By: Hengki Wijaya
Interaksi Bacaan Buku
Pendahuluan: Prinsip yang fundamental bagi semua kehidupan adalah bahwa organisme hidup
itu tumbuh. Gereja Yesus Kristus terutama merupakan sebuah organisme hidup dan
kedua sebagai organisasi. Segala sesuatu tetang gereja melibatkan kehidupan.
Yesus Kristus, Kepala gereja adalah Juruselamat yang hidup. Gereja
termasuk individu yang dihidupkan secar rohani sebagai akibat dari kelahiran
baru (Yohanes 3:3;Efesus 2:1-3). Baik
secara individu atau secara lembaga gereja didiami oleh Roh yang hidup (Yohanes 14; 1 Korintus 3:16-17), dan pekerjaannya dipimpin oleh sebuah buku kehidupan (Ibrani
4:12). Kelima belas prinsip yang tercantum di bawah ini akan berlaku di
manapun, melintasi budaya dan kelas sosial. Prinsip-prinsip itu adalah doa,
penyembahan, tujuan, diagnosa, prioritas, perencanaan, penyusunan program,
iklim, kepemimpinan, kaum awam, penyerapan, kelompok kecil, pemuridan, latihan dan penginjilan. Untuk
menerapkannya memerlukan metodologi yang berbeda dalam situasi yang berbeda.
Tidak ada rencana tunggal yang akan bekerja dalam setiap kasus. Tetapi semua
prinsip harus berjalan dalam setiap kasus, jika gereja ingin bertumbuh.
Kutipan Menarik: Pertumbuhan
gereja adalah kenaikan yang seimbang dalam kuantitas, kualitas dan kompleksitas
organisasi gereja lokal. C. Peter Wagner, dalam Your Church Can Grow menekankan keseimbangan pertumbuhan
kuantitatif dan kualitatif ketika ia menyatakan bahwa pertumbuhan gereja adalah
“segala sesuatu yang terlibat dalam membawa pria dan wanita yang tidak memiliki
hubungan pribadi dengan Yesus Kristus masuk ke dalam persekutuan dengannya ke
dalam keanggotaan gereja yang bertanggungjawab. Penginjilan dan pemuridan dengan
demikian adalah bagian dari satu proses; pertumbuhan kuantitatif dan kualitatif
harus berkembang secara simultan dan
dalam keseimbangan yang baik (8-9). Robert Schuller telah menyatakan,” Saya
lebih baik berusaha sesuatu yang besar untuk Allah dan gagal daripada tidak
berusaha apa-apa untuk Allah dan berhasil (36). Webster mendefenisikan
penyembahan sebagai “kasih yang hormat dan ketaatan yang harmonis (berhubungan)
dengan ketuhanan, berhala, atau sesuatu yang suci”. Kata-kata Yunani untuk
penyembahan menggabungkan beberapa pemikiran tentag “berlutut di hadapan”, “memberi hormat kepada”, dan “melayani”. Salah satu kata Yunani memberikan sebuah
gambaran tentang mental “mengenai seekor anjing yang meringkuk di kaki tuannya.
Dengan demikian penyembahan adalah sebuah tindakan di mana jiwa yang saleh
merebahkan diri di hadapan Allah dengan hormat, rendah hati dan penyerahan
sepenuh” (39-40).
INTERAKSI : Alkitab
berulangkali menyatakan bahwa kita harus belajar untuk menunggu Allah agar menerima berkat dari-Nya (Mazmur 25:5;37:7;40:1;Yesaya 40:31). Menunggu tidak berarti duduk selama berjam-jam dalam sebuah posisi
yoga dengan mata tertutup dan dengan mengosongkan pikiran. Ini tidak berarti
memusatkan perhatian dengan tenang dan termenung kepada Allah. Penyembahan
mengharuskan melepaskan pikiran dari kekuatiran, frustasi dan aktifitas dalam
gaya hidup yang membingunkan dan memusatkan serta mereflesikan pikiran kepada
Allah. Pada umumnya kita memiliki konotasi negatif dengan kata “menunggu”. Kata
“menunggu” sama dengan membuang-buang waktu. Menunggu berarti tidak
tergesa-gesa. Kita menghabiskan sebagian besar dari waktu bangun kita dengan
tergesa-gesa dan terburu-buru (42-43).
Saya setuju dengan pendapat diatas, karena kita seringkali cepat puas
dengan rutinitas penyembahan dan tidak sabar menunggu bagi Dia yang akan merespon
penyembahan kita dan memberitahukan kehendak dan jalan-jalan-Nya. “Sebab
lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain” (Mazmur 84:11a). Kita sering tidak memberikan
waktu yang banyak untuk bertemu dengan Tuhan sementara untuk hal duniawi kita
sering mau menunggu.
Tujuan ganda bagi kedatangan Kristus membawa kita pada
tujuan gereja. Tujuan ini jelas dinyatakan kepada kita dalam Matius 28:18-20, ayat yang kita kenal sebagai Amanat Agung
Tuhan kita. Bentuk imperatif (perintah yang nyata) dalam ayat ini adalah
“menjadikan murid”. Perintah ini berhubungan dengan tujuan Allah yang
terpenting, yakni menjadikan kita umat pilihan. Ada tiga bentuk kata kerja yang
menunjang dalam ayat ini-pergi, baptiskan dan ajarkan. Ketiga aktivitas ini
menjelaskan proses bagaimana murid-murid dibentuk. Perintah untuk pergi
menyinggung aktivitas para murid dalam penginjilan untuk pertobatan awal.
Kelahiran baru harus terjadi sebelum seseorang dapat menjadi seorang murid,
karena kelahiran selalu mendahului pertumbuhan. Membaptis dan mengajar
menjelaskan aktivitas setelah pertobatan (55). Saya setuju dengan penjelasan
diatas, “Jadikanlah murid-Ku”, inilah sasaran Amanat Agung “Jadikanlah
murid-Ku”, inilah sasaran Amanat Agung itu. Pergilah, baptislah, dan ajarlah
adalah sarana yang dipakai untuk mencapai sasaran Amanat Agung yaitu
“jadikanlah murid-Ku”. Alasannya karena Tuhan Yesus mau menjadikan kita murid
Kristus dan selanjutnya kita pun memuridkan anggota baru. Tujuan gereja adalah
memuridkan supaya setiap anggota gereja bertumbuh sesuai kepenuhan Kristus sehingga
tidak mudah digoyahkan imannya. Sebagaimana Rasul Paulus tuliskan dalam Efesus 4:
13-14, “sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang
benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai
dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang
diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu
manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan”.
Kami mendefenisikan iklim dalam konteks gereja sebagai
kombinasi faktor-faktor yang menentukan bagaimana merasakannya sebagai bagian
gereja (130). Faktor pertama dan paling
penting adalah kasih. Yohanes 13:35 membuat kasih yang dapat dilihat sebagai
lencana baru bagi pemuridan ketika Ia mengatakan, “Dengan demikian semua orang
akan tahu bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu kamu saling mengasihi.”
Perintah untuk “saling mengasihi bahkan
seperti Aku telah mengasihi kamu” (Yohanes 13:34, NASB) menjadikan pernyataan kasih satu terhadap lain suatu ekspresi
yang luar biasa. Dalam Yohanes 17:21,23 Yesus berdoa agar dengan kesatuan
murid-murid yang dapat dilihat, dunia kan tahu dan percaya bahwa Ia berasal
dari Allah. Dalam Galatia 5:22, Paulus memulai daftar kualitas sifat yang
termasuk dalam “buah” Roh dengan “kasih” (132). Penulis setuju dengan iklim
dalam konteks gereja adalah kasih. Penulis berpendapat bahwa bagaimana jadinya
kalau tidak ada kasih dalam gereja, justru pertengkaran dan perselisihan yang
terjadi. Hal inilah yang terjadi di jemaat Korintus dimana jemaat ini dipenuhi
dengan berbagai karunia rohani namun kasih tidak ada dalam mereka sehingga
Rasul Paulus berkata, “Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa
roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap” (1Korintus 13:8) dan kasih yang paling terbesar diantara iman dan pengharapan (1 Korintus 13:13).
Faktor kedua yang ingin kami sampaikan adalah visi/iman.
Kita menempatkan mereka bersama karena mereka tidak terpisahkan. Iman dalam
konteks ini adalah perasaan pada Kepala gereja, Yesus Kristus (143). Pendapat
ini benar karena iman percaya kita adalah kepada Kepala gereja dalam hal ini
adalah Yesus Kristus. Paulus berkata kepada jemaat Efesus, “ teguh berpegang
kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia,
Kristus, yang adalah Kepala” (Efesus 4:15).
Faktor yang ketiga adalah keterlibatan. Orang-orang
paling puas dan positif jika mereka terlibat secara produktif dalam pelayanan.
Sebuah gereja yang anggota-anggotanya terlibat dalam pelayanan tidak akan
mengalami roh negatif dan terkuras dengan sendirinya bagi sebuah gereja di mana
orang-orang pada umumnya adalah penonton (145). Hal ini disebabkan oleh
pemimpin gereja yang tidak memotivasi atau tidak melakukan propaganda Amanat
Agung kepada jemaatnya. Oleh karena itu,
setiap gereja perlu memuridkan orang awam untuk terlibat dalam pelayanan tanpa
melupakan pertumbuhan rohani setiap jemaatnya secara pribadi.
Dalam pengarahan tenaga baru, perhatikan lima syarat ini.
Pertama adalah keinginan seorang
untuk belajar. Kita tidak memerlukan orang-orang dalam posisi kepemimpinan yang
tidak terbuka pada ide-ide atau saran-saran baru dan tidak memiliki arah. Kedua, adalah kesetiaan. I Tim. 3:10
memberitahu kita bahwa sebelum seorang penatua ditunjuk ia pertama-tama harus
“diuji”. Cara terbaik untuk menentukan kesetiaan seseorang adalah dengan cara
memindahkan seseorang secara bertahap dari tanggung jawab yang lebih berarti. Ketiga, kita ingin orang-orang dalam
setiap posisi yang memiliki hati untuk Tuhan dan yang akan melakukan
pelayanannya dalam cara yang rohani.
Keempat, waktu adalah faktor penting. Sering kita mengarahkan tenaga baru
tanpa menjelaskan berapa banyak waktu yang diperlukan oleh sebuah pelayanan. Kelima, setiap orang yang membuat
komitmen kepada gereja khususnya dalam keanggotaan, memiliki kegairahan, keahlian
dan karunia-karunia tertentu yang dapat menjadi bagian dan sumber daya manusia
dan merupakan calon untuk beberapa jenis keterlibatan (162-163). Penulis
menambahkan penjelasan tentang kesetiaan. Pernyataan ini hanya setengah benar.
Penulis mengutip Rick Warren dalam bukunya The
Purpose Driven Church yang berkata, “Tuhan mengharapkan agar kita setia dan
juga berbuah. Kita dipanggil Kristus untuk menghasilkan buah. (Yohanes 15:16). Menghasilkan buah adalah cara kita memuliakan
Tuhan (Yohanes 15:8). Menghasilkan buah menyenangkan hati Tuhan (Kolose 1:10)”.
Tujuan dari
kelompok kecil atau sel adalah mengembangkan hubungan antar pribadi yang dalam.
Seperti telah kita katakan, sub jemaat memulai proses ini melalui aktivitas
sosial dan pengembangan dasar kepemimpnan. Kelompok kecil memberikan peluang
untuk mengembangkan jangkauan hubungan-hubungan yang lebih berarti yang
dikehendaki oleh Perjanjian Baru untuk kita kembangkan (198). Pemuridan
memperbesar pertumbuhan kuantitatif karena ketertarikan pada kehidupan gereja.
Jika orang-orang sedang bertumbuh dan berubah, non anggota akan ditarik. Secara
oragnik, gereja akan bertumbuh karena karunia-karunia rohani akan menarik
perhatian. Sementara orang-orang melayani, posisi-posisi kepemimpinan akan
dipenuhi. Para pemimpin akan dipekerjakan atas dasar kepribadian. Kelompok-kelompok
pelayanan fungsional akan berjalan dengan baik karena mereka akan mengembangkan
hubungan kekeluargaan dan bukan hanya dengan detail-detail pekerjaan (222).
Penulis setuju akan dua hal tersebut diatas yaitu melalui sel maka akan
dihasilkan murid. Murid memiliki kemampuan untuk menginjil dan melakukan
pelayanan gerejawi yang mendukung pertumbuhan iman jemaat dan pertumbuhan
gereja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar