Tema Khotbah : Etika Kerajaan Allah
Tanggal : 23 Juni 2015
Nats : Matius 5:3-12
Tujuan : mengajarkan jemaat tentang etika Kerajaan
Allah dan karakter warga Kerajaan Allah yang harus dimiliki jemaat untuk
menjadi garam dan terang dunia
Pandangan Yesus yang menekankan agar
kehidupan keagamaan anggota-anggota kerajaan-Nya harus lebih benar daripada
hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (Matius 5:20). Hal itu
dinyatakan Yesus karena ajaran Yesus menekankan pentingnya dorongan hati dan
menuntut orang Kristen memikul salib dan mengikut Dia, berbeda dengan ajaran
etika lainnya yang menekankan kepada kebaikan sebagai standar etikanya. Dengan
demikian tentunya ajaran Yesus memiliki perbedaan yang mendasar yang tidak
dipahami oleh orang Kristen sendiri sehingga terjebak dalam keduniawian
seperti yang dikatakan
Yesus tentang ahli-ahli
Taurat dan orang-orang Farisi
ataukah kita yang mengaku Kristen ini yang seharusnya berbeda dengan etika yang
berlaku di dunia. Walaupun tidak ada aturan yang tertulis yang disahkan oleh
Yesus, namun dari pengajarannya kita dapat belajar lebih mendalam tentang etika
Yesus.
Maklumat Bahagia dalam Matius 5:3-12 itu melukiskan potret seutuhnya dari
seorang murid Kristus. Pertama, Dia sendirian berlutut di hadapan Allah mengakui dan menangisi kemiskinan spiritual yang
dialaminya (ay.3-4). Ini membuatnya lemah
lembut dalam semua hubungannya dengan pihak lain (ay. 5). Dia juga lapar dan haus akan kebenaran serta rindu untuk hidup dalam rahmat dan
kebajikan (ay. 6). Kedua, Dia juga
menumpahkan murah hati kepada yang
remuk hati oleh kejahatan dunia dan dosa (ay. 7-8). Dia berusaha membangun
peranan membangun sebagai pembawa damai (ay. 9). Namun orang tidak berterima
kasih kepada Dia atas usaha-usahanya, malahan memusuhi, memfitnah, menghina
serta memburu dia oleh sebab kebenaran yang dibelanya (ayat 10-12).[1]
Suatu perenungan spiritualitas bagi
tubuh Kristus dalam hal ini pemimpin gereja, pekerja dan kaum awam yang
berkumpul bersama untuk bertumbuh menuju kepenuhan Kristus. Apakah setiap kita
memiliki kerendahan hati untuk datang di hadapan Allah mengakui kemiskinan,
ketidakberdayaan kita melalui persekutuan Roh Kudus-Nya ataukah kita hanya
menjalankan rutinitas agama semata?. Kalau kita ingin bahagia maka kita harus memiliki karakter Kerajaan Allah yang merupakan kewajiban sekaligus
tantangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar