Judul
Buku :
Teologi Perjanjian Baru Jilid 1
Pengarang : George Eldon
Ladd
Halaman : 414 halaman
By Hengki Wijaya
Teologi Perjanjian Baru
Jilid I terdiri atas dua bagian yaitu penjelasan tentang Injil sinopsis dan
Injil keempat yaitu Injil Yohanes yang berbeda dengan ketiga Injil lainnya. Dimulai dari sejarah
perkembangan teologi Perjanjian Baru yaitu pandangan gereja abad pertengahan
hingga pandangan teologi Amerika abad ke-19 yang berkembang sesuai dengan jaman
dan situasi yang mempengaruhinya. Yang menarik adalah pandangan Bultmann yang
berpandangan bahwa iman gereja menambahkan mitologi dalam sejarah
Yesus yang sebenarnya.[1]
Saya menentang pendapat Rudolf Bultmann yang terkenal dengan proses demythologization
(membuang segala unsure yang bersifat mitos)[2]
karena merendahkan otoritas Perjanjian Baru dan tidak mempercayai bahwa
Perjanjian Baru diilhamkan oleh Roh Kudus. Saya setuju kisah Yesus adalah fakta
sejarah dan bukan mitos (memakai cerita atau dongeng).
Seringkali timbul pertanyaan mengapa studi Teologi
Alkitab dibatasi hanya 66 kitab (kanon), padahal ada juga tulisan-tulisan lain
yang non-kanonis. Tulisan kanonis berbicara banyak tentang sejarah penebusan
dibandingkan yang non kanonis. Tulisan kanonis menjelaskan tindakan Allah di
dalam sejarah keselamatan manusia, sedangkan non kanonis hanya berfokus kepada
Israel dan masa depannya.[3]
Saya berpendapat otoritas 66 kanon harus dipertahankan, namun dalam studi
teologi kita perlu mendapat bantuan sejarah dari tulisan-tulisan non kanonis
seperti Qumran, tulisan sejarah Yahudi dan deuterokanonika yang diyakini umat
Katolik untuk semakin memperkuat otoritas Alkitab.
Tafsiran-tafsiran tentang
kerajaan Allah terdapat dalam beberapa bentuk yang berbeda-beda. Dari Agustinus
sampai para reformator bahwa Kerajaan Allah disamakan dengan gereja telah dianggap
keliru bahkan dikalangan Katolik. Gereja adalah umat dari Kerajaan itu, tetapi
tidak dapat disamakan dengan ge(aat ini dan akan disempurnakan di masa yang
akan datang. Namun, dalam pemaparan G.E. Ladd tidak menjelaskan perbedaan
Kerajaan Allah dan Kerajaan Sorga karena kedua kata tersebut adalah sama dalam
artinya. Menurutnya ungkapan “Kerajaan Sorga” adalah idiomatik Semitik, di mana
sorga sebagai pengganti nama Illahi.[4]
Hanya Injil Matius yang menyebut Kerajaan Sorga dalam Matius
12:28;19:24;21:31,43, Matius memakai istilah KerajaanAllah. [5]Lain
halnya dengan tokoh kaum dispensasional, C.I. Scofield yang membedakan antara
Kerajaan Allah dan Kerajaan Sorga. Pandangan Dispensasionalisme melihat arti “Kerajaan Allah” dan “Kerajaan
Sorga” dalam Injil Sinoptik sebagai dua istilah yang berbeda. Di atas telah
dijelaskan bahwa Kerajaan Allah meluputi dua aspek atau penjelasan, yaitu
Kerajaan Allah yang bersifat universal yang meliputi seluruh alam semesta dan
segala sesuatu yang ada sejak dahulu kala di bawah pemerintahan langsung Allah
dan Kerajaan Allah yang bersifat Theocratic yaitu pemerintahan Allah
yang terbatas di bumi ini melalui mediator manusia yang mula-mula Adam dijadikan
mediatornya dan oleh karena Adam jatuh ke dalam dosa theocratic digantikan
dengan satanocratic. Ada janji dari Allah yang unconditional bahwa
Ia akan menetapkan kembali Kerajaan Theocratic melalui Mediator-Nya,
yaitu Adam kedua, Kristus di bumi ini.[6]
Etika kerajaan memberi penekanan baru atas kebenaran hati. Beberapa
ilustrasi prinsip Yesus bertentangan dengan Perjanjian Lama sebagaimana yang
ditafsirkan dalam ajaran para rabi. Tekanan utama adalah karakter batiniah yang
mendasari perilaku.Hukum Taurat mengutuk pembunuhan: Yesus mengutuk amarah
sebagai dosa (Mat. 5:21-26). Undang-undang mengatur hal-hal yang berkenaan
dengan kelakuan yang dapat dikendalikan; sedangkan amarah tidak termasuk
perilaku lahiriah, melainkan sikap dan karakter batiniah.[7]
Saya berpendapat bahwa ajaran Yesus
adalah ajaran karakter, bukan ajaran hukum.Yesus mengajarkan bahwa apa yang keluar
dari hati itulah yang menajiskan karena dari hatilah dapat timbul dosa (Markus
7:18-23). Hal inilah yang dikatakan oleh Paulus dengan “sunat hati” (Kolose
2:11-13). Ajaran Yesus menggenapi Taurat dengan lebih mendalam lagi dalam
implementasinya dalam hati manusia.
Arti “Anak Allah” dapat
dipakai dalam empat cara yaitu: 1) Ciptaan Allah boleh disebut anak Allah dalam
pengertian asal usulnya (Lukas 1:35);2) ungkapan anak Allah dapat dipakai untuk
melukiskan hubungan manusia dengan Allah sebagai objek pemeliharaan kasih-Nya
yang khusus; 3) Anak Allah adalah mesianik; raja keturunan Daud itu disebut
Anak Allah (2 Sam. 7:14); 4) Anak Allah dalam arti teologis. Dalam pewahyuan
Perjanjian Baru dan teologi Kristen sesudahnya, “Anak Allah” mempunyai makna
yang lebih tinggi; Yesus adalah Anak Allah sebab Ia adalah Allah dan memiliki
sifat ilahi.[8]
Berdasarkan Injil Yohanes 19:7, “Jawab
orang-orang Yahudi itu kepadanya: "Kami mempunyai hukum dan menurut hukum
itu Ia harus mati, sebab Ia menganggap diri-Nya sebagai Anak Allah".
Penjelasan Ladd yaitu sebagai Anak Allah, Yesus itu bukan sekedar orang yang
terpilih yang berdedikasi; Ia ikut mengambil bagian dalam keilahiannya. Yohanes
mengaskannya dalam “Firman itu adalah Allah” (Yoh. 1:1) dan ungkapan “Akulah”
menunjukkan bahwa Yesus adalah Anak Allah. Akhirnya kita dapat mengerti bahwa
konsep “Anak Allah” ditentang oleh orang-orang Yahudi yang begitu taat dengan
konsep monoteisme yang berbeda dengan pandangan Yesus mengakui dirinya adalah Anak
Manusia yang juga Anak Allah sebagai penggenapan Taurat termasuk konsep Anak
Allah menurut orang Yahudi.
Pengalaman Salib
mengenai penderitaan dan kematian Yesus menyiratkan makna yang jauh lebih mendalam
tentang proses kematian-Nya daripada kematian jasmani, bagaimana pun
menakutkannya. Ketiga Injil Sinoptis menghubungkan doa yang mengerikan di
Getsemani dengan Bapa-Nya agar menyingkirkannya “cawan ini” dari pada-Nya
(Markus 14:36). Lukas menambahkan bahwa Ia ada dalam ketakutan yang luar biasa
sehingga, “Peluhnya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah”
(Lukas 22:44).[9]
Saya berpendapat bahwa sebagai manusia, Yesus menunjukkan ketergantungan-Nya
kepada Bapa. Yesus tidak takut pada kematian karena dari semula Dia telah
mengatakan bahwa bagaimana Dia mati dan akan bangkit dari kematian. Akhirnya Yesus
menang atas jiwanya dan berdoa lagi kepada Bapa untuk menggenapi kehendak
Bapa-Nya. Hati Yesus pada saat di Getsemani seperti anggur yang lagi “diperas”
karena dosa-dosa manusia yang menderita di kayu salib yang tidak harus
ditanggung-Nya. Hal ini juga terjadi juga pada hati kita yang telah diterangi
dengan Roh Kudus yang apabila berbuat dosa maka hati kita menjadi gelisah
karena Roh Allah berduka atas perbuatan kita.
Penjelasan
Ladd dalam bukunya Teologi Perjanjian
Baru jilid 1 tentang Roh Kudus didasarkan pada perbedaaan pandangan
helenistik, Perjanjian Lama dan keempat Injil tidak mencantumkan secara detil
tentang pengajaran Yesus tentang hujat kepada Roh Kudus. Namun, secara khusus
membahas ungkapan unik tentang paraclete
atau “penolong” dalam kitab Injil Yohanes. Yang menarik “penolong” Secara
keseluruhan George E. Ladd membahas teologinya dengan sumber-sumber sejarah
Alkitab, sejarah Yudaisme, helenistik dan ajaran Bapa gereja mula-mula.
[1] George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru Jilid 1 (Bandung:Kalam Hidup, 2010),24.
[2] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3 (Jakarta:BPK Gunung Mulia),352.
[3] Ladd, 37.
[4] Eddy Peter Purwanto, Teologi Perjanjian Versus Dispensasionalisme (Tangerang: STTI Philadelfia,2004),63.
[5] George Eldon Ladd, Injil Kerajaan (Malang: Penerbit Gandum Mas,1994),37.
[6] Purwanto, 63.
[7] Ladd, Teologi
Perjanjian Baru Jilid 1, 169.
[8] Ibid.,, 211-212.
[9] Ibid., 253.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar