By Hengki Wijaya
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertumbuhan
gereja-gereja di Indonesia secara kuantitas dapat dilihat dengan semakin
banyaknya jumlah gereja, namun jumlah jemaat mengalami peningkatan yang lambat.
Dengan kata lain, banyaknya perpindahan
jemaat dari satu gereja lama ke gereja
yang baru. Di sisi lain, banyak pula orang percaya yang baru yang belum menjadi
anggota tetap gereja dan terlibat dalam gereja.
Alkitab
mencatat dalam Kitab Kisah Para Rasul bagaimana jemaat mula-mula bertumbuh
dengan pesat, baik secara kuantitas maupun kualitas. Pertumbuhan dalam jemaat
mula-mula ini tidak terlepas daripada peranan Roh Kudus dan merupakan inisiatif
Allah dalam melakukan kehendak-Nya. Oleh karena itu, setiap anggota jemaat
mengetahui prinsip-prinsip pertumbuhan gereja berdasarkan Firman Tuhan. Kitab Kisah Para Rasul adalah salah satu
kitab yang cukup banyak memuat sejarah pertumbuhan gereja mula-mula. Oleh sebab
itu, kitab tersebut tentu juga menjelaskan prinsip-prinsip pertumbuhan gereja
yang dapat diimplementasi bagi gereja masa kini.
Gereja
banyak kali disebut seperti sebuah organisme yang hidup, bukan mati. Itu
sebabnya, jika sebuah gereja sehat, ia secara alami pasti mengalami
pertumbuhan. Christian Schwarz berkata, “Gereja punya potensi pertumbuhan dengan
dirinya dan potensi ini adalah pemberian dari Allah.”[1]
Sebagai
organisme, gereja ibarat makhluk hidup yang mempunyai kehidupan dan mempunyai
kemampuan untuk pertumbuhan secara alamiah, bahkan pertumbuhan alamiah ini
bukan sesuatu upaya pertumbuhan yang dapat dilakukan oleh kemampuan manusia.
Rick Warren berkata, “Gereja adalah organisme yang hidup, dan semua yang hidup
secara alamiah bertumbuh. Tugas kita adalah menyingkirkan rintangan yang
menghalangi pertumbuhan. Gereja-gereja yang sehat tidak memerlukan taktik untuk
bertumbuh, mereka bertumbuh secara wajar.[2]
Pertumbuhan
gereja alamiah adalah kemampuan gereja sebagai organisme hidup, yang mempuinyai
kemampuan atyau potensi untuk bertumbuh. Pertumbuhan ini tidak dapat dilakukan
oleh manusia. Potensi partumbuhan gereja adalah anugerah, diberikan oleh Allah
bagi semua gereja-Nya. Tugas kita (manusia dan segala strateginya) adalah
menyingkirkan penghalang yang merintangi pertumbuhan gereja. Jika gereja sehat,
maka secara alamiah gereja pasti bertumbuh.[3]
Berdasarkan
latar belakang masalah di ataslah yang mendorong penulis untuk menulis judul
makalah, “Prinsip-prinsip Pertumbuhan Gereja Berdasarkan Kitab Kisah Para
Rasul”.
BAB
II
PRINSIP-PRINSIP
PERTUMBUHAN GEREJA PADA ZAMAN GEREJA
MULA-MULA
Pertumbuhan Gereja Adalah Kehendak Allah
Pertumbuhan gereja adalah kehendak Allah
karena Allah sendirilah yang menghendaki agar gereja-Nya bertumbuh. Hal ini
dengan jelas diungkapkan dalam Firman Tuhan berikut ini. “Orang-orang yang
menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka
bertambah kira-kira tiga ribu jiwa” (Kisah Para Rasul 2:41). “…Dan tiap-tiap
hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang-orang yang diselamatkan” (Kisah
Para Rasul 2:47).[4] C. Peter Wagner mengungkapkan, “Allah
menghendaki agar semua orang diselamatkan dari dosa dan kematian kekal. Allah
adalah kasih dan Ia menginginkan agar tiap-tiap orang diperdamaikan kepada-Nya.
Karena alasan itulah Ia mengutus Anak-Nya yang tunggal, Yesus Kristus.”[5]
Kehendak Allah itu sudah jelas, “Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa,
melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat” (2 Petrus 3:9). Ia
menghendaki semua laki-laki dan perempuan di mana pun juga dating kepada-Nya
dan ke dalam gereja-Nya Yesus Kristus. Dengan kata lain merupakan kehendak
Allah gereja untuk bertumbuh.[6]
Yesus berkata, “Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas
batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan
menguasainya” (Matius 16:18). Disini jelas yang membangun gereja adalah Yesus.
Pembangunan gereja adalah pekerjaan Allah dan kehendak Allah dan oleh Allah.
Kitab Kisah Para Rasul menyatakan dengan
tegas bahwa tiap-tiap hari “Tuhan” menambah jumlah mereka dengan orang-orang
yang diselamatkan (Kisah Para Rasul 2:47). Demikian juga Rasul Paulus
menyatakan bahwa “pemberi pertumbuhan” bukan Apollos, bukan juga Paulus tetapi
Allah (I Korintus 3:6-7). Maka jelas bahwa kehendak Allah merupakan prinsip
mutlak dari pertumbuhan gereja dalam kitab Kisah Para Rasul. [7]
Jemaat mula-mula menyadari bahwa Allah menghendaki pertumbuhan gereja yang
pesat. Jadi menolak pertumbuhan gereja berarti menolak kehendak Allah.
Pertumbuhan Gereja Adalah Pekerjaan Roh
Kudus
Setiap
pasal dalam Kisah Para Rasul merupakan catatan tentang perubahan dramatis yang
terjadi atas para rasul oleh karena persekutuan mereka dengan Roh Kudus. Ketika
Anda menyambut Roh Kudus, hal yang sama bisa terjadi kepada Anda. Hal ini
dibahas lebih mendalam oleh Benny Hinn dalam bukunya Selamat Datang Roh Kudus tentang peranan penting Roh Kudus dalam
keseluruhan pasal dalam Kitab Kisah Para Rasul. Sebagai contoh Roh Kudus akan
mengubah cara Anda mendengar. Sebelum Tuhan Yesus naik ke sorga, Ia berpesan
kepada para murid untuk tidak meninggalkan Yerusalem, tetapi menantikan janji
Bapa bagi siapa yang mendengar perkataan-Nya (Kisah Para Rasul 1:4). Ia
berkata, “Sebab Yohanes membaptis dengan air, tetapi tidak lama lagi kamu akan
dibaptis dengan Roh Kudus” (Kisah Para Rasul 1:5). Mereka tidak hanya mendengar
dengan telinga, mereka mendengar
dengan hati. Seratus dua puluh orang
berkumpul di Ruang Atas dan mulai berdoa.[8]
Dalam
Kisah Para Rasul, Roh Kudus sebagai dinamika pertumbuhan gereja tampak dalam
hal-hal berikut ini:
Pertama,
Roh Kudus memberi kuasa kepada murid-murid untuk bersaksi mulai dari kota
Yerusalem sampai ke ujung bumi (Kisah Para Rasul 1:8).
Kedua,
Roh Kudus memenuhi rasul-rasul untuk memberitakan nama Tuhan Yesus dengan
berani hati kepada orang banyak dan menggerakkan orang-orang untuk bertobat dan
percaya kepada Yesus Kristus (Kisah Para Rasul 2-4).
Ketiga,
Roh Kudus menambahkan jumlah orang-orang percaya dengan orang-orang yang
diselamatkan (Kisah Para Rasul 2:47).
Keempat,
Roh Kudus memenuhi orang-orang percaya sehingga mereka dapat memberitakan
firman Allah dengan berani hati (Kisah Para Rasul 3:31).
Kelima,
Roh Kudus mendisiplin orang percaya sehingga mereka hidup dalam ketakutan akan
Allah (Kisah Para Rasul 5).
Keenam,
Roh Kudus mengkhususkan para pemberita Injil, yaitu Barnabas dan Paulus dan
mengutus mereka ke luar untuk memberitakan Injil ke berbagai pelosok dunia
sehingga banyak orang percaya dan berdirilah gereja-gereja lokal (Kisah Para
Rasul 13).[9]
Roh Kudus diutus oleh Allah Bapa dan Anak (Yohanes
14:16,26;15:26;16:7, Kisah Para Rasul 2:33;5:31-32). Ia menyaksikan dan
memuliakan Yesus Kristus (Yohanes 15:26). Roh Kudus dicurahkan pada hari
Pentakosta (Kisah Para Rasul 2). Dapat dikatakan bahwa sekarang adalah zaman
dari Roh Kudus.[10]
Allah hadir dan diam dalam gereja yang adalah Bait Allah melalui Roh-Nya
(Efesus 2:21-22). Allah bekerja melalui Roh Kudus untuk membangun gereja-Nya.
Tanpa Roh Kudus gereja tidak dapat lahir pada hari Pentakosta. Roh Kudus
memberi kuasa kepada murid-murid, kepada gereja untuk menjadi saksi atau untuk
bertumbuh (Kisah Para Rasul 1:8).[11]
Roh
Kudus membuat jemaat dengan berani memberitakan firman Allah (Kisah Para Rasul
4:31). Roh Kudus membuat Petrus dan Yohanes berani berbicara di depan Mahkamah
agama (Kisah Para Rasul 4:8-12). Roh Kudus memimpin Petrus (Kisah Para Rasul
10:19-20). Roh Kudus memberi petunjuk kepada jemaat di Antiokia (Kisah Para
Rasul 13:2). Semua ini menunjukkan bahwa Roh Kudus menyebabkan pertumbuhan
jemaat. Roh Kudus yang memberikan kelahiran baru, menghidupkan orang percaya.
Tanpa Roh Kudus tidak akan ada pertumbuhan gereja dan penginjilan. Dalam
Perjanjian Baru Roh Kudus adalah dinamika rohani yang menghasilkan kualitas dan
kuantitas dalam pertumbuhan gereja.[12] Dengan
melihat dua cara yang khusus di mana Roh Kudus bekerja berkenaan dengan gereja,
maka kita akan dengan jelas memahami siapa yang bertanggung jawab atas
pertumbuhan sebuah gereja. Roh Kudus mendirikan gereja artinya tidak ada gereja
tanpa pekerjaan Roh Kudus. Roh Kudus membawa orang-orang ke dalam gereja.
Kolose 1:14 memperjelas bahwa kita telah dipindahkan dari kerjaan lama ke dalam
kerajaan baru. Perubahan ini terjadi karena karya Roh Kudus. Ia mewujudkan
perubahan ini melalui sebuah proses tiga langkah yaitu: pertama, Roh Kudus
menginsafkan orang akan dosa-dosanya ketika Ia mendirikan gereja (Yohanes
16:8-11;6:44).Langkah kedua dalam pekerjaan Roh Kudus adalah pertobatan.
Pertobatan adalah buah dari kesadaran. Ia menyebabkan perubahan itu terjadi .
Titus 3:5 menggambarkan proses tersebut “… oleh permandian kelahiran baru dan
oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus…” Pokok yang sangat penting
adalah bahwa kita sebagai orang-orang berdosa, tidak berperan apa-apa dengan
pertobatan kita. Demkian pula para penginjil tidak berperan apa-apa dalam
masalah bertobatnya seseorang, selain daripada menyampaikan berita Injil.
Ketiga, karya Roh Kudus adalah pengakuan. Dalam 1 Korintus 12:3 kita baca, “…
tidak ada seorang pun dapat mengaku, ‘Yesus adalah Tuhan’ selain oleh Roh
Kudus.” Cara kedua, Roh Kudus memperlengkapi gereja. Melengkapi berarti tahap
demi tahap berkembang menjadi seperti Kristus. Galatia 5:22 menggambarkan
sembilan kualitas tingkah laku dan sifat seperti Kristus. Roh Kudus
memperlengkapi gereja melalui pemakaian Firman Allah. Ibrani 4:12 menggambarkan
Firman Allah itu hidup, kuat dan tajam.[13]Maka
dengan demikian pekerjaan Roh Kudus merupakan prinsip pertumbuhan jemaat dalam
Kisah Para Rasul.
Pertumbuhan Gereja Secara Kuantitas dan
Kualitas
Di
dalam kitab Kisah Para Rasul, segi kuantitas dari pertumbuhan gereja mula-mula
terlihat jelas. Gereja mula-mula yang awalnya terdiri hanya dari 120 orang
(Kisah Para Rasul 1:15) bertambah jumlahnya menjadi 3000 orang (Kisah Para
Rasul 2:41), lalu tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka (Kisah Para Rasul
2:47), sehingga menjadi 5000 orang (Kisah Para Rasul 4:4), bahkan jumlah ini
terus meningkat di mana dituliskan peningkatan itu dengan “banyak orang, semua
orang, hampir seluruh kota, banyak murid, bertambah besar jumlahnya (Kisah Para
Rasul 13:43-44,48;14:21;16:5;17:4,12).[14]Ini
berarti bahwa gereja tidak dapat disebut gereja bertumbuh ketika gereja itu
tidak menampakkan pertambahan dalam jumlah anggota, sekali pun gereja tersebut
memiliki gedung besar, banyak uang, beragam kegiatan dan pelayanan. Michel
Griffiths berkata, “Kita tidak bisa membangun Bait baru tanpa menambah jumlah
batu-batu hidup.”[15]
Keberhasilan
gereja dalam mengemban tugas dari Tuhan Yesus dapat dilihat dari bertambahnya
jumlah orang yang menjadi percaya sebagai hasil pelayanan dari gereja yang
bersangkutan dan mendapat penggembalaan dari gereja tersebut. Vergil Gerber
mengatakan “Sekalipun hal tersebut bukanlah satu-satunya ukuran bagi gereja
yang berhasil, tetapi kesuksesan gereja dalam mengemban tugas sebagian besar
dapat dilihat dari kuantitas yang bertambah”.[16] Gereja
mula-mula pun menampakkan kedua aspek pertumbuhan ini, dimana “Gereja mula-mula
bukan hanya bertumbuh secara jumlah tetapi juga dalam mutu imam anggota-anggota
jemaat seperti yang dicatat oleh dokter Lukas: Dan mereka disukai oleh semua
orang. Dan tiap-tiap hari, Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang
diselamatkan” (Kisah Para Rasul 2:47).
Ron
Jenson dan Jim Stevens berkata,
Apabila pertumbuhan gereja terdiri hanya sebagai kenaikan
jumlah dengan mengorbankan perkembangan kualitas dan organisasi, maka sebuah
mutasi yang tidak sehat akan berkembang dalam tubuh yang semula sehat. Gereja
hanya memainkan permainan angka-angka. Sebaliknya jika perkembangan kualitatif
tidak mencakup perkembangan kualitatif
tidak mencakup perkembangan kuantitatif, produknya juga merupakan mutasi
yang tidak sehat.[17]
Kunci
pertumbuhan kualitas adalah menjadikan murid Kristus dewasa dan sempurna
melalui pengajaran sehat tentang firman Allah (Kolose 1:28), dan kedewasaan itu
membuat jemaat bertanggung jawab dalam gereja Tuhan, memberikan perannya dalam
perkembangan gereja selanjutnya. Tentang hal ini, Michael Griffiths berkata,
“Tidak cukup menambah jumlah batu atau bahkan jumlah tumpukan batu. Batu-batu
itu harus dibangun hijmenjadi suatu bangunan permanen, kuat dan dibangun
indah.”[18]
Hal
ini seharusnya diperhatikan oleh gereja-gereja Tuhan masa kini, dan bukan
sekedar mengejar penambahan jumlah, tanpa memerhatikan kualitas jemaat. Dengan
kualitas yang baik, otomatis terjadi pertumbuhan jumlah, karena “Kualitas
menghasilkan kuantitas atau kualitas menarik kuantitas.” Kualitas menunjuk pada jenis murid-murid yang dihasilkan oleh suatu
gereja. Kuantitas menunjuk pada jumlah
murid yang dihasilkan oleh suatu gereja. Kedua istilah ini tidak terpisah satu
sama lain. Anda tidak perlu memilih di antara keduanya.[19] Aspek
kuantitas dari sebuah gereja yang bertumbuh nampak dari penambahan jumlah orang
percaya, kelompok, penambahan secara geografis dan sebagainya. Sularso Sopater
berkomentar tentang jenis pertumbuhan ini dengan “bertambahnya jumlah anggota,
kelompok, luas jangkauan pelayanan, organisasi dan sebagainya.”[20]
Faktor-Faktor Pertumbuhan Gereja
Mula-Mula
Pengajaran
Firman Allah
Jemaat mula-mula dikatakan bahwa mereka
semua bertekun tiap-tiap hari dalam pengajaran Rasul-rasul (Kisah Para Rasul
2:42,46). Apa yang mereka tekuni, tidak lain adalah belajar tentang firman
Allah dari pemimpin mereka yaitu para rasul. Mereka juga mengadakan pertemuan
di rumah-rumah mereka masing-masing bergilir (Kisah Para Rasul 2:46). Disamping
memecahkan roti dan makan bersama-sama tentu sebelumnya mereka mendengarkan
uraian firman Tuhan. Pelayanan firman Tuhan tidak boleh diganggu oleh
“pelayanan meja”. Rasul-rasul segera menyuruh jemaat memilih tujuh orang yang
penuh Roh Kudus dan hikmat untuk menangani pelayanan meja (Kisah Para Rasul
6:1-7). Rasul-rasul memandang pelayanan Firman Tuhan sebagai hal yang penting
dalam jemaat untuk pertumbuhan jemaat secara rohani.[21]
Mereka tidak saja belajar Firman Tuhan
secara teori tapi juga secara praktis
atau pada tingkat pengalaman. Mereka belajar kebenaran Firman Tuhan
tentang Allah yang Maha Kuasa secara pengalaman melalui mukjizat-mukjizat dan
tanda-tanda ajaib yang terjadi di hadapan mereka (Kisah Para Rasul
2:1-13;2:43;3:1-10;5:12-16). Mereka belajar tentang kasih Allah dalam
kehangatan kasih persekutuan jemaat (Kisah Para Rasul 2:41-47;4:32-37). Mereka
belajar banyak kebenaran Firman Tuhan dari contoh kehidupan rasul-rasul. Mereka
belajar kebenaran Firman Tuhan tentang doa secara pengalaman melalui doa-doa
mereka yang telah terjawab dalam kehidupan jemaat (Kisah Para Rasul 4:23-31).
Pemimpin jemaat harus orang yang dipenuhi oleh Roh Kudus (Kisah Para Rasul
2:1-13) dan harus orang yang sungguh-sungguh dipanggil oleh Allah dan setia
akan panggilan itu (Kisah Para Rasul 1:6-11;4:8-11;5:25).[22]
Persekutuan
Gereja
dalam Kisah Para Rasul ditandai oleh “persekutuan”. “Mereka bertekun dalam
pengajaran, rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul
untuk memecahkan roti dan berdoa” (Kisah Para Rasul 2:42). Persekutuan berarti
saling berbagi satu sama lain.[23]
Dalam persekutuan itu anggota jemaat mula-mula saling memberi. Dalam
persekutuan yang kekurangan dicukupi sehingga tak kekurangan. Dalam persekutuan
mereka saling dikuatkan, saling dihiburkan. Mengadakan persekutuan bagi
orang-orang percaya adalah hal yang sangat
penting, ketika mereka beribadah kepada Tuhan dan berpuasa, berkatalah
Roh Kudus khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah
Kutentukan bagi mereka (Kisah Para Rasul 13:2).
George
Eldon Ladd mengatakan, “Persekutuan adalah orang yang terpilih tanpa melihat
status sosial, pendidikan, kekayaan atau warna kulit dengan sederhana disebut
orang pilihan Allah, gereja adalah persekutuan orang kudus atau orang yang
disucikan yang lazim digunakan oleh Paulus untuk menjelaskan orang-orang
Kristen”.[24]
Dalam
persekutuan atau perkumpulan orang-orang percaya bukanlah sekedar berkumpul,
namun di dalam perkumpulan ibadah itulah setiap umat saling menasehati,
menguatkan dan menghibur serta mendoakan. “Di tempat itulah mereka menguatkan
hati murid-murid itu dan menasehati supaya mereka bertekun dalam iman” (Kisah
Para Rasul 14:22). Yakob Tomatala mengatakan, “Persekutuan merupakan langkah
penguatan dan peneguhan dari Allah bagi kehidupan umat-Nya yang dibangun di
atas Firman-Nya. Dari persekutuan umat Tuhan inilah tugas pekabaran Injil dapat
dilakukan secara bertanggung jawab”.[25]
Persekutuan umat Tuhan yang beribadah, berdoa, dan pengajaran Firman Tuhan
mewujudkan kesehatian dalam memuliakan Tuhan.
Bertekun
dalam Doa
Dalam
Kisah Para Rasul 2:41-47, orang percaya mula-mula bertekun dalam pengajaran
rasul-rasul dalam persekutuan dan dalam doa (ayat 41,43). Mereka hidup dalam persatuan
dan kasih (ayat 42), di mana mereka memecahkan roti bersama-sama, segala
kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, mereka saling menolong dalam
kekurangan (ayat 44-46;Kisah Para Rasul 2:32-37), bahkan mereka disukai semua
orang tentunya karena kesaksian hidup
mereka yang menjadi berkat bagi lingkungannya atau orang tidak percaya lainnya
(Kisah Para Rasul 2:47), sehingga tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka
dengan orang yang diselamatkan. Di sini nyata bagaimana kualitas yang baik dari
jemaat mula yang menghasilkan pertumbuhan kualitatif.[26]
Allah yang memberi pertumbuhan, oleh karena itu kita harus berdoa kepada-Nya (1
Korintus 3:6).
Orang-orang
percaya bertekun dalam doa (Kisah Para Rasul 2:42;4:27-31). Karena doa jemaat
inilah rasul-rasul diperlengkapi dengan keberanian untuk menyampaikan Firman
Tuhan (Kisah Para Rasul 4:5-22;5:26-42; 13:46-48; 14:17;16:19,34) dan kuasa
untuk mengadakan mukjizat, dengan demikian Firman Tuhan diberitahukan walau
mendapat tantangan dan semakin nyata kuasanya sehingga semakin banyak orang
yang menjadi percaya. Melalui doa, Allah menolong rasul-rasul yang berada dalam
kesulitan. Jemaat mendoakan Petrus yang dipenjarakan (Kisah Para Rasul 12:4-9)
dan dibebaskan oleh malaikat. Paulus dan Silas berdoa sehingga mereka
dibebaskan dari penjara melalui gempa (Kis. 16:25-34), dengan demikian mereka
dapat melanjutkan pemberitaan Injil. Melalui doa yang dinaikkan oleh Petrus dan
Yohanes, orang-orang Samaria beroleh Roh Kudus (Kisah Para Rasul 8:14-15).[27]
Pemuridan
Kisah Para Rasul
menjelaskan bahwa dengan bertambahnya orang-orang percaya maka bertambah pula
yang menjadi murid-murid Kristus. Kisah Para Rasul 11:26, “Mereka tinggal bersama-sama
dengan jemaat itu satu tahun lamanya, sambil mengajar banyak orang. Di
Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen.” Pemuridan
mereka untuk menjadi murid dilakukan sepanjang setahun itu dengan pengajaran
para rasul. Allah yang merencanakan supaya orang yang mendengar panggilannya
itu bertumbuh sehingga menjadi serupa dengan anak-Nya (Roma 8:18-20). Allah
yang menghendaki supaya semua anggota jemaat mencapai pertumbuhan yang sesuai
dengan kepenuhan Kristus (Efesus 4:12-13). Allah juga menghendaki supaya
sekalian bangsa dijadikan muridnya (Matius 28:18-20).[28]
Sebagai
jemaat kita dipanggil bukan hanya untuk menjangkau orang lain, tetapi juga
untuk mengikuti Kristus, ia harus dimuridkan. Tanggung jawab gereja ialah
membina orang-orang mencapai kedewasaan rohani. Inilah kehendak Allah untuk
setiap orang percaya. Rasul Paulus menulis, “…bagi pembangunan tubuh Kristus,
sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar
tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai
dengan kepenuhan Kristus” (Efesus
4:12b-13).[29]
Penginjilan
Yesus menghendaki semua orang percaya,
semua gereja Tuhan terlibat dalam penginjilan. Hal ini terlihat ketika Yesus
memanggil para murid pertama kali, “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan
penjala manusia” (Markus 1). Melalui amanat agung Yesus Kristus sesaat sebelum
Ia naik ke sorga, Yesus meminta para murid untuk “menjadikan sekalian bangsa
murid Kristus” (Matius 28: 19-20); di mana “para murid harus menjadi saksi
Kristus dari Yerusalem, Yudea, Samaria, dan sampai ke ujung bumi” (Kisah Para
Rasul 1:8). Hal ini juga nampak melalui surat Petrus bahwa orang percaya
(gereja Tuhan) “dipanggil dari kegelapan kepada terang Kristus untuk
“Memberitakan perbuatan-perbuatan besar Allah” kepada dunia ini (1 Petrus
2:9,10). Itu berarti bahwa “Gereja merupakan sebuah badan di bawah pimpinan
Kristus untuk membagikan Injil ke seluruh dunia.”[30]
Secara pribadi kita adalah gereja yang memberitakan dan bersaksi tentang Yesus
Kristus. Keterlibatan kaum awam atau jemaat dalam penginjilan menjadi faktor untuk
pertumbuhan gereja dapat berjalan dengan benar.
Untuk menemukan model penginjilan yang
efektif dapat melihat kepada pola pelayanan Yesus. Yesus melayani orang-orang
dalam konteks kebutuhan mereka. Rick Warren berkata, “Kapan saja Yesus
menjumpai seseorang Ia pasti mulai berbicara tentang kesulitan mereka,
kebutuhan dan minat mereka.”[31]
Dan metode ini juga diajarkan kepada para murid, di mana sebelum Yesus mengutus
mereka, Yesus memberi pesan, “Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang
mati;tahirkanlah orang kusta, usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya
dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma (Matius 10:8). Penginjilan
yang efektif adalah penginjilan yang berorientasi pada kebutuhan, karena
“orang-orang lebih terbuka untuk mendengar Injil ketika mereka mengetahui bahwa
berita Injil memiliki hubungan yang langsung dengan kehidupan mereka. Tanggapan
terhadap Injil terjadi ketika mereka merasa sebagai suatu kebutuhan.”[32]
Hal itu juga dilakukan Paulus sebagai rasul dan hamba Allah yang diceritakan
dalam Kisah Para Rasul. Panggilan pengalaman Paulus yang
memberikan baginya kekuatan untuk tetap menyaksikan Injil bagi bangsa Yahudi
maupun bukan Yahudi. Jadi ketahuilah hai saudara-saudara, oleh karena Dialah
maka diberitakan kepada kamu pengampunan dosa (Kisah Para Rasul 13:38).
Berdasarkan semangat dan keyakinan yang kokoh serta tuntunan dan bimbingan Roh
Kudus, Paulus memberitakan Injil Kristus dan bersaksi tentang perbuatan Tuhan
kepada pribadi, kepada khalayak ramai, orang-orang Yahudi maupun Yunani dan
kepada semua bangsa dalam kehidupannya ketika ia berjumpa dengan Kristus,
dengan kesaksian inilah ia memberitakan Yesus Kristus di rumah-rumah ibadat dan
mengatakan bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah (Kisah Para Rasul 9:20).
Penginjilan ini dilakukan secara
langsung tanpa ada pengutusan secara resmi dari seseorang ataupun dari suatu
lembaga tertentu. Penginjilan seperti ini dilakukan oleh rasul-rasul maupun
oleh jemaat secara pribadi dalam gereja lokal. Karena penginjilan (khotbah
Petrus), tiga ribu orang yang menjadi percaya (Kisah Para Rasul 2:41). Demikian
pula lima ribu orang menjadi percaya setelah mendengar Injil yang diberitakan
Petrus di Serambi Salomo (Kisah Para Rasul 4:4). Sejumlah besar imam-imam orang
Yahudi menjadi percaya karena Firman Tuhan yang semakin tersebar (Kisah Para
Rasul 6:7). Karena pemberitaan Firman Tuhan oleh Filipus di Samaria, banyak
orang menjadi percaya (Kisah Para Rasul 8:6).[33]
Tugas dalam pelayanan gereja tanpa
terkecuali terpanggil untuk bersaksi dan memberitakan pertobatan dan jalan
keselamatan sebagaimana Paulus giat untuk meberitakan Injil kebenaran. Dalam
Kisah Para Rasul 17:23 dijelaskan, “Dengan tidak memandang lagi zaman kebodohan
maka sekarang Allah memberitakan kepada manusia bahwa dimana-mana mereka harus
semua bertobat”. John Stott mengatakan, “Semua orang Kristen terpanggil sama
seperti Yesus Kristus, supaya memberi kesaksian tentang kebenaran, untuk inilah
demikian ditambahkan-Nya, Ia lahir dan untuk inilah Ia datang ke dalam dunia (Yohanes
18:37), kebenaran maha tinggi yang menjadi pokok kesaksian kita ialah Yesus
Kristus sendiri sebab Dialah kebenaran itu (Yohanes 14:6)”.[34]
Pelayanan
(diakonia)
Pelayanan
yang berkenan adalah pelayanan dengan Roh Kudus sebagaimana Yesus pernah
lakukan ketika Ia ada di bumi yaitu tentang Yesus dari Nazaret: bagaimana Allah
mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia yang berjalan berkeliling
sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab
Allah menyertai Dia (Kisah Para Rasul 10:38). Roh Kudus menolong seorang
Kristen untuk melayani karena kasih Kristus telah mendiami hati orang percaya
dan berkewajiban memikul kuk yang diberikan oleh Tuhan untuk mengasihi sesama
manusia.
Bagi
Paulus, kata “pelayanan” mencakup seluruh dimensi tugas Kristen (Efesus
4:8,12). Semua murid Kristus terpanggil kepada tugas pelayanan ini. Ketika
setiap anggota Tubuh “bekerja dengan benar”, Tubuh Kristus bertumbuh dalam
ukuran, dalam kedalaman rohani dan dalam jangkauan (ayat 16). “Pelayanan” internal
mencakup pelayanan jemaat setempat kepada Tuhan adalah ibadah (melalui doa,
pujian, sakramen, dan mendengar Firman-Nya), pelayanan anggota satu sama lain ”untuk
kepentingan bersama” (1 Korintus 12:7;2 Korintus 8:4), pelayanan mengajar yang
melaluinya jemaat yang percaya itu ditanami norma-norma tradisi rasuli (Kisah
Para Rasul 6:4;Roma 12:7). Ketiga hal ini:ibadah, berbagi, dan mengajar sangat
penting bagi vitalitas kehidupan batin setiap jemaat-koinonia umat Allah. “Pelayanan” eksternal juga mempunyai tiga
komponen. Ketiga komponen ini sering digambarkan sebagai “misi” Gereja karena
ketiganya mencakup semua hal yang harus dilakukan oleh orang Kristen dank arena
itulah mereka diutus ke dunia. Ada panggilan khusus yakni mereka yang memiliki
kebutuhan khusus: ”orang miskin, janda, yatim, tahanan, tunawisma dan lain-lain
(Roma 12:7-8;Galatia 6:10a). Disamping itu, ada juga pelayanan perdamaian yang
melaluinya orang Kristen bekerja demi kerukunan antara manusia dan demi keadilan
sosial dalam masyarakat (2 Korintus 5:18-21). Dan pelayanan tertinggi mereka
adalah membawa orang bukan Kristen kepada Hamba itu sendiri.[35]
Ada tiga rujukan tentang sifat kepelayanan dan kerendahan hati. Ketika Yesus
menjelaskan bahwa Ia datang untuk melayani dan memberikan hidup-Nya sebagai
tebusan untuk banyak orang, Ia memaksudkan hal itu sebagai teladan tentang
kebesaran untuk kita (Markus 10:43-45;juga diulang dalam Matius 20:25-28).
Ketika terjadi perdebatan mengenai siapa murid yang paling besar, Yesus
mengatakan bahwa yang paling besar adalah dia yang melayani. Ia kemudian
mengatakan, “Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan” (Lukas 22:24-27).
Setelah Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya, Ia memaksudkan tindakan itu
sebagai hal yang harus diteladani oleh murid-murid-Nya (Yohanes 13:14-17).[36]
Pelayanan Yesus adalah teladan terbaik untuk melayani dengan benar. Pelayanan
yang digerakkan noleh belas kasihan dan bukan karena kebaikan semata.
Penderitaan
Sementara itu
banyak saudara-saudara telah tersebar karena penganiayaan yang timbul sesudah
Stefanus dihukum mati. Mereka tersebar sampai ke Fenisia, Siprus dan Antiokhia;
namun mereka memberitakan Injil kepada orang Yahudi saja (Kisah Para Rasul
11:19). Hal ini menunjukkan bahwa mereka tetap berani memberitakan Yesus
Kristus walaupun mereka dianiaya dan menderita ditangkap dan dipenjara. Hal
yang sama dialami oleh rasul-rasul yang ditangkap dan dimasukkan ke dalam
penjara (Kisah Para Rasul 5:18;13:50;21:30). Namun mereka mendapat kabar:
"Lihat, orang-orang yang telah kamu masukkan ke dalam penjara, ada di
dalam Bait Allah dan mereka mengajar orang banyak" (Kisah Para Rasul
5:25). Sepanjang kehidupan rasul Paulus selalu ada penderitaan, tetapi ia tidak
menyerah dan tetap berani menyatakan kebenaran dan Injil Yesus Kristus.
Penderitaan itu
sendiri tidak membuktikan apa-apa. Tetapi penderitaan yang dialami karena
“pengenalan akan Kristus”, dan kehilangan yang dialami “agar memperoleh
Kristus” (Filipi 3:8) membuktikan bahwa Kristus sangat bernilai. “Berbahagialah
kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya…Bersukacitalah dan bergembiralah
karena upahmu besar di sorga” (Matius 5:11-12). Kehilangan dan penderitaan yang
kita terima dengan sukacita demi Kerajaan Allah menunjukkan supremasi kemuliaan
Allah dengan lebih jelas lagi di dalam dunia daripada yang dapat ditunjukkan
oleh ibadah dan doa.[37]
Melalui penderitaan yang dialami gereja mula-mula yang menyebabkan pertumbuhan
gereja semakin pesat karena semua murid Yesus mengerti bahwa penderitaan
diperlukan untuk meneguhkan iman dan menuju kedewasaan penuh dan tingkat
pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus (Efesus 4:13).
Kepemimpinan
Para rasul dalam
Kisah Para Rasul telah menunjukkan karakter kepemimpinan Kristus. Seorang
pemimpin harus dipenuhi dengan Roh Kudus dan dipimpin Roh Kudus (Kisah Para
Rasul 1:8;4:8,31;5:32;6:5;11:24). Seorang yang dipimpin Roh tidak akan
mengambil keputusan sesuai kehendaknya tetapi seturut kehendak Allah dan
tuntunan Roh Kudus. Oleh karena disuruh Roh Kudus, Barnabas dan Saulus
berangkat ke Seleukia, dan dari situ mereka berlayar ke Siprus (Kisah Para
Rasul 13:4). Dengan kuasa dan urapan Roh Kudus maka Petrus dapat membawa orang
yang belum percaya untuk menjadi murid-murid Kristus (Kisah Para Rasul
2:38-41). Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan
pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa.
Selain itu
seorang pemimpin harus rela membayar harga bersama dengan jemaatnya. Hal ini
dijelaskan dalam Kisah Para Rasul pasal 6 tertulis jelas bahwa para rasul tidak
mau melalaikan Firman Allah untuk melayani meja. Artinya sebagai pemimpin harus
memiliki persekutuan pribadi dengan Allah sendiri untuk merenungkan dan diajar
melalui Roh Kudus. Jadi tidak sekedar terus melayani dan menginjil, tetapi
memiliki kesendirian dengan Allah untuk dapat memusatkan pikiran dalam doa dan
pelayanan Firman dan para rasul memilih orang yang penuh Roh dan hikmat, supaya
kami mengangkat mereka untuk tugas
pelayanan diakonal (Kisah Para Rasul 6:2-5). Usul itu diterima baik oleh
seluruh jemaat, lalu mereka memilih Stefanus, seorang yang penuh iman dan Roh
Kudus, dan Filipus, Prokhorus, Nikanor, Timon, Parmenas dan Nikolaus, seorang
penganut agama Yahudi dari Antiokhia.
George
W. Peters dalam bukunya “A Theology of
Church Growth”, mengatakan beberapa ciri utama seorang hamba Allah yang
hidupnya dapat dipakai Allah untuk mendatangkan pertumbuhan gereja-Nya:[38]
1.
Ia
telah menerima panggilan Tuhan Yesus Kristus dan tetap setia mengikuti Tuhan
dalam situasi apapun, terlepas dari kelemahan dan keterbatasannya, ia akan
setia berkata sama seperti Petrus “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi”?
(Yohanes 6:68).
2.
Ia
adalah hamba yang dengan sukarela memasuki pelayanan kepada Kristus dan
gereja-Nya tanpa ambisi mencari kekayaan material dan kepentingan pribadi (Matius 26:57-62;14:25-33).
3.
Ia
adalah hamba yang mengalami persekutuan yang makin hari makin mendalam dengan
Tuhan, sehingga ia bukan saja mampu menyampaikan Firman-Nya, tetapi juga
menjelaskan prinsip-prinsip yang diajarkan-Nya dan memancarkan Tuhan dari
dirnya (I Petrus 2:9).
4.
Ia
adalah hamba Allah yang hidup dan berjalan di dalam Roh Allah (Galatia
5:25;Efesus 4:30).
5.
Ia
adalah hamba yang telah menetapkan prioritas hidup-Nya baik dalam kehidupan
pribadi maupun dalam pelayanan (Matius 6:33). Tiga hal penting yang terlihat
dalam hidup para rasul yang menggambarkan hal ini secara nyata, ialah:
a.
Mereka
menempatkan pelayanan rohani di atas segala-galanya, meskipun mereka ada
terlibat juga dalam pelayanan sosial dan pelayanan fisik seperti terlihat dalam
Kisah Para Rasul 6:1-4.
b.
Mereka
menyatukan kehidupan berdoa dan berkhotbah secara seimbang (Kisah Para Rasul 6,
2, 4).
c.
Mereka
menempatkan pelayanan penginjilan lebih utama dari semua pelayanan (Kisah Para
Rasul 12:2,24).
6.
Ia
adalah hamba yang menerima dan menerapkan pelayanan bersama sebagai satu tim
(Kisah Para Rasul 3:1,4;4: 23 – 31); doa bersama, daya bersama dan dana
bersama.
7.
Ia
adalah hamba yang yang memiliki berita Injil Keselamatan yang membara dalam
desakan Tuhan yang menggelora di dalam dada hamba Allah menyebabkan ia tak
tertahankan dalam proklamasi Injil keselamatan itu (Kisah Para Rasul 14:19 –
20).
8.
Ia
adalah hamba yang rela berkorban dan rela menderita bahkan mati sekalipun bagi
pemberitaan Injil dalam Tuhan Yesus Kristus yang telah mati dan bangkit bagi
dunia ini (Kisah Para Rasul 4:12-31;7:60). Hal ini dilaksanakan dengan sukacita
(Filipi 4:4-9).
9.
Ia
adalah hamba Allah yang menyampaikan Firman Allah (I Timotius 4:2a), bukan dari
dongeng atau pengalaman dirinya. Artinya bukan suatu eisegese yaitu hasil
pemikiran yang didukung dengan Firman Tuhan, melainkan apa yang dikatakan oleh
Firman Tuhan itu sendiri.
Gereja yang Bertumbuh Adalah Gereja yang
memiliki Tujuan
Gereja
mula-mula bertumbuh karena gereja Tuhan memiliki tujuan Agung yaitu agar semua orang diselamatkan dalam nama
Yesus Kristus yaitu Tuhan dan Juruselamat (Kisah Para Rasul 4:12; Yohanes 14:6).
Oleh karena pemberitaan para rasul dan penginjil maka semua orang yang
mendengar itu memuliakan Allah. Lalu mereka berkata kepada Paulus:
"Saudara, lihatlah, beribu-ribu orang Yahudi telah menjadi percaya dan
mereka semua rajin memelihara hukum Taurat (Kisah Para Rasul 21:20). Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia,
dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! (Roma11:36).
Gereja
mula-mula didorong oleh dua hal yaitu hukum terutama dan Amanat Agung (Matius
28:18-20). Mereka didorong oleh Hukum yang Terutama dan Amanat Agung.
Kedua bagian ini memberikan kepada mereka tugas-tugas penting yang harus menjadi fokus gereja sampai Kristus kembali. Jawab Yesus
kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap
jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang
pertama (Matius 22:37-38).[39] Gereja yang didorong
oleh tujuan bertekad untuk memenuhi kelima tugas yang sudah ditetapkan
Kristus dan yang harus dilaksanakan oleh gereja-Nya yaitu: 1) kasihanilah Tuhan
dengan segenap hatimu; 2) kasihanilah sesama manusia seperti dirimu sendiri; 3)
pergi dan jadikan murid; 4) baptiskan mereka; dan 5) ajarlah mereka untuk taat.[40]
Dengan mengorganisasikan gereja Anda sekitar kelima
tujuan tersebut dan mengenali jemaat dalam gereja sesuai dengan komitmen mereka
kepada masing-masing tujuan itu, maka Anda sedang melakukan cara yang terbaik untuk
mengimbangkan pelayanan Anda dan menghasilkan gereja yang sehat.[41]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Kitab
Kisah Para Rasul menjelaskan prinsip-prinsip pertumbuhan gereja bahwa
pertumbuhan gereja adalah kehendak Allah karena mereka menyadari bahwa Allah
menghendaki gereja-Nya bertumbuh baik secara kuantitas dan kualitas. Roh Kudus
berkarya dalam pertumbuhan gereja mula-mula dengan kuasa dan urapan-Nya yang
memenuhi para rasul dalam pemberitaan Injil dan penanaman gereja-Nya. Rasul
Paulus tidak saja melaksanakan tujuan-tujuan ini dalam pelayanannya, tetapi ia
juga menjelaskannya di Efesus 4:1-16. Contoh yang paling jelas terdapat dalam
jemaat mula-mula di Yerusalem yang diuraikan dalam Kisah Para Rasul 2:1-47.
Mereka saling mengajar, mereka bersekutu bersama-sama, mereka beribadah, mereka
melayani, dan mereka menginjil. Gereja ada untuk mendidik, mendorong, memuliakan, memperlengkapi dan menginjil.[42] Gereja yang bertumbuh memiliki tujuan yaitu
melakukan Amanat Agung dan hukum terutama dan utama sebagai keseluruhan kitab
Taurat.
Saran
Prinsip-prinsip
pertumbuhan gereja dalam Kitab Kisah Para Rasul dapat diterapkan dalam
mendorong pertumbuhan gereja masa kini. Kitab Kisah Para Rasul memuat 28 pasal
yang memberikan wawasan dan penyataan Tuhan tentang pertumbuhan gereja.
Sebaiknya kita melihat peranan Roh Kudus lebih mendalam lagi dengan penelitian
terhadap pasal-pasal dalam Kitab Kisah Para Rasul secara lengkap.
KEPUSTAKAAN
Alkitab
Alkitab. 2004. Jakarta:Lembaga Alkitab Indonesia.
Buku-buku
Djadi,
Jermia. 2012. Diktat Teologi Pertumbuhan
Gereja. Makassar: Sekolah Tinggi Theologia Jaffray.
Elliott,
Ralph H. 1982. Church Growth That Counts.
Valley Forge:Judson Press.
Fernando, Ajith. 2008. Allah Tritunggal dan Misi. Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih.
Ladd,
George Eldon. 1999.Teologi Perjanjian
Baru Jilid II. Bandung: Yayasan Kalam Hidup.
Gerber,
Vergil. 1973. Pedoman Pertumbuhan Gereja
Penginjilan. Bandung:Yayasan Kalam Hidup.
Griffiths,
Michael.n.d. Gereja dan Panggilan Masa
Kini. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Hinn,
Benny. 2008. Selamat Datang Roh Kudus.
Jakarta: Penerbit Immanuel Publishing House.
Jenson,
Ron dan Jim Stevens. 1996. Dinamika Pertumbuhan Gereja. Malang:Yayasan
Penerbit Gandum Mas.
Peters,
George W. 1981. A Theology of Church
Growth. Michigan:Zondervan Publishing House.
Piper,
John. 2003. Jadikan Sekalian Bangsa
Bersukacita!. Bandung: Lembaga Literatur Baptis.
Potthoff,
Harvey H. 1965. Acts Then and Now. New
York: Joint Commission on Education and Cultivation Boart of The Methodist
Church New York.
Schwarz,
Christian A. 1999. Ringkasan Pertumbuhan
Gereja Alamiah. Jakarta:Yayasan Media Buana Indonesia.
Sopater,
Sularso. et al. 1989. Buku Makalah Seminar Pertumbuhan Gereja. Jakarta:Panitia
SPG.
Stott,
John. 1994. Isu-isu Global Menentang Kepemimpinan Kristen. Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih/OMF.
Stott,
John R.W. et al. 2007. Misi Menurut Perspektif Alkitab. Jakarta:Yayasan
Komunikasi Bina Kasih.
Kennedy,
D. James.n.d. Ledakan Penginjilan. Jakarta: E.E. Internasional III dan IFTK
Jaffray Jakarta.
Tomatala,
Yakob. 2003. Teologi Misi. Jakarta:
Leadership Foundation.
Wagner,
C. Peter. 1996. Strategi Perkembangan
Gereja. Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas.
Warren,
Rick. 2000.Pertumbuhan Gereja Masa Kini:
Gereja yang mempunyai Visi-Tujuan. Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas.
Warren, Rick. 1999. Pertumbuhan Gereja Masa Kini. Jakarta: Yayasan Penerbit Gandum Mas.
Skripsi/Tesis
Doeka,
Amelia Luise. 2005. Studi Aplikatif Delapan Prinsip Pertumbuhan
Gereja Alamiah Ke Dalam Pertumbuhan Gereja GKII Talitakumi Makassar.
Makassar:Tesis Sekolah Tinggi Theologia Jaffray.
Enoh,
I Ketut. 1991. Prinsip-prinsip
Pertumbuhan Gereja Dalam Kisah Para Rasul. Ujung Pandang: Tesis Sekolah
Tinggi Theologia Jaffray.
Mangi’,
Sadrak. 1999. Analisis Penerapan
Prinsip-Prinsip Pertumbuhan Gereja Berdasarkan Kisah Para Rasul Di Gereja
Kibaid Jemaat Palopo. Ujung Pandang: Skripsi STFT Jaffray.
[1] Christian A. Schwarz, Ringkasan Pertumbuhan Gereja Alamiah
(Jakarta:Yayasan Media Buana Indonesia, 1999), 34.
[2] Rick
Warren, Pertumbuhan Gereja Masa Kini: Gereja yang mempunyai Visi-Tujuan
(Malang: Gandum Mas, 2000), 21-22.
[3] Amelia
Luise Doeka, Studi Aplikatif Delapan
Prinsip Pertumbuhan Gereja Alamiah Ke Dalam Pertumbuhan Gereja GKII Talitakumi
Makassar. (Makassar: Tesis Sekolah
Tinggi Theologia Jaffray, 2005), 8.
[4]Jermia Djadi, Diktat Teologi Pertumbuhan Gereja (Makassar:
Sekolah Tinggi Theologia Jaffray,2012), 32.
[5] C. Peter Wagner, Strategi Perkembangan Gereja (Malang:
Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1996), 28.
[6]
Jermia Djadi, Diktat Teologi Pertumbuhan Gereja (Makassar:
Sekolah Tinggi Theologia Jaffray,2012), 33.
[7]
I
Ketut Enoh, Prinsip-prinsip Pertumbuhan
Gereja Dalam Kisah Para Rasul. (Ujung Pandang: Sekolah Tinggi Theologia
Jaffray, 1991), 62.
[8] Benny Hinn, Selamat Datang Roh Kudus (Jakarta: Penerbit Immanuel Publishing
House, 2008), 202-203.
[9]Jermia Djadi, Diktat Teologi Pertumbuhan Gereja
(Makassar: Sekolah Tinggi Theologia Jaffray,2012), 36.
[10] George
W. Peters, A Theology of Church Growth
(Michigan:Zondervan Publishing House, 1981),61.
[11] Harvey
H. Potthoff, Acts Then and Now (New
York: Joint Commission on Education and Cultivation Boart of The Methodist
Church New York, 1965), 27.
[12]Vergil
Gerber, Pedoman Pertumbuhan Gereja
Penginjilan (Bandung:Yayasan Kalam Hidup, 1973), 192.
[13] Ron
Jenson dan Jim Stevens, Dinamika
Pertumbuhan Gereja (Malang:Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1996), 23-27.
[14] Amelia
Luise Doeka, Studi Aplikatif Delapan
Prinsip Pertumbuhan Gereja Alamiah Ke Dalam Pertumbuhan Gereja GKII Talitakumi
Makassar. (Makassar: Tesis Sekolah Tinggi Theologia Jaffray, 2005), 11.
[15] Michael
Griffiths, Gereja dan Panggilan Masa Kini
(Jakarta: BPK Gunung Mulia,n.d),80.
[16]Vergil Gerber, Pedoman Pertumbuhan Gereja/Penginjilan
(Bandung: Yayasan Kalam Hidup,1973),25.
[17] Ron
Jenson dan Jim Stevens, Dinamika
Pertumbuhan Gereja (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1996), 9.
[18]Michael
Griffiths, Gereja dan Panggilan Masa Kini
(Jakarta: BPK Gunung Mulia,n.d),83.
[19] Rick Warren, Pertumbuhan Gereja Masa Kini: Gereja yang mempunyai Visi-Tujuan
(Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2000), 57.
[20]
Sularso Sopater, “Pertumbuhan Gereja Secara Alkitabiah dan Teologi” dalam Buku Makalah
Seminar Pertumbuhan Gereja 1989 (Jakarta:Panitia SPG, 1989), 31.
[21] I Ketut Enoh, Prinsip-prinsip Pertumbuhan Gereja Dalam Kisah Para Rasul (Ujung
Pandang: Tesis Sekolah Tinggi Theologia Jaffray, 1991),63.
[22] I Ketut Enoh, Prinsip-prinsip Pertumbuhan Gereja Dalam
Kisah Para Rasul(Ujung Pandang: Tesis Sekolah Tinggi Theologia Jaffray,
1991), 67-68.
[23] Ralph
H. Elliott, Church Growth That Counts,
(Valley Forge:Judson Press, 1982), 105.
[24] George
Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru Jilid
II (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1999), 335.
[25] Yakob
Tomatala, Teologi Misi (Jakarta:
Leadership Foundation, 2003), 213.
[26] Amelia
Luise Doeka, Studi Aplikatif Delapan
Prinsip Pertumbuhan Gereja Alamiah Ke Dalam Pertumbuhan Gereja GKII Talitakumi
Makassar. (Makassar: Tesis Sekolah Tinggi Theologia Jaffray, 2005), 10.
[27] Sadrak Mangi’, Analisis Penerapan Prinsip-Prinsip
Pertumbuhan Gereja Berdasarkan Kisah Para Rasul Di Gereja Kibaid Jemaat Palopo
(Ujung Pandang: Skripsi STFT Jaffray, 1999),10-11.
[28] I
Ketut Enoh, Prinsip-prinsip Pertumbuhan
Gereja Dalam Kisah Para Rasul. (Ujung Pandang: Tesis Sekolah Tinggi
Theologia Jaffray, 1991), 61.
[29]
Rick Warren, Pertumbuhan Gereja Masa Kini
(Jakarta: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1999),112.
[30] D.
James Kennedy, Ledakan Penginjilan (Jakarta:
E.E. Internasional III dan IFTK Jaffray Jakarta, n.d), 8.
[31] Rick
Warren, Pertumbuhan Gereja Masa Kini: Gereja yang mempunyai Visi-Tujuan
(Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2000), 204.
[32] Ron
Jenson dan Jim Stevevns, Dinamika
Pertumbuhan Gereja (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1996), 247.
[33] Sadrak Mangi’, Analisis Penerapan Prinsip-Prinsip
Pertumbuhan Gereja Berdasarkan Kisah Para Rasul Di Gereja Kibaid Jemaat Palopo
(Ujung Pandang: Skripsi STFT Jaffray, 1999), 12.
[34] John Stott, Isu-isu Global Menentang Kepemimpinan Kristen (Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1994), 97.
[35] Arthur F. Glasser, “Rasul Paulus
dan Tugas Penginjilan” dalam Misi
Menurut Perspektif Alkitab (Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2007),145-146.
[36]
Ajith Fernando, Allah Tritunggal dan Misi (Jakarta:Yayasan
Komunikasi bina Kasih, 2008),41.
[37] John Piper, Jadikan Sekalian Bangsa Bersukacita! (Bandung: Lembaga Literatur
Baptis, 2003),354.
[38]George
W.Peters dalam Chris Mantika, Buku
Makalah Seminar Pertumbuhan Gereja 1989:Theologia Pertumbuhan Gereja (Jakarta:Panitia
SPG, 1989), 38-39.
[40] Ibid., 109-111.
[41] Ibid., 142.
[42]
Rick Warren, Pertumbuhan Gereja Masa Kini
(Jakarta: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1999), 112.
mantab tulisanya bro. terus berkarya bagi Tuhan
BalasHapus