By Hengki Wijaya
Sinclair B. Ferguson menuliskan buku
“Bertumbuh dalam Anugerah” dengan memulainya melalui teladan Yesus sendiri
bagaimana Yesus bertumbuh dalam anugerah sebagai manusia selama hidupnya di
bumi. Sinclair menjelaskan sarana pertumbuhan Yesus melalui tiga jalur yaitu: Yesus menyelidiki
Alkitab, Yesus menggalang persekutuan dengan Allah di dalam doa dan Yesus
mengusahakan persekutuan denfgan umat Allah. Hal yang menarik menurut penulis
adalah persekutuan Yesus dalam doa dengan BapaNya menolong Dia bertumbuh.
Pertama, karena doa
merupakan waktu dimana Ia menikmati meditasi tentang kebesaran dan kasih
BapaNya. Hal ini berulangkali terlihat bahwa gambaran khusus dari kehendak
BapaNya sedemikian terkesan dalam diriNya. Tetapi, kedua, di dalamYesus mendapatkan kekuatan dari Allah BapaNya. Sangat menarik untuk dicatat bahwa Paulus
berkata, Abraham bertumbuh kuat dalam iman ketika
ia memberikan kemuliaan kepada Allah (Roma 4:20). Menurut pendapat penulis
kita berdoa untuk memperoleh kekuatan,
kuasa Allah untuk menghadapi peperangan hidup dan godaan dan memberkati sesama
dalam pelayanan yang Yesus, Tuhan percayakan kepada kita. Dalam doa kita
mengakui kebesaran Allah “karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan
kemuliaan sampai selama-lamanya” (Mat 6:13b).
Salib mendemonstrasikan keadilan
Allah. Terkadang ketika kita menjelaskan berita Injil kepada orang lainkita
mengatakan seperti ini: “Allah telah menggalkan keadilanNya. Ia tidak lagi
berurusan dengan kita sebagai orang berdosa; Ia melupakan dosa-dosa kita dan
menerima kita.” Saat kita mengatakan hal seperti itu, kita sedang
menyelewengkan ajaran Alkitab. Karena ajaran Perjanjian Baru terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia “Allah
mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan
pelanggaran mereka”, tetapi seharusnya adalah: “Sebab Allah mendamaikan dunia
dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran itu atas mereka” ( 2Kor 5:19). Penulis sependapat karena dalam
bahasa Aslinya en + datif yang
diterjemahkan dalam bahsa Inggris “unto” dapat diartikan “atas” sementara arti
dalam terjemahan LAI sebagai milik kepunyaan (yaitu menghilangkan kata en itu). Artinya setiap pelanggaran ada
ganjaran dan hukuman sesuai dengan keadilanNya.
Ia menyadari
bahwa ia tidak mengenal Allah seperti yang ia perlukan:
Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku? Dan gelisah di
dalam diriku?[1] Melihat keadaan orang itu, terlalu riskan untuk mengatakan bahwa ia
adalah anak yang jahat dan tidak taat, seorang yang murtad. Ia tidak
menyebutkan masalah pertobatan, atau sesuatu dosa tertentu yang menjauhkan dia
dari hadirat Allah. Ini bukan masalah mazmur pertobatan. Menurut pendapat
penulis ini adalah masalah kerinduan hati seseorang yang telah mengalami
kekeringan sebagaimana dikemukakan Sinclair. Kehausan akan Tuhan ini adalah doa
yang pasti dijawab oleh Allah. “Seperti rusa yang merindukan sungai yang
berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada
Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?”
(Mazmur 42:2-3). Jawabannya: “Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyukur
lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!” (Mazmur 43:5b). Firman Allah memperlengkapi kita untuk sertiap pekerjaan yang baik. Karunia kita itu
harus menolong orang lain untuk menggunakan karunia mereka. Kita bertumbuh di
dalam kasih karunia dan di dalam pengenalan akan Tuhan Yesus Kristus. Keadaan
ini selalu memberikan dua dampak, baik negatif
maupun positif. Dampak
negatif. “Maka kita bukan lagi
anak-anak” (Ef 4:14). Paulus
menginginkan dari jemaat Korintus agar firman Allah menghasilkan dampak seperti
ini di dalam kehidupan mereka: “Jangan
seperti anaka-anak dalam pemikiranmu,… tetapi orang dewasa dalam pemikiranmu” (1
Kor 14:20). Dampak positif. Pelayanan kepada orang lain juga menghasilkan
pertumbuhan dalam kasih: “Tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam
segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala. Dari pada-Nyalah seluruh
tubuh, yang rapi tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua
bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota menerima
pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam
kasih” (Efesus 4:15-16).[2]
Pengakuan Paulus
akan kelemahan diri. Paulus telah dituduh lemah. Maka ia mengakui kelemahannya
yang banyak, dan menceritakan saat-saat dimana ia paling menyadarinya. Ia
berkata: “Tetapi harta ini kami punyai
dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu
berasal dari Allah, bukan dari diri kami” (2 Kor 4:7). Ia menjelaskan
maksudnya: “Sebab kami mau,
saudara-saudara, supaya kamu tahu akan penderitaan yang kami alami di Asia Kecil.
Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat,
sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami (2 Kor 1:8). Juga,
ketika berbicara dalam surat-surat sebelumnya, “Aku menulis kepada kamu dengan hati yang sangat cemas dan sesak dan
dengan mencucurkan banyak air mata, bukan supaya kamu bersedih hati, tetapi
supaya kamu tahu betapa besarnya kasihku kepada kamu semua” (2 Kor 2:4).[3]
Penulis mereflesikan bahwa tidak ada salahnya kita menyadari kelemahan kita
untuk menunjukkan kerendahan hati kita dan kita pun menyadari kelemahanku itu
dan “bangkit” dari kelemahan itu untuk menunjukkan kebesaran Allah yang
dinyatakan dalam hidup kita sebagaimana Paulus telah melakukannya dalam
pelayanannya. Paulus menegaskannya: “Jika
aku harus bermegah, maka aku akan bermegah atas kelemahanku” (2 Kor 11:30). Dalam kelemahanku
terlihat
kuasaNya:
“Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab
justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih
suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku” (2
Kor 12:9).
Suatu
teladan Alkitab mengenai kerohanian yang disiplin dalam Perjanjian Lama
ditunjukkan oleh Daniel sebagai seorang yang berdoa. Waktu doa yang rutin dan
disiplin merupakan latihan rohani yang harus ditekankan di tengah orang Kristen
sebagai bagian dan kehidupan orang Kristen. Contoh istimewa itu diperlihatkan
Daniel dalam kebiasaan rutinnya untuk berdoa. Dengan tidak memerdulikan
perintah raja, Daniel “pulang ke
rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka kea rah
Yerusalem; Tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti
yang biasa dilakukannya”(Dan 6:11).[4]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar