* 9 PRINSIP PACARAN *
1. Pacaran adalah masa persiapan menuju pernikahan.
Berapa banyak pasangan menikah yang berpacaran sejak
usia SMA? Usia muda yang terbaik digunakan untuk maksimal melayani Tuhan.
Ketika kita tidak memiliki pasangan, maka konsentrasi kita untuk melayani Tuhan
lebih besar (1 Kor 7:32-35). Oleh karena itu, jangan memulai suatu hubungan
pacaran, bila kita tahu pada akhirnya akan putus karena kita tidak sedang
berencana menikah dengan orang tersebut. Hal itu akan membuang waktu, tenaga, biaya,
perhatian, dll, sehingga kita sangat tidak maksimal dalam melayani Tuhan.
Jalinlah hubungan persahabatan yang baik. Rasa suka memang pasti hinggap di
hati kita di masa-masa usia belasan. Mintalah Tuhan untuk mengontrol perasaan
hati, dan menunggu waktu yang tepat untuk memulai hubungan pacaran yang serius,
menuju pernikahan.
2. TUHAN sudah mempersiapkan seorang yang terbaik.
Jangan kuatir tidak akan dapat pasangan hidup,
karena Tuhan sudah mempersiapkan yang terbaik. Tuhan tahu kebutuhan kita
anak-anakNya. Tuhan tahu kebutuhan kita akan makanan, pakaian, termasuk
pasangan hidup (Mat 6:31-33). Dalam buku Waiting and Dating, kita akan
menemukannya dalam perjalanan “mencari dahulu Kerajaan Allah”. Cari dahulu
panggilan hidup, dan fokuslah melayani Allah. Tiba-tiba kita akan bertemu
seseorang yang luar biasa, yang sudah dipersiapkan oleh Tuhan!
3. ROH-JIWA-TUBUH.
Inilah aturan Alkitab dalam kita memilih pacar
(calon pasangan hidup). Jangan karena si dia sangat cantik / ganteng, kita
tidak lagi mempedulikan kondisi rohani dan karakternya. Hukum Tuhan adalah
sebaliknya. Lihatlah terlebih dahulu kondisi rohaninya, dan jatuh cintalah
padanya terutama karena hal ini! (Ams 31:30) Lalu lihatlah karakternya,
bagaimana kedewasaannya dalam bertingkahlaku, berbicara, bekerja, dll. Baru
kemudian ketertarikan secara fisik. Pacaran (apalagi menikah) dengan orang yang
tidak seiman tidak dibenarkan menurut Alkitab (2 Kor 6:14). Pasangan yang lahir
baru adalah syarat mutlak, bila ingin menikmati rumah tangga yang berbahagia.
4. Visi pacaran: keluarga Kristen misioner.
Akwila dan Priskila adalah contoh pasangan ideal
dalam Alkitab yang patut kita teladani (Kis 18:2-3, 18, 26-28, Rom 16:3-5).
Mereka menampung Paulus, seorang misionaris yang “sangat beresiko” di rumah
mereka, dan mereka mendukung pelayanan Paulus di Korintus. Mereka berdua
menemani Paulus sampai ke Efesus, dan tinggal disana. Lalu mereka berdua
melihat kekurangan dalam diri Apolos, lalu dengan teliti mengajarkan Firman
Tuhan dan memuridkan Apolos, sampai Apolos menjadi sangat berguna bagi jemaat.
Bahkan menurut surat Paulus di Roma, keduanya mempertaruhkan nyawa bagi
pelayanan Paulus, sampai seluruh jemaat bukan Yahudi menyampaikan terima kasih
pada pasangan ini. Rumah mereka pun dipakai untuk kebaktian jemaat.
Inilah pentingnya memilih pasangan hidup yang sevisi
di dalam Tuhan, yang sama-sama mengasihi Tuhan lebih dari segalanya. Suami
istri yang demikian akan sangat luar biasa dipakai oleh Tuhan. Contoh: dr. Paul
Brand dan dr. Margaret Brand, pasangan dokter dari Inggris yang mengabdikan
diri untuk melayani Tuhan, dengan menjadi dokter untuk penderita kusta di
India.
Biasakan mengisi pacaran dengan hal-hal rohani,
seperti berdoa sebelum dan seusai pertemuan, membahas Firman, membicarakan
pelayanan, pelayanan bersama, dll. Utamakan saling mengenal satu sama lain
dalam berpacaran. Pernikahan harus menjadi kesaksian, yang membuat orang tidak
trauma dengan pernikahan.
5. Pacaran bukan untuk mengisi hidup agar lebih
utuh.
Keutuhan hidup tidak akan pernah bisa dicapai dari pasangan
hidup (Yoh 4:13-18). Hanya Tuhanlah yang dapat membuat hidup kita terasa
lengkap dan utuh. Bagaikan 2 gelas setengah penuh yang mencoba saling mengisi,
ketika 1 penuh, maka yang lain kosong. Ketika seseorang berpacaran hanya untuk
mengisi kekosongan, maka ia akan terus menuntut perhatian demi perhatian dari
pasangannya. Kisah pacaran akan diisi dengan tuntutan-tuntutan yang membuat
pasangan lainnya gerah, lalu mencari pasangan yang lain, atau mencoba mengatasi
kekesalannya dengan hal-hal lain.
6. Cinta tidak pernah berfokus pada diri sendiri.
Definisi kasih digambarkan Allah yang rela
mengorbankan diriNya, segalanya, demi keselamatan dan kebahagiaan kita, manusia
yang berdosa (Yoh 3:16). Salah satu ciri kasih dalam 1 Kor 13:4-7, adalah tidak
mencari keuntungan diri sendiri. Memanfaatkan pacar untuk ketenaran diri,
kepuasan diri, kebutuhan diri (akan uang si pacar, kecerdasan si pacar, dll),
bukanlah cinta. Cinta berarti rela mengorbankan kepentingan diri demi sang
pasangan.
7. Jaga kekudusan dalam berpacaran.
Dalam bukunya I Kissed Dating Goodbye, Joshua Harris
menegaskan bahwa ciuman pertama harus dilakukan di altar gereja, saat
pemberkatan pernikahan. Hindari ciuman dalam berpacaran. Hindari banyak
sentuhan fisik dalam berpacaran. Bergandengan tangan sudah lebih dari cukup.
Hindari berduaan di tempat sepi, dan berpakaianlah lebih tertutup untuk wanita
(Yak 1:14-15, 1 Tim 2:9). Wanita sangat memegang peranan penting dalam hal ini.
Ilustrasinya bagaikan kepalan tangan. Jika jempol sudah terbuka, maka jari-jari
lainnya akan mudah dibuka. Jika ciuman sudah dilakukan, maka hal-hal yang lebih
jauh dari itu akan mudah dilakukan, dan tanpa sadar seks pra nikah pun terjadi.
Ingatlah untuk selalu berdoa, menyepakati hal ini dengan pasangan, dan meminta
Roh Kudus yang menguasai diri kita sepenuhnya sehingga kita mampu mengendalikan
diri (Gal 5:22). Kegagalan masa lalu sudah berakhir dan tidak perlu diingat,
ketika kita mengalami lahir baru, dan Roh Kudus hidup di dalam kita. Jalanilah
hidup baru, termasuk hidup pacaran yang kudus di hadapan Tuhan.
8. Siap pacaran, harus siap kehilangan.
Jatuh cinta memang berjuta rasanya. Tetapi
berhati-hatilah bila kita mulai menganggap pacar kita sebagai segala-galanya.
Ketika kita memiliki sikap siap kehilangan dia dalam hati, walaupun sulit,
berarti kita masih berpusat pada Kristus dalam hubungan kita. Bila kita tidak
siap kehilangan dia, tidak mau lepas darinya, tidak bisa hidup tanpa dia, maka
kita sesungguhnya telah berpusat pada pasangan kita (Mat 10:37-39, 22:37-38).
9. Seks pra nikah adalah dosa.
Seks adalah lambang bersatunya dua manusia menjadi
satu daging, dan itu hanya terjadi setelah pernikahan (Mat 19:5-6, 1 Kor 6:16,
Ibr 13:4). Seks dalam pernikahan adalah hal yang begitu indah yang dikaruniakan
Allah untuk dinikmati manusia dalam keluarga. Sebaliknya, seks pra nikah akan
membawa kedukaan dan berbagai masalah yang berujung pada kehancuran rumah
tangga.
Masalah hawa nafsu bukan hanya seks pra nikah.
Alkitab menyebutkan perzinahan sudah terjadi ketika kita memandang lawan jenis
dengan mata penuh nafsu (Mat 5:28). Membicarakan hal-hal seksual dengan penuh
nafsu juga kekejian di mata Allah (Ef 5:3). Termasuk juga dalam kategori
dikuasai hawa nafsu adalah: masturbasi, menonton film yang ada adegan porno
dengan sengaja untuk melihatnya, menelusuri pornografi di internet, menikmati
bacaan seksualitas dalam novel remaja, imajinasi seksual, menikmati bacaan
artikel seks di majalah dewasa, dan tindakan-tindakan lainnya (Gal 5:19-21).
Godaan hawa nafsu datang setiap saat. Oleh karena
itu, ketika hal-hal seperti ini datang dalam pikiran kita, segeralah “lari”
kepada Tuhan, seperti yang dilakukan Yusuf. Berlama-lama memandang seperti Daud
terhadap Betsyeba, berakibat perzinahan terjadi.
Demikianlah kesembilan prinsip, selanjutnya pilihan
ada di tangan kita.
“Hanya ada dua pilihan: Anda mau memilih mengikuti
standar Tuhan atau Anda mau mengikuti standar dunia.” – Myles Munroe, Waiting
and Dating (Sumber : Santa Suharni Silalahi's Note)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar