Good News

Rabu, 17 Februari 2016

Profil Suku-suku yang lain



SUKU DURI
Sulawesi Selatan
Letak
:
Sulawesi Selatan
Populasi
:
95.000 jiwa
Bahasa
:
Duri
Anggota Gereja
:
475 (0,5%)
Alkitab dalam bahasa Duri
:
sedang dikerjakan (PB)
Film Yesus dalam bahasa Duri
:
Tidak Ada
Siaran radio pelayanan dalam bahasa Duri
:
Tidak Ada
Suku Duri terdapat di Kabupaten Enrekang, di daerah pegunungan yang berhawa sejuk di tengah-tengah Propinsi Sulawesi Selatan, berbatasan dengan Tanah Toraja. Pemukiman orang Duri terdapat di kecamatan Baraka, Alla dan Anggeraja yang seluruhnya berjumlah 17 desa. Mereka tinggal dekat dengan jalan yang dapat dilalui mobil. Hanya sedikit yang bermukim di daerah pegunungan yang tinggi. Dapat dikatakan 85% dari orang Duri tinggal di pedesaan. Ciri khas masyarakatnya adalah perantau. Banyak orang Duri terutama laki-laki, yang berimigrasi ke Pare-Pare, Toraja, Ujung Pandang, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Kalimantan, Sumatra, Maluku, Irian Jaya dan Malaysia.
SOSIAL BUDAYA
Mata pencaharian sebagian besar suku Duri adalah bertani. Selain itu, ada juga yang berkebun, berternak dan membuat barang kerajinan. Hasil pertanian mereka cukup beragam, tetapi yang terutama adalah bawang merah. Suku Duri juga membuat keju secara tradisional yang disebut dangke. Diolah dari susu sapi dan kerbau ditambah sari buah atau daun pepaya.
Orang Duri memiliki sifat kekeluargaan dan gotong royong yang tinggi. Dahulu, mereka mengenal adanya status sosial dari kaum bangsawan, rakyat biasa dan budak. Sekarang ini, pembedaa itu sudah tidak terlihat lagi. Dalam masyarat Duri sekarang ini, status sosial lebih ditentukan dari tingkat pendidikan dan kekayaan, yang terlihat dari jumlah kerbau, tanah, emas yang dimiliki serta rumah yang bagus. Umumnya, mereka yang berpendidikan pindah ke kota.
Dalam hal pendidikan, suku Duri bersikap terbuka. Juga terhadap hal-hal yang dapat berguna untuk meningkatkan taraf hidup. Bahasa Indonesia sudah diajarkan di sekolah-sekolah dasar. Orang membaca, tetapi sedikit sekali buku-buku yang tersedia dalam bahasa mereka.
AGAMA/KEPERCAYAAN
Hampir semua orang Duri beragama Islam. Hanya sedikit yang masih mempertahankan kepercayaan animisme, yang disebut Alu'Tojolo. Di Baraka, pengikut animisme mengadakan pertemuan secara teratur 1-2 kali dalam sebulan. Orang Duri memelihara adat, tetap mempertahankan kerukunan, dan setia terhadap ajaran nenek moyang.
KEBUTUHAN
Suku Duri memiliki hasil pertanian yang cukup beragam, namun hanya sekit berdampak pada perekonomian mereka. Mereka membutuhkan sarana jalan untuk memperlancar distribusi hasil tani yang akan dijual. Saat ini sekitar 60% desa-desa belum memiliki sarana jalan yang memadai. Akibatnya distribusi hasil-hasil mereka menjadi mahal dan memakan waktu yang lama. Penyuluhan pertanian untuk mengolah lahan yang kurang subur, bantuan modal, dan pendistribusian sangat dibutuhkan. Hasil dangke (keju) yang unik juga dapat dikembangkan dengan pengolahan secara industri dan kemasan yang lebih menarik. Di samping itu, kesehatan dan gizi anak-anak membutuhkan perhatian pula. Melihat minat baca yang tinggi, maka wawasan, pengetahuan dan ketrampilan dapat diajarkan melalui literatur dalam bahasa mereka. Karena itu, perlu penyediaan bahan-bahan bacaan dalam bahasa Duri.

POKOK DOA
Kemudian daripada itu aku melihat : sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhintung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka. Dan dengan suara nyaring mereka berseru : "Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba !" (\\/TB #Wahyu 7:9-10*\\)
  1. Berdoa agar Tuhan mencurahkan Roh Kudus, berkat dan kasihNya di tengah-tengah suku Duri, agar terang dan kemuliaan Tuhan bercahaya di atasnya. Berdoa agar hati mereka disentuh oleh kasih Tuhan melalui berbagai cara dan mereka yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan.
  2. Berdoa agar Tuhan yang empunya tuaian membangkitkan gerejaNya untuk bersatu dan bekerjasama, menyediakan pekerja : pendoa syafaat, penerjemah Alkitab, kaum profesional, penabur dan penuai untuk memberkati dan meningkatkan kesejahteraan hidup suku Duri
  3. Berdoa bagi adanya lembaga & gereja yang digerakkan oleh Tuhan untuk mengadopsi suku Duri yang juga berbeban dalam meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.

SUKU TOMINI
Sulawesi
Letak
:
Sulawesi
Populasi
:
44.000 jiwa
Bahasa
:
Tomini
Anggota Gereja
:
0
Alkitab dalam bahasa Tomini
:
Tidak Ada
Film Yesus dalam bahasa Tomini
:
Tidak Ada
Siaran radio pelayanan dalam bahasa Tomini
:
Tidak Ada
Suku Tomini berdiam di sebelah barat laut Pulau Sulawesi. Mereka menggunakan bahasa Tomini, namun berbagai sub-suku Tomini ini memakai bahasa yang berbeda-beda, akibat interaksi dengan berbagai suku, melalui perdagangan.
SOSIAL BUDAYA
Pada jaman dahulu, Tomini diperintah oleh Kesultanan, yang berarti setiap suku dikepalai oleh seorang pemimpin secara turun temurun beserta dengan para pembantunya. Pada waktu itu ada 4 kelas dalam masyarakat : kelompok raja, kaum bangsawan, orang awam, dan budak.
Suku Tomini di pesisir bercocok tanam menghasilkan cengkeh dan kopra. Beberapa di antara mereka mencari nafkah sebagai pedagang, penebangan kayu atau pelaut. Orang Tomini di pegunungan bertanam padi dan jagung. Mereka juga mengumpulkan rotan untuk dijual di daerah pesisir.
Perkampungan Tomini terdiri dari rumah-rumah kecil yang dibangun di atas tiang-tiang (rumah panggung), yang berlokasi di sepanjang garis pantai pulau ini.
Pola perkawinan mereka mengikuti pola perkawinan Islam. Seorang perantara merundingkan mas kawin untuk mempelai wanita yang tergantung dari status sosial gadis tersebut.
Pernikahan antar sepupu bida diterima; dan poligami diijinkan walau tidak banyak dilakukan. Setelah menikah, pasangan pengantin biasanya tinggal dengan keluarga besar mereka, sampai anak pertama lahir.
AGAMA/KEPERCAYAAN
Orang Tomini penganut Islam Sunni, suatu aliran agama Islam yang berpegang pada tradisi ortodoks, walau banyak di antara mereka dalam praktek keIslamannya tidak begitu keras seperti orang-orang Muslim di negara-negara Arab. Di daerah-daerah terpencil di Sulawesi, ada juga orang Tomini yang mengikut praktek kepercayaan dengan mencampur pemujaan terhadap leluhur dan alam dengan Islam dan Kristen. Sedang di daerah-daerah pedalaman di pegunungan, ada juga kelompok-kelompok orang Tomini yang mempraktekkan animisme. Mereka mempercayai bahwa alam dan benda-benda mati itu mempunyai roh. Orang Tomini yang menganut animisme ini dikenal sebagai suku terasing.
KEBUTUHAN
Saat ini suku Tomini membutuhkan sarana dan prasarana yang baik untuk memasarkan hasil-hasil perkebunan mereka (cengkeh, kopra, rotan). Suku ini juga membutuhkan usaha-usaha perbaikan sistem perekonomian yang sempat rusak akibat pemberontakan Permesta di masa lalu.

POKOK DOA
Kemudian daripada itu aku melihat : sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhintung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka. Dan dengan suara nyaring mereka berseru : "Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba !" (\\/TB #Wahyu 7:9-10*\\)
  1. Berdoa agar Tuhan mencurahkan Roh Kudus, berkat dan kasihNya di tengah-tengah suku Tomini, agar terang dan kemuliaan Tuhan bercahaya di atasnya. Berdoa agar hati mereka disentuh oleh kasih Tuhan melalui berbagai cara dan mereka yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan.
  2. Berdoa agar Tuhan yang empunya tuaian membangkitkan gerejaNya untuk bersatu dan bekerjasama, menyediakan pekerja : pendoa syafaat, penerjemah Alkitab, kaum profesional, penabur dan penuai untuk memberkati dan meningkatkan kesejahteraan hidup suku Tomini
  3. Berdoa bagi adanya lembaga & gereja yang digerakkan oleh Tuhan untuk mengadopsi suku Tomini yang juga berbeban dalam meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.
SUKU KAYU AGUNG
Sumatera Selatan
Letak
:
Sumatera Selatan
Populasi
:
45.000 jiwa
Bahasa
:
Kayu agung, Ogan
Anggota Gereja
:
5 (0,01%)
Alkitab dalam bahasa Kayu Agung
:
Tidak Ada
Film Yesus dalam bahasa Kayu Agung
:
Tidak Ada
Siaran radio pelayanan dalam bahasa Kayu Agung
:
Tidak Ada
Suku Kayu Agung berdomisili di Sumatera Selatan, tepatnya di Kabupaten Ogan Komering Ilir dengan ibukotanya Kayu Agung. Wilayah ini dialiri sungai Komering. Bahasanya terdiri atas dua dialek, yaitu dialek Kayu Agung dan dialek Ogan.
SOSIAL BUDAYA
Mata pencaharian suku ini bertani, berdagang, dan membuat gerabah dari tanah liat. Bentuk pertanian kebanyakan bersawah tahunan karena daerahnya terdiri dari rawa-rawa. Jadi sawah hanya dikerjakan saat musim hujan. Tehnik pengolahan tanah adalah sebagai berikut : pertama-tama rumput dibersihkan/dibabat dan setelah air sawah tinggal sedikit baru padi ditanam. Pekerjaan membersihkan rumput umumnya dilakukan laki-laki, namun saat panen dikerjakan secara gotong royong.
Garis keturunan suku ini ditarik secara bilateral (dari ayah atau ibu). Susunan kemasyarakatan sangat dipengaruhi adat Simbur Cahaya, yaitu sistem kemasyarakatan berdasarkan undang-undang Kerajaan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang. Dalam adat Simbur Cahaya ini, masyarakat dibagi atas tiga golongan bangsawan, rakyat biasa, dan rakyat jelat. Tiap warga masyarakat wajib bekerja bakti (gate atau mata gawe) untuk kepentingan dusun, marga, dan istana. Setiap penduduk yang dapat bekerja, sudah kawin, dan memiliki rumah sendiri harus memenuhi kewajiban-kewajibannya terhadap raja, yang berupa wahib pajak dan wajib dinas. Keputusan-keputusan terhadap perkara-perkara adat diambil dengan mengadakan rapat adat menurut tingkatannya, yaitu rapat dusun, rapat kampung, rapat marga, rapat kecil, dan rapat besar. Rapat dusun dan rapat kampung dipimpin oleh pasirah atau depati. Rapat kecil diadakan oleh beberapa marga yang terlibat dalam satu masalah. Rapat besar ditangani oleh tumenggung atau rangga. Adat istiadat suku ini meliputi banyak upacara tradisional, mulai dari adat kelahiran, meminang, perkawinan, khitanan, sampai dengan adat kematian. Bentuk kesenian khas daerah terdiri dari: tarian adat, permainan gurdah, rebana, kasidah, dll.
AGAMA/KEPERCAYAAN
Suku Kayu Agung mayoritas beragama Islam, tetapi mereka juga mempertahankan kepercayaan lama, yaitu kepercayaan mengenai dunia roh. Suku Kayu Agung percaya bahwa roh-roh nenek moyang dapat mengganggu manusia. Oleh karena itu, sebelum mayat dikubur harus dimandikan dengan bunga-bunga supaya arwah roh yang mati lupa jalan ke rumahnya. Mereka juga percaya akan dukun yang membantu dalam upacara pertanian, baik saat menanam maupun saat panen. Selain itu ada tempat-tempat keramat yang mereka anggap sebagai tempat bersemayamnya para arwah.
KEBUTUHAN
KEBUTUHAN suku Kayu Agung ini yang mendesak adalah penerapan teknologi pertanian yang tepat untuk kondisi tanah yang berawa-rawa. Dibutuhkan juga pembinaan masyarakat untuk menemukan alternatif sumber pemenuhan KEBUTUHAN hidup, seperti peningkatan hasil kerajinan tangan dari tanah liat (keramik/gerabah) agar bisa lebih memiliki nilai jual yang layak.

POKOK DOA
Kemudian daripada itu aku melihat : sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhintung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka. Dan dengan suara nyaring mereka berseru : "Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba !" (\\/TB #Wahyu 7:9-10*\\)>
  1. Berdoa agar Tuhan mencurahkan Roh Kudus, berkat dan kasihNya di tengah-tengah suku Kayu Agung, agar terang dan kemuliaan Tuhan bercahaya di atasnya. Berdoa agar hati mereka disentuh oleh kasih Tuhan melalui berbagai cara dan mereka yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan.
  2. Berdoa agar Tuhan yang empunya tuaian membangkitkan gerejaNya untuk bersatu dan bekerjasama, menyediakan pekerja : pendoa syafaat, penerjemah Alkitab, kaum profesional, penabur dan penuai untuk memberkati dan meningkatkan kesejahteraan hidup suku Kayu Agung
  3. Berdoa bagi adanya lembaga & gereja yang digerakkan oleh Tuhan untuk mengadopsi suku Kayu Agung yang juga berbeban dalam meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.
4.      SUKU KAUR
Bengkulu
Letak
:
Bengkulu
Populasi
:
100.000 jiwa
Bahasa
:
Kaur
Anggota Gereja
:
0 (0%)
Alkitab dalam bahasa Kaur
:
Tidak Ada
Film Yesus dalam bahasa Kaur
:
Tidak Ada
Siaran radio pelayanan dalam bahasa Kaur
:
Tidak Ada
5.      Suku Kaur berdiam di daerah Bintuhan, Kecamatan Kaur Selatan, Tanjungiman, Kecamatan Kaur Tengah dan Padangguci, kecamatan Kaur Utara, dipinggir pantai samudra Indonesia, Kabupaten Bengkulu Selatan, Propinsi Bengkulu. Daerah kediaman orang Kaur berdekatan dengan kediaman orang Serawai & Pasemah. Mereka memiliki bahasa sendiri, yakni bahasa Kaur, yang tergolong rumpun bahasa Melayu.
6.      SOSIAL BUDAYA
7.      Mata pencaharian pokoknya ialah menanam padi. Selain itu, daerah ini terkenal dengan hasil cengkeh dan ladanya. Sebagian usaha tambahan mereka beternak, menangkap ikan, dan berdagang. Kaum pria bekerja di ladang sementara kaum wanita mengurus rumah tangga. Biasanya, sesudah panen padi, mereka menanam buah-buahan seperti durian & mangga.
8.      Kaum wanita suku Kaur di desa Gedung Sako Senahak, masih menyusui bayinya di tempat umum sekalipun. Pada dasarnya mereka orang-orang yang menjaga kebersihan dan berpakaian dengan pantas. Suku Kaur tinggal di rumah batu beratapkan seng. Listrik sudah tersedia. Uniknya rumah-rumah itu semuanya di cat biru & putih. Perapian biasanya digunakan untuk memasak dan sumur terlihat dihalaman belakang, demikian, juga ayam, bebek dan sapi terlihat berlarian di sekitar tempat itu. "Gotong royong" dan pelayanan masyarakat dilakukan di desa ini, misalnya: anda bisa meminta tolong untuk membantu panen dan lain kali anda yang menolong orang lain.
9.      Orang Kaur tidak diperbolehkan menikahi orang dari klen lain. Tetapi bisa menikah dengan orang Kaur dari desa lain. Pernikahan hanya bisa terjadi sesudah perayaan Panen Padi. Usia pernikahan umumnya 20 tahun untuk pria dan 15 - 16 tahun untuk wanita. Jika mempelai laki-laki ingin mempelai wanitanya tinggal bersama keluarga mempelai laki-laki, dia harus membayar keluarga mempelai wanita Rp. 50.000, dan jika mempelai pria harus tinggal di rumah mempelai wanita, orang tua mempelai wanita hanya diwajibkan memberikan kenang-kenangan kepada pihak laki-laki.
10.  Generasi tua suku Kaur biasanya memiliki rata-rata 13 anak dalam tiap keluarga tetapi sekarang dengan adanya Program KB dari Pemerintah mereka hanya memiliki 3 anak.
11.  AGAMA/KEPERCAYAAN
12.  Suku Kaur 100% penganut agama Islam. Di setiap desa setidaknya ada satu atau dua mesjid. Anak-anak umumnya bersekolah di sekolah Islam (madrasah). Di sekolah pemerintah diajarkan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
13.  KEBUTUHAN
14.  Saat ini, suku Kaur membutuhkan teknologi untuk meningkatkan hasil pertanian, sehingga produksi mereka bisa untuk dikonsumsi sendiri maupun untuk diperdagangkan. Pembudidayaan buah-buahan seperti mangga dan durian juga sangat diharapkan, sehingga bisa meningkatkan penghasilan mereka.

SUKU DAYAK LAWANGAN
Kalimantan tengah
Letak
:
Kalimantan Tengah
Populasi
:
100.000 jiwa
Bahasa
:
Dayak Lawangan
Anggota Gereja
:
50 (0,05%)
Alkitab dalam bahasa Dayak Lawangan
:
Tidak Ada
Film Yesus dalam bahasa Dayak Lawangan
:
Tidak Ada
Siaran radio pelayanan dalam bahasa Lawangan
:
Tidak Ada
Suku Dayak Lawangan atau Luangan adalah sekelompok masyarakat yang bermukim di Kalimantan Tengah. Kata Lawangan berasal dari kata lobang. Ini memberi petunjuk bahwa nenek moyang orang Lawangan dahulu tinggal di gua-gua di kaki gunung yang bernama Gunung Luang. Orang Lawangan berdiam pada tujuh kecamatan yang termasuk wilayah Kabupaten Barito Selatan (Kecamatan Dusun Tengah dan Pematang Karau) dan Barito Utara (Kecamatan Gunung Purei, Montalat, Gunung Timang, Teweh, Timur dan Teweh Tengah). Asal usul suku dayak berasal dari Asia Barat yaitu orang-orang Mongolioid yang masuk ke nusantara bagian barat melalui kota pantai yang sekarang dikenal sebagai Martapura (Kalimatan Selatan). Suku Dayak terbagi menjadi empat bagian besar, yaitu : suku Dayak Ngayu, Dayak Ot-Danom, Dayak Lawangan dan Dayak Ma,anyan. Suku Dayak Lawangan terbagi atas 7 suku kecil yang mendiami dusun-dusun Tabalong, sepanjang anak-anak sungai Mahakam dan meliputi beberapa bagian yang bergunung-gunung, yaitu di sebelah timur sungai Barito dan merupakan deretan Pegunungan Maratus Bebaris.
SOSIAL BUDAYA
Mata pencaharian orang Lawangan adalah berburu, meramu, perikanan, bercocok tanam, peternakan, kerajinan dan sekarang banyak yang berdagang. Mereka juga mengusahakan perkebunan karet dan kopi. Tanah yang berbukit-bukit membuat orang Dayak Lawangan biasa berjalan kaki berjam-jam untuk mencapai lahan pertanian mereka. Orang Dayak Lawangan bermukim di tengah-tengah daratan selain di tepi sungai. Secara keseluruhan, sistem pengetahuan orang dayak pada umumnya dikaitkan dengan kepercayaan akan roh. Demikian juga hasil-hasil seni dan budaya mereka berhubungan dengan kepercayaan mereka. suku Dayak lawangan juga mengenal upacara-upacara adat, seperti mencari jodoh, pernikahan, kehamilan, kelahiran anak, sunatan pada usia 7 tahun, orang sakit keras, penguburan, peringatan orang meninggal, hari raya agama Islam dan Kahariangan. Penting dicatat di sini, Pernikahan antar kerabat keluarga tidak diperbolehkan.
AGAMA/KEPERCAYAAN
Secara umum, orang Dayak pedalaman menganut animisme dan agama Kristen, sedangkan yang di daerah pantai menganut agama Islam. Orang Dayak Lawangan umumnya beragama Kaharingan. Selain itu, ada juga yang menganut kepercayaan Nyuli yang mendasarkan diri pada ajaran kebangkitan dari kematian (suli), yaitu unsur yang bertalian dengan agama. Menurut ajaran Nyuli itu, Bukit Lumut akan melepaskan orang-orang yang sudah meninggal, yang semuanya akan kembali ke desanya masing-masing dengan membawa beberapa hal dari akhirat yang akan memulihkan keadaan surga di dunia. Orang Lawangan juga percaya pada Duus yaitu makhluk yang hidup dan mati mempunyai jiwa (animisme). Kuburan dipercaya sebagai surga (rumah tulang belulang). Selain itu, suku Lawangan memuja leluhur sebagai makhluk yang lebih tinggi dan disebut Duwata. Tiap keluarga memuja Duwatanya sendiri yang bertidak sebagai dewa rumah, yang mereka namakan Kunau. Pangantuhu, tengkorak manusia adalah alat untuk memanggil Duwata.
KEBUTUHAN
Mobilitas penduduk yang meningkat dan terjadinya kontak dengan dunia luar, membawa perubahan-perubahan yang cukup berarti dalam kehidupan, adat istiadat dan pandangan hidup orang Lawangan. mereka tidak lagi bersikap tertutup, malahan semakin terbukan terhadap pendatang. Hal ini mempengaruhi juga sistem pencaharian mereka. Orang Lawangan membutuhkan pendidikan dan bekal ketrampilan yang meadai untuk meghadapi pelbagai perubahan yang muncul serta untuk mengatasi kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan.

POKOK DOA
Kemudian daripada itu aku melihat : sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhintung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka. Dan dengan suara nyaring mereka berseru : "Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba !" (\\/TB #Wahyu 7:9-10*\\)
  1. Berdoa agar Tuhan mencurahkan Roh Kudus, berkat dan kasihNya di tengah-tengah suku Dayak Lawangan, agar terang dan kemuliaan Tuhan bercahaya di atasnya. Berdoa agar hati mereka disentuh oleh kasih Tuhan melalui berbagai cara dan mereka yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan.
  2. Berdoa agar Tuhan yang empunya tuaian membangkitkan gerejaNya untuk bersatu dan bekerjasama, menyediakan pekerja : pendoa syafaat, penerjemah Alkitab, kaum profesional, penabur dan penuai untuk memberkati dan meningkatkan kesejahteraan hidup suku Dayak Lawangan
  3. Berdoa bagi adanya lembaga & gereja yang digerakkan oleh Tuhan untuk mengadopsi suku Dayak Lawangan yang juga berbeban dalam meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.
Jika saudara ingin mengetahui informasi lebih lanjut, silahkan menghubungi :
PJRN
Kotak Pos 6739/JKUKP - Jakarta 14607

SUKU MAMUJU
Sulawesi Selatan
Letak
:
Sulawesi Selatan
Populasi
:
60.000 jiwa
Bahasa
:
Mamuju
Anggota Gereja
:
0 (0%)
Alkitab dalam bahasa Mamuju
:
Tidak Ada
Film Yesus dalam bahasa Mamuju
:
Tidak Ada
Siaran radio pelayanan dalam bahasa Mamuju
:
Tidak Ada
Suku Mamuju mendiami tanah-tanah pesisir di tepi pantai timur Sulawesi dan lereng-lereng pegunungan di Kabupaten Mamuju, dari batas sebelah selatan kabupaten ini sampai mulut sungai Budong-Budong. Daerah pedalaman suku ini dialiri oleh beberapa sungai seperti sungai Hua, Karamu, Lumu, Budung-budung. Bahasa mereka adalah bahasa Mamuju, yang memiliki 9 dialek.
SOSIAL BUDAYA
Mata pencaharian utama mereka bercocok tanam dan menangkap ikan. Mereka mengusahakan perkebunan kopra secara kecil-kecilan, juga perkebunan coklat, cengkeh, serta menanam jagung dan singkong di sepanjang garis pesisir. Mereka juga memelihara ternak. Hasil hutan mereka adalah kayu hitam. Di kota, orang Mamuju bekerja sebagai guru dan perawat.
Rumah-rumah suku Mamuju di pedesaan berstruktur sederhana, dindingnya kebanyakan terbuat dari anyaman bambu, dan beratap daun. Rumah-rumah itu dibangun di atas tiang-tiang.
Suku Mamuju hidup damai dengan tetangga-tetangga, yang mereka anggap sebagai saudara sendiri. Mereka sering bekerja sama misalnya dalam membangun rumah, mempersiapkan perayaan-perayaan, mengeringkan kopra, dll. Orang Mamuju memperlakukan orang-orang asing sebagai raja, tetapi akan timbul konflik jika harga diri mereka dipermalukan. Banyak gadis dan wanita memakai anting-anting emas untuk menunjukkan bahwa mereka tidak miskin. Laki-laki dan wanita tidak pernah berkumpul. Bila mereka menangkap ikan, laki-laki naik perahu, sedang wanitanya tinggal di pantai.
Suku Mamuju memiliki beberapa macam pemimpin. Ada yang seperti dukun, yang mencari hari baik untuk melakukan bermacam-macam hal, seperti misalnya melangsungkan pernikahan. Mereka juga memiliki pemimpin agama dan pemimpin yang dipilih oleh pemerintah. Pemimpin agama mempunyai pengaruh yang paling besar. Pemimpin dari pemerintah hanya berpengaruh bila masyarakat beranggapan dia adalah pemimpin yang baik. Kepemimpinan di suku Mamuju selalu dipengang kaum pria.
Struktur politik suku Mamuju seperti piramid, satu pemimpin untuk seluruh propinsi, satu pemimpin untuk kabupaten, satu untuk kota, dsb. Pada jaman dahulu ada raja, hakim dan tua-tua. Mereka memiliki 3 kelas dalam masyarakat : pemimpin/pemerintah, kelas menengah, dan orang biasa.
Orang Mamuju mempunyai peraturan-peraturan sendiri. Sebagai hukuman, seseorang diharuskan membayar dengan binatang, misalnya seekor lembu. Pertemuan-pertemuan penting untuk memberikan informasi biasanya diadakan di mesjid.
Pernikahan di kalangan suku Mamuju dilakukan atas pilihan sendiri. Para gadis menikah pada usia 16-17 tahun, sedang laki-laki pada usia 18-20 tahun. Mereka menyukai banyak anak, lazimnya 5-6 anak dalam satu keluarga.
AGAMA/KEPERCAYAAN
Suku Mamuju, hampir semuanya pemeluk agama Islam. Namun tidak banyak wanita yang mengenakan kerudung. Hampir di setiap desa terdapat mesjid. Masih nampak pengaruh animisme dalam kehidupan mereka, seperti : ketakutan mereka terhadap hantu, atau suara burung-burang tertentu yang mereka anggap hantu atau roh-roh.
KEBUTUHAN
Penyuluhan kesehatan dan penyuluhan gizi sangat dibutuhkan suku Mamuju untuk mengubah pola hidup mereka yang kurang bersih dan kurang bergizi (banyak anak kekurangan gizi; angka kematian anak-anak cukup tinggi). Penyakit malaria juga berjangkit di sini. Orang Mamuju memiliki sikap positif terhadap pendidikan, namun faktor ekonomi menjadi penghambat. Oleh karenanya dibutuhkan usaha-usaha meningkatkan maupun memasarkan hasil-hasil perkebunan mereka yang sebenarnya secara ekonomis bernilai tinggi. Mereka juga perlu diperlengkapi dengan ketrampilan untuk mengolah kekayaaan alam yang melimpah ruah baik berupa bahan pangan maupun bahan industri.
Telp/Fax. (021) 45843235-42


Tidak ada komentar:

Posting Komentar