Good News

Kamis, 13 November 2014

Kuasa sebagai Godaan Pelayanan By Hengki Wijaya



Tema Khotbah     :  Kuasa sebagai Godaan Pelayanan
Tanggal                :  21 Juli 2015
Nats                     :  Yohanes 13:4-5, 13-16
Tujuan               :  mengajarkan jemaat/hamba Tuhan/pelayan Tuhan tentang perspektif yang benar mengenai hubungan kekuasaan dengan tugas pelayanan supaya hamba-hamba-Nya melayani-Nya hanya bagi kemuliaan-Nya dan bukan karena kekuasaan


Ada banyak kasus dalam pelayanan yang menggunakan kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan bahkan terjerat dalam dosa seksual, utang dan bentuk penyalagunaan kekuasaan lainnya seperti mengintimidasi jemaat dengan alasan kebenaran Allah. Apa yang sebenarnya terjadi? Pertama, yang lebih berkuasa memanfaatkan jemaat yang lebih lemah posisinya. Kedua, yang lebih berkuasa menyalahgunakan kuasanya. Ketiga, yang lebih berkuasa menciptakan hubungan dualisme (sebagai gembala secara publik dan sebagai “yang lainnya” di dalam lingkup pribadi). Jadi, yang bersangkutan tidak mengakui perpindahan perannya dan implikasi peran itu bagi “jemaatnya.” Sampai pada tahap ini, kekuasaan berubah menjadi kekerasan etis, yaitu tidak adanya perhatian yang murni (berarti “pura-pura”) dari penginjil kepada jemaatnya.
Apakah definisi Tuhan Yesus tentang kekuasaan dalam hubungannya dengan tugas pelayanan? Bagaimana melaksanakan kekuasaan itu dalam pelayanan? Hal yang pertama kita belajar dari teladan Yesus yang melepaskan kuasa untuk melayani. Yohanes 13 dimulai dengan latarbelakang Yesus sedang makan Paskah dengan murid-murid-Nya. Dalam latarbelakang ini, komentar Yohanes sangat perlu diperhatikan, yaitu “Sama seperti Yesus selalu mengasihi murid-murid-Nya, demikianlah Ia sekarang mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya” (ay. 1).Yohanes menekankan segala kejadian di sekitar Paskah yang tidak lain adalah sikap Yesus yang melepaskan kekuasaan-Nya, yaitu segala yang Ia miliki sebagai Anak Allah (ay. 3; “Ia datang dari Allah”). Dengan melepaskan kekuasaan, Ia mendapatkan kekuasaan-Nya. Ia tidak sedang berpura-pura tidak memiliki kuasa. Jelas, Ia berkuasa karena memang Ia adalah anak Allah. Namun, Ia tidak menggunakan kekuasaan-Nya itu, demi tujuan-Nya datang ke dunia ini, yakni “untuk menyelamatkan orang berdosa.” Hal kedua diajarkan Yesus adalah siapa yang ingin menjadi terbesar dia harus menjadi hamba. Ia mengambil seorang anak yang dijadikan-Nya simbol, siapa yang dapat menjadi yang terbesar. Menurut Matius, yang terbesar ialah ia yang mau menjadi seperti anak kecil, mau menjadi hamba, mau melepaskan haknya.[1]


[1] Andreas Hauw, Naskah Kotbah Godaan Pelayanan: Kuasa  (YOH. 13:4-5, 13-16) (Malang: Jurnal Veritas SAAT Malang 9/2 Oktober 2008), 246-248.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar