Good News

Senin, 01 Februari 2016

Ulasan tentang Hyper Grace oleh Dr. Daniel Ronda

https://www.facebook.com/drdanielronda/posts/910992368949391
Ulasan tentang Hyper Grace oleh Dr. Daniel Ronda
Adalah di media sosial ramai orang mempercakapkan hypergrace dan tanpa mengerti sejarah dan konteksnya ikut menyebarluaskan ajaran yang dianggap berbahaya ini. Zaman ini semua orang lalu menjadi pakar dan berminat pada teologi yang tentunya menggembirakan. Tapi lamat-lamat diamati ternyata yang dikritik dan kemudian diserang tidak jelas juntrungnya. Bahkan serangan kepada ajaran hyper grace, mulai dari istilahnya sudah diberikan oleh si pengkritik manakala ajaran tentang anugerah (kasih karunia) dinilai terlalu radikal dan menyesatkan (hyper=berlebihan; grace=anugerah). Si apoligis itu bernama Michael Brown dan figur yang diserang itu awalnya abu-abu dalam bukunya dengan judul yang sama. Harus diakui buku ini ilmiah dan benalar, namun tuntutannya tetap sama: SIAPA yang Anda tunjuk hidungnya? Kemudian dalam video-video YouTube baru dimengerti bahwa Michael Brown tidak suka Joseph Prince, pengkhotbah flamboyan dari Singapura dan kawan-kawannya. Kata Brown, Prince mengajarkan anugerah radikal yang menyesatkan. Radikal karena menyatakan sekali selamat tetap selamat sehingga tidak perlu hidup kudus, tidak perlu pertobatan apalagi mengaku dosa, bahkan semua pasti selamat (universalisme), dan banyak lagi!

Pertanyaannya, benarkah demikian? Banyak memang teolog besar awalnya bingung siapa yang diserangnya, namun kemudian menyadari bahwa layakkah seorang Joseph Prince dibuatkan buku “sabagus” itu? Ketika menunjuk hidung Joseph Prince, rasanya tidak cocok menjadi heboh karena Joseph Prince bukanlah teolog. Dia adalah pengkhotbah populer yang tidak punya sistem berteologi dalam buku-bukunya. Ia seorang praktisi yang pragmatis sehingga tidak mungkin memberikan benang merah atas pemikirannya. Dia laksana pengkhotbah populer yang berganti tema sesuai dengan situasi jemaat dan perkembangan zaman.
Perdebatan menjadi ramai, lalu ada buku dari Paul Ellis yang menyerang balik Michael Brown dengan mengatakan bahwa apa yang diserang tidak benar dan hanya berdasarkan mitos. Perdebatan ini masih berlangsung sampai hari ini dan ceritanya belum berujung! Tunggu selalu di YouTube dan Fb (tentunya masih dalam bahasa Inggris).
Pelajaran apa sebenarnya dari cerita hyper grace ini? Benang merahnya sederhana: anugerah keselamatan itu cuma-cuma dan tidak ada usaha manusiapun yang dapat mengusahakan keselamatan (justification). Tapi setelah diselamatkan, Anda perlu mengerjakan keselamatan itu dalam kehidupan kudus dan berbuah bagi Tuhan (sanctification). Keduanya hadir berurutan sebagai bukti keselamatan. Tapi ketika keduanya dicampur aduk atau dihilangkan salah satunya maka runyamlah ceritanya!
Media sosial telah membuat cerita ini menjadi riuh rendah, tapi ada baiknya dicermati dulu sebelum disebarkan, karena kadangkala tidak semua tuduhan ada benarnya. Diskusi di media sosial memiliki kelemahan, di mana kata dan kalimat dimaknai tanpa konteks dan sejarahnya. Kadang lebih kepada sensasi dan akhirnya diskusi melebar ke mana-mana! Contohnya ya ajaran hyper grace ini yang ternyata memang lebih banyak sensasi ketimbang kebenarannya, karena walaupun buku Michael Brown tampak ilmiah tapi jika yang dikritisi tidak terlalu akurat maka tidak layak diangkat menjadi perdebatan teologi yang serius. Itu hanya membuang-buang waktu! Mungkin bagus ungkapan Michael Brown sendiri yang akhirnya berkata: “Time to drop Hyper Grace rethoric”.** (DR)
*buku-buku yang tersedia dalam bahasa Indonesia: Michael Brown, Hyper Grace (Nafiri Gabriel, Jakarta) dan versi bantahan dari Paul Ellis, Hyper Grace Gospel.

** Kutipan dari http://www.charismanews.com/opinion

Tidak ada komentar:

Posting Komentar