengan Tuhan
tentunya akan mentransformasi hidup
seseorang yang mengubah pola pikir manusia atau pengalaman yang dialaminya
selama ini dan adanya ide baru dari Tuhan yang membawa setiap orang mengalami
hidup baru dan hubungan yang semakin intim dengan Tuhan dan menghasilkan buah
pertobatan dan buah-buah Roh serta buah pelayanan. Perjumpaan dengan Tuhan
mentransformasi kehidupan religius menjadi kehidupan spiritual yang berbeda
dari sebelumnya. Perjumpaan dengan Tuhan adalah murni inisiatif Tuhan melalui
Roh Kudus. “…karena Allahlah yang
mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya”
(Filipi 2:13). Oleh karena itu, kita hanya merindukan di dalam hati dan Dia
yang mendorong, bekerja. Tuhan memiliki hasrat yang lebih besar daripada kita
karena Dia lebih dahulu mengasihi kita. “ Inilah
kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah
mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi
dosa-dosa kita” (1 Yohanes 4:10)7.
Perjumpaan dengan Allah
adalah pengalaman mistis, namun sebagai orang percaya perlu mendapatkan
pengecekan atau pengujian dari Alkitab. Hal ini untuk membendung hal-hal mistis
yang sumbernya dari iblis yang menyamar sebagai malaikat terang. Yang
terpenting juga adalah perubahan karakter dan menghasilkan buah-buah Roh yang
nampak melalui pelayanan dan kedewasaan rohani seseorang8.
Kesadaran untuk
terus-menerus hidup di hadirat Tuhan dalam segala kegiatan kita adalah kunci
bagi transformasi spiritual. Perjumpaan dapat terjadi tanpa suatu aturan,
system ataupun metode9. Sebagai penyadaran kita pun harus melepaskan
konsep atau pola pikir kita tentang pengalaman rohani karena Tuhan akan
menjumpai kita dengan cara yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya atau
sesuatu yang baru10.
1Hendra G. Mulia,
“Menjadi Religus dan Spiritual” dalam The Integrated Life (Yogyakarta:Penertbit
ANDI, 2006), 285.
2 Tanggapan interaksi penulis tentang defenisi
religious dan spiritual (Yak. 1:25).
3
Mulia, 293.
4 Tanggapan interaksi penulis yang setuju dengan pandangan
kedua ahli teologi.
5
Mulia,
294-295. 6 Keadaan habitus rohani dapat ditangani dengan sikap miskin (selalu datang dalam kekosongan
dihadapan Tuhan) dan kerendahan hati yang merindukan Dia. 7 Tanggapan terhadap Mulia, 296-297 bahwa perjumpaan dengan Tuhan adalah anugerah dan inisiatif Tuhan.
8 Pandangan Mulia, 298-299 tentang perjumpaan dengan Tuhan yang harus diuji dengan Alkitab.
9 Mulia, 300. Penekanan penting tentang perjumpaan dengan Tuhan yang harus disadari oleh orang percaya.
10 Pandangan Anthony de Mello dalam bukunya Awareness: Butir-butir Pencerahan. Gramedia, 2011.
Terimakasih bapa, atas memberikan pemahaman untuk mengerjakan tugas bacaan 400 halaman,
BalasHapus