Good News

Rabu, 12 November 2014

INTERAKSI BUKU PERCAKAPAN PASTORAL DALAM PRAKTIK By Hengki Wijaya



            Beberapa orang beranggapan, yang dimaksud dengan percakapan pastoral ialah percakapan yang diadakan oleh pastor dengan anggota jemaat. Selain itu, orang lebih suka merumuskan percakapan pastoral sebagai pelayanan yang ditugaskan gereja dan melalui gereja oleh Pastor Agung: Yesus Kristus. Pastor yang menjalankan pelayanan itu tidak melakukannya atas nama dan berdasarkan kewibawaannya sendiri, tetapi atas nama dan berdasarkan kewibawaan Yesus Kristus. Dalam tahap permulaan dalam percakapan pastoral. Tahap permulaan ini penting, tetapi tidak mudah, terutama bagi pastor-pastor yang belum mempunyai pengalaman.  Dalam tahap ini, pastor dan anggota jemaat berada dalam ketegangan. Suasana tegang tidak begitu terasa kalau pastor dan anggota jemaat telah saling mengenal, karena pastor telah lama melayani dalam jemaat, di mana anggota jemaat tinggal.

            Tahap pertengahan ini adalah tahap yang paling penting. Kita memulai dengan “mendengarkan”. Mendengarkan dengan seksama dan ia berusaha mengertinya. Melalui kasih dan pengertian dan tidak bisa betul-betul objektif. Mendengar yang dimaksudkan bukan saja mendengarkan apa yang anggopta jemaat ucapkan dengan kata-kata, tetapi mendengarkan juga apa yang tidak diucapkan dengan kata-kata: “mendengarkan” perasaan-perasaannya yang harus dilakukan pastor.[1] Seorang pastor sebaiknya memiliki sikap: “…hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah” (Yakobus 1:19). Percakapan pastoral juga adalah suatu pertemuan: pertemuan pastor dengan anggota jemaat yang membutuhkan bantuan dan pelayanannya dan pertemuan mereka berdua dengan Allah yang sebenarnya memimpin dan memberi isi kepada percakapan itu.[2] Seorang pastor harus memiliki empati tepat yang dasariah. Seorang pastor dapat dikatakan mempunyai empati yang akurat kalau dia sanggup: a) Discriminate yaitu memasuki ke dalam pribadi orang lain, melihat dunia konseli melalui perspektif konseli dan merasakan perasaan bagaimana bentuk dunia konseli; b) Communicate yaitu mengkomunikasikan kepada konseli pengertian tersebut diatas sedemikian rupa sehingga menunjukkan kepada konseli bahwa penolong telah menangkap keduanya, perasaannya dan tingkah laku serta pengalaman yang menggaris bawahi perasaan-perasaan tersebut.[3]
Tahap kedua ialah “mengakseptasi”. Yang dimaksudkan dengan mengakseptasi di sini ialah penerimaan yang ditatang oleh toleransiyang mengakui hak orang yang diakseptasi itu untuk mempunyai keyakinan sendiri, juga keyakinan yang lain, malahan yang bertentangan dengan keyakinan pastor. Mengakseptasiterletak antara dua ekstremitas: antara menyetujui dan meolak atau mempersalahkan.Mengakseptasi tidak sama dengan menyetujui perbuatan atau hidupnya.[4] Sikap seorang pastor adalah mempertimbangkan setiap kasus dengan hikmat Allah dan tidak bersikap menilai dan cepat mengambil kesimpulan, dan menghakimi. Banyak hal yang harus dipahami oleh seorang pastor dalam mengungkapkan nasihat atau jawaban untuk mengakseptasi konseli (anggota jemaat).
Disamping mendengarkan dan mengakseptasi anggota jemaat, pastor juga harus memusatkan pikiran dan perhatian pada persoalannya, kemudian berempati yaitu berusaha mengindentifikasi diri kita dengan patner percakapan. Hal lain yang pastor perlu perhatikan adalah pembelaan diri dari anggota jemaat, dan tentunya pastor tidak boleh memakai pembelaan diri untuk menyelesaikan persoalan jemaat. Pastor juga memberikan kebebasan untuk berbicara dan berpendapat kepada anggota jemaat supaya pastor dapat memperoleh data dan masukan.
Aspek-aspek percakapan pastoral meliputi pemberitaan Firman Allah, habitus pastoral, relasi yang benar dengan Allah, doa, pengakuan dosa, pemberitaan anugerah, pembacaan Alkitab dan berkat Tuhan. Aspek-aspek tersebut juga dilakukan dalam suatu kelompok pendalaman Alkitab (PA), tetapi percakapan pastoral ini hanya terdiri atas dua atau tiga orang (suamu istri atau orang tua dan anak). Dalam percakapan pastoral tentunya ada pemberitaan Firman Allah  karena Firman Allah yang disampaikan itulah kuasa-Nya hadir dan bukan karena keberadaan pastornya. Dan yang terpenting adalah memperbaiki hubungan yang rusak dengan Tuhan kembali dengan berdoa dan mengakui dosa dan minta pengampunan kepada Tuhan.
Satu hal lain yang berhubungan erat dengan pengakuan dosa ialah pemberitaan anugerah. Bukan pemberian anugerah itu bukan berasal dari pastor. Anugerah itu berasal dari Allah. Sebagai hamba Yesus Kristus, pastor hanya dapat menyampaikan, memberitakan anugerah kepada anggota jemaat yang ia gembalakan.[5] Anugerah Yesus Kristus sebab kematian-Nya di kayu salib untuk dosa-dosa kita. Paulus berkata, “Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!” (Roma 5:10).
            Dalam percakapan pastoral, pastor perlu juga memberitakan kepada jemaat tentang berkat Tuhan. Berkat terdiri atas kata-kata (Alkitabiah atau liturgis yang diucapkan) dan suatu akta (peletakan tangan di kepala orang yang menerima berkat). Peletakan tangan di kepala orang yang menerima berkat adalah suatu akta simbolis yang menyatakan persekutuan antara Allah sebagai pemberi berkat, penyerahan diri dari anggota jemaat sebagai hamba kepada Tuhan, dan penguasaan Roh Kudus atas diri anggota jemaat yang Ia pimpin dan baharui.[6]


[1] J.L.Ch. Abineno, Percakapan Pastoral Dalam Praktik  cet. ke-11 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 20.
[2] J.L.Ch. Abineno, 21.
[3] Aart Martin van Beek, Konseling Pastoral  (Semarang: Satya Wacana,nd), 33-44.
[4] J.L.Ch. Abineno, 24-28.
[5] Ibid., 63.
[6] Ibid., 65.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar