Good News

Kamis, 23 Juni 2016

Sembilan Prinsip Pacaran oleh Santa Suharni Silalahi

* 9 PRINSIP PACARAN *
1. Pacaran adalah masa persiapan menuju pernikahan.
Berapa banyak pasangan menikah yang berpacaran sejak usia SMA? Usia muda yang terbaik digunakan untuk maksimal melayani Tuhan. Ketika kita tidak memiliki pasangan, maka konsentrasi kita untuk melayani Tuhan lebih besar (1 Kor 7:32-35). Oleh karena itu, jangan memulai suatu hubungan pacaran, bila kita tahu pada akhirnya akan putus karena kita tidak sedang berencana menikah dengan orang tersebut. Hal itu akan membuang waktu, tenaga, biaya, perhatian, dll, sehingga kita sangat tidak maksimal dalam melayani Tuhan. Jalinlah hubungan persahabatan yang baik. Rasa suka memang pasti hinggap di hati kita di masa-masa usia belasan. Mintalah Tuhan untuk mengontrol perasaan hati, dan menunggu waktu yang tepat untuk memulai hubungan pacaran yang serius, menuju pernikahan.
2. TUHAN sudah mempersiapkan seorang yang terbaik.
Jangan kuatir tidak akan dapat pasangan hidup, karena Tuhan sudah mempersiapkan yang terbaik. Tuhan tahu kebutuhan kita anak-anakNya. Tuhan tahu kebutuhan kita akan makanan, pakaian, termasuk pasangan hidup (Mat 6:31-33). Dalam buku Waiting and Dating, kita akan menemukannya dalam perjalanan “mencari dahulu Kerajaan Allah”. Cari dahulu panggilan hidup, dan fokuslah melayani Allah. Tiba-tiba kita akan bertemu seseorang yang luar biasa, yang sudah dipersiapkan oleh Tuhan!
3. ROH-JIWA-TUBUH.
Inilah aturan Alkitab dalam kita memilih pacar (calon pasangan hidup). Jangan karena si dia sangat cantik / ganteng, kita tidak lagi mempedulikan kondisi rohani dan karakternya. Hukum Tuhan adalah sebaliknya. Lihatlah terlebih dahulu kondisi rohaninya, dan jatuh cintalah padanya terutama karena hal ini! (Ams 31:30) Lalu lihatlah karakternya, bagaimana kedewasaannya dalam bertingkahlaku, berbicara, bekerja, dll. Baru kemudian ketertarikan secara fisik. Pacaran (apalagi menikah) dengan orang yang tidak seiman tidak dibenarkan menurut Alkitab (2 Kor 6:14). Pasangan yang lahir baru adalah syarat mutlak, bila ingin menikmati rumah tangga yang berbahagia.
4. Visi pacaran: keluarga Kristen misioner.
Akwila dan Priskila adalah contoh pasangan ideal dalam Alkitab yang patut kita teladani (Kis 18:2-3, 18, 26-28, Rom 16:3-5). Mereka menampung Paulus, seorang misionaris yang “sangat beresiko” di rumah mereka, dan mereka mendukung pelayanan Paulus di Korintus. Mereka berdua menemani Paulus sampai ke Efesus, dan tinggal disana. Lalu mereka berdua melihat kekurangan dalam diri Apolos, lalu dengan teliti mengajarkan Firman Tuhan dan memuridkan Apolos, sampai Apolos menjadi sangat berguna bagi jemaat. Bahkan menurut surat Paulus di Roma, keduanya mempertaruhkan nyawa bagi pelayanan Paulus, sampai seluruh jemaat bukan Yahudi menyampaikan terima kasih pada pasangan ini. Rumah mereka pun dipakai untuk kebaktian jemaat.
Inilah pentingnya memilih pasangan hidup yang sevisi di dalam Tuhan, yang sama-sama mengasihi Tuhan lebih dari segalanya. Suami istri yang demikian akan sangat luar biasa dipakai oleh Tuhan. Contoh: dr. Paul Brand dan dr. Margaret Brand, pasangan dokter dari Inggris yang mengabdikan diri untuk melayani Tuhan, dengan menjadi dokter untuk penderita kusta di India.
Biasakan mengisi pacaran dengan hal-hal rohani, seperti berdoa sebelum dan seusai pertemuan, membahas Firman, membicarakan pelayanan, pelayanan bersama, dll. Utamakan saling mengenal satu sama lain dalam berpacaran. Pernikahan harus menjadi kesaksian, yang membuat orang tidak trauma dengan pernikahan.

5. Pacaran bukan untuk mengisi hidup agar lebih utuh.
Keutuhan hidup tidak akan pernah bisa dicapai dari pasangan hidup (Yoh 4:13-18). Hanya Tuhanlah yang dapat membuat hidup kita terasa lengkap dan utuh. Bagaikan 2 gelas setengah penuh yang mencoba saling mengisi, ketika 1 penuh, maka yang lain kosong. Ketika seseorang berpacaran hanya untuk mengisi kekosongan, maka ia akan terus menuntut perhatian demi perhatian dari pasangannya. Kisah pacaran akan diisi dengan tuntutan-tuntutan yang membuat pasangan lainnya gerah, lalu mencari pasangan yang lain, atau mencoba mengatasi kekesalannya dengan hal-hal lain.
6. Cinta tidak pernah berfokus pada diri sendiri.
Definisi kasih digambarkan Allah yang rela mengorbankan diriNya, segalanya, demi keselamatan dan kebahagiaan kita, manusia yang berdosa (Yoh 3:16). Salah satu ciri kasih dalam 1 Kor 13:4-7, adalah tidak mencari keuntungan diri sendiri. Memanfaatkan pacar untuk ketenaran diri, kepuasan diri, kebutuhan diri (akan uang si pacar, kecerdasan si pacar, dll), bukanlah cinta. Cinta berarti rela mengorbankan kepentingan diri demi sang pasangan.
7. Jaga kekudusan dalam berpacaran.
Dalam bukunya I Kissed Dating Goodbye, Joshua Harris menegaskan bahwa ciuman pertama harus dilakukan di altar gereja, saat pemberkatan pernikahan. Hindari ciuman dalam berpacaran. Hindari banyak sentuhan fisik dalam berpacaran. Bergandengan tangan sudah lebih dari cukup. Hindari berduaan di tempat sepi, dan berpakaianlah lebih tertutup untuk wanita (Yak 1:14-15, 1 Tim 2:9). Wanita sangat memegang peranan penting dalam hal ini. Ilustrasinya bagaikan kepalan tangan. Jika jempol sudah terbuka, maka jari-jari lainnya akan mudah dibuka. Jika ciuman sudah dilakukan, maka hal-hal yang lebih jauh dari itu akan mudah dilakukan, dan tanpa sadar seks pra nikah pun terjadi. Ingatlah untuk selalu berdoa, menyepakati hal ini dengan pasangan, dan meminta Roh Kudus yang menguasai diri kita sepenuhnya sehingga kita mampu mengendalikan diri (Gal 5:22). Kegagalan masa lalu sudah berakhir dan tidak perlu diingat, ketika kita mengalami lahir baru, dan Roh Kudus hidup di dalam kita. Jalanilah hidup baru, termasuk hidup pacaran yang kudus di hadapan Tuhan.
8. Siap pacaran, harus siap kehilangan.
Jatuh cinta memang berjuta rasanya. Tetapi berhati-hatilah bila kita mulai menganggap pacar kita sebagai segala-galanya. Ketika kita memiliki sikap siap kehilangan dia dalam hati, walaupun sulit, berarti kita masih berpusat pada Kristus dalam hubungan kita. Bila kita tidak siap kehilangan dia, tidak mau lepas darinya, tidak bisa hidup tanpa dia, maka kita sesungguhnya telah berpusat pada pasangan kita (Mat 10:37-39, 22:37-38).
9. Seks pra nikah adalah dosa.
Seks adalah lambang bersatunya dua manusia menjadi satu daging, dan itu hanya terjadi setelah pernikahan (Mat 19:5-6, 1 Kor 6:16, Ibr 13:4). Seks dalam pernikahan adalah hal yang begitu indah yang dikaruniakan Allah untuk dinikmati manusia dalam keluarga. Sebaliknya, seks pra nikah akan membawa kedukaan dan berbagai masalah yang berujung pada kehancuran rumah tangga.
Masalah hawa nafsu bukan hanya seks pra nikah. Alkitab menyebutkan perzinahan sudah terjadi ketika kita memandang lawan jenis dengan mata penuh nafsu (Mat 5:28). Membicarakan hal-hal seksual dengan penuh nafsu juga kekejian di mata Allah (Ef 5:3). Termasuk juga dalam kategori dikuasai hawa nafsu adalah: masturbasi, menonton film yang ada adegan porno dengan sengaja untuk melihatnya, menelusuri pornografi di internet, menikmati bacaan seksualitas dalam novel remaja, imajinasi seksual, menikmati bacaan artikel seks di majalah dewasa, dan tindakan-tindakan lainnya (Gal 5:19-21).
Godaan hawa nafsu datang setiap saat. Oleh karena itu, ketika hal-hal seperti ini datang dalam pikiran kita, segeralah “lari” kepada Tuhan, seperti yang dilakukan Yusuf. Berlama-lama memandang seperti Daud terhadap Betsyeba, berakibat perzinahan terjadi.
Demikianlah kesembilan prinsip, selanjutnya pilihan ada di tangan kita.
“Hanya ada dua pilihan: Anda mau memilih mengikuti standar Tuhan atau Anda mau mengikuti standar dunia.” – Myles Munroe, Waiting and Dating (Sumber : Santa Suharni Silalahi's Note)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar