Tema Khotbah : Kuasa sebagai Godaan
Pelayanan
Tanggal : 21 Juli 2015
Nats : Yohanes 13:4-5, 13-16
Tujuan : mengajarkan jemaat/hamba Tuhan/pelayan Tuhan
tentang perspektif yang benar mengenai hubungan kekuasaan dengan tugas
pelayanan supaya hamba-hamba-Nya melayani-Nya hanya bagi kemuliaan-Nya dan
bukan karena kekuasaan
Ada banyak kasus dalam pelayanan yang menggunakan
kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan bahkan terjerat dalam dosa seksual,
utang dan bentuk penyalagunaan kekuasaan lainnya seperti mengintimidasi jemaat
dengan alasan kebenaran Allah. Apa yang sebenarnya terjadi? Pertama, yang
lebih berkuasa memanfaatkan jemaat yang lebih lemah posisinya. Kedua, yang
lebih berkuasa menyalahgunakan kuasanya. Ketiga, yang lebih berkuasa
menciptakan hubungan dualisme (sebagai gembala secara publik dan sebagai “yang
lainnya” di dalam lingkup pribadi). Jadi, yang bersangkutan tidak mengakui
perpindahan perannya dan implikasi peran itu bagi “jemaatnya.” Sampai pada
tahap ini, kekuasaan berubah menjadi kekerasan etis, yaitu tidak adanya perhatian
yang murni (berarti “pura-pura”) dari penginjil kepada jemaatnya.
Apakah definisi Tuhan Yesus tentang kekuasaan dalam hubungannya
dengan tugas pelayanan? Bagaimana melaksanakan kekuasaan itu dalam pelayanan? Hal
yang pertama kita belajar dari teladan
Yesus yang melepaskan kuasa untuk melayani. Yohanes 13 dimulai dengan
latarbelakang Yesus sedang makan Paskah dengan murid-murid-Nya. Dalam
latarbelakang ini, komentar Yohanes sangat perlu diperhatikan, yaitu “Sama
seperti Yesus selalu mengasihi murid-murid-Nya, demikianlah Ia sekarang
mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya” (ay. 1).Yohanes menekankan segala
kejadian di sekitar Paskah yang tidak lain adalah sikap Yesus yang melepaskan
kekuasaan-Nya, yaitu segala yang Ia miliki sebagai Anak Allah (ay. 3; “Ia
datang dari Allah”). Dengan melepaskan kekuasaan, Ia mendapatkan kekuasaan-Nya.
Ia tidak sedang berpura-pura tidak memiliki kuasa. Jelas, Ia berkuasa karena
memang Ia adalah anak Allah. Namun, Ia
tidak menggunakan kekuasaan-Nya itu, demi tujuan-Nya datang ke dunia ini, yakni
“untuk menyelamatkan orang berdosa.” Hal kedua diajarkan Yesus adalah siapa
yang ingin menjadi terbesar dia harus menjadi hamba. Ia mengambil seorang anak yang dijadikan-Nya simbol, siapa yang
dapat menjadi yang terbesar. Menurut Matius, yang terbesar ialah ia yang mau
menjadi seperti anak kecil, mau menjadi hamba, mau melepaskan haknya.[1]
[1] Andreas Hauw, Naskah Kotbah Godaan Pelayanan: Kuasa (YOH.
13:4-5, 13-16) (Malang: Jurnal Veritas SAAT Malang 9/2 Oktober 2008),
246-248.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar