Good News

Jumat, 31 Oktober 2014

Review Buku: Dinamika Pertumbuhan Gereja (Ron Jenson dan Jim Stevens, Penerbit Gandum Mas, 1996)



Interaksi Bacaan Buku
Pendahuluan: Prinsip yang fundamental bagi semua kehidupan adalah bahwa organisme hidup itu tumbuh. Gereja Yesus Kristus terutama merupakan sebuah organisme hidup dan kedua sebagai organisasi. Segala sesuatu tetang gereja melibatkan kehidupan. Yesus Kristus, Kepala gereja adalah Juruselamat yang hidup. Gereja termasuk individu yang dihidupkan secar rohani sebagai akibat dari kelahiran baru (Yohanes 3:3;Efesus 2:1-3). Baik secara individu atau secara lembaga gereja didiami oleh Roh yang hidup (Yohanes 14; 1 Korintus 3:16-17), dan pekerjaannya dipimpin oleh sebuah buku kehidupan (Ibrani 4:12). Kelima belas prinsip yang tercantum di bawah ini akan berlaku di manapun, melintasi budaya dan kelas sosial. Prinsip-prinsip itu adalah doa, penyembahan, tujuan, diagnosa, prioritas, perencanaan, penyusunan program, iklim, kepemimpinan, kaum awam, penyerapan, kelompok kecil, pemuridan, latihan dan penginjilan. Untuk menerapkannya memerlukan metodologi yang berbeda dalam situasi yang berbeda. Tidak ada rencana tunggal yang akan bekerja dalam setiap kasus. Tetapi semua prinsip harus berjalan dalam setiap kasus, jika gereja ingin bertumbuh.

Kutipan Menarik: Pertumbuhan gereja adalah kenaikan yang seimbang dalam kuantitas, kualitas dan kompleksitas organisasi gereja lokal. C. Peter Wagner, dalam Your Church Can Grow menekankan keseimbangan pertumbuhan kuantitatif dan kualitatif ketika ia menyatakan bahwa pertumbuhan gereja adalah “segala sesuatu yang terlibat dalam membawa pria dan wanita yang tidak memiliki hubungan pribadi dengan Yesus Kristus masuk ke dalam persekutuan dengannya ke dalam keanggotaan gereja yang bertanggungjawab. Penginjilan dan pemuridan dengan demikian adalah bagian dari satu proses; pertumbuhan kuantitatif dan kualitatif harus berkembang secara simultan   dan dalam keseimbangan yang baik (8-9). Robert Schuller telah menyatakan,” Saya lebih baik berusaha sesuatu yang besar untuk Allah dan gagal daripada tidak berusaha apa-apa untuk Allah dan berhasil (36). Webster mendefenisikan penyembahan sebagai “kasih yang hormat dan ketaatan yang harmonis (berhubungan) dengan ketuhanan, berhala, atau sesuatu yang suci”. Kata-kata Yunani untuk penyembahan menggabungkan beberapa pemikiran tentag “berlutut di hadapan”,  “memberi  hormat kepada”, dan “melayani”.  Salah satu kata Yunani memberikan sebuah gambaran tentang mental “mengenai seekor anjing yang meringkuk di kaki tuannya. Dengan demikian penyembahan adalah sebuah tindakan di mana jiwa yang saleh merebahkan diri di hadapan Allah dengan hormat, rendah hati dan penyerahan sepenuh” (39-40). 
INTERAKSI  : Alkitab berulangkali menyatakan bahwa kita harus belajar untuk menunggu Allah agar menerima berkat dari-Nya (Mazmur 25:5;37:7;40:1;Yesaya 40:31). Menunggu tidak berarti duduk selama berjam-jam dalam sebuah posisi yoga dengan mata tertutup dan dengan mengosongkan pikiran. Ini tidak berarti memusatkan perhatian dengan tenang dan termenung kepada Allah. Penyembahan mengharuskan melepaskan pikiran dari kekuatiran, frustasi dan aktifitas dalam gaya hidup yang membingunkan dan memusatkan serta mereflesikan pikiran kepada Allah. Pada umumnya kita memiliki konotasi negatif dengan kata “menunggu”. Kata “menunggu” sama dengan membuang-buang waktu. Menunggu berarti tidak tergesa-gesa. Kita menghabiskan sebagian besar dari waktu bangun kita dengan tergesa-gesa dan terburu-buru (42-43).  Saya setuju dengan pendapat diatas, karena kita seringkali cepat puas dengan rutinitas penyembahan dan tidak sabar menunggu bagi Dia yang akan  merespon  penyembahan kita dan memberitahukan kehendak dan jalan-jalan-Nya. “Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain”  (Mazmur 84:11a). Kita sering tidak memberikan waktu yang banyak untuk bertemu dengan Tuhan sementara untuk hal duniawi kita sering mau menunggu.

Tujuan ganda bagi kedatangan Kristus membawa kita pada tujuan gereja. Tujuan ini jelas dinyatakan kepada kita dalam Matius 28:18-20, ayat yang kita kenal sebagai Amanat Agung Tuhan kita. Bentuk imperatif (perintah yang nyata) dalam ayat ini adalah “menjadikan murid”. Perintah ini berhubungan dengan tujuan Allah yang terpenting, yakni menjadikan kita umat pilihan. Ada tiga bentuk kata kerja yang menunjang dalam ayat ini-pergi, baptiskan dan ajarkan. Ketiga aktivitas ini menjelaskan proses bagaimana murid-murid dibentuk. Perintah untuk pergi menyinggung aktivitas para murid dalam penginjilan untuk pertobatan awal. Kelahiran baru harus terjadi sebelum seseorang dapat menjadi seorang murid, karena kelahiran selalu mendahului pertumbuhan. Membaptis dan mengajar menjelaskan aktivitas setelah pertobatan (55). Saya setuju dengan penjelasan diatas, “Jadikanlah murid-Ku”, inilah sasaran Amanat Agung “Jadikanlah murid-Ku”, inilah sasaran Amanat Agung itu. Pergilah, baptislah, dan ajarlah adalah sarana yang dipakai untuk mencapai sasaran Amanat Agung yaitu “jadikanlah murid-Ku”. Alasannya karena Tuhan Yesus mau menjadikan kita murid Kristus dan selanjutnya kita pun memuridkan anggota baru. Tujuan gereja adalah memuridkan supaya setiap anggota gereja bertumbuh sesuai kepenuhan Kristus sehingga tidak mudah digoyahkan imannya. Sebagaimana Rasul Paulus tuliskan dalam Efesus 4: 13-14, “sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan”.
Kami mendefenisikan iklim dalam konteks gereja sebagai kombinasi faktor-faktor yang menentukan bagaimana merasakannya sebagai bagian gereja (130).  Faktor pertama dan paling penting adalah kasih. Yohanes 13:35 membuat kasih yang dapat dilihat sebagai lencana baru bagi pemuridan ketika Ia mengatakan, “Dengan demikian semua orang akan tahu bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu kamu saling mengasihi.” Perintah untuk “saling mengasihi bahkan seperti Aku telah mengasihi kamu” (Yohanes 13:34, NASB) menjadikan pernyataan kasih satu terhadap lain suatu ekspresi yang luar biasa. Dalam Yohanes 17:21,23 Yesus berdoa agar dengan kesatuan murid-murid yang dapat dilihat, dunia kan tahu dan percaya bahwa Ia berasal dari Allah. Dalam Galatia 5:22, Paulus memulai daftar kualitas sifat yang termasuk dalam “buah” Roh dengan “kasih” (132). Penulis setuju dengan iklim dalam konteks gereja adalah kasih. Penulis berpendapat bahwa bagaimana jadinya kalau tidak ada kasih dalam gereja, justru pertengkaran dan perselisihan yang terjadi. Hal inilah yang terjadi di jemaat Korintus dimana jemaat ini dipenuhi dengan berbagai karunia rohani namun kasih tidak ada dalam mereka sehingga Rasul Paulus berkata, “Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap” (1Korintus 13:8) dan kasih yang paling terbesar diantara iman dan pengharapan (1 Korintus 13:13).
Faktor kedua yang ingin kami sampaikan adalah visi/iman. Kita menempatkan mereka bersama karena mereka tidak terpisahkan. Iman dalam konteks ini adalah perasaan pada Kepala gereja, Yesus Kristus (143). Pendapat ini benar karena iman percaya kita adalah kepada Kepala gereja dalam hal ini adalah Yesus Kristus. Paulus berkata kepada jemaat Efesus, “ teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala” (Efesus 4:15).
Faktor yang ketiga adalah keterlibatan. Orang-orang paling puas dan positif jika mereka terlibat secara produktif dalam pelayanan. Sebuah gereja yang anggota-anggotanya terlibat dalam pelayanan tidak akan mengalami roh negatif dan terkuras dengan sendirinya bagi sebuah gereja di mana orang-orang pada umumnya adalah penonton (145). Hal ini disebabkan oleh pemimpin gereja yang tidak memotivasi atau tidak melakukan propaganda Amanat Agung kepada jemaatnya.  Oleh karena itu, setiap gereja perlu memuridkan orang awam untuk terlibat dalam pelayanan tanpa melupakan pertumbuhan rohani setiap jemaatnya secara pribadi.
Dalam pengarahan tenaga baru, perhatikan lima syarat ini. Pertama adalah keinginan seorang untuk belajar. Kita tidak memerlukan orang-orang dalam posisi kepemimpinan yang tidak terbuka pada ide-ide atau saran-saran baru dan tidak memiliki arah. Kedua, adalah kesetiaan. I Tim. 3:10 memberitahu kita bahwa sebelum seorang penatua ditunjuk ia pertama-tama harus “diuji”. Cara terbaik untuk menentukan kesetiaan seseorang adalah dengan cara memindahkan seseorang secara bertahap dari tanggung jawab yang lebih berarti. Ketiga, kita ingin orang-orang dalam setiap posisi yang memiliki hati untuk Tuhan dan yang akan melakukan pelayanannya dalam cara yang rohani. Keempat, waktu adalah faktor penting. Sering kita mengarahkan tenaga baru tanpa menjelaskan berapa banyak waktu yang diperlukan oleh sebuah pelayanan. Kelima, setiap orang yang membuat komitmen kepada gereja khususnya dalam keanggotaan, memiliki kegairahan, keahlian dan karunia-karunia tertentu yang dapat menjadi bagian dan sumber daya manusia dan merupakan calon untuk beberapa jenis keterlibatan (162-163). Penulis menambahkan penjelasan tentang kesetiaan. Pernyataan ini hanya setengah benar. Penulis mengutip Rick Warren dalam bukunya The Purpose Driven Church yang berkata, “Tuhan mengharapkan agar kita setia dan juga berbuah. Kita dipanggil Kristus untuk menghasilkan buah. (Yohanes 15:16). Menghasilkan buah adalah cara kita memuliakan Tuhan (Yohanes 15:8). Menghasilkan buah menyenangkan hati Tuhan (Kolose 1:10)”.
Tujuan dari kelompok kecil atau sel adalah mengembangkan hubungan antar pribadi yang dalam. Seperti telah kita katakan, sub jemaat memulai proses ini melalui aktivitas sosial dan pengembangan dasar kepemimpnan. Kelompok kecil memberikan peluang untuk mengembangkan jangkauan hubungan-hubungan yang lebih berarti yang dikehendaki oleh Perjanjian Baru untuk kita kembangkan (198). Pemuridan memperbesar pertumbuhan kuantitatif karena ketertarikan pada kehidupan gereja. Jika orang-orang sedang bertumbuh dan berubah, non anggota akan ditarik. Secara oragnik, gereja akan bertumbuh karena karunia-karunia rohani akan menarik perhatian. Sementara orang-orang melayani, posisi-posisi kepemimpinan akan dipenuhi. Para pemimpin akan dipekerjakan atas dasar kepribadian. Kelompok-kelompok pelayanan fungsional akan berjalan dengan baik karena mereka akan mengembangkan hubungan kekeluargaan dan bukan hanya dengan detail-detail pekerjaan (222). Penulis setuju akan dua hal tersebut diatas yaitu melalui sel maka akan dihasilkan murid. Murid memiliki kemampuan untuk menginjil dan melakukan pelayanan gerejawi yang mendukung pertumbuhan iman jemaat dan pertumbuhan gereja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar