Kematian dua tokoh dalam Alkitab antara Simson dan Saul memiliki kesamaan namun cara dan tujuannya berbeda. Keduanya dalah pemimpin. Satunya tidak taat sebagai nazir Allah dan hakim bagi bangsanya dan satunya tidak taat sebagai raja bangsa Israel. Bangsa yang dilawannya pun adalah bangsa Filistin.
Kejatuhan Simson adalah hal tragis yang dialaminya namun Allah tidak pernah menolak Simson, namun jelas bahwa dosanya mengadung konsekuensi dan matanya buta adalah menjadi kehinaan. Sementara ksenkuensi dosa Saul di hadapan Allah adalah tragis karena dia ditolak oleh Allah. Kematian Simson kita dapati seruan kepada Allah untuk kesempatan akhir yang dia dapat lakukan untuk menjalankan misinya. Seakan kematiannya juga konyol dan tidak berarti namun Alkitab mencatat bahwa matinya Simson membawa kematian yang lebih besar jumlahnya daripada saat dia hidup. Misi yang sesunguhnya sebagai nazir Allah dan hakim bangsanya. Kematian yang tidak sia-sia untuk menghancurkan musuh Allah. Sementara lain halnya dengan Saul yang hawa nafsunya bukan birahi tetapi kebencian dan sakit hatinya kepada Daud sementara Simson memang sepertinya selalu mencari gara-gara dengan bangsa Filistin. Simson masih memiliki pengharapan dengan Allah dengan berseru di saat-saat alhir hidupnya meski diolok-olok untuk melawak. Rasa malu itu ditanggungnya sebagai konsekuensi dari ketidaktaatannya menjaga rambutnya dan jatuh dalam pelukan wanita, namun dia percaya bahwa pada akhirnya Allah akan mendengar seruannya. Justru Saul sebaliknya tidak mau menanggugng malu dalam hidupnya sehingga mengambil jalan yang dianggapnya baik untuknya tetapi justeru menghina Allah Israel.
Bagaimana dengan kita menjalani hidup sebagai orang percaya apakah kita ingin mati tak berdaya dengan persoalan hidup kita atau justeru kita bangkit dan berharap kepada Allah dalam nama Yesus Kristus?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar