Good News

Jumat, 24 Oktober 2014

Prinsip-Prinsip Pertumbuhan Gereja Berdasarkan Kisah Para Rasul



By Hengki Wijaya
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertumbuhan gereja-gereja di Indonesia secara kuantitas dapat dilihat dengan semakin banyaknya jumlah gereja, namun jumlah jemaat mengalami peningkatan yang lambat. Dengan kata lain, banyaknya  perpindahan jemaat  dari satu gereja lama ke gereja yang baru. Di sisi lain, banyak pula orang percaya yang baru yang belum menjadi anggota tetap gereja dan terlibat dalam gereja.
Alkitab mencatat dalam Kitab Kisah Para Rasul bagaimana jemaat mula-mula bertumbuh dengan pesat, baik secara kuantitas maupun kualitas. Pertumbuhan dalam jemaat mula-mula ini tidak terlepas daripada peranan Roh Kudus dan merupakan inisiatif Allah dalam melakukan kehendak-Nya. Oleh karena itu, setiap anggota jemaat mengetahui prinsip-prinsip pertumbuhan gereja berdasarkan Firman Tuhan.  Kitab Kisah Para Rasul adalah salah satu kitab yang cukup banyak memuat sejarah pertumbuhan gereja mula-mula. Oleh sebab itu, kitab tersebut tentu juga menjelaskan prinsip-prinsip pertumbuhan gereja yang dapat diimplementasi bagi gereja masa kini.

Gereja banyak kali disebut seperti sebuah organisme yang hidup, bukan mati. Itu sebabnya, jika sebuah gereja sehat, ia secara alami pasti mengalami pertumbuhan. Christian Schwarz berkata, “Gereja punya potensi pertumbuhan dengan dirinya dan potensi ini adalah pemberian dari Allah.”[1]
Sebagai organisme, gereja ibarat makhluk hidup yang mempunyai kehidupan dan mempunyai kemampuan untuk pertumbuhan secara alamiah, bahkan pertumbuhan alamiah ini bukan sesuatu upaya pertumbuhan yang dapat dilakukan oleh kemampuan manusia. Rick Warren berkata, “Gereja adalah organisme yang hidup, dan semua yang hidup secara alamiah bertumbuh. Tugas kita adalah menyingkirkan rintangan yang menghalangi pertumbuhan. Gereja-gereja yang sehat tidak memerlukan taktik untuk bertumbuh, mereka bertumbuh secara wajar.[2]
Pertumbuhan gereja alamiah adalah kemampuan gereja sebagai organisme hidup, yang mempuinyai kemampuan atyau potensi untuk bertumbuh. Pertumbuhan ini tidak dapat dilakukan oleh manusia. Potensi partumbuhan gereja adalah anugerah, diberikan oleh Allah bagi semua gereja-Nya. Tugas kita (manusia dan segala strateginya) adalah menyingkirkan penghalang yang merintangi pertumbuhan gereja. Jika gereja sehat, maka secara alamiah gereja pasti bertumbuh.[3]
Berdasarkan latar belakang masalah di ataslah yang mendorong penulis untuk menulis judul makalah, “Prinsip-prinsip Pertumbuhan Gereja Berdasarkan Kitab Kisah Para Rasul”.

BAB II
PRINSIP-PRINSIP PERTUMBUHAN GEREJA PADA ZAMAN GEREJA
MULA-MULA

Pertumbuhan Gereja Adalah Kehendak Allah

Pertumbuhan gereja adalah kehendak Allah karena Allah sendirilah yang menghendaki agar gereja-Nya bertumbuh. Hal ini dengan jelas diungkapkan dalam Firman Tuhan berikut ini. “Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa” (Kisah Para Rasul 2:41). “…Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang-orang yang diselamatkan” (Kisah Para Rasul 2:47).[4]  C. Peter Wagner mengungkapkan, “Allah menghendaki agar semua orang diselamatkan dari dosa dan kematian kekal. Allah adalah kasih dan Ia menginginkan agar tiap-tiap orang diperdamaikan kepada-Nya. Karena alasan itulah Ia mengutus Anak-Nya yang tunggal, Yesus Kristus.”[5] Kehendak Allah itu sudah jelas, “Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat” (2 Petrus 3:9). Ia menghendaki semua laki-laki dan perempuan di mana pun juga dating kepada-Nya dan ke dalam gereja-Nya Yesus Kristus. Dengan kata lain merupakan kehendak Allah gereja untuk bertumbuh.[6] Yesus berkata, “Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya” (Matius 16:18). Disini jelas yang membangun gereja adalah Yesus. Pembangunan gereja adalah pekerjaan Allah dan kehendak Allah dan oleh Allah.
Kitab Kisah Para Rasul menyatakan dengan tegas bahwa tiap-tiap hari “Tuhan” menambah jumlah mereka dengan orang-orang yang diselamatkan (Kisah Para Rasul 2:47). Demikian juga Rasul Paulus menyatakan bahwa “pemberi pertumbuhan” bukan Apollos, bukan juga Paulus tetapi Allah (I Korintus 3:6-7). Maka jelas bahwa kehendak Allah merupakan prinsip mutlak dari pertumbuhan gereja dalam kitab Kisah Para Rasul. [7] Jemaat mula-mula menyadari bahwa Allah menghendaki pertumbuhan gereja yang pesat. Jadi menolak pertumbuhan gereja berarti menolak kehendak Allah.

Pertumbuhan Gereja Adalah Pekerjaan Roh Kudus

Setiap pasal dalam Kisah Para Rasul merupakan catatan tentang perubahan dramatis yang terjadi atas para rasul oleh karena persekutuan mereka dengan Roh Kudus. Ketika Anda menyambut Roh Kudus, hal yang sama bisa terjadi kepada Anda. Hal ini dibahas lebih mendalam oleh Benny Hinn dalam bukunya Selamat Datang Roh Kudus tentang peranan penting Roh Kudus dalam keseluruhan pasal dalam Kitab Kisah Para Rasul. Sebagai contoh Roh Kudus akan mengubah cara Anda mendengar. Sebelum Tuhan Yesus naik ke sorga, Ia berpesan kepada para murid untuk tidak meninggalkan Yerusalem, tetapi menantikan janji Bapa bagi siapa yang mendengar perkataan-Nya (Kisah Para Rasul 1:4). Ia berkata, “Sebab Yohanes membaptis dengan air, tetapi tidak lama lagi kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus” (Kisah Para Rasul 1:5). Mereka tidak hanya mendengar dengan telinga, mereka mendengar dengan hati. Seratus dua puluh orang berkumpul di Ruang Atas dan mulai berdoa.[8]
Dalam Kisah Para Rasul, Roh Kudus sebagai dinamika pertumbuhan gereja tampak dalam hal-hal berikut ini:
Pertama, Roh Kudus memberi kuasa kepada murid-murid untuk bersaksi mulai dari kota Yerusalem sampai ke ujung bumi (Kisah Para Rasul 1:8).
Kedua, Roh Kudus memenuhi rasul-rasul untuk memberitakan nama Tuhan Yesus dengan berani hati kepada orang banyak dan menggerakkan orang-orang untuk bertobat dan percaya kepada Yesus Kristus (Kisah Para Rasul 2-4).
Ketiga, Roh Kudus menambahkan jumlah orang-orang percaya dengan orang-orang yang diselamatkan (Kisah Para Rasul 2:47).
Keempat, Roh Kudus memenuhi orang-orang percaya sehingga mereka dapat memberitakan firman Allah dengan berani hati (Kisah Para Rasul 3:31).
Kelima, Roh Kudus mendisiplin orang percaya sehingga mereka hidup dalam ketakutan akan Allah (Kisah Para Rasul 5).
Keenam, Roh Kudus mengkhususkan para pemberita Injil, yaitu Barnabas dan Paulus dan mengutus mereka ke luar untuk memberitakan Injil ke berbagai pelosok dunia sehingga banyak orang percaya dan berdirilah gereja-gereja lokal (Kisah Para Rasul 13).[9]
Roh Kudus diutus oleh Allah Bapa dan Anak (Yohanes 14:16,26;15:26;16:7, Kisah Para Rasul 2:33;5:31-32). Ia menyaksikan dan memuliakan Yesus Kristus (Yohanes 15:26). Roh Kudus dicurahkan pada hari Pentakosta (Kisah Para Rasul 2). Dapat dikatakan bahwa sekarang adalah zaman dari Roh Kudus.[10] Allah hadir dan diam dalam gereja yang adalah Bait Allah melalui Roh-Nya (Efesus 2:21-22). Allah bekerja melalui Roh Kudus untuk membangun gereja-Nya. Tanpa Roh Kudus gereja tidak dapat lahir pada hari Pentakosta. Roh Kudus memberi kuasa kepada murid-murid, kepada gereja untuk menjadi saksi atau untuk bertumbuh (Kisah Para Rasul 1:8).[11]
Roh Kudus membuat jemaat dengan berani memberitakan firman Allah (Kisah Para Rasul 4:31). Roh Kudus membuat Petrus dan Yohanes berani berbicara di depan Mahkamah agama (Kisah Para Rasul 4:8-12). Roh Kudus memimpin Petrus (Kisah Para Rasul 10:19-20). Roh Kudus memberi petunjuk kepada jemaat di Antiokia (Kisah Para Rasul 13:2). Semua ini menunjukkan bahwa Roh Kudus menyebabkan pertumbuhan jemaat. Roh Kudus yang memberikan kelahiran baru, menghidupkan orang percaya. Tanpa Roh Kudus tidak akan ada pertumbuhan gereja dan penginjilan. Dalam Perjanjian Baru Roh Kudus adalah dinamika rohani yang menghasilkan kualitas dan kuantitas dalam pertumbuhan gereja.[12] Dengan melihat dua cara yang khusus di mana Roh Kudus bekerja berkenaan dengan gereja, maka kita akan dengan jelas memahami siapa yang bertanggung jawab atas pertumbuhan sebuah gereja. Roh Kudus mendirikan gereja artinya tidak ada gereja tanpa pekerjaan Roh Kudus. Roh Kudus membawa orang-orang ke dalam gereja. Kolose 1:14 memperjelas bahwa kita telah dipindahkan dari kerjaan lama ke dalam kerajaan baru. Perubahan ini terjadi karena karya Roh Kudus. Ia mewujudkan perubahan ini melalui sebuah proses tiga langkah yaitu: pertama, Roh Kudus menginsafkan orang akan dosa-dosanya ketika Ia mendirikan gereja (Yohanes 16:8-11;6:44).Langkah kedua dalam pekerjaan Roh Kudus adalah pertobatan. Pertobatan adalah buah dari kesadaran. Ia menyebabkan perubahan itu terjadi . Titus 3:5 menggambarkan proses tersebut “… oleh permandian kelahiran baru dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus…” Pokok yang sangat penting adalah bahwa kita sebagai orang-orang berdosa, tidak berperan apa-apa dengan pertobatan kita. Demkian pula para penginjil tidak berperan apa-apa dalam masalah bertobatnya seseorang, selain daripada menyampaikan berita Injil. Ketiga, karya Roh Kudus adalah pengakuan. Dalam 1 Korintus 12:3 kita baca, “… tidak ada seorang pun dapat mengaku, ‘Yesus adalah Tuhan’ selain oleh Roh Kudus.” Cara kedua, Roh Kudus memperlengkapi gereja. Melengkapi berarti tahap demi tahap berkembang menjadi seperti Kristus. Galatia 5:22 menggambarkan sembilan kualitas tingkah laku dan sifat seperti Kristus. Roh Kudus memperlengkapi gereja melalui pemakaian Firman Allah. Ibrani 4:12 menggambarkan Firman Allah itu hidup, kuat dan tajam.[13]Maka dengan demikian pekerjaan Roh Kudus merupakan prinsip pertumbuhan jemaat dalam Kisah Para Rasul.

Pertumbuhan Gereja Secara Kuantitas dan Kualitas 

Di dalam kitab Kisah Para Rasul, segi kuantitas dari pertumbuhan gereja mula-mula terlihat jelas. Gereja mula-mula yang awalnya terdiri hanya dari 120 orang (Kisah Para Rasul 1:15) bertambah jumlahnya menjadi 3000 orang (Kisah Para Rasul 2:41), lalu tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka (Kisah Para Rasul 2:47), sehingga menjadi 5000 orang (Kisah Para Rasul 4:4), bahkan jumlah ini terus meningkat di mana dituliskan peningkatan itu dengan “banyak orang, semua orang, hampir seluruh kota, banyak murid, bertambah besar jumlahnya (Kisah Para Rasul 13:43-44,48;14:21;16:5;17:4,12).[14]Ini berarti bahwa gereja tidak dapat disebut gereja bertumbuh ketika gereja itu tidak menampakkan pertambahan dalam jumlah anggota, sekali pun gereja tersebut memiliki gedung besar, banyak uang, beragam kegiatan dan pelayanan. Michel Griffiths berkata, “Kita tidak bisa membangun Bait baru tanpa menambah jumlah batu-batu hidup.”[15]
Keberhasilan gereja dalam mengemban tugas dari Tuhan Yesus dapat dilihat dari bertambahnya jumlah orang yang menjadi percaya sebagai hasil pelayanan dari gereja yang bersangkutan dan mendapat penggembalaan dari gereja tersebut. Vergil Gerber mengatakan “Sekalipun hal tersebut bukanlah satu-satunya ukuran bagi gereja yang berhasil, tetapi kesuksesan gereja dalam mengemban tugas sebagian besar dapat dilihat dari kuantitas yang bertambah”.[16] Gereja mula-mula pun menampakkan kedua aspek pertumbuhan ini, dimana “Gereja mula-mula bukan hanya bertumbuh secara jumlah tetapi juga dalam mutu imam anggota-anggota jemaat seperti yang dicatat oleh dokter Lukas: Dan mereka disukai oleh semua orang. Dan tiap-tiap hari, Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan” (Kisah Para Rasul 2:47).
Ron Jenson dan Jim Stevens berkata,
Apabila pertumbuhan gereja terdiri hanya sebagai kenaikan jumlah dengan mengorbankan perkembangan kualitas dan organisasi, maka sebuah mutasi yang tidak sehat akan berkembang dalam tubuh yang semula sehat. Gereja hanya memainkan permainan angka-angka. Sebaliknya jika perkembangan kualitatif tidak mencakup perkembangan kualitatif  tidak mencakup perkembangan kuantitatif, produknya juga merupakan mutasi yang tidak sehat.[17]

Kunci pertumbuhan kualitas adalah menjadikan murid Kristus dewasa dan sempurna melalui pengajaran sehat tentang firman Allah (Kolose 1:28), dan kedewasaan itu membuat jemaat bertanggung jawab dalam gereja Tuhan, memberikan perannya dalam perkembangan gereja selanjutnya. Tentang hal ini, Michael Griffiths berkata, “Tidak cukup menambah jumlah batu atau bahkan jumlah tumpukan batu. Batu-batu itu harus dibangun hijmenjadi suatu bangunan permanen, kuat dan dibangun indah.”[18]
Hal ini seharusnya diperhatikan oleh gereja-gereja Tuhan masa kini, dan bukan sekedar mengejar penambahan jumlah, tanpa memerhatikan kualitas jemaat. Dengan kualitas yang baik, otomatis terjadi pertumbuhan jumlah, karena “Kualitas menghasilkan kuantitas atau kualitas menarik kuantitas.” Kualitas menunjuk pada jenis murid-murid yang dihasilkan oleh suatu gereja. Kuantitas menunjuk pada jumlah murid yang dihasilkan oleh suatu gereja. Kedua istilah ini tidak terpisah satu sama lain. Anda tidak perlu memilih di antara keduanya.[19] Aspek kuantitas dari sebuah gereja yang bertumbuh nampak dari penambahan jumlah orang percaya, kelompok, penambahan secara geografis dan sebagainya. Sularso Sopater berkomentar tentang jenis pertumbuhan ini dengan “bertambahnya jumlah anggota, kelompok, luas jangkauan pelayanan, organisasi dan sebagainya.”[20]
 
Faktor-Faktor Pertumbuhan Gereja Mula-Mula
Pengajaran Firman Allah

Jemaat mula-mula dikatakan bahwa mereka semua bertekun tiap-tiap hari dalam pengajaran Rasul-rasul (Kisah Para Rasul 2:42,46). Apa yang mereka tekuni, tidak lain adalah belajar tentang firman Allah dari pemimpin mereka yaitu para rasul. Mereka juga mengadakan pertemuan di rumah-rumah mereka masing-masing bergilir (Kisah Para Rasul 2:46). Disamping memecahkan roti dan makan bersama-sama tentu sebelumnya mereka mendengarkan uraian firman Tuhan. Pelayanan firman Tuhan tidak boleh diganggu oleh “pelayanan meja”. Rasul-rasul segera menyuruh jemaat memilih tujuh orang yang penuh Roh Kudus dan hikmat untuk menangani pelayanan meja (Kisah Para Rasul 6:1-7). Rasul-rasul memandang pelayanan Firman Tuhan sebagai hal yang penting dalam jemaat untuk pertumbuhan jemaat secara rohani.[21]
Mereka tidak saja belajar Firman Tuhan secara teori tapi juga secara praktis  atau pada tingkat pengalaman. Mereka belajar kebenaran Firman Tuhan tentang Allah yang Maha Kuasa secara pengalaman melalui mukjizat-mukjizat dan tanda-tanda ajaib yang terjadi di hadapan mereka (Kisah Para Rasul 2:1-13;2:43;3:1-10;5:12-16). Mereka belajar tentang kasih Allah dalam kehangatan kasih persekutuan jemaat (Kisah Para Rasul 2:41-47;4:32-37). Mereka belajar banyak kebenaran Firman Tuhan dari contoh kehidupan rasul-rasul. Mereka belajar kebenaran Firman Tuhan tentang doa secara pengalaman melalui doa-doa mereka yang telah terjawab dalam kehidupan jemaat (Kisah Para Rasul 4:23-31). Pemimpin jemaat harus orang yang dipenuhi oleh Roh Kudus (Kisah Para Rasul 2:1-13) dan harus orang yang sungguh-sungguh dipanggil oleh Allah dan setia akan panggilan itu (Kisah Para Rasul 1:6-11;4:8-11;5:25).[22]
Persekutuan

Gereja dalam Kisah Para Rasul ditandai oleh “persekutuan”. “Mereka bertekun dalam pengajaran, rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa” (Kisah Para Rasul 2:42). Persekutuan berarti saling berbagi satu sama lain.[23] Dalam persekutuan itu anggota jemaat mula-mula saling memberi. Dalam persekutuan yang kekurangan dicukupi sehingga tak kekurangan. Dalam persekutuan mereka saling dikuatkan, saling dihiburkan.  Mengadakan persekutuan bagi orang-orang percaya adalah hal yang sangat  penting, ketika mereka beribadah kepada Tuhan dan berpuasa, berkatalah Roh Kudus khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka (Kisah Para Rasul 13:2).
George Eldon Ladd mengatakan, “Persekutuan adalah orang yang terpilih tanpa melihat status sosial, pendidikan, kekayaan atau warna kulit dengan sederhana disebut orang pilihan Allah, gereja adalah persekutuan orang kudus atau orang yang disucikan yang lazim digunakan oleh Paulus untuk menjelaskan orang-orang Kristen”.[24]
Dalam persekutuan atau perkumpulan orang-orang percaya bukanlah sekedar berkumpul, namun di dalam perkumpulan ibadah itulah setiap umat saling menasehati, menguatkan dan menghibur serta mendoakan. “Di tempat itulah mereka menguatkan hati murid-murid itu dan menasehati supaya mereka bertekun dalam iman” (Kisah Para Rasul 14:22). Yakob Tomatala mengatakan, “Persekutuan merupakan langkah penguatan dan peneguhan dari Allah bagi kehidupan umat-Nya yang dibangun di atas Firman-Nya. Dari persekutuan umat Tuhan inilah tugas pekabaran Injil dapat dilakukan secara bertanggung jawab”.[25] Persekutuan umat Tuhan yang beribadah, berdoa, dan pengajaran Firman Tuhan mewujudkan kesehatian dalam memuliakan Tuhan.
Bertekun dalam Doa

Dalam Kisah Para Rasul 2:41-47, orang percaya mula-mula bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dalam persekutuan dan dalam doa (ayat 41,43). Mereka hidup dalam persatuan dan kasih (ayat 42), di mana mereka memecahkan roti bersama-sama, segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, mereka saling menolong dalam kekurangan (ayat 44-46;Kisah Para Rasul 2:32-37), bahkan mereka disukai semua orang  tentunya karena kesaksian hidup mereka yang menjadi berkat bagi lingkungannya atau orang tidak percaya lainnya (Kisah Para Rasul 2:47), sehingga tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan. Di sini nyata bagaimana kualitas yang baik dari jemaat mula yang menghasilkan pertumbuhan kualitatif.[26] Allah yang memberi pertumbuhan, oleh karena itu kita harus berdoa kepada-Nya (1 Korintus 3:6).
Orang-orang percaya bertekun dalam doa (Kisah Para Rasul 2:42;4:27-31). Karena doa jemaat inilah rasul-rasul diperlengkapi dengan keberanian untuk menyampaikan Firman Tuhan (Kisah Para Rasul 4:5-22;5:26-42; 13:46-48; 14:17;16:19,34) dan kuasa untuk mengadakan mukjizat, dengan demikian Firman Tuhan diberitahukan walau mendapat tantangan dan semakin nyata kuasanya sehingga semakin banyak orang yang menjadi percaya. Melalui doa, Allah menolong rasul-rasul yang berada dalam kesulitan. Jemaat mendoakan Petrus yang dipenjarakan (Kisah Para Rasul 12:4-9) dan dibebaskan oleh malaikat. Paulus dan Silas berdoa sehingga mereka dibebaskan dari penjara melalui gempa (Kis. 16:25-34), dengan demikian mereka dapat melanjutkan pemberitaan Injil. Melalui doa yang dinaikkan oleh Petrus dan Yohanes, orang-orang Samaria beroleh Roh Kudus (Kisah Para Rasul 8:14-15).[27]

Pemuridan

Kisah Para Rasul menjelaskan bahwa dengan bertambahnya orang-orang percaya maka bertambah pula yang menjadi murid-murid Kristus. Kisah Para Rasul 11:26,             “Mereka tinggal bersama-sama dengan jemaat itu satu tahun lamanya, sambil mengajar banyak orang. Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen.” Pemuridan mereka untuk menjadi murid dilakukan sepanjang setahun itu dengan pengajaran para rasul. Allah yang merencanakan supaya orang yang mendengar panggilannya itu bertumbuh sehingga menjadi serupa dengan anak-Nya (Roma 8:18-20). Allah yang menghendaki supaya semua anggota jemaat mencapai pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus (Efesus 4:12-13). Allah juga menghendaki supaya sekalian bangsa dijadikan muridnya (Matius 28:18-20).[28]
Sebagai jemaat kita dipanggil bukan hanya untuk menjangkau orang lain, tetapi juga untuk mengikuti Kristus, ia harus dimuridkan. Tanggung jawab gereja ialah membina orang-orang mencapai kedewasaan rohani. Inilah kehendak Allah untuk setiap orang percaya. Rasul Paulus menulis, “…bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus”    (Efesus 4:12b-13).[29]
Penginjilan 

Yesus menghendaki semua orang percaya, semua gereja Tuhan terlibat dalam penginjilan. Hal ini terlihat ketika Yesus memanggil para murid pertama kali, “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia” (Markus 1). Melalui amanat agung Yesus Kristus sesaat sebelum Ia naik ke sorga, Yesus meminta para murid untuk “menjadikan sekalian bangsa murid Kristus” (Matius 28: 19-20); di mana “para murid harus menjadi saksi Kristus dari Yerusalem, Yudea, Samaria, dan sampai ke ujung bumi” (Kisah Para Rasul 1:8). Hal ini juga nampak melalui surat Petrus bahwa orang percaya (gereja Tuhan) “dipanggil dari kegelapan kepada terang Kristus untuk “Memberitakan perbuatan-perbuatan besar Allah” kepada dunia ini (1 Petrus 2:9,10). Itu berarti bahwa “Gereja merupakan sebuah badan di bawah pimpinan Kristus untuk membagikan Injil ke seluruh dunia.”[30] Secara pribadi kita adalah gereja yang memberitakan dan bersaksi tentang Yesus Kristus. Keterlibatan kaum awam atau jemaat dalam penginjilan menjadi faktor untuk pertumbuhan gereja dapat berjalan dengan benar.
Untuk menemukan model penginjilan yang efektif dapat melihat kepada pola pelayanan Yesus. Yesus melayani orang-orang dalam konteks kebutuhan mereka. Rick Warren berkata, “Kapan saja Yesus menjumpai seseorang Ia pasti mulai berbicara tentang kesulitan mereka, kebutuhan dan minat mereka.”[31] Dan metode ini juga diajarkan kepada para murid, di mana sebelum Yesus mengutus mereka, Yesus memberi pesan, “Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati;tahirkanlah orang kusta, usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma (Matius 10:8). Penginjilan yang efektif adalah penginjilan yang berorientasi pada kebutuhan, karena “orang-orang lebih terbuka untuk mendengar Injil ketika mereka mengetahui bahwa berita Injil memiliki hubungan yang langsung dengan kehidupan mereka. Tanggapan terhadap Injil terjadi ketika mereka merasa sebagai suatu kebutuhan.”[32] Hal itu juga dilakukan Paulus sebagai rasul dan hamba Allah yang diceritakan dalam Kisah Para Rasul. Panggilan pengalaman Paulus yang memberikan baginya kekuatan untuk tetap menyaksikan Injil bagi bangsa Yahudi maupun bukan Yahudi. Jadi ketahuilah hai saudara-saudara, oleh karena Dialah maka diberitakan kepada kamu pengampunan dosa (Kisah Para Rasul 13:38). Berdasarkan semangat dan keyakinan yang kokoh serta tuntunan dan bimbingan Roh Kudus, Paulus memberitakan Injil Kristus dan bersaksi tentang perbuatan Tuhan kepada pribadi, kepada khalayak ramai, orang-orang Yahudi maupun Yunani dan kepada semua bangsa dalam kehidupannya ketika ia berjumpa dengan Kristus, dengan kesaksian inilah ia memberitakan Yesus Kristus di rumah-rumah ibadat dan mengatakan bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah (Kisah Para Rasul 9:20).
Penginjilan ini dilakukan secara langsung tanpa ada pengutusan secara resmi dari seseorang ataupun dari suatu lembaga tertentu. Penginjilan seperti ini dilakukan oleh rasul-rasul maupun oleh jemaat secara pribadi dalam gereja lokal. Karena penginjilan (khotbah Petrus), tiga ribu orang yang menjadi percaya (Kisah Para Rasul 2:41). Demikian pula lima ribu orang menjadi percaya setelah mendengar Injil yang diberitakan Petrus di Serambi Salomo (Kisah Para Rasul 4:4). Sejumlah besar imam-imam orang Yahudi menjadi percaya karena Firman Tuhan yang semakin tersebar (Kisah Para Rasul 6:7). Karena pemberitaan Firman Tuhan oleh Filipus di Samaria, banyak orang menjadi percaya (Kisah Para Rasul 8:6).[33]
Tugas dalam pelayanan gereja tanpa terkecuali terpanggil untuk bersaksi dan memberitakan pertobatan dan jalan keselamatan sebagaimana Paulus giat untuk meberitakan Injil kebenaran. Dalam Kisah Para Rasul 17:23 dijelaskan, “Dengan tidak memandang lagi zaman kebodohan maka sekarang Allah memberitakan kepada manusia bahwa dimana-mana mereka harus semua bertobat”. John Stott mengatakan, “Semua orang Kristen terpanggil sama seperti Yesus Kristus, supaya memberi kesaksian tentang kebenaran, untuk inilah demikian ditambahkan-Nya, Ia lahir dan untuk inilah Ia datang ke dalam dunia (Yohanes 18:37), kebenaran maha tinggi yang menjadi pokok kesaksian kita ialah Yesus Kristus sendiri sebab Dialah kebenaran itu (Yohanes 14:6)”.[34]

Pelayanan (diakonia)
Pelayanan yang berkenan adalah pelayanan dengan Roh Kudus sebagaimana Yesus pernah lakukan ketika Ia ada di bumi yaitu tentang Yesus dari Nazaret: bagaimana Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab Allah menyertai Dia (Kisah Para Rasul 10:38). Roh Kudus menolong seorang Kristen untuk melayani karena kasih Kristus telah mendiami hati orang percaya dan berkewajiban memikul kuk yang diberikan oleh Tuhan untuk mengasihi sesama manusia.
Bagi Paulus, kata “pelayanan” mencakup seluruh dimensi tugas Kristen (Efesus 4:8,12). Semua murid Kristus terpanggil kepada tugas pelayanan ini. Ketika setiap anggota Tubuh “bekerja dengan benar”, Tubuh Kristus bertumbuh dalam ukuran, dalam kedalaman rohani dan dalam jangkauan (ayat 16). “Pelayanan” internal mencakup pelayanan jemaat setempat kepada Tuhan adalah ibadah (melalui doa, pujian, sakramen, dan mendengar Firman-Nya), pelayanan anggota satu sama lain ”untuk kepentingan bersama” (1 Korintus 12:7;2 Korintus 8:4), pelayanan mengajar yang melaluinya jemaat yang percaya itu ditanami norma-norma tradisi rasuli (Kisah Para Rasul 6:4;Roma 12:7). Ketiga hal ini:ibadah, berbagi, dan mengajar sangat penting bagi vitalitas kehidupan batin setiap jemaat-koinonia umat Allah. “Pelayanan” eksternal juga mempunyai tiga komponen. Ketiga komponen ini sering digambarkan sebagai “misi” Gereja karena ketiganya mencakup semua hal yang harus dilakukan oleh orang Kristen dank arena itulah mereka diutus ke dunia. Ada panggilan khusus yakni mereka yang memiliki kebutuhan khusus: ”orang miskin, janda, yatim, tahanan, tunawisma dan lain-lain (Roma 12:7-8;Galatia 6:10a). Disamping itu, ada juga pelayanan perdamaian yang melaluinya orang Kristen bekerja demi kerukunan antara manusia dan demi keadilan sosial dalam masyarakat (2 Korintus 5:18-21). Dan pelayanan tertinggi mereka adalah membawa orang bukan Kristen kepada Hamba itu sendiri.[35] Ada tiga rujukan tentang sifat kepelayanan dan kerendahan hati. Ketika Yesus menjelaskan bahwa Ia datang untuk melayani dan memberikan hidup-Nya sebagai tebusan untuk banyak orang, Ia memaksudkan hal itu sebagai teladan tentang kebesaran untuk kita (Markus 10:43-45;juga diulang dalam Matius 20:25-28). Ketika terjadi perdebatan mengenai siapa murid yang paling besar, Yesus mengatakan bahwa yang paling besar adalah dia yang melayani. Ia kemudian mengatakan, “Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan” (Lukas 22:24-27). Setelah Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya, Ia memaksudkan tindakan itu sebagai hal yang harus diteladani oleh murid-murid-Nya (Yohanes 13:14-17).[36] Pelayanan Yesus adalah teladan terbaik untuk melayani dengan benar. Pelayanan yang digerakkan noleh belas kasihan dan bukan karena kebaikan semata.

Penderitaan
Sementara itu banyak saudara-saudara telah tersebar karena penganiayaan yang timbul sesudah Stefanus dihukum mati. Mereka tersebar sampai ke Fenisia, Siprus dan Antiokhia; namun mereka memberitakan Injil kepada orang Yahudi saja (Kisah Para Rasul 11:19). Hal ini menunjukkan bahwa mereka tetap berani memberitakan Yesus Kristus walaupun mereka dianiaya dan menderita ditangkap dan dipenjara. Hal yang sama dialami oleh rasul-rasul yang ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara (Kisah Para Rasul 5:18;13:50;21:30). Namun mereka mendapat kabar: "Lihat, orang-orang yang telah kamu masukkan ke dalam penjara, ada di dalam Bait Allah dan mereka mengajar orang banyak" (Kisah Para Rasul 5:25). Sepanjang kehidupan rasul Paulus selalu ada penderitaan, tetapi ia tidak menyerah dan tetap berani menyatakan kebenaran dan Injil Yesus Kristus.
Penderitaan itu sendiri tidak membuktikan apa-apa. Tetapi penderitaan yang dialami karena “pengenalan akan Kristus”, dan kehilangan yang dialami “agar memperoleh Kristus” (Filipi 3:8) membuktikan bahwa Kristus sangat bernilai. “Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya…Bersukacitalah dan bergembiralah karena upahmu besar di sorga” (Matius 5:11-12). Kehilangan dan penderitaan yang kita terima dengan sukacita demi Kerajaan Allah menunjukkan supremasi kemuliaan Allah dengan lebih jelas lagi di dalam dunia daripada yang dapat ditunjukkan oleh ibadah dan doa.[37] Melalui penderitaan yang dialami gereja mula-mula yang menyebabkan pertumbuhan gereja semakin pesat karena semua murid Yesus mengerti bahwa penderitaan diperlukan untuk meneguhkan iman dan menuju kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus (Efesus 4:13).

Kepemimpinan
Para rasul dalam Kisah Para Rasul telah menunjukkan karakter kepemimpinan Kristus. Seorang pemimpin harus dipenuhi dengan Roh Kudus dan dipimpin Roh Kudus (Kisah Para Rasul 1:8;4:8,31;5:32;6:5;11:24). Seorang yang dipimpin Roh tidak akan mengambil keputusan sesuai kehendaknya tetapi seturut kehendak Allah dan tuntunan Roh Kudus. Oleh karena disuruh Roh Kudus, Barnabas dan Saulus berangkat ke Seleukia, dan dari situ mereka berlayar ke Siprus (Kisah Para Rasul 13:4). Dengan kuasa dan urapan Roh Kudus maka Petrus dapat membawa orang yang belum percaya untuk menjadi murid-murid Kristus (Kisah Para Rasul 2:38-41). Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa.
Selain itu seorang pemimpin harus rela membayar harga bersama dengan jemaatnya. Hal ini dijelaskan dalam Kisah Para Rasul pasal 6 tertulis jelas bahwa para rasul tidak mau melalaikan Firman Allah untuk melayani meja. Artinya sebagai pemimpin harus memiliki persekutuan pribadi dengan Allah sendiri untuk merenungkan dan diajar melalui Roh Kudus. Jadi tidak sekedar terus melayani dan menginjil, tetapi memiliki kesendirian dengan Allah untuk dapat memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan Firman dan para rasul memilih orang yang penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat mereka untuk tugas  pelayanan diakonal (Kisah Para Rasul 6:2-5). Usul itu diterima baik oleh seluruh jemaat, lalu mereka memilih Stefanus, seorang yang penuh iman dan Roh Kudus, dan Filipus, Prokhorus, Nikanor, Timon, Parmenas dan Nikolaus, seorang penganut agama Yahudi dari Antiokhia.
George W. Peters dalam bukunya “A Theology of Church Growth”, mengatakan beberapa ciri utama seorang hamba Allah yang hidupnya dapat dipakai Allah untuk mendatangkan pertumbuhan gereja-Nya:[38]
1.        Ia telah menerima panggilan Tuhan Yesus Kristus dan tetap setia mengikuti Tuhan dalam situasi apapun, terlepas dari kelemahan dan keterbatasannya, ia akan setia berkata sama seperti Petrus “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi”? (Yohanes 6:68).
2.        Ia adalah hamba yang dengan sukarela memasuki pelayanan kepada Kristus dan gereja-Nya tanpa ambisi mencari kekayaan material dan kepentingan pribadi        (Matius 26:57-62;14:25-33).
3.        Ia adalah hamba yang mengalami persekutuan yang makin hari makin mendalam dengan Tuhan, sehingga ia bukan saja mampu menyampaikan Firman-Nya, tetapi juga menjelaskan prinsip-prinsip yang diajarkan-Nya dan memancarkan Tuhan dari dirnya (I Petrus 2:9).
4.        Ia adalah hamba Allah yang hidup dan berjalan di dalam Roh Allah (Galatia 5:25;Efesus  4:30).
5.        Ia adalah hamba yang telah menetapkan prioritas hidup-Nya baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam pelayanan (Matius 6:33). Tiga hal penting yang terlihat dalam hidup para rasul yang menggambarkan hal ini secara nyata, ialah:
a.       Mereka menempatkan pelayanan rohani di atas segala-galanya, meskipun mereka ada terlibat juga dalam pelayanan sosial dan pelayanan fisik seperti terlihat dalam Kisah Para Rasul 6:1-4.
b.      Mereka menyatukan kehidupan berdoa dan berkhotbah secara seimbang (Kisah Para Rasul 6, 2, 4).
c.       Mereka menempatkan pelayanan penginjilan lebih utama dari semua pelayanan (Kisah Para Rasul 12:2,24).
6.        Ia adalah hamba yang menerima dan menerapkan pelayanan bersama sebagai satu tim (Kisah Para Rasul 3:1,4;4: 23 – 31); doa bersama, daya bersama dan dana bersama.
7.        Ia adalah hamba yang yang memiliki berita Injil Keselamatan yang membara dalam desakan Tuhan yang menggelora di dalam dada hamba Allah menyebabkan ia tak tertahankan dalam proklamasi Injil keselamatan itu (Kisah Para Rasul 14:19 – 20).
8.        Ia adalah hamba yang rela berkorban dan rela menderita bahkan mati sekalipun bagi pemberitaan Injil dalam Tuhan Yesus Kristus yang telah mati dan bangkit bagi dunia ini (Kisah Para Rasul 4:12-31;7:60). Hal ini dilaksanakan dengan sukacita (Filipi 4:4-9).
9.        Ia adalah hamba Allah yang menyampaikan Firman Allah (I Timotius 4:2a), bukan dari dongeng atau pengalaman dirinya. Artinya bukan suatu eisegese yaitu hasil pemikiran yang didukung dengan Firman Tuhan, melainkan apa yang dikatakan oleh Firman Tuhan itu sendiri.

Gereja yang Bertumbuh Adalah Gereja yang memiliki Tujuan
Gereja mula-mula bertumbuh karena gereja Tuhan memiliki tujuan Agung yaitu  agar semua orang diselamatkan dalam nama Yesus Kristus yaitu Tuhan dan Juruselamat (Kisah Para Rasul 4:12; Yohanes 14:6). Oleh karena pemberitaan para rasul dan penginjil maka semua orang yang mendengar itu memuliakan Allah. Lalu mereka berkata kepada Paulus: "Saudara, lihatlah, beribu-ribu orang Yahudi telah menjadi percaya dan mereka semua rajin memelihara hukum Taurat (Kisah Para Rasul 21:20).  Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! (Roma11:36).
Gereja mula-mula didorong oleh dua hal yaitu hukum terutama dan Amanat Agung (Matius 28:18-20). Mereka didorong oleh Hukum yang Terutama dan Amanat Agung. Kedua bagian ini memberikan kepada mereka tugas-tugas penting yang harus menjadi fokus gereja sampai Kristus kembali. Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama (Matius 22:37-38).[39] Gereja yang didorong oleh tujuan bertekad untuk memenuhi kelima tugas yang sudah ditetapkan Kristus dan yang harus dilaksanakan oleh gereja-Nya yaitu: 1) kasihanilah Tuhan dengan segenap hatimu; 2) kasihanilah sesama manusia seperti dirimu sendiri; 3) pergi dan jadikan murid; 4) baptiskan mereka; dan 5) ajarlah mereka untuk taat.[40]
Dengan mengorganisasikan gereja Anda sekitar kelima tujuan tersebut dan mengenali jemaat dalam gereja sesuai dengan komitmen mereka kepada masing-masing tujuan itu, maka Anda sedang melakukan cara yang terbaik untuk mengimbangkan pelayanan Anda dan menghasilkan gereja yang sehat.[41]





BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kitab Kisah Para Rasul menjelaskan prinsip-prinsip pertumbuhan gereja bahwa pertumbuhan gereja adalah kehendak Allah karena mereka menyadari bahwa Allah menghendaki gereja-Nya bertumbuh baik secara kuantitas dan kualitas. Roh Kudus berkarya dalam pertumbuhan gereja mula-mula dengan kuasa dan urapan-Nya yang memenuhi para rasul dalam pemberitaan Injil dan penanaman gereja-Nya. Rasul Paulus tidak saja melaksanakan tujuan-tujuan ini dalam pelayanannya, tetapi ia juga menjelaskannya di Efesus 4:1-16. Contoh yang paling jelas terdapat dalam jemaat mula-mula di Yerusalem yang diuraikan dalam Kisah Para Rasul 2:1-47. Mereka saling mengajar, mereka bersekutu bersama-sama, mereka beribadah, mereka melayani, dan mereka menginjil. Gereja ada untuk mendidik, mendorong, memuliakan, memperlengkapi dan menginjil.[42]  Gereja yang bertumbuh memiliki tujuan yaitu melakukan Amanat Agung dan hukum terutama dan utama sebagai keseluruhan kitab Taurat.
Saran
Prinsip-prinsip pertumbuhan gereja dalam Kitab Kisah Para Rasul dapat diterapkan dalam mendorong pertumbuhan gereja masa kini. Kitab Kisah Para Rasul memuat 28 pasal yang memberikan wawasan dan penyataan Tuhan tentang pertumbuhan gereja. Sebaiknya kita melihat peranan Roh Kudus lebih mendalam lagi dengan penelitian terhadap pasal-pasal dalam Kitab Kisah Para Rasul secara lengkap.




KEPUSTAKAAN
Alkitab
Alkitab. 2004. Jakarta:Lembaga Alkitab Indonesia.
Buku-buku
Djadi, Jermia. 2012. Diktat Teologi Pertumbuhan Gereja. Makassar: Sekolah Tinggi Theologia Jaffray.

Elliott, Ralph H. 1982. Church Growth That Counts. Valley Forge:Judson Press.

Fernando, Ajith. 2008. Allah Tritunggal dan Misi. Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih.

Ladd, George Eldon. 1999.Teologi Perjanjian Baru Jilid II. Bandung: Yayasan Kalam Hidup.

Gerber, Vergil. 1973. Pedoman Pertumbuhan Gereja Penginjilan. Bandung:Yayasan Kalam Hidup.

Griffiths, Michael.n.d. Gereja dan Panggilan Masa Kini. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Hinn, Benny. 2008. Selamat Datang Roh Kudus. Jakarta: Penerbit Immanuel Publishing House.

Jenson, Ron dan Jim Stevens.  1996. Dinamika Pertumbuhan Gereja. Malang:Yayasan Penerbit Gandum Mas.

Peters, George W. 1981. A Theology of Church Growth. Michigan:Zondervan Publishing House.

Piper, John. 2003. Jadikan Sekalian Bangsa Bersukacita!. Bandung: Lembaga Literatur Baptis.

Potthoff, Harvey H. 1965. Acts Then and Now. New York: Joint Commission on Education and Cultivation Boart of The Methodist Church New York.

Schwarz, Christian A. 1999. Ringkasan Pertumbuhan Gereja Alamiah. Jakarta:Yayasan Media Buana Indonesia.

Sopater, Sularso. et al. 1989. Buku Makalah Seminar Pertumbuhan Gereja. Jakarta:Panitia SPG.

Stott,  John. 1994. Isu-isu Global Menentang Kepemimpinan Kristen. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF.

Stott, John R.W. et al. 2007. Misi Menurut Perspektif Alkitab. Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih.

Kennedy, D. James.n.d.  Ledakan Penginjilan. Jakarta: E.E. Internasional III dan IFTK Jaffray Jakarta.

Tomatala, Yakob. 2003. Teologi Misi. Jakarta: Leadership Foundation.

Wagner, C. Peter. 1996. Strategi Perkembangan Gereja. Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas.


Warren, Rick. 2000.Pertumbuhan Gereja Masa Kini: Gereja yang mempunyai Visi-Tujuan. Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas.
Warren, Rick. 1999. Pertumbuhan Gereja Masa Kini. Jakarta: Yayasan Penerbit Gandum Mas.

Skripsi/Tesis

Doeka, Amelia Luise. 2005. Studi Aplikatif Delapan Prinsip Pertumbuhan Gereja Alamiah Ke Dalam Pertumbuhan Gereja GKII Talitakumi Makassar. Makassar:Tesis Sekolah Tinggi Theologia Jaffray.

Enoh, I Ketut. 1991. Prinsip-prinsip Pertumbuhan Gereja Dalam Kisah Para Rasul. Ujung Pandang: Tesis Sekolah Tinggi Theologia Jaffray.

Mangi’, Sadrak. 1999. Analisis Penerapan Prinsip-Prinsip Pertumbuhan Gereja Berdasarkan Kisah Para Rasul Di Gereja Kibaid Jemaat Palopo. Ujung Pandang: Skripsi STFT Jaffray.





[1] Christian A. Schwarz, Ringkasan Pertumbuhan Gereja Alamiah (Jakarta:Yayasan Media Buana Indonesia, 1999), 34.
[2] Rick Warren,  Pertumbuhan Gereja Masa Kini: Gereja yang mempunyai Visi-Tujuan (Malang: Gandum Mas, 2000), 21-22.
[3] Amelia Luise Doeka, Studi Aplikatif Delapan Prinsip Pertumbuhan Gereja Alamiah Ke Dalam Pertumbuhan Gereja GKII Talitakumi Makassar. (Makassar:  Tesis Sekolah Tinggi Theologia Jaffray, 2005), 8.
[4]Jermia Djadi, Diktat Teologi Pertumbuhan Gereja (Makassar: Sekolah Tinggi Theologia Jaffray,2012), 32.
[5] C. Peter Wagner, Strategi Perkembangan Gereja (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1996), 28.
[6] Jermia Djadi, Diktat Teologi Pertumbuhan Gereja (Makassar: Sekolah Tinggi Theologia Jaffray,2012), 33.

[7] I Ketut Enoh, Prinsip-prinsip Pertumbuhan Gereja Dalam Kisah Para Rasul. (Ujung Pandang: Sekolah Tinggi Theologia Jaffray, 1991), 62.
[8] Benny Hinn, Selamat Datang Roh Kudus (Jakarta: Penerbit Immanuel Publishing House, 2008), 202-203.
[9]Jermia Djadi, Diktat Teologi Pertumbuhan Gereja (Makassar: Sekolah Tinggi Theologia Jaffray,2012), 36.
[10] George W. Peters, A Theology of Church Growth (Michigan:Zondervan Publishing House, 1981),61.
[11] Harvey H. Potthoff, Acts Then and Now (New York: Joint Commission on Education and Cultivation Boart of The Methodist Church New York, 1965), 27.
[12]Vergil Gerber, Pedoman Pertumbuhan Gereja Penginjilan (Bandung:Yayasan Kalam Hidup, 1973), 192.
[13] Ron Jenson dan Jim Stevens, Dinamika Pertumbuhan Gereja (Malang:Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1996), 23-27.
[14] Amelia Luise Doeka, Studi Aplikatif Delapan Prinsip Pertumbuhan Gereja Alamiah Ke Dalam Pertumbuhan Gereja GKII Talitakumi Makassar. (Makassar: Tesis Sekolah Tinggi Theologia Jaffray, 2005), 11.
[15] Michael Griffiths, Gereja dan Panggilan Masa Kini (Jakarta: BPK Gunung Mulia,n.d),80.
[16]Vergil Gerber, Pedoman Pertumbuhan Gereja/Penginjilan (Bandung: Yayasan Kalam Hidup,1973),25.
[17] Ron Jenson dan Jim Stevens, Dinamika Pertumbuhan Gereja (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1996), 9.
[18]Michael Griffiths, Gereja dan Panggilan Masa Kini (Jakarta: BPK Gunung Mulia,n.d),83.
[19] Rick Warren, Pertumbuhan Gereja Masa Kini: Gereja yang mempunyai Visi-Tujuan (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2000), 57.
[20] Sularso Sopater, “Pertumbuhan Gereja Secara Alkitabiah dan Teologi” dalam Buku Makalah Seminar Pertumbuhan Gereja 1989 (Jakarta:Panitia SPG, 1989), 31.
[21]  I Ketut Enoh, Prinsip-prinsip Pertumbuhan Gereja Dalam Kisah Para Rasul (Ujung Pandang: Tesis Sekolah Tinggi Theologia Jaffray, 1991),63.
[22] I Ketut Enoh, Prinsip-prinsip Pertumbuhan Gereja Dalam Kisah Para Rasul(Ujung Pandang: Tesis Sekolah Tinggi Theologia Jaffray, 1991), 67-68.
[23] Ralph H. Elliott, Church Growth That Counts, (Valley Forge:Judson Press, 1982), 105. 
[24] George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru Jilid II (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1999), 335.
[25] Yakob Tomatala, Teologi Misi (Jakarta: Leadership Foundation, 2003), 213.
[26] Amelia Luise Doeka, Studi Aplikatif Delapan Prinsip Pertumbuhan Gereja Alamiah Ke Dalam Pertumbuhan Gereja GKII Talitakumi Makassar. (Makassar: Tesis Sekolah Tinggi Theologia Jaffray, 2005), 10.
[27] Sadrak Mangi’, Analisis Penerapan Prinsip-Prinsip Pertumbuhan Gereja Berdasarkan Kisah Para Rasul Di Gereja Kibaid Jemaat Palopo (Ujung Pandang: Skripsi STFT Jaffray, 1999),10-11.
[28] I Ketut Enoh, Prinsip-prinsip Pertumbuhan Gereja Dalam Kisah Para Rasul. (Ujung Pandang: Tesis Sekolah Tinggi Theologia Jaffray, 1991), 61.
[29] Rick Warren, Pertumbuhan Gereja Masa Kini (Jakarta: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1999),112.
[30] D. James Kennedy, Ledakan Penginjilan (Jakarta: E.E. Internasional III dan IFTK Jaffray Jakarta, n.d), 8.
[31] Rick Warren,  Pertumbuhan Gereja Masa Kini: Gereja yang mempunyai Visi-Tujuan (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2000), 204.
[32] Ron Jenson dan Jim Stevevns, Dinamika Pertumbuhan Gereja (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1996), 247.
[33] Sadrak Mangi’, Analisis Penerapan Prinsip-Prinsip Pertumbuhan Gereja Berdasarkan Kisah Para Rasul Di Gereja Kibaid Jemaat Palopo (Ujung Pandang: Skripsi STFT Jaffray, 1999), 12.
[34]  John Stott, Isu-isu Global Menentang Kepemimpinan Kristen (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1994), 97.
[35] Arthur F. Glasser, “Rasul Paulus dan Tugas Penginjilan” dalam Misi Menurut Perspektif Alkitab (Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2007),145-146.
[36]  Ajith Fernando, Allah Tritunggal dan Misi (Jakarta:Yayasan Komunikasi bina Kasih, 2008),41.
[37] John Piper, Jadikan Sekalian Bangsa Bersukacita! (Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 2003),354.
[38]George W.Peters dalam Chris Mantika, Buku Makalah Seminar Pertumbuhan Gereja 1989:Theologia Pertumbuhan Gereja (Jakarta:Panitia SPG, 1989), 38-39.
[39] Rick Warren, Pertumbuhan Gereja Masa Kini (Jakarta: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1999), 108.
[40] Ibid., 109-111.
[41] Ibid., 142.
[42] Rick Warren, Pertumbuhan Gereja Masa Kini (Jakarta: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1999), 112.

1 komentar: