Good News

Senin, 02 November 2015

Artikel Singkat: Mengasih Allah dan Mengasihi Sesama dalam pengajaran Yesus by Yoktafianus Harimisa dan Hengki Wijaya

Mengasihi Allah
Beberapa kata-kata kunci seperti kata “miskin di hadapan Allah, berdukacita, lapar dan haus akan kebenaran, suci hatinya, dianiaya karena kebenaran” menunjukkan spiritualitas orang percaya kepada Allah. Kata “miskin di hadapan Allah” yang dalam bahasa Yunani ptôchoi tô pneumati, yaitu kata sifat yang berarti miskin dalam roh (NRSV).[1] Pada waktu Yesus menyebut “orang miskin” bukan saja mempunyai arti orang yang tidak mempunyai apa-apa di bidang ekonomis, tetapi juga orang yang miskin di bidang spiritual.[2] Maka untuk menjadi “orang miskin di hadapan Allah,” orang percaya harus mengakui kemiskinan spiritualnya, bahkan kebangkrutan kita di hadapan Allah. Seperti yang ditulis oleh Calvin, “Hanya dia yang menganggap dirinya tak berarti sama sekali di mata Tuhan, lalu semata-mata bergantung pada anugerah Tuhan, hanya orang seperti itulah yang miskin di hadapan Tuhan!”[3]

Kata “berdukacita, karena mereka akan dihibur” (ayat 4). Kata “dukacita” dalam bahasa Yunani pentheô yaitu kata kerja aktif yang berarti berdukacita baik secara perasaan maupun perbuatan.[4] Kata ini berarti duka kesedihan karena kehilangan seseorang atau sesuatu yang sangat dicintainya: orang yang tertindas dan orang yang berkabung karena mengalami kehilangan yang nyata dan menjadi sedih. Tetapi kata ini juga dapat berarti “pertobatan”; orang berdosa berdukacita karena dosa-dosanya, dan mereka sungguh ingin mengakhiri dosa mereka dan melayani Tuhan[5] Tanda spiritualitas adalah pertobatan. Sebagaimana seruan Yohanes Pembaptis  di padan gurun Yudea dan memberitakan: “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!” (Mat. 3:2). Berdukacita karena dosa dan bukan karena kehilangan keduniawian.
Ungkapan “lapar dan haus akan kebenaran” memiliki beberapa pengertian. Yang terutama berarti rindu akan suatu hubungan baik dengan Allah, dan itu juga berarti rindu untuk dapat hidup dengan benar dihadapan-Nya. Tetapi selanjutnya, ini juga berarti rindu untuk dapat hidup berkenan kepada-Nya di dunia ini dan rindu untuk melihat hubungan sesama manusia dengan-Nya kembali dipulihkan. [6]
Orang yang lapar dan haus yang dikenyangkan Allah ialah mereka “yang lapar dan haus akan kehendak Allah.” Kelaparan dan kehausan spiritual seperti itulah yang merupakan ciri khas semua anak Allah, yang ambisi utamanya adalah spiritual dan bukan materi. Orang Kristen bukan seperti orang yang tidak mengenal Allah, yang tergila-gila kepada harta kekayaan materi; itikad bulat mereka ialah “mencari dahulu,” yaitu mendahulukan Kerajaan Allah dan kehendak-Nya (Matius 6:33). [7] Ajaran Yesus menantang pandangan Yudaisme waktu itu yang menyatakan bahwa seseorang dapat memperoleh kebenaran dengan berbuat kebaikan. Dalam ucapan ini berkat dicurahkan kepada orang yang mencari kebenaran bukan sebagai imbalan atas jasanya, tetapi karena ia gigih mengejar apa yang Allah sendiri dapat berikan. Ini bukan berarti bahwa Yesus tidak menghargai perbuatan-perbuatan baik, melainkan bahwa tak seorang pun boleh menilai dirinya sendiri berdasarkan perbuatan-perbuatan itu.[8]
Makna “orang yang suci hatinya” alah orang yang suci secara batiniah, yaitu kualitas orang yang telah disucikan hatinya dari kotoran-kotoran moral, selaku kebalikan dari kesucian secara ritual. Hati mereka termasuk pikiran dan motivasi  mereka adalah murni, tidak tercampur dengan sesuatu  yang cemar jelek, atau tersembunyi. Kemunafikan dan tipu daya  adalah tabu bagi mereka, tidak ada akal bulus pada mereka.[9] Tak ada lagi yang menghalangi orang percaya datang kepada Tuhan kecuali kesucian hatinya. Orang yang suci bukan karena perbuatannya, melainkan penyerahan sepenuhnya kepada Allah yang bertindak sebagai pengudus sehingga melayakkan orang percaya datang ke takhta kasih karunia Allah.
“Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu” (ayat 10-12). Penderitaan karena Kristus adalah sukacita dan bukti bahwa orang percaya mengasihi Allah.
Mengasihi Sesama
Kehidupan Kristen atau spiritualitas Kristen dalam Perjanjian Lama tercermin dalam Sepuluh Hukum. Sepuluh Hukum itu selanjutnya digenapi oleh Yesus Kristus dan disimpulkan dalam Matius 22:37-40. Hukum yang terutama adalah kasihi Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu, dan yang kedua ialah kasihilah sesama manusia seperti dirimu sendiri. Hukum pertama hingga keempat adalah hukum terutama (Kel. 20:2-11) dan hukum kelima hingga kesepuluh adalah hukum kasih terhadap sesama (Kel. 20:12-17).  Intisari pengajaran kasih kepada Allah dan sesama juga dijumpai dalam pengajaran Yesus atau khotbah Yesus di bukit.
Matius dan Lukas menerjemahkan ke dalam bahasa Yunani apa yang dikutip oleh Yesus dari Yesaya 61:1 dalam Kitab Suci Ibrani. Kata Ibrani menggabungkan kedua makna itu, “miskin secara ekonomi” dan “rendah hati secara rohani.” Yesus menggenapi Yesaya 61:1-2, membawa kabar baik kepada orang-orang miskin (Mat.5:3-5;11:5; Luk. 4:16-21;7:22). Yesus merangkul orang-orang yang terbuang secara sosial dan religius. Ucapan Bahagia ini menunjuk kepada kabar baik bahwa nubuat Yesaya tentang keadilan Allah sebagai pembebasan orang miskin, orang tertindas, orang rendah hati, orang yang membutuhkan, lemah dan rendah, sedang digenapi dalam Yesus Sang Mesias dan dalam berbagai perbuatan komunitas dari para pengikut Yesus. Para pengikut Yesus berpartisipasi dalam pemerintahan Allah dengan merendahkan diri mereka di hadapan Allah, memberi diri mereka kepada Allah, bergantung pada pembebasan Allah, dan mengikut Allah dan menaruh kepedulian kepada orang miskin dan orang yang tertindas. Dengan kata lain, “Berbahagialah orang yang rendah hati di hadapan Allah, yang peduli kepada orang miskin dan orang yang rendah hati.”[10] Ayat ini mengingatkan orang percaya bahwa kasih yang terutama adalah mengasihi Allah dan kasih Allah itu terpancar kepada orang lain.
       Mengasihi sesama dalam ucapan bahagia di bukit menunjukkan sikap spiritualitas yang harus dimiliki setiap orang percaya did alam hatinya yaitu lemah lembut, kemurahan hati, membawa damai dan menjadi garam dan terang dunia. Kemurahan hati bermuara dalam dua sikap yang saling berbeda yaitu dalam mengasihi dan mengampuni. Mengasihi orang yang terlihat kesakitan, menderita sengsara atau berdukacita tetapi juga mengampuni orang-orang yang berbuat salah kepada kita yang menjahati kita.[11]
Sikap belas kasihan juga merupakan sikap yang tidak dijunjung tinggi dalam masyarakat kuno. Sikap kesalehan orang-orang Yahudi memiliki pendekatan yang tidak murah hati dan secara sengaja ditujukan kepada merekayang tidak mengetahui Hukum Taurat. Kepatuhan terhadap Hukum Taurat lebih penting daripada kepekaan terhadap kelemahan mereka yang gagal memenuhi tuntutan Hukum Taurat tersebut. Sikap murah hati dan belas kasihan tidak berarti lemah jika dikaitkan dengan keadilan. Kemurahan hati yang dianjurkan Yesus bukanlah merupakan sikap yang memaafkan orang-orang yang berbuat kesalahan dengan mengorbankan orang-orang yang telah dirugikan.[12] Penulis mengutip perkataan Yesus dalam khotbah-Nya di bukit, Ia berkata: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi” (Matius 7:12). Artinya jika orang percaya melakukan kemurahan hati maka hasilnya kemurahan itu akan datang dalam hidup kita.
Secara jelas pasti dalam seluruh ajaran Yesus dan para rasul-Nya, bahwa kita sendiri sekali-kali tidak boleh mencari gara-gara atau biang keladi suatu konflik. Sebaliknya, kita terpanggil untuk hidup dalam damai (I Korintus 7:15), kita harus giat mencari “kedamaian” (I Petrus 3:11), kita harus “berusaha hidup damai dengan semua orang” (Ibr. 12:14), kita harus “hidup dalam perdamaian dengan semua orang” (Roma 12:18).[13] Yesus adalah raja damai dan melakukannya selama Dia hidup di dunia ini. Pengajaran Yesus di bukit menunjukkan bahwa kebahagiaan dan berkat orang percaya adalah terutama karena mereka telah mengasihi Allah dan kasih Allah itulah yang menggerakkan hati mereka untuk mengasihi sesamanya.



[1]  Jonathan Kristen Mickelson, Mickelson’s Enhanced Strong’s Greek and Hebrew Dictionaries (The Word, 2008), s.v.  “ptôchoi tô pneumati
[2] J. L. Ch. Abineno, Khotbah di Bukit (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990), 14.
[3] John R.W. Stott, Khotbah di Bukit (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008), 51-52.
[4] James Strong, Strong’s Greek and Hebrew Dictionaries (Franklin,TN:e-Sword, 2008), s.v pentheô.
[5]  Stassen, Glen H. dan David P. Gushee, Etika Kerajaan Mengikut Yesus dalam Konteks Masa Kini (Surabaya: Momentum, 2008), 29-30.
[6]  Sinclair B. Ferguson, Khotbah di Bukit (Surabaya: Momentum, 2009), 31-32.
[7]  John R.W. Stott, Khotbah di Bukit (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008), 58-59.
[8]  Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), 259-260.
[9]  John R.W. Stott, Khotbah di Bukit (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008), 64-66.
[10] Glen H. Stassen, dan David P. Gushee, Etika Kerajaan Mengikut Yesus dalam Konteks Masa Kini (Surabaya: Momentum, 2008), 28-29.
[11] John R.W. Stott, Khotbah di Bukit (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008), 62.
[12]  Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), 259-260.
[13]  Stott, Khotbah di Bukit, 66-67.

1 komentar:

  1. Shalom bapak, ibu dan saudara/i yang dikasihi oleh Tuhan. Apakah ada diantara bapak, ibu maupun saudara/i yang pernah mendengar tentang Shema Yisrael dan V'ahavta? Kalimat pernyataan keesaan YHWH ( Adonai/ Hashem ) dan perintah untuk mengasihiNya yang dapat kita temukan dalam Ulangan/ דברים/ Devarim 6 : 4 - 5 yang juga pernah dikutip oleh Yeshua/ ישוע/ Yesus di dalam Injil khususnya dalam Markus 12 : 29 - 31( juga di Matius 22 : 37 - 39 dan Lukas 10 : 27 ), sementara perintah untuk mengasihi sesama manusia dapat kita temukan dalam Imamat/ ויקרא/ Vayikra 19 : 18. Mari kita pelajari cara membacanya satu-persatu seperti yang akan dijabarkan di bawah ini :

    Ulangan/ דברים/ Devarim 6 : 4 - 5, " שְׁמַ֖ע יִשְׂרָאֵ֑ל יְהֹוָ֥ה אֱלֹהֵ֖ינוּ יְהֹוָ֥ה ׀ אֶחָֽד׃. וְאָ֣הַבְתָּ֔ אֵ֖ת יְהֹוָ֣ה אֱלֹהֶ֑יךָ בְּכׇל־לְבָבְךָ֥ וּבְכׇל־נַפְשְׁךָ֖ וּבְכׇל־מְאֹדֶֽךָ׃. "

    [ Cara membacanya dengan mengikuti aturan tata bahasa Ibrani yang berlaku, " Shema Yisrael! YHWH [ Adonai ] Eloheinu, YHWH [ Adonai ] ekhad. V'ahavta e YHWH [ Adonai ] Eloheikha bekol levavkha uvkol nafshekha uvkol me'odekha ]

    Imamat/ ויקרא/ Vayikra 19 : 18, " וְאָֽהַבְתָּ֥ לְרֵעֲךָ֖ כָּמ֑וֹךָ. "

    [ Cara membacanya dengan mengikuti aturan tata bahasa Ibrani yang berlaku, " V'ahavta l'reakha kamokha " ]

    Untuk artinya dapat dilihat pada Alkitab LAI.

    Diucapkan juga kalimat berkat seperti ini setelah diucapkannya Shema

    " . בָּרוּךְ שֵׁם כְּבוֹד מַלְכוּתוֹ לְעוֹלָם וָעֶד. "
    ( Barukh Shem kevod malkuto, le'olam va'ed, artinya Diberkatilah Nama yang mulia, KerajaanNya untuk selamanya )
    🕎✡️🐟🤚🏻👁️📜✍🏼🕯️❤️🤴🏻👑🗝️🛡️🗡️🏹⚖️⚓🕍✝️🗺️🌫️☀️🌒⚡🌈🌌🔥💧🌊🌬️❄️🌱🌾🍇🍎🍏🌹🍷🥛🍯🦁🦅🐂🐏🐑🐎🦌🐪🕊️🐍₪🇮🇱

    BalasHapus