SUKU DURI
Sulawesi Selatan
Sulawesi Selatan
Letak
|
:
|
Sulawesi Selatan
|
Populasi
|
:
|
95.000 jiwa
|
Bahasa
|
:
|
Duri
|
Anggota Gereja
|
:
|
475 (0,5%)
|
Alkitab dalam bahasa Duri
|
:
|
sedang dikerjakan (PB)
|
Film Yesus dalam bahasa Duri
|
:
|
Tidak Ada
|
Siaran radio pelayanan dalam
bahasa Duri
|
:
|
Tidak Ada
|
Suku Duri terdapat di Kabupaten
Enrekang, di daerah pegunungan yang berhawa sejuk di tengah-tengah Propinsi
Sulawesi Selatan, berbatasan dengan Tanah Toraja. Pemukiman orang Duri terdapat
di kecamatan Baraka, Alla dan Anggeraja yang seluruhnya berjumlah 17 desa.
Mereka tinggal dekat dengan jalan yang dapat dilalui mobil. Hanya sedikit yang
bermukim di daerah pegunungan yang tinggi. Dapat dikatakan 85% dari orang Duri
tinggal di pedesaan. Ciri khas masyarakatnya adalah perantau. Banyak orang Duri
terutama laki-laki, yang berimigrasi ke Pare-Pare, Toraja, Ujung Pandang,
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Kalimantan, Sumatra, Maluku, Irian Jaya dan
Malaysia.
SOSIAL BUDAYA
Mata pencaharian sebagian besar suku
Duri adalah bertani. Selain itu, ada juga yang berkebun, berternak dan membuat
barang kerajinan. Hasil pertanian mereka cukup beragam, tetapi yang terutama
adalah bawang merah. Suku Duri juga membuat keju secara tradisional yang
disebut dangke. Diolah dari susu sapi dan kerbau ditambah sari buah atau daun
pepaya.
Orang Duri memiliki sifat
kekeluargaan dan gotong royong yang tinggi. Dahulu, mereka mengenal adanya
status sosial dari kaum bangsawan, rakyat biasa dan budak. Sekarang ini,
pembedaa itu sudah tidak terlihat lagi. Dalam masyarat Duri sekarang ini,
status sosial lebih ditentukan dari tingkat pendidikan dan kekayaan, yang
terlihat dari jumlah kerbau, tanah, emas yang dimiliki serta rumah yang bagus.
Umumnya, mereka yang berpendidikan pindah ke kota.
Dalam hal pendidikan, suku Duri
bersikap terbuka. Juga terhadap hal-hal yang dapat berguna untuk meningkatkan
taraf hidup. Bahasa Indonesia sudah diajarkan di sekolah-sekolah dasar. Orang
membaca, tetapi sedikit sekali buku-buku yang tersedia dalam bahasa mereka.
AGAMA/KEPERCAYAAN
Hampir semua orang Duri beragama
Islam. Hanya sedikit yang masih mempertahankan kepercayaan animisme, yang
disebut Alu'Tojolo. Di Baraka, pengikut animisme mengadakan pertemuan secara
teratur 1-2 kali dalam sebulan. Orang Duri memelihara adat, tetap
mempertahankan kerukunan, dan setia terhadap ajaran nenek moyang.
KEBUTUHAN
Suku Duri memiliki hasil pertanian
yang cukup beragam, namun hanya sekit berdampak pada perekonomian mereka.
Mereka membutuhkan sarana jalan untuk memperlancar distribusi hasil tani yang
akan dijual. Saat ini sekitar 60% desa-desa belum memiliki sarana jalan yang
memadai. Akibatnya distribusi hasil-hasil mereka menjadi mahal dan memakan
waktu yang lama. Penyuluhan pertanian untuk mengolah lahan yang kurang subur,
bantuan modal, dan pendistribusian sangat dibutuhkan. Hasil dangke (keju) yang
unik juga dapat dikembangkan dengan pengolahan secara industri dan kemasan yang
lebih menarik. Di samping itu, kesehatan dan gizi anak-anak membutuhkan
perhatian pula. Melihat minat baca yang tinggi, maka wawasan, pengetahuan dan
ketrampilan dapat diajarkan melalui literatur dalam bahasa mereka. Karena itu,
perlu penyediaan bahan-bahan bacaan dalam bahasa Duri.
POKOK DOA
Kemudian daripada itu aku melihat :
sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhintung
banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan
takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun
palem di tangan mereka. Dan dengan suara nyaring mereka berseru :
"Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba
!" (\\/TB #Wahyu 7:9-10*\\)
- Berdoa agar Tuhan mencurahkan
Roh Kudus, berkat dan kasihNya di tengah-tengah suku Duri, agar terang dan
kemuliaan Tuhan bercahaya di atasnya. Berdoa agar hati mereka disentuh
oleh kasih Tuhan melalui berbagai cara dan mereka yang berseru kepada nama
Tuhan akan diselamatkan.
- Berdoa agar Tuhan yang empunya
tuaian membangkitkan gerejaNya untuk bersatu dan bekerjasama, menyediakan
pekerja : pendoa syafaat, penerjemah Alkitab, kaum profesional, penabur
dan penuai untuk memberkati dan meningkatkan kesejahteraan hidup suku Duri
- Berdoa bagi adanya lembaga
& gereja yang digerakkan oleh Tuhan untuk mengadopsi suku Duri yang
juga berbeban dalam meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.
SUKU TOMINI
Sulawesi
Sulawesi
Letak
|
:
|
Sulawesi
|
Populasi
|
:
|
44.000 jiwa
|
Bahasa
|
:
|
Tomini
|
Anggota Gereja
|
:
|
0
|
Alkitab dalam bahasa Tomini
|
:
|
Tidak Ada
|
Film Yesus dalam bahasa Tomini
|
:
|
Tidak Ada
|
Siaran radio pelayanan dalam
bahasa Tomini
|
:
|
Tidak Ada
|
Suku Tomini berdiam di sebelah barat
laut Pulau Sulawesi. Mereka menggunakan bahasa Tomini, namun berbagai sub-suku
Tomini ini memakai bahasa yang berbeda-beda, akibat interaksi dengan berbagai
suku, melalui perdagangan.
SOSIAL BUDAYA
Pada jaman dahulu, Tomini diperintah
oleh Kesultanan, yang berarti setiap suku dikepalai oleh seorang pemimpin
secara turun temurun beserta dengan para pembantunya. Pada waktu itu ada 4
kelas dalam masyarakat : kelompok raja, kaum bangsawan, orang awam, dan budak.
Suku Tomini di pesisir bercocok
tanam menghasilkan cengkeh dan kopra. Beberapa di antara mereka mencari nafkah
sebagai pedagang, penebangan kayu atau pelaut. Orang Tomini di pegunungan
bertanam padi dan jagung. Mereka juga mengumpulkan rotan untuk dijual di daerah
pesisir.
Perkampungan Tomini terdiri dari
rumah-rumah kecil yang dibangun di atas tiang-tiang (rumah panggung), yang
berlokasi di sepanjang garis pantai pulau ini.
Pola perkawinan mereka mengikuti pola
perkawinan Islam. Seorang perantara merundingkan mas kawin untuk mempelai
wanita yang tergantung dari status sosial gadis tersebut.
Pernikahan antar sepupu bida
diterima; dan poligami diijinkan walau tidak banyak dilakukan. Setelah menikah,
pasangan pengantin biasanya tinggal dengan keluarga besar mereka, sampai anak
pertama lahir.
AGAMA/KEPERCAYAAN
Orang Tomini penganut Islam Sunni,
suatu aliran agama Islam yang berpegang pada tradisi ortodoks, walau banyak di
antara mereka dalam praktek keIslamannya tidak begitu keras seperti orang-orang
Muslim di negara-negara Arab. Di daerah-daerah terpencil di Sulawesi, ada juga
orang Tomini yang mengikut praktek kepercayaan dengan mencampur pemujaan
terhadap leluhur dan alam dengan Islam dan Kristen. Sedang di daerah-daerah
pedalaman di pegunungan, ada juga kelompok-kelompok orang Tomini yang
mempraktekkan animisme. Mereka mempercayai bahwa alam dan benda-benda mati itu
mempunyai roh. Orang Tomini yang menganut animisme ini dikenal sebagai suku
terasing.
KEBUTUHAN
Saat ini suku Tomini membutuhkan
sarana dan prasarana yang baik untuk memasarkan hasil-hasil perkebunan mereka
(cengkeh, kopra, rotan). Suku ini juga membutuhkan usaha-usaha perbaikan sistem
perekonomian yang sempat rusak akibat pemberontakan Permesta di masa lalu.
POKOK DOA
Kemudian daripada itu aku melihat :
sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhintung
banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan
takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun
palem di tangan mereka. Dan dengan suara nyaring mereka berseru :
"Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba
!" (\\/TB #Wahyu 7:9-10*\\)
- Berdoa agar Tuhan mencurahkan
Roh Kudus, berkat dan kasihNya di tengah-tengah suku Tomini, agar terang
dan kemuliaan Tuhan bercahaya di atasnya. Berdoa agar hati mereka disentuh
oleh kasih Tuhan melalui berbagai cara dan mereka yang berseru kepada nama
Tuhan akan diselamatkan.
- Berdoa agar Tuhan yang empunya
tuaian membangkitkan gerejaNya untuk bersatu dan bekerjasama, menyediakan
pekerja : pendoa syafaat, penerjemah Alkitab, kaum profesional, penabur
dan penuai untuk memberkati dan meningkatkan kesejahteraan hidup suku
Tomini
- Berdoa bagi adanya lembaga
& gereja yang digerakkan oleh Tuhan untuk mengadopsi suku Tomini yang
juga berbeban dalam meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.
SUKU KAYU AGUNG
Sumatera Selatan
Sumatera Selatan
Letak
|
:
|
Sumatera Selatan
|
Populasi
|
:
|
45.000 jiwa
|
Bahasa
|
:
|
Kayu agung, Ogan
|
Anggota Gereja
|
:
|
5 (0,01%)
|
Alkitab dalam bahasa Kayu Agung
|
:
|
Tidak Ada
|
Film Yesus dalam bahasa Kayu Agung
|
:
|
Tidak Ada
|
Siaran radio pelayanan dalam
bahasa Kayu Agung
|
:
|
Tidak Ada
|
Suku Kayu Agung berdomisili di
Sumatera Selatan, tepatnya di Kabupaten Ogan Komering Ilir dengan ibukotanya
Kayu Agung. Wilayah ini dialiri sungai Komering. Bahasanya terdiri atas dua
dialek, yaitu dialek Kayu Agung dan dialek Ogan.
SOSIAL BUDAYA
Mata pencaharian suku ini bertani,
berdagang, dan membuat gerabah dari tanah liat. Bentuk pertanian kebanyakan
bersawah tahunan karena daerahnya terdiri dari rawa-rawa. Jadi sawah hanya
dikerjakan saat musim hujan. Tehnik pengolahan tanah adalah sebagai berikut :
pertama-tama rumput dibersihkan/dibabat dan setelah air sawah tinggal sedikit
baru padi ditanam. Pekerjaan membersihkan rumput umumnya dilakukan laki-laki,
namun saat panen dikerjakan secara gotong royong.
Garis keturunan suku ini ditarik
secara bilateral (dari ayah atau ibu). Susunan kemasyarakatan sangat
dipengaruhi adat Simbur Cahaya, yaitu sistem kemasyarakatan berdasarkan
undang-undang Kerajaan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang. Dalam adat Simbur
Cahaya ini, masyarakat dibagi atas tiga golongan bangsawan, rakyat biasa, dan
rakyat jelat. Tiap warga masyarakat wajib bekerja bakti (gate atau mata gawe)
untuk kepentingan dusun, marga, dan istana. Setiap penduduk yang dapat bekerja,
sudah kawin, dan memiliki rumah sendiri harus memenuhi kewajiban-kewajibannya
terhadap raja, yang berupa wahib pajak dan wajib dinas. Keputusan-keputusan
terhadap perkara-perkara adat diambil dengan mengadakan rapat adat menurut
tingkatannya, yaitu rapat dusun, rapat kampung, rapat marga, rapat kecil, dan
rapat besar. Rapat dusun dan rapat kampung dipimpin oleh pasirah atau depati.
Rapat kecil diadakan oleh beberapa marga yang terlibat dalam satu masalah.
Rapat besar ditangani oleh tumenggung atau rangga. Adat istiadat suku ini
meliputi banyak upacara tradisional, mulai dari adat kelahiran, meminang,
perkawinan, khitanan, sampai dengan adat kematian. Bentuk kesenian khas daerah
terdiri dari: tarian adat, permainan gurdah, rebana, kasidah, dll.
AGAMA/KEPERCAYAAN
Suku Kayu Agung mayoritas beragama
Islam, tetapi mereka juga mempertahankan kepercayaan lama, yaitu kepercayaan
mengenai dunia roh. Suku Kayu Agung percaya bahwa roh-roh nenek moyang dapat
mengganggu manusia. Oleh karena itu, sebelum mayat dikubur harus dimandikan
dengan bunga-bunga supaya arwah roh yang mati lupa jalan ke rumahnya. Mereka juga
percaya akan dukun yang membantu dalam upacara pertanian, baik saat menanam
maupun saat panen. Selain itu ada tempat-tempat keramat yang mereka anggap
sebagai tempat bersemayamnya para arwah.
KEBUTUHAN
KEBUTUHAN suku Kayu Agung ini yang
mendesak adalah penerapan teknologi pertanian yang tepat untuk kondisi tanah
yang berawa-rawa. Dibutuhkan juga pembinaan masyarakat untuk menemukan
alternatif sumber pemenuhan KEBUTUHAN hidup, seperti peningkatan hasil
kerajinan tangan dari tanah liat (keramik/gerabah) agar bisa lebih memiliki
nilai jual yang layak.
POKOK DOA
Kemudian daripada itu aku melihat :
sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhintung
banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan
takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun
palem di tangan mereka. Dan dengan suara nyaring mereka berseru :
"Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba
!" (\\/TB #Wahyu 7:9-10*\\)>
- Berdoa agar Tuhan mencurahkan
Roh Kudus, berkat dan kasihNya di tengah-tengah suku Kayu Agung, agar
terang dan kemuliaan Tuhan bercahaya di atasnya. Berdoa agar hati mereka
disentuh oleh kasih Tuhan melalui berbagai cara dan mereka yang berseru
kepada nama Tuhan akan diselamatkan.
- Berdoa agar Tuhan yang empunya
tuaian membangkitkan gerejaNya untuk bersatu dan bekerjasama, menyediakan
pekerja : pendoa syafaat, penerjemah Alkitab, kaum profesional, penabur
dan penuai untuk memberkati dan meningkatkan kesejahteraan hidup suku Kayu
Agung
- Berdoa bagi adanya lembaga
& gereja yang digerakkan oleh Tuhan untuk mengadopsi suku Kayu Agung
yang juga berbeban dalam meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.
4. SUKU KAUR
Bengkulu
Bengkulu
Letak
|
:
|
Bengkulu
|
Populasi
|
:
|
100.000 jiwa
|
Bahasa
|
:
|
Kaur
|
Anggota Gereja
|
:
|
0 (0%)
|
Alkitab dalam bahasa Kaur
|
:
|
Tidak Ada
|
Film Yesus dalam bahasa Kaur
|
:
|
Tidak Ada
|
Siaran radio pelayanan dalam
bahasa Kaur
|
:
|
Tidak Ada
|
5.
Suku Kaur berdiam di daerah Bintuhan,
Kecamatan Kaur Selatan, Tanjungiman, Kecamatan Kaur Tengah dan Padangguci,
kecamatan Kaur Utara, dipinggir pantai samudra Indonesia, Kabupaten Bengkulu
Selatan, Propinsi Bengkulu. Daerah kediaman orang Kaur berdekatan dengan
kediaman orang Serawai & Pasemah. Mereka memiliki bahasa sendiri, yakni
bahasa Kaur, yang tergolong rumpun bahasa Melayu.
6.
SOSIAL
BUDAYA
7.
Mata
pencaharian pokoknya ialah menanam padi. Selain itu, daerah ini terkenal dengan
hasil cengkeh dan ladanya. Sebagian usaha tambahan mereka beternak, menangkap
ikan, dan berdagang. Kaum pria bekerja di ladang sementara kaum wanita mengurus
rumah tangga. Biasanya, sesudah panen padi, mereka menanam buah-buahan seperti
durian & mangga.
8.
Kaum
wanita suku Kaur di desa Gedung Sako Senahak, masih menyusui bayinya di tempat
umum sekalipun. Pada dasarnya mereka orang-orang yang menjaga kebersihan dan
berpakaian dengan pantas. Suku Kaur tinggal di rumah batu beratapkan seng.
Listrik sudah tersedia. Uniknya rumah-rumah itu semuanya di cat biru &
putih. Perapian biasanya digunakan untuk memasak dan sumur terlihat dihalaman
belakang, demikian, juga ayam, bebek dan sapi terlihat berlarian di sekitar
tempat itu. "Gotong royong" dan pelayanan masyarakat dilakukan di
desa ini, misalnya: anda bisa meminta tolong untuk membantu panen dan lain kali
anda yang menolong orang lain.
9.
Orang
Kaur tidak diperbolehkan menikahi orang dari klen lain. Tetapi bisa menikah
dengan orang Kaur dari desa lain. Pernikahan hanya bisa terjadi sesudah
perayaan Panen Padi. Usia pernikahan umumnya 20 tahun untuk pria dan 15 - 16
tahun untuk wanita. Jika mempelai laki-laki ingin mempelai wanitanya tinggal
bersama keluarga mempelai laki-laki, dia harus membayar keluarga mempelai
wanita Rp. 50.000, dan jika mempelai pria harus tinggal di rumah mempelai
wanita, orang tua mempelai wanita hanya diwajibkan memberikan kenang-kenangan
kepada pihak laki-laki.
10. Generasi tua suku Kaur biasanya
memiliki rata-rata 13 anak dalam tiap keluarga tetapi sekarang dengan adanya
Program KB dari Pemerintah mereka hanya memiliki 3 anak.
11.
AGAMA/KEPERCAYAAN
12. Suku Kaur 100% penganut agama Islam.
Di setiap desa setidaknya ada satu atau dua mesjid. Anak-anak umumnya
bersekolah di sekolah Islam (madrasah). Di sekolah pemerintah diajarkan bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris.
13.
KEBUTUHAN
14. Saat ini, suku Kaur membutuhkan teknologi
untuk meningkatkan hasil pertanian, sehingga produksi mereka bisa untuk
dikonsumsi sendiri maupun untuk diperdagangkan. Pembudidayaan buah-buahan
seperti mangga dan durian juga sangat diharapkan, sehingga bisa meningkatkan
penghasilan mereka.
SUKU DAYAK LAWANGAN
Kalimantan tengah
Kalimantan tengah
Letak
|
:
|
Kalimantan Tengah
|
Populasi
|
:
|
100.000 jiwa
|
Bahasa
|
:
|
Dayak Lawangan
|
Anggota Gereja
|
:
|
50 (0,05%)
|
Alkitab dalam bahasa Dayak
Lawangan
|
:
|
Tidak Ada
|
Film Yesus dalam bahasa Dayak
Lawangan
|
:
|
Tidak Ada
|
Siaran radio pelayanan dalam
bahasa Lawangan
|
:
|
Tidak Ada
|
Suku Dayak Lawangan atau Luangan
adalah sekelompok masyarakat yang bermukim di Kalimantan Tengah. Kata Lawangan
berasal dari kata lobang. Ini memberi petunjuk bahwa nenek moyang orang
Lawangan dahulu tinggal di gua-gua di kaki gunung yang bernama Gunung Luang.
Orang Lawangan berdiam pada tujuh kecamatan yang termasuk wilayah Kabupaten
Barito Selatan (Kecamatan Dusun Tengah dan Pematang Karau) dan Barito Utara
(Kecamatan Gunung Purei, Montalat, Gunung Timang, Teweh, Timur dan Teweh
Tengah). Asal usul suku dayak berasal dari Asia Barat yaitu orang-orang
Mongolioid yang masuk ke nusantara bagian barat melalui kota pantai yang
sekarang dikenal sebagai Martapura (Kalimatan Selatan). Suku Dayak terbagi menjadi
empat bagian besar, yaitu : suku Dayak Ngayu, Dayak Ot-Danom, Dayak Lawangan
dan Dayak Ma,anyan. Suku Dayak Lawangan terbagi atas 7 suku kecil yang mendiami
dusun-dusun Tabalong, sepanjang anak-anak sungai Mahakam dan meliputi beberapa
bagian yang bergunung-gunung, yaitu di sebelah timur sungai Barito dan
merupakan deretan Pegunungan Maratus Bebaris.
SOSIAL BUDAYA
Mata pencaharian orang Lawangan
adalah berburu, meramu, perikanan, bercocok tanam, peternakan, kerajinan dan
sekarang banyak yang berdagang. Mereka juga mengusahakan perkebunan karet dan
kopi. Tanah yang berbukit-bukit membuat orang Dayak Lawangan biasa berjalan
kaki berjam-jam untuk mencapai lahan pertanian mereka. Orang Dayak Lawangan
bermukim di tengah-tengah daratan selain di tepi sungai. Secara keseluruhan,
sistem pengetahuan orang dayak pada umumnya dikaitkan dengan kepercayaan akan
roh. Demikian juga hasil-hasil seni dan budaya mereka berhubungan dengan
kepercayaan mereka. suku Dayak lawangan juga mengenal upacara-upacara adat,
seperti mencari jodoh, pernikahan, kehamilan, kelahiran anak, sunatan pada usia
7 tahun, orang sakit keras, penguburan, peringatan orang meninggal, hari raya
agama Islam dan Kahariangan. Penting dicatat di sini, Pernikahan antar kerabat
keluarga tidak diperbolehkan.
AGAMA/KEPERCAYAAN
Secara umum, orang Dayak pedalaman
menganut animisme dan agama Kristen, sedangkan yang di daerah pantai menganut
agama Islam. Orang Dayak Lawangan umumnya beragama Kaharingan. Selain itu, ada
juga yang menganut kepercayaan Nyuli yang mendasarkan diri pada ajaran
kebangkitan dari kematian (suli), yaitu unsur yang bertalian dengan agama.
Menurut ajaran Nyuli itu, Bukit Lumut akan melepaskan orang-orang yang sudah
meninggal, yang semuanya akan kembali ke desanya masing-masing dengan membawa
beberapa hal dari akhirat yang akan memulihkan keadaan surga di dunia. Orang
Lawangan juga percaya pada Duus yaitu makhluk yang hidup dan mati mempunyai
jiwa (animisme). Kuburan dipercaya sebagai surga (rumah tulang belulang).
Selain itu, suku Lawangan memuja leluhur sebagai makhluk yang lebih tinggi dan
disebut Duwata. Tiap keluarga memuja Duwatanya sendiri yang bertidak sebagai
dewa rumah, yang mereka namakan Kunau. Pangantuhu, tengkorak manusia adalah
alat untuk memanggil Duwata.
KEBUTUHAN
Mobilitas penduduk yang meningkat
dan terjadinya kontak dengan dunia luar, membawa perubahan-perubahan yang cukup
berarti dalam kehidupan, adat istiadat dan pandangan hidup orang Lawangan.
mereka tidak lagi bersikap tertutup, malahan semakin terbukan terhadap pendatang.
Hal ini mempengaruhi juga sistem pencaharian mereka. Orang Lawangan membutuhkan
pendidikan dan bekal ketrampilan yang meadai untuk meghadapi pelbagai perubahan
yang muncul serta untuk mengatasi kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan.
POKOK DOA
Kemudian daripada itu aku melihat :
sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhintung
banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan
takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun
palem di tangan mereka. Dan dengan suara nyaring mereka berseru :
"Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba
!" (\\/TB #Wahyu 7:9-10*\\)
- Berdoa agar Tuhan mencurahkan
Roh Kudus, berkat dan kasihNya di tengah-tengah suku Dayak Lawangan, agar
terang dan kemuliaan Tuhan bercahaya di atasnya. Berdoa agar hati mereka
disentuh oleh kasih Tuhan melalui berbagai cara dan mereka yang berseru
kepada nama Tuhan akan diselamatkan.
- Berdoa agar Tuhan yang empunya
tuaian membangkitkan gerejaNya untuk bersatu dan bekerjasama, menyediakan
pekerja : pendoa syafaat, penerjemah Alkitab, kaum profesional, penabur
dan penuai untuk memberkati dan meningkatkan kesejahteraan hidup suku
Dayak Lawangan
- Berdoa bagi adanya lembaga
& gereja yang digerakkan oleh Tuhan untuk mengadopsi suku Dayak
Lawangan yang juga berbeban dalam meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.
Jika saudara ingin mengetahui
informasi lebih lanjut, silahkan menghubungi :
PJRN
Kotak Pos 6739/JKUKP - Jakarta 14607
PJRN
Kotak Pos 6739/JKUKP - Jakarta 14607
SUKU MAMUJU
Sulawesi Selatan
Letak
|
:
|
Sulawesi Selatan
|
Populasi
|
:
|
60.000 jiwa
|
Bahasa
|
:
|
Mamuju
|
Anggota Gereja
|
:
|
0 (0%)
|
Alkitab dalam bahasa Mamuju
|
:
|
Tidak Ada
|
Film Yesus dalam bahasa Mamuju
|
:
|
Tidak Ada
|
Siaran radio pelayanan dalam
bahasa Mamuju
|
:
|
Tidak Ada
|
Suku Mamuju mendiami tanah-tanah
pesisir di tepi pantai timur Sulawesi dan lereng-lereng pegunungan di Kabupaten
Mamuju, dari batas sebelah selatan kabupaten ini sampai mulut sungai
Budong-Budong. Daerah pedalaman suku ini dialiri oleh beberapa sungai seperti
sungai Hua, Karamu, Lumu, Budung-budung. Bahasa mereka adalah bahasa Mamuju,
yang memiliki 9 dialek.
SOSIAL BUDAYA
Mata pencaharian utama mereka
bercocok tanam dan menangkap ikan. Mereka mengusahakan perkebunan kopra secara
kecil-kecilan, juga perkebunan coklat, cengkeh, serta menanam jagung dan
singkong di sepanjang garis pesisir. Mereka juga memelihara ternak. Hasil hutan
mereka adalah kayu hitam. Di kota, orang Mamuju bekerja sebagai guru dan
perawat.
Rumah-rumah suku Mamuju di pedesaan
berstruktur sederhana, dindingnya kebanyakan terbuat dari anyaman bambu, dan
beratap daun. Rumah-rumah itu dibangun di atas tiang-tiang.
Suku Mamuju hidup damai dengan
tetangga-tetangga, yang mereka anggap sebagai saudara sendiri. Mereka sering
bekerja sama misalnya dalam membangun rumah, mempersiapkan perayaan-perayaan,
mengeringkan kopra, dll. Orang Mamuju memperlakukan orang-orang asing sebagai
raja, tetapi akan timbul konflik jika harga diri mereka dipermalukan. Banyak
gadis dan wanita memakai anting-anting emas untuk menunjukkan bahwa mereka
tidak miskin. Laki-laki dan wanita tidak pernah berkumpul. Bila mereka
menangkap ikan, laki-laki naik perahu, sedang wanitanya tinggal di pantai.
Suku Mamuju memiliki beberapa macam
pemimpin. Ada yang seperti dukun, yang mencari hari baik untuk melakukan
bermacam-macam hal, seperti misalnya melangsungkan pernikahan. Mereka juga
memiliki pemimpin agama dan pemimpin yang dipilih oleh pemerintah. Pemimpin
agama mempunyai pengaruh yang paling besar. Pemimpin dari pemerintah hanya
berpengaruh bila masyarakat beranggapan dia adalah pemimpin yang baik.
Kepemimpinan di suku Mamuju selalu dipengang kaum pria.
Struktur politik suku Mamuju seperti
piramid, satu pemimpin untuk seluruh propinsi, satu pemimpin untuk kabupaten,
satu untuk kota, dsb. Pada jaman dahulu ada raja, hakim dan tua-tua. Mereka
memiliki 3 kelas dalam masyarakat : pemimpin/pemerintah, kelas menengah, dan
orang biasa.
Orang Mamuju mempunyai
peraturan-peraturan sendiri. Sebagai hukuman, seseorang diharuskan membayar
dengan binatang, misalnya seekor lembu. Pertemuan-pertemuan penting untuk
memberikan informasi biasanya diadakan di mesjid.
Pernikahan di kalangan suku Mamuju
dilakukan atas pilihan sendiri. Para gadis menikah pada usia 16-17 tahun,
sedang laki-laki pada usia 18-20 tahun. Mereka menyukai banyak anak, lazimnya
5-6 anak dalam satu keluarga.
AGAMA/KEPERCAYAAN
Suku Mamuju, hampir semuanya pemeluk
agama Islam. Namun tidak banyak wanita yang mengenakan kerudung. Hampir di
setiap desa terdapat mesjid. Masih nampak pengaruh animisme dalam kehidupan
mereka, seperti : ketakutan mereka terhadap hantu, atau suara burung-burang
tertentu yang mereka anggap hantu atau roh-roh.
KEBUTUHAN
Penyuluhan kesehatan dan penyuluhan
gizi sangat dibutuhkan suku Mamuju untuk mengubah pola hidup mereka yang kurang
bersih dan kurang bergizi (banyak anak kekurangan gizi; angka kematian
anak-anak cukup tinggi). Penyakit malaria juga berjangkit di sini. Orang Mamuju
memiliki sikap positif terhadap pendidikan, namun faktor ekonomi menjadi
penghambat. Oleh karenanya dibutuhkan usaha-usaha meningkatkan maupun
memasarkan hasil-hasil perkebunan mereka yang sebenarnya secara ekonomis
bernilai tinggi. Mereka juga perlu diperlengkapi dengan ketrampilan untuk
mengolah kekayaaan alam yang melimpah ruah baik berupa bahan pangan maupun
bahan industri.
Telp/Fax.
(021) 45843235-42
Tidak ada komentar:
Posting Komentar