BAB
IV
LANGKAH
DARI TEKS MENUJU KHOTBAH
Tahap 4:
Masukkan Ide Eksegesis Pada Tiga Pertanyaan-Pertanyaan Pengembang
1. Kita
Memberi Penjelasan: “Apakah ini artinya”?
Pertanyaan ini dapat
dijelaskan dengan sasaran-sasaran yang berbeda. Pertama, jika terhadap Alkitab
pertanyaannya, “Apakah penulis dalam nukilan di depan saya mengembangkan
gagasan utamanya melalui penjelasan?” ketika Paulus menulis surat kepada
sahabat-sahabatnya di Korintus, ia menjelaskan bagaimana karunia-karunia yang
berbeda diberikan kepada masing-masing anggota dan bagaimana karunia-karunia
itu harus dinyatakan, bukan untuk perpecahan, namun untuk kesatuan jemaat (I
Korintus 12:11-12).
Kedua, pertanyaan
pengembang “Apa ini artinya?” bisa jua menyelidiki pendengarnya. Pertanyaan
tersebut bisa berwujud dalam beberapa bentuk. Jika saya menyatakan secara
sederhana ide eksegesis saya, akankah pendengar saya menanggapi, “Apakah yang dia
maksudkan dengan hal itu?” Adakah elemen-elemen di dalam nukilan tersebut yang
oleh penulis Alkitab diberikan secara begitu saja tanpa penjelasan, namun
pendengar kita di zaman sekarang membutuhkan penjelasannya?” ( I Korintus 8).
2. Kita
Buktikan: “Benarkah itu?”
Setelah kita paham atau
menganggap bahwa kita paham apa arti suatu pernyataan, kita sering bertanya, “Benarkah
itu? Dapatkah saya sungguh-sungguh mempercayainya?” kemudian kita meminta
bukti. Suatu respons awal bagi mereka yang menerima Alkitab secara serius
seringkali mengabaikan pertanyaan ini dan menganggap bahwa sebuah ide harus
diterima sebagai kebenaran karena berasal dari Alkitab. Sebenarnya penerimaan
psikologis jarang hanya berasal dari kutipan Alkitab, sebab hal itu harus juga
dicapai melalui penalaran, pembuktian, dan ilustrasi-ilustrasi. Bahkan para
penulis yang diurapi orang-orang yang ada di Alkitab membangun validitas tidak
hanya dari Perjanjian Lama tetapi juga dari kehidupan pada umumnya.
Bagaimanapun, pemahaman
tentang bagaimana penulis Alkitab membangun validitas, bagi seorang ekspositor
merupakan kompetensi yang dipersyaratkan. Kompetensi lain diperlukan juga,
yakni kompetensi yang bergumul dengan pertanyaan, “Benarkah itu? Dapatkah saya
sungguh-sungguh mempercayainya?” yang seolah-olah berasal dari pendengar.
3. Kita
Terapkan: “Apakah Bedanya?”
Pertanyaan pengembang
ketiga berkait dengan penerapan. Meskipun menjelaskan kebenaran suatu nukilan
merupakan hal yang penting, namun apa yang ia bicarakan tidak berhenti hingga
ia menghubungkan nukilan itu dengan pengalaman para pendengar. Pada akhirnya
jemaat yang duduk di bangku mengharapkan pengkhotbah akan menjawab pertanyaan,
Mau apa? Perbedaan apa yang dibuatnya? Semua orang Kristen memiliki suatu
tanggung jawab untuk menanyakan pertanyaan tersebut karena mereka dipanggil
untuk hidup seturut dengan kehendak Tuhan dalam terang penyataan Alkitab.
Bagaimana kita mau
menjawab pertanyaan, “Mau apa? Perbedaan apa yang dibuatnya?” Pertama,
penerapan harus berasal dari tujuan teologis penulis Alkitab. John Bright
menyatakan masalah menentukan maksud pengarang demikian: “…pengkhotbah perlu
memahami tidak hanya apa yang teks katakan, namun juga keprihatinan yang
menyebabkan teks tersebut hingga harus dikatakan, dan mengatakan sebagaimana
teks itu ada. Karena itu, tugas eksegesisnya belumlah genap hingga ia berhasil
menangkap maksud teologis dari teks tersebut.
Berikut beberapa
pertanyaan yang dapat membantu kita menemukan maksud teologis pengarang:
·
Apakah di teks ada
petunjuk-petunjuk mengenai maksud, ulasan-ulasan editorial, atau pernyataan-pernyataan
interpretatif yang dibuat berkenaan dengan peristiwa-peristiwa yang ada?
·
Adakah
pendapat-pendapat teologis yang dinyatakan dalam teks?
·
Apakah kisah ini
diberikan sebagai suatu contoh atau peringatan? Jika demikian, dengan cara
bagaiman tepatnya hal itu diberikan? Apakah peristiwa ini merupakan sesuatu
yang normal atau suatu perkecualian? Batasan-batasan apa yang diberikan di
sana?
·
Pesan apa yang
ditujukan pada penerima penyataan yang mula-mula dan juga bagi
generasi-generasi berikutnya yang dianggap oleh pengarang akan membacanya?
·
Mengapa Roh Kudus mesti
mencantumkan kisah ini dalam Alkitab?
Berikut beberapa
pertanyaan yang harus diajukan untuk menerapkan firman Tuhan bagi pendengar
sekarang yang berada dalam situasi berbeda dengan para pendengar penerima
penyataan yang mula-mula.
·
Bagaimanakah setting komunikasi yang ada saat firman
Tuhan itu pertama kali disampaikan? Adakah ciri-ciri orang-orang modern yang
memiliki persamaan dengan pendengarnya yang mula-mula?
·
Bagaimana kita dapat
mengidentifikasi dengan orang-orang yang ada di Alkitab saat mereka mendengar
firman Tuhan dan menanggapi-Nya atau saat mereka gagal memberikan tanggapan
menurut situasi mereka?
·
Pengertian-pengertian
lebih jauh apakah yang telah kita dapatkan tentang perlakuan Tuhan terhadap
umat-Nya melalui wahyu yang lebih lanjut?
·
Ketika saya memahami
suatu kebenaran kekal atau prinsip sebagai penuntun, berikutnya hal khusus atau
penerapan-penerapan apakah yang bisa saya dan jemaat miliki? Ide-ide,
perasaan-perasaan, sikap-sikap, atau tindakan-tindakan apakah yang harus
dipengaruhi? Apakah saya sendiri hidup dalam kesetiaan terhadap kebenaran ini?
Apakah saya menginginkannya? Hal-hal apakah yang menjadi kendala bagi pendengar
saya dalam menanggapi apa yang seharusnya mereka taati? Saran-saran apakah yang
mungkin dapat membantu mereka menanggapi apa yang Tuhan kehendaki untuk mereka
tanggapi?
Berikut
beberapa pertanyaan untuk menguji ketepatan kesimpulan kita:
·
Sudakah saya memahami
fakta-fakta secara benar dan memformulasikan pertanyaan-pertanyaan yang terkait
dengan isu secara tepat? Dapatkah pertanyaan-pertanyaan itu dinyatakan lewat cara
berbeda sehingga memunculkan isu-isu lain?
·
Sudahkah saya
menentukan semua prinsip teologis yang harus dipertimbangkan? Bobot apa yang
saya berikan pada setiap prinsip tersebut?
·
Apakah teologi yang
saya dukung sungguh-sungguh alkitabiah, berasal dari eksegesis yang ketat dan
interpretasi yang akurat atas nukilan-nukilan Alkitab?
Berikut
empat pertanyaan yang ingin ditanyakan tentang sebuah nukilan Alkitab:
·
Apakah visi Allah di
dalam teks khusus ini?
·
Di mana tepatnya dalam
nukilan itu saya temukan visi itu? (visi Allah selalu berada dalam kata-kata
spesifik dan situasi kehidupan penulis atau para pembaca).
·
Apakah fungsi visi
Allah ini? Implikasi-implikasi keyakinan atau prilaku apa yang penulis ambil
dari gambaran itu?
·
Apakah makna gambaran
Allah itu bagi saya dan bagi orang lain?
Renungkan
cara-cara spesifik kebenaran alkitabiah tentang Allah dan manusia ini akan
benar-benar berlaku dalam pengalaman. Untuk melakukan hal itu, tanyakan pada
diri sendiri pertanyaan-pertanyaan ini:
·
Di mana dinamika
situasi Alkitab muncul saat ini?
·
Lalu apa? Perubahan
apakah yang diberikan oleh kebenaran tentang Allah ini kepada saya atau kepada
orang lain? Perubahan apakah yang seharusnya terjadi oleh kebenaran itu?
Perubahan apakah yang dapat terjadi oleh kebenaran itu? Mengapa kebenaran itu
tidak menghasilkan suatu perubahan?
·
Dapatkah saya
melukiskan bagi pendengar saya dalam masalah-masalah spesifik bagaimana visi
Allah ini mungkin adalah satu visi yang mereka perlukan dalam suatu situasi
khusus? Mungkinkah ada suatu kesempatan apabila seseorang datang kepada saya
dengan suatu masalah atau kebutuhan dan saya dapat menunjukkan mereka pada
nukilan ini dan kebenaran ini? Para pendengar merasa bahwa sebuah khotbah
relevan apabila mereka berkata, “saya dapat mengerti bagaimana hal itu dapat
berlaku dalam kehidupan saya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar