TEOLOGI
PERJANJIAN LAMA
By Hengki Wijaya
I. Permulaan dan Perkembangan Teologi
Perjanjian Lama
Sejak reformasi hingga masa Pencerahan, prinsip
golongan Protestan “sola scriptura” yaitu berdasarkan Alkitab saja,yang menjadi sorak
peperangan dari gerakan Reformasi terhadap teologi skolastik dan tradisi
kekuasaan gereja, memberikan sumber bagi perkembangan teologi Alkitabiah berikutnya akibat gagasannya untuk
menafsirkan sendiri Alkitab (sui ipsius
interpres). Istilah “teologi Alkitabiah” dipakai dalam dua arti: (1) dapat
berarti sebuah teologi yang ajaran-ajarannya ersumber pada Alkitab dan dasarnya
adalah Alkitabnya atau (2) teologi yang dikandung oleh Alkitab itu sendiri.
Arti kedua, istilah teologi Alkitabiah merupakan suatu disiplin teologis
tertentu yang asal mula dan perkembangannya kita uraikan secara singkat.[1]
Pada zaman Pencerahan berkembang suatu cara
pendekatan penelaahan Alkitab yang baru
samasekali karena beberapa pengaruh.
Yang pertama dan utama ialah reaksi rasionalisme terhadap
supernaturalisme. Sumbangan besar kedua
ialah dikembangkannya suatu hermeneutik baru, yaitu metode peneliatian sejarah.
Ketiga, terdapat penggunaan kritik sastra radikal terhadap Alkitab.[2] Dari
zaman Pencerahan hingga zaman Teologi Dialektik, perkembangan selanjutnya
menunjukkan bahwa disiplin baru yang berkaitan dengan sejarah ini kalah dan
dikuasai oleh berbagai sistem filsafat,
lalu mengalami tantangan dari ilmu pengetahuan Alkitab yang konservatif dan
akhirnya mati oleh pendekatan dari sudut
“sejarah agama-agama”. Pada pertengahan abad kesembilan belas sebuah
reaksi konservatif yang sangat kuat
menentang pendekatan-pendekatan yang rasional dan filosofis terhadap teologi
Perjanjian Lama muncul dari golongan yang menolak kesahihan pendekatan yang
berdasarkan penelitian sejarah dan juga dari golongan yang berusaha memadukan
suatu pendekatan historis moderat dengan penerimaan penyataan ilahi.[3]
II Sekitar Masalah Metodologi
Dalam
sebuah tinjauan yang luas tentang lima dasawarsa literature mengenai teologi
Perjanjian Lama E. Würthwein menyimpulkan analisisnya yang tajam dalam suatu
kalimat yang bijaksana, “Dewasa ini kita makin terpisah jauh dalam hal
kesepakatan tentang konteks dan metode teologi Perjanjian Lama daripada keadaan
kita lima puluh tahun yang lalu.”[4] Metode Didaktik-Dogmatik, metode
tradisonal dalam mengorganisasikan teologi Perjanjian Lama ialah pendekatan
yang dipinjam dari teologi dogmatik
(teologi sistematika) dan bagiannya (untuk pokok-pokok bahasannya) tentang
Allah-Manusia-keselamatan atau Teologi-Antropologi-Soteriologi.[5]Metode Progresif-Genetis, bila dipandang
dari sudut lingkungan pembahasan , fungsi, serta struktur teologi Perjanjian Lama maka metode ini yang
telah dipergunakan dengan aneka ragam cara. Chester K. Lehman mendefenisikan
“metode teologi Alkitabiah” sebagai metode
yang “ditetapkan pada umumnya
oleh prinsip perkembangan historis.”[6]
Metode penggunaan contoh yang
representative yang mewakili keseluruhan. Seorang perintis utama
dalam bidang teologi Perjanjian Lama dan metodologinya di abad ini ialah W.
Eichrodt. Eichrodt mampu melakukan penggunaan contoh yang representatif
terhadap seluruh dunia pemikiran Perjanjian Lama dengan membuat perjanjian itu
sebagai pusat Perjanjian Lama.[7] Metode diakronis, Von Rad berusaha “menceritakan ulang” kerigma atau pengakuan
Perjanjian Lama yang terungkap lewat metode sejarah tradisi diakronis.[8] Metode
“Pembentukan Tradisi”, Harmuth Gese mendesak bahwa teologi Perjanjian
Lama “pada hakikatnya harus dipahami
sebagai suatu proses perkembangan sejarah. Hanya dengan cara inilah teologi
Perjanjian Lama mencapai kesatuan, dan hanya sesudah itulah masalah hubungan
teologi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dapat dikemukakan.[9]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar