Pasal 2
GURU DAN
KUALITASNYA
Pendapat Earl V. Pullias dan James D. Young, dalam Guru Adalah Segala-galanya artinya banyak segi dari kedudukan dan peranan
guru dalam membentuk, membimbing, dan memerlengkapi anak didik. Guru terpanggil
untuk tampil secara ideal namun bagaimanapun ia juga harus hidup secara
realistis. Itu berarti bahwa tugas mengajar menuntut guru profesional.
Tondowidjojo (1985), ia mengemukakan bahwa sisi dasar
yang tetap diperlukan guru sekarang ini ialah keutamaan hidup guru itu sendiri.
Berbagai aspek itu antara lain ialah ketepatan, stabilitas, menegur dengan
sopan, mawas diri, kesabaran, kesederhanaan, menghargai profesi, berprasangka
yang baik, mengontrol kompetensi, memikirkan masa depan, humor yang sehat,
ketenangan, melaksanakan tugas dengan baik, membuat persiapan yang baik, dan
memiliki semangat iman.
Arthur
W. Combs (1982), ia mengemukakan bahwa teori pengajaran yang perlu dikembangkan
guru haruslah komprehensif, tepat, relevan, dan terbuka terhadap informasi
baru. Guru dapat mengembangkan falsafahnya dengan belajar sendiri tentang
keguruan, membaca, menulis, berinteraksi dengan orang lain (pakar), dari
pengalaman pribadi, diskusi, bereksperimen, dan mengadakan inovasi.
Menurut
Dr. T. Raka Joni (1989), kriteria mengukur profesionalisme guru dalam sistem
pendidikan nasional yang perlu dikembangkan bukanlah semata-mata dari segi
bayaran. Guru yang profesional sedikitnya harus memiliki ciri khas berikut,
yakni: keterandalan layanan dan layanan khas itu, diakui dan dihargai oleh
masyarakat dan pemerintah. Selanjutnya, suatu layanan dinyatakan dapat diandalkan apabila si pemberi layanan
menguasai betul apa yang dikerjakannya dan si penerima layanan dapat memercayai
kegunaannya didahulukan dalam proses pemberian layanan itu.
Brian
V. Hill (1990) mengemukakan bahwa bila kita berbicara tentang kelayakan guru
untuk mengajar, kita memang sepatutnya berhubungan dengan isu profesionalisme. Guru profesionalisme adalah
pribadi-pribadi yang mampu melihat dirinya sebagai orang-orang terlatih,
mengutamakan kepentingan orang lain dan tata kepada etika kerja, serta selalu
siap menempatkan diri dalam memenuhi kebutuhan peserta didiknya. Guru professional juga melihat
dirinya sebagai pemelihara pengetahuan
yang diakui oleh kebudayaan setempat yang berlaku.
Empat
dampak yang dihasilkan oleh konsep diri positif dalam kehidupan dan pekerjaan
seorang guru yaitu: pertama¸ guru dapat berkembang secara sehat dalam relasi dengan
orang lain. Ia mampu menerima orang lain sebaimana adanya, sadar bahwa ia pun
memiliki kelebihan dan kekurangan (Roma 14:1;15:1-3); kedua, guru dapat
bertumbuh dalam penerimaan akan dirinya, akan potensi-potensi positif dan
negatif (kelemahan). Dengan kata lain ia mengembangkan persepsi diri yang
sehat, tidak
dilanda oleh prasangka negatif (Roma 12:3,16); ketiga, guru dapat
mengembangkan dirinya dalam kesediaan berkorban demi orang lain, serta menempatkan
kepentingan orang lain terlebih dahulu; keempat, guru akan mampu
mengembangkan kemampuan dan keterampilan pelayanannya dengan sikap percaya diri
(Yoh. 16:11-13).
Bila
dilihat dari segi kepentingan peserta didik, setiap guru terpanggil untuk memainkan beberapa peranan penting dalam penuaian
tugasnya yaitu :
Pertama, sebagai
seorang ahli. Tugas guru selalu membantu peserta didiknya untuk memahami
bagaimana cara mendalami dan menguasai pelajaran yang akan atau sedang
diikutinya. Meskipun demikian, guru
harus sadar bahwa setiap peserta didik tetap memiliki kesadaran tentang cara
yang lebih cocok bagi dirinya sendiri untuk memahami pelajaran yang diikuti.
Artinya, setiap orang memiliki model atau gaya belajar tersendiri untuk
memeroleh pengetahuan. Sebagai seorang ahli, tugas guru juga termasuk mengajak
peserta didik agar memeroleh pengetahuan, mengembangkan keterampilan belajar
dan mengenal “kesadaran akan belajarnya yang khas”.
Kedua,
guru sebagai motivator. Guru memberikan rangsangan motivasi, membangkitkan
semangat dan perasaan mampu dalam diri peserta didik, yang selanjutnya
diharapkan sanggup menggerakkan minatnya dalam melakukan perbuatan belajar. Ketiga, sebagai fasilitator. Guru
terpanggil untuk memahami kebutuhan atau keperluan peserta didik dalam proses
belajar. Keempat, sebagai pemimpin. Guru sebagai pemimpin, mengelolah
terjadinya peristiwa belajar. Kelima , sebagai komentator dan
komunikator. Tugas guru adalah member penilaian terhadap kemajuan peserta
didik, di samping itu guru juga menyampaikan informasi yang berguna (lihat Efesus 4:29;
Yakobus 3:9,10).
Keenam,
guru sebagai agen sosialisasi. Guru berupaya membantu peserta didik mengalami
interaksi edukatif, saling mengenal dan saling mengisi melalui diskusi dan
kerja kelompok. Ketujuh, sebagai pelajar. Seorang guru perlu tampil dengan
kesegaran baru, segar dalam pengetahuan, kerohanian dan bahkan secara fisik.
Kent
L. Johnson, dalam Called To Teach
(Augsburg, 1984) mengemukakan bahwa sedikitnya ada enam segi kemampuan dan
keterampilan yang harus dikembangkan guru yaitu: Pertama, segi kemampuan
memahami dan menetapkan tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran memberikan arah ke
mana peserta didik akan dibawa untuk mengalami perubahan. Kedua, segi kemampuan
mengelolah kelas dengan baik. Pengelolaan ini merupakan tugas organisatoris dan
manajerial setiap guru. Ketiga, segi kemampuan memilih
metode mengajar yang cocok dengan tujuan dan bahan pengajaran. Keempat,
segi kemampuan dan keterampilan dalam menyajikan pelajaran. Kelima,
segi kemampuan menciptakan suasana belajar yang baik. Suasana yang menyenangkan
menjadi faktor motivasi kuat bagi kelangsungan peristiwa belajar.
Keenam, segi perencanaan dan pelaksanaan evaluasi.
Howard
G. Hendricks (1988) mengemukakan ada enam segi kehidupan Yesus yang perlu
diteladani oleh seorang guru Kristen, (1) Dalam segi kepribadian, Yesus
memperlihatkan kesesuaian antara ucapan dan perbuatan; (2) Pengajarannya
sederhana, realistis, tidak mengambang; (3) Yesus sangat mementingkan hubungan
antara pribadi yang harmonis (relasional); (4) isi beritanya bersumber dari Dia
yang mengutus-Nya (Mat. 11:27;Yoh. 5:19); (5) Motivasi kerja-Nya adalah Kasih
(Yoh. 1:14; Filipi 2:5-11); (6) Metode-Nya bervariasi, namun sangat kreatif.
Ada
dua hal penting yang patut menjadi perhatian utama kita sebagai guru Kristen
adalah yang pertama mengenai
kedudukan guru sebagai pribadi Kristen. Kedua,
mengenai tugasnya sebagai pendidik dan
pengajar.
Peranan
Roh Kudus melalui pembukaan diri ini sebenarnya dimungkinkan oleh kuasa Allah
sendiri, sebagai pekerjaan Allah Roh Kudus yang membuat seseorang memberi
respon positif terhadap berita Injil (bdg. Roma 1:16-17; 1Kor. 15:3-5). Dengan
membuka diri, Roh Kudus berkenan hadir ke dalam hidup dan mendiami orang
percaya. Dengan demikian, nyatalah permulaan orientasi hidup baru, perubahan
hidup, pengertian rohani baru, kuasa dan hidup baru (Yoh. 3:3-5; Rm. 8:9-11; 2
Kor. 3:17-18;5:17).
Pola
hidup yang efektif memfokuskan Yesus
sebagai pokok anggur dan kita menjadi rantingNya. Setiap orang Kristen yang
telah lahir baru dan yang dipanggil keluar melalui pertobatan dan menyerahkan hidup kepada Kristus harus memiliki pola hidup atau gaya hidup yang
berbeda daripada kehidupan orang
pada umumnya. Sebagai orang Kristen, guru terpanggil untuk ke arah pengenalan
yang semakin mendalam dan lengkap tentang pribadi Yesus Kristus (bdg. Kolose
2:6-7;Galatia 2:19,20). Yesus sendiri adalah jalan, kebenaran dan hidup,
pembawa orang kepada pengenalan yang sejati akan pribadi dan karya Allah (Yoh.
1:18; 14:6). Kebenaran akan membebaskan manusia seutuhnya (bdg. Yoh.
8:31-32;17:17).
Barangsiapa tinggal di dalam Aku
dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak (Yoh. 15:4-5). Untuk mewujudkan janji
Yesus ini, maka pola hidup Kristen yang
efektif yaitu (1) kehidupan doa
(Maz. 84:11) sebagai persekutuan pribadi dengan Tuhan untuk mengetahui
kehendak-Nya,
(2)mencintai Firman-Nya sebagai pelita bagi
kaki dan terang bagi jalanku (Maz. 119:105), (3)kerinduan yang dalam beribadah dalam pujian dan penyembahan (Ibr. 10:25; Yoh.
4:23) dan (4)kegerakan hidup dengan pimpinan Roh Kudus (Roma 8:1-9;Roma 12:11). Kita
memahami bahwa orang Kristen adalah “orang yang memberikan dirinya secara penuh
kepada Yesus Kristus (bdg. Kis. 11:26). Orang Kristen ialah orang yang percaya
dan menyambut sepenuhnya kedudukan dan peranan Yesus sebagai Tuhan, Juruselamat
dan Raja atas kehidupannya.
Kualitas
guru ditinjau dari iman Kristen yaitu kedudukan
dalam Kristus sebagai pribadi Kristen yang mengalami kelahiran baru dan
jadi ciptaan baru dalam Kristus, menerima
panggilan sebagai ketaatan kepada kehendak-Nya dan menyerahkan hidupnya kepada Tuhan dalam implikasinya memerlukan
suatu pola hidup untuk mewujudkannya. Kualitas guru yang memiliki iman Kristen
yang sejati apabila menjadikan Yesus satu-satunya fokus dan sumber pembelajaran
dan pengajaran dalam hal ini bekerjasama dengan Roh Kudus untuk mengasihi Yesus
Kristus yang membawa hidup kita melakukan kehendak Bapa (Yoh. 4:34).
Peranan
Roh Kudus bagi seorang guru Kristen bukan hanya berlangsung dalam rangka
pendewasaan iman dan peningkatan kualitas atau kesadaran akan kesucian hidup,
tetapi juga di dalam rangka mengemban profesi sehari-hari. Seorang guru ,
sebagai pengajar iman Kristen memerlukan ketergantungan terhadap kuasa, urapan
dan kehadiran Roh Kudus. Sebab Dialah yang sanggup membuka mata hati orang
untuk memahami kebenaran (Efesus 3:16-18). Ia mampu meyakinkan dan menyadarkan
para pendengarnya. Ia membuat interaksi di antara sesame anggota dalam kelompok
belajar dinamis sehingga terasa hangat dan bermakna (Yoh.16:11-13;1Yoh.
2:20,27;3:24;1Kor. 2:14).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar