Good News

Kamis, 06 November 2014

REFLEKSI BUKU “BERTUMBUH DALAM ANUGERAH” Sinclair B. Ferguson


By Hengki Wijaya
 Sinclair B. Ferguson menuliskan buku “Bertumbuh dalam Anugerah” dengan memulainya melalui teladan Yesus sendiri bagaimana Yesus bertumbuh dalam anugerah sebagai manusia selama hidupnya di bumi. Sinclair menjelaskan sarana pertumbuhan Yesus  melalui tiga jalur yaitu: Yesus menyelidiki Alkitab, Yesus menggalang persekutuan dengan Allah di dalam doa dan Yesus mengusahakan persekutuan denfgan umat Allah. Hal yang menarik menurut penulis adalah persekutuan Yesus dalam doa dengan BapaNya menolong Dia bertumbuh.

Pertama, karena doa merupakan waktu dimana Ia menikmati meditasi tentang kebesaran dan kasih BapaNya. Hal ini berulangkali terlihat bahwa gambaran khusus dari kehendak BapaNya sedemikian terkesan dalam diriNya. Tetapi, kedua, di dalamYesus mendapatkan kekuatan dari Allah BapaNya.  Sangat menarik untuk dicatat bahwa Paulus berkata, Abraham bertumbuh kuat dalam iman ketika ia memberikan kemuliaan kepada Allah (Roma 4:20). Menurut pendapat penulis kita berdoa  untuk memperoleh kekuatan, kuasa Allah untuk menghadapi peperangan hidup dan godaan dan memberkati sesama dalam pelayanan yang Yesus, Tuhan percayakan kepada kita. Dalam doa kita mengakui kebesaran Allah “karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya” (Mat 6:13b).  Salib mendemonstrasikan keadilan Allah. Terkadang ketika kita menjelaskan berita Injil kepada orang lainkita mengatakan seperti ini: “Allah telah menggalkan keadilanNya. Ia tidak lagi berurusan dengan kita sebagai orang berdosa; Ia melupakan dosa-dosa kita dan menerima kita.”  Saat  kita mengatakan hal seperti itu, kita sedang menyelewengkan ajaran Alkitab. Karena ajaran Perjanjian Baru terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia “Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka”, tetapi seharusnya adalah: “Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran itu atas mereka” (  2Kor 5:19). Penulis sependapat karena dalam bahasa Aslinya en + datif  yang diterjemahkan dalam bahsa Inggris “unto” dapat diartikan “atas” sementara arti dalam terjemahan LAI sebagai milik kepunyaan (yaitu menghilangkan kata en itu). Artinya setiap pelanggaran ada ganjaran dan hukuman sesuai dengan keadilanNya.
Ia menyadari bahwa ia tidak mengenal Allah seperti yang ia perlukan:
Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku? Dan gelisah di dalam diriku?[1] Melihat keadaan orang itu, terlalu riskan untuk mengatakan bahwa ia adalah anak yang jahat dan tidak taat, seorang yang murtad. Ia tidak menyebutkan masalah pertobatan, atau sesuatu dosa tertentu yang menjauhkan dia dari hadirat Allah. Ini bukan masalah mazmur pertobatan. Menurut pendapat penulis ini adalah masalah kerinduan hati seseorang yang telah mengalami kekeringan sebagaimana dikemukakan Sinclair. Kehausan akan Tuhan ini adalah doa yang pasti dijawab oleh Allah. “Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?” (Mazmur 42:2-3). Jawabannya: “Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!” (Mazmur 43:5b). Firman Allah memperlengkapi kita untuk  sertiap pekerjaan yang baik. Karunia kita itu harus menolong orang lain untuk menggunakan karunia mereka. Kita bertumbuh di dalam kasih karunia dan di dalam pengenalan akan Tuhan Yesus Kristus. Keadaan ini selalu memberikan dua dampak, baik negatif  maupun positif.  Dampak negatif. “Maka kita bukan lagi anak-anak” (Ef  4:14). Paulus menginginkan dari jemaat Korintus agar firman Allah menghasilkan dampak seperti ini di dalam kehidupan mereka: “Jangan seperti anaka-anak dalam pemikiranmu,… tetapi orang dewasa dalam pemikiranmu” (1 Kor 14:20). Dampak positif. Pelayanan kepada orang lain juga menghasilkan pertumbuhan dalam kasih: “Tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala. Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, yang rapi tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih” (Efesus 4:15-16).[2]
Pengakuan Paulus akan kelemahan diri. Paulus telah dituduh lemah. Maka ia mengakui kelemahannya yang banyak, dan menceritakan saat-saat dimana ia paling menyadarinya. Ia berkata: “Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami” (2 Kor 4:7). Ia menjelaskan maksudnya: “Sebab kami mau, saudara-saudara, supaya kamu tahu akan penderitaan yang kami alami di Asia Kecil. Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami (2 Kor 1:8). Juga, ketika berbicara dalam surat-surat sebelumnya, “Aku menulis kepada kamu dengan hati yang sangat cemas dan sesak dan dengan mencucurkan banyak air mata, bukan supaya kamu bersedih hati, tetapi supaya kamu tahu betapa besarnya kasihku kepada kamu semua” (2 Kor 2:4).[3] Penulis mereflesikan bahwa tidak ada salahnya kita menyadari kelemahan kita untuk menunjukkan kerendahan hati kita dan kita pun menyadari kelemahanku itu dan “bangkit” dari kelemahan itu untuk menunjukkan kebesaran Allah yang dinyatakan dalam hidup kita sebagaimana Paulus telah melakukannya dalam pelayanannya. Paulus menegaskannya: “Jika aku   harus   bermegah, maka  aku   akan  bermegah  atas  kelemahanku (2 Kor 11:30).  Dalam  kelemahanku  terlihat
 kuasaNya: “Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku” (2 Kor 12:9).
            Suatu teladan Alkitab mengenai kerohanian yang disiplin dalam Perjanjian Lama ditunjukkan oleh Daniel sebagai seorang yang berdoa. Waktu doa yang rutin dan disiplin merupakan latihan rohani yang harus ditekankan di tengah orang Kristen sebagai bagian dan kehidupan orang Kristen. Contoh istimewa itu diperlihatkan Daniel dalam kebiasaan rutinnya untuk berdoa. Dengan tidak memerdulikan perintah raja, Daniel “pulang ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka kea rah Yerusalem; Tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya”(Dan 6:11).[4]


[1] Terjemahan LAI Mazmur 43:5.
[2] Sinclair B. Ferguson, Bertumbuh Dalam Anugerah (Surabaya: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1997),78-79.
[3]    Sinclair B. Ferguson, 93.
[4]   Ibid., 110.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar