Good News

Minggu, 02 November 2014

LINGKARAN PASTORAL: SEBAGAI SUATU METODE PENELITIAN THEOLOGI Marthen Nainupu



Resume[1]

            Metode kualitatif “ala Frans Wijsen” yang disebut “Lingkaran Pastoral”.[2] Metode ini disebut Lingkaran Pastoral karena didasarkan atas 4 prinsip tahapan yang berbentuk lingkaran, maju bertahap sebagai proses menuju problem solving. Lingkaran pastoral tidak jelas awal maupun akhirnya terjadi secara terus menerus antara praksis dan refleksi dan aksi pastoral yang tak pernah berhenti. Tahap-tahap Lingkaran Pastoral terdiri dari 4 tahap penelitian yaitu: Observasi Partisipan, Analisis Sosial, Refleksi Theologis dan Perencanaan Pastoral.

Observasi partisipan merupakan metode penelitian kualitatif yang dibangun dengan skema “melihat” dan “mendengarkan” apa yang dilakukan, diucapkan, dipikirkan dan yang digunakan oleh kelompok, tanpa prasangka terhadap situasi sosial yang problematik dalam suatu kelompok. Dalam mengajukan pertanyaan, Wijsen membedakan tiga macam pertanyaan yaitu: Pertanyaan Deskriptif, Pertanyaan Terstruktur, Pertanyaan Kontras. Saya berpendapat bahwa pertanyaan ini juga sering dilakukan dalam proses konseling pastoral dimana konselor mencari pokok masalah konseli dan menggali lebih dalam untuk memperoleh akar permasalahan dan pertentangan yang terjadi dalam diri konseli. Perbedaannya melalui pertanyaan kontras akan ditemukan diharapkan menemukan pola-pola tingkah laku yang disebut sebagai pengetahuan budaya yang diwariskan kepada geberasi berikutnya.
            Analisis sosial ini  dapat digolongkan dalam 4 macam yaitu: Analisis Domain, Analisis Taksonomi, Analisis Komponensial dan Analisis Tema. Saya menyimpulkan dengan sebuah contoh: Dalam sebuah kebaktian Minggu terdapat objek yang terlibat dalam ibadah (domain) dan objek tersebut memiliki beberapa bagia seperti sebutan pendeta (taksonomi) dan mendefenisikan dan menemukan makna sebutan pendeta (komponensial) dan menemukan tema-tema budaya dalam sebuah gereja misalnya pengambilan keputusan ada sepenuhnya pada pendeta dan bukan warga jemaat (analisis tema).
            Dalam upaya membangun refleksi theologis, Wijsen menyebutkan 4 langkah yaitu: perspektif empiris, perspektif teoritis, interlasi kritis dan gagasan ideal. Menurut saya refleksi theologis menekankan penelitian situasi yang nyata yang sedang terjadi dalam suatu gereja (empiris) dan tradisi yang telah terbangun dalam tradisi gereja (teoritis) yang kemudiaan ditelaah secara kritis sesuai perkembangan zaman (interlasi kritis) dan selanjutkan menemukan gagasan ideal untuk suatu aksi yang mengacu kepada masa depan gereja melalui tindak konkrit. Dengan kata lain melalui refleksi theologis terjadi pendewasaan gereja menuju pertumbuhan gereja. Dalam refleksi ini dapat menemukan makna tema-tema atau kebutuhan dalam gereja serta perbaikan menuju suatu gereja masa depan sesuai dengan gagasan ideal.
            Selanjutnya tahap akhir dari lingkaran pastoral yaitu perencanaan pastoral. Perencanaan pastoral menuju aksi pastoral dilakukan dalam beberapa langkah yaitu: merumuskan kebijakan umum, perencanaan strategi, rencana pelaksanaan dan pelaksanaan kegiatan. Menurut saya pada tahap ini dapat dikatakan problem solving dan akan menghasilkan suatu output dari suatu lingkaran pastoral atau spiral pastoral. Saya dapat katakan bahwa melalui lingkaran pastoral ini diharapkan sesuatu terobosan baru yang terus dibaharui terus menerus yang tentunya dengan pertolongan Tuhan.
           




[1] Hengki Wijaya, peserta kelas Komunikasi Pastoral.
[2] Metode ini ditulis oleh Frans J.S. Wijsen dalam There is Only One God: A Social Scientific and Theological Study of Popular Religion and Evangelization in Sukumaland Northwest Tanzania (Kampen: Uitgeverji Kok, 1993).

1 komentar: