Good News

Kamis, 13 November 2014

Etika Kerajaan Allah By Hengki Wijaya



Tema Khotbah     :  Etika Kerajaan Allah
Tanggal                :  23 Juni 2015
Nats                     :  Matius 5:3-12
Tujuan                 :  mengajarkan jemaat tentang etika Kerajaan Allah dan karakter warga Kerajaan Allah yang harus dimiliki jemaat untuk menjadi garam dan terang dunia


Pandangan Yesus yang menekankan agar kehidupan keagamaan anggota-anggota kerajaan-Nya harus lebih benar daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (Matius 5:20). Hal itu dinyatakan Yesus karena ajaran Yesus menekankan pentingnya dorongan hati dan menuntut orang Kristen memikul salib dan mengikut Dia, berbeda dengan ajaran etika lainnya yang menekankan kepada kebaikan sebagai standar etikanya. Dengan demikian tentunya ajaran Yesus memiliki perbedaan yang mendasar yang tidak dipahami oleh orang Kristen sendiri sehingga terjebak dalam keduniawian seperti  yang  dikatakan  Yesus  tentang  ahli-ahli  Taurat  dan orang-orang Farisi ataukah kita yang mengaku Kristen ini yang seharusnya berbeda dengan etika yang berlaku di dunia. Walaupun tidak ada aturan yang tertulis yang disahkan oleh Yesus, namun dari pengajarannya kita dapat belajar lebih mendalam tentang etika Yesus.

Maklumat Bahagia dalam Matius 5:3-12 itu melukiskan potret seutuhnya dari seorang murid Kristus. Pertama, Dia sendirian berlutut di hadapan Allah mengakui dan menangisi kemiskinan spiritual yang dialaminya (ay.3-4). Ini membuatnya lemah lembut dalam semua hubungannya dengan pihak lain (ay. 5). Dia juga lapar dan haus akan kebenaran serta rindu untuk hidup dalam rahmat dan kebajikan (ay. 6). Kedua, Dia juga menumpahkan murah hati kepada yang remuk hati oleh kejahatan dunia dan dosa (ay. 7-8). Dia berusaha membangun peranan membangun sebagai pembawa damai (ay. 9). Namun orang tidak berterima kasih kepada Dia atas usaha-usahanya, malahan memusuhi, memfitnah, menghina serta memburu dia oleh sebab kebenaran yang dibelanya (ayat 10-12).[1]
Suatu perenungan spiritualitas bagi tubuh Kristus dalam hal ini pemimpin gereja, pekerja dan kaum awam yang berkumpul bersama untuk bertumbuh menuju kepenuhan Kristus. Apakah setiap kita memiliki kerendahan hati untuk datang di hadapan Allah mengakui kemiskinan, ketidakberdayaan kita melalui persekutuan Roh Kudus-Nya ataukah kita hanya menjalankan rutinitas agama semata?. Kalau kita ingin bahagia maka kita harus memiliki karakter Kerajaan Allah yang merupakan kewajiban sekaligus tantangan.


[1] John R.W.Stott,  Khotbah Di Bukit, cet. Ke-4  (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008), 72.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar