Good News

Rabu, 17 Februari 2016

Ringkasan Cara Khotbah yang Baik Haddon W. Robinson (Bab IV) oleh Wahyudy S.

BAB IV
LANGKAH DARI TEKS MENUJU KHOTBAH

Tahap 4: Masukkan Ide Eksegesis Pada Tiga Pertanyaan-Pertanyaan Pengembang
1.      Kita Memberi Penjelasan: “Apakah ini artinya”?
Pertanyaan ini dapat dijelaskan dengan sasaran-sasaran yang berbeda. Pertama, jika terhadap Alkitab pertanyaannya, “Apakah penulis dalam nukilan di depan saya mengembangkan gagasan utamanya melalui penjelasan?” ketika Paulus menulis surat kepada sahabat-sahabatnya di Korintus, ia menjelaskan bagaimana karunia-karunia yang berbeda diberikan kepada masing-masing anggota dan bagaimana karunia-karunia itu harus dinyatakan, bukan untuk perpecahan, namun untuk kesatuan jemaat (I Korintus 12:11-12).
Kedua, pertanyaan pengembang “Apa ini artinya?” bisa jua menyelidiki pendengarnya. Pertanyaan tersebut bisa berwujud dalam beberapa bentuk. Jika saya menyatakan secara sederhana ide eksegesis saya, akankah pendengar saya menanggapi, “Apakah yang dia maksudkan dengan hal itu?” Adakah elemen-elemen di dalam nukilan tersebut yang oleh penulis Alkitab diberikan secara begitu saja tanpa penjelasan, namun pendengar kita di zaman sekarang membutuhkan penjelasannya?” ( I Korintus 8).

2.      Kita Buktikan: “Benarkah itu?”
Setelah kita paham atau menganggap bahwa kita paham apa arti suatu pernyataan, kita sering bertanya, “Benarkah itu? Dapatkah saya sungguh-sungguh mempercayainya?” kemudian kita meminta bukti. Suatu respons awal bagi mereka yang menerima Alkitab secara serius seringkali mengabaikan pertanyaan ini dan menganggap bahwa sebuah ide harus diterima sebagai kebenaran karena berasal dari Alkitab. Sebenarnya penerimaan psikologis jarang hanya berasal dari kutipan Alkitab, sebab hal itu harus juga dicapai melalui penalaran, pembuktian, dan ilustrasi-ilustrasi. Bahkan para penulis yang diurapi orang-orang yang ada di Alkitab membangun validitas tidak hanya dari Perjanjian Lama tetapi juga dari kehidupan pada umumnya.
Bagaimanapun, pemahaman tentang bagaimana penulis Alkitab membangun validitas, bagi seorang ekspositor merupakan kompetensi yang dipersyaratkan. Kompetensi lain diperlukan juga, yakni kompetensi yang bergumul dengan pertanyaan, “Benarkah itu? Dapatkah saya sungguh-sungguh mempercayainya?” yang seolah-olah berasal dari pendengar.
3.      Kita Terapkan: “Apakah Bedanya?”
Pertanyaan pengembang ketiga berkait dengan penerapan. Meskipun menjelaskan kebenaran suatu nukilan merupakan hal yang penting, namun apa yang ia bicarakan tidak berhenti hingga ia menghubungkan nukilan itu dengan pengalaman para pendengar. Pada akhirnya jemaat yang duduk di bangku mengharapkan pengkhotbah akan menjawab pertanyaan, Mau apa? Perbedaan apa yang dibuatnya? Semua orang Kristen memiliki suatu tanggung jawab untuk menanyakan pertanyaan tersebut karena mereka dipanggil untuk hidup seturut dengan kehendak Tuhan dalam terang penyataan Alkitab.
Bagaimana kita mau menjawab pertanyaan, “Mau apa? Perbedaan apa yang dibuatnya?” Pertama, penerapan harus berasal dari tujuan teologis penulis Alkitab. John Bright menyatakan masalah menentukan maksud pengarang demikian: “…pengkhotbah perlu memahami tidak hanya apa yang teks katakan, namun juga keprihatinan yang menyebabkan teks tersebut hingga harus dikatakan, dan mengatakan sebagaimana teks itu ada. Karena itu, tugas eksegesisnya belumlah genap hingga ia berhasil menangkap maksud teologis dari teks tersebut.
Berikut beberapa pertanyaan yang dapat membantu kita menemukan maksud teologis pengarang:
·         Apakah di teks ada petunjuk-petunjuk mengenai maksud, ulasan-ulasan editorial, atau pernyataan-pernyataan interpretatif yang dibuat berkenaan dengan peristiwa-peristiwa yang ada?
·         Adakah pendapat-pendapat teologis yang dinyatakan dalam teks?
·         Apakah kisah ini diberikan sebagai suatu contoh atau peringatan? Jika demikian, dengan cara bagaiman tepatnya hal itu diberikan? Apakah peristiwa ini merupakan sesuatu yang normal atau suatu perkecualian? Batasan-batasan apa yang diberikan di sana?
·         Pesan apa yang ditujukan pada penerima penyataan yang mula-mula dan juga bagi generasi-generasi berikutnya yang dianggap oleh pengarang akan membacanya?
·         Mengapa Roh Kudus mesti mencantumkan kisah ini dalam Alkitab?

Berikut beberapa pertanyaan yang harus diajukan untuk menerapkan firman Tuhan bagi pendengar sekarang yang berada dalam situasi berbeda dengan para pendengar penerima penyataan yang mula-mula.
·         Bagaimanakah setting komunikasi yang ada saat firman Tuhan itu pertama kali disampaikan? Adakah ciri-ciri orang-orang modern yang memiliki persamaan dengan pendengarnya yang mula-mula?
·         Bagaimana kita dapat mengidentifikasi dengan orang-orang yang ada di Alkitab saat mereka mendengar firman Tuhan dan menanggapi-Nya atau saat mereka gagal memberikan tanggapan menurut situasi mereka?
·         Pengertian-pengertian lebih jauh apakah yang telah kita dapatkan tentang perlakuan Tuhan terhadap umat-Nya melalui wahyu yang lebih lanjut?
·         Ketika saya memahami suatu kebenaran kekal atau prinsip sebagai penuntun, berikutnya hal khusus atau penerapan-penerapan apakah yang bisa saya dan jemaat miliki? Ide-ide, perasaan-perasaan, sikap-sikap, atau tindakan-tindakan apakah yang harus dipengaruhi? Apakah saya sendiri hidup dalam kesetiaan terhadap kebenaran ini? Apakah saya menginginkannya? Hal-hal apakah yang menjadi kendala bagi pendengar saya dalam menanggapi apa yang seharusnya mereka taati? Saran-saran apakah yang mungkin dapat membantu mereka menanggapi apa yang Tuhan kehendaki untuk mereka tanggapi?

Berikut beberapa pertanyaan untuk menguji ketepatan kesimpulan kita:
·         Sudakah saya memahami fakta-fakta secara benar dan memformulasikan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan isu secara tepat? Dapatkah pertanyaan-pertanyaan itu dinyatakan lewat cara berbeda sehingga memunculkan isu-isu lain?
·         Sudahkah saya menentukan semua prinsip teologis yang harus dipertimbangkan? Bobot apa yang saya berikan pada setiap prinsip tersebut?
·         Apakah teologi yang saya dukung sungguh-sungguh alkitabiah, berasal dari eksegesis yang ketat dan interpretasi yang akurat atas nukilan-nukilan Alkitab?

Berikut empat pertanyaan yang ingin ditanyakan tentang sebuah nukilan Alkitab:
·         Apakah visi Allah di dalam teks khusus ini?
·         Di mana tepatnya dalam nukilan itu saya temukan visi itu? (visi Allah selalu berada dalam kata-kata spesifik dan situasi kehidupan penulis atau para pembaca).
·         Apakah fungsi visi Allah ini? Implikasi-implikasi keyakinan atau prilaku apa yang penulis ambil dari gambaran itu?
·         Apakah makna gambaran Allah itu bagi saya dan bagi orang lain?

Renungkan cara-cara spesifik kebenaran alkitabiah tentang Allah dan manusia ini akan benar-benar berlaku dalam pengalaman. Untuk melakukan hal itu, tanyakan pada diri sendiri pertanyaan-pertanyaan ini:
·         Di mana dinamika situasi Alkitab muncul saat ini?
·         Lalu apa? Perubahan apakah yang diberikan oleh kebenaran tentang Allah ini kepada saya atau kepada orang lain? Perubahan apakah yang seharusnya terjadi oleh kebenaran itu? Perubahan apakah yang dapat terjadi oleh kebenaran itu? Mengapa kebenaran itu tidak menghasilkan suatu perubahan?

·         Dapatkah saya melukiskan bagi pendengar saya dalam masalah-masalah spesifik bagaimana visi Allah ini mungkin adalah satu visi yang mereka perlukan dalam suatu situasi khusus? Mungkinkah ada suatu kesempatan apabila seseorang datang kepada saya dengan suatu masalah atau kebutuhan dan saya dapat menunjukkan mereka pada nukilan ini dan kebenaran ini? Para pendengar merasa bahwa sebuah khotbah relevan apabila mereka berkata, “saya dapat mengerti bagaimana hal itu dapat berlaku dalam kehidupan saya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar