David memberikan kesimpulan
awal bahwa mengajar adalah sesuatu yang melebihi dari pelatihan
atau liputan. Dia mengemukakan uraian ini tentang mengajar efektif bukan suatu hal yang dia perlukan, tetapi lebih dari sesuatu yang dia akan lakukan1. Mengajar
adalah suatu kebutuhan dan dibutuhkan. Mengajar adalah suatu jabatan atau
karunia yang diberikan Allah (Efesus 4:11). Hal inilah yang dinginkan oleh
David dengan pertolongan kasih karunia Allah.
Pertama, mengajar efektif
bersumber dari suatu gairah untuk mengajar untuk mengatasi
derasnya derita mengajar. Mengajar adalah pekerjaan yang berat2. Makna
tugas adalah korelatif, rasa
bersalah, karena tidak mampu untuk
menyediakan stamina adalah penting bagi mencapai pengajaran dengan sempurna dalam jangka
panjang. Kadangkala menjadi pengajar membutuhkan stamina yang lebih karena
melelahkan dan membutuhkan pikiran yang fresh.
Oleh karena itu, untuk menjadi pengajar harus memiliki dorongan atau gairah
untuk mengajar dengan segala rintangan dan deritanya. Pesan Tuhan untuk menjadi
pengajar adalah “Saudara-saudaraku,
janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru; sebab kita tahu, bahwa
sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat” (Yakobus
3:1)3. Saya sangat setuju terhadap pendapat Dr. Traina ketika ia
berkata, “He loves to teach”4.
Artinya kita sebagai guru harus menyukai pekerjaan mengajar. Guru memiliki
sukacita kegembiraan dan menilainya sebagai panggilan ilahi. Bila seorang guru
tidak menyenangi pekerjaannya memang perlu mempertimbangkan profesi lainnya.
Kedua, mengajar efektif berpusat kepada siswa, dan bukan
kepada guru. Fokus bukanlah kepada guru, atau aktivitas mengajarnya tetapi
kepada siswa dan formasinya melalui pengertian kebenaran dirinya sendiri5.
Artinya sebagai guru dapat memaksimalkan potensi yang ada pada siswanya
sehingga figur guru hanya menjadi manager dalam kelas
dan tidak memegang
peran aktif. Siswa yang memegang peran
aktif dalam proses belajar
mengajar. Mengajar menurut
Alkitab Paulus menyebutkan, dalam kehidupannya sebagai pengajar, ia sanggup mewujudkan perubahan atas diri orang lain:
yang tadinya tidak percaya menjadi percaya dan yang tadinya tidak memahami (1
Timotius 2:7) kebenaran berubah menjadi memahami kebenaran6.
Ketiga,
mengajar efektif menimbulkan suatu
komitmen kepada pencarian kebenaran. Pencarian kebenaran tidak hanya
dirintangi oleh indoktrinasi tetapi
juga oleh dogma. Mengajar efektif terlebih dahulu terlepas dari pengaruh
indoktrinasi dan dogma untuk merangsang atau mendorong siswa lebih kreatif
dalam mencari kebenaran yang berdasarkan pandangan mereka sendiri7.
Peranan pengajar untuk tidak memaksakan ajarannya sehingga siswa berpikir pada
kesimpulan dan tidak lagi mencari kebenaran. Guru menghargai otonomi dan
inisiatif siswa, memberikan penekanan pada keterampilan berpikir kritis dan mengutamakan
kinerja siswa berupa mengklasifikasi, mengananalisis, memprediksi, dan
mengkreasi dalam mengerjakan tugas8.
Keempat,
mengajar efektif adalah suatu peristiwa
yang tidak melulu komunikasi tentang dasar pengetahuan (the body of knowledge).
Belajar bagi semua orang bukanlah pengalaman unik, namun mengajar adalah
kreativitas suatu pengalaman holistik9. Saya sependapat bahwa
mengajar tidak hanya berisikan komunikasi tetapi juga adanya unsur kreativitas
siswa dan pengajar dalam proses pembelajaran. Mengajar efektif harus memberikan
suasana kelas yang dapat dirindukan oleh siswa dan pengajarnya. segi kemampuan
mengelolah kelas dengan baik. Pengelolaan ini merupakan tugas organisatoris dan
manajerial setiap guru10.
1 Bauer, David R. No Higher Calling: Personal Reflections on
the Task of Teaching. Kentucky: Journal Asbury Theological Seminary, 2011,
18. Berisi pernyataan beliau.
2 Ibid.,
18.
3
Pernyataan
Alkitab tentang guru berdasarkan Yak. 3:1.
4
Bauer,
19.
5 Ibid., 19.
6 Setiawani, Mary
Go. Pembaruan Mengajar. Bandung: Kalam Hidup, 2005, 7.
7 Bauer, 20. Pernyataan beliau
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
8 Santyasa, I
Wayan. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung:Jurusan Pendidikan Fisika
FPMIPA Universitas Pendidikan Ganesha, 2007, 2-3.
9 Bauer, 22.
10 Sidjabat, B.S. Menjadi
Guru Profesional: Sebuah Perspektif Kristiani. Bandung: Kalam Hidup, 2000,
46.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar