Good News

Kamis, 11 Januari 2018

Nilai-Nilai Pasang ri Kajang pada Adat Ammatoa Sebagai Local Wisdom Untuk Mewujudkan Karakter Peduli Lingkungan Dalam Pendidikan Masa Kini oleh Hengki Wijaya

Nilai-Nilai Pasang ri Kajang pada Adat Ammatoa Sebagai Local Wisdom  Untuk Mewujudkan Karakter Peduli Lingkungan Dalam Pendidikan Masa Kini

Pendahuluan

Pendidikan adalah sebuah proses pengalaman yang disadari dan disengaja untuk meningkatkan dan mengembangkan peradaban masyarakat untuk keberlangsungan kehidupan. Pendidikan mempunyai arti yang sangat penting dalam proses pembentukan diri seseorang yang menyangkut aspek kognitif berupa kemampuan akademik dan kemampuan memecahkan masalah. Hasil proses pendidikan akan memungkinkan seseorang dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya. Pengetahuan yang dimiliki memungkinkan pula baginya untuk berkontribusi dalam pembangunan dan pengembangan masyarakat. Hal ini bermakna bahwa pendidikan merupakan salah satu cara yang patut ditempuh untuk memberikan pengetahuan dalam membentuk sikap dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan sebagaimana yang diinginkan (Hamzah, 2013).
Kesadaran peserta didik akan lingkungan sangat penting untuk kelangsungan alam yang menjadi lebih baik dan manusia yang berinteraksi dengan alam juga menikmati dan merasa nyaman tinggal di dalamnya. Sikap manusia yang tidak memedulikan lingkungan yang berarti mengaibaikan tanggung jawab untuk menjaga lingkungannya. Manusia memiliki kemampuan untuk memelihara lingkungannya dan mengelola lingkungannya menjadi lingkungan yang indah dan bersih.
Perilaku manusia yang positif terhadap lingkungannya tidak terlepas dari pengaruh budaya. Pendapat Effendi dalam Istiawati (2016) yang mengemukakan bahwa kearifan lingkungan sebagai salah satu nilai budaya yang hidup berkembang dalam masyarakat telah mampu menjadikan lingkungan alam tetap lestari. Nilai-nilai budaya dalam upaya mendidik peserta didik untuk melestarikan lingkungan yang seharusnya terus-menerus diwariskan dan dibentuk dalam sebuah institusi pendidikan yang dinamakan sekolah.
            Perilaku peserta didik untuk hidup bersih sudah dimulai dari keluarga mereka, namun sikap untuk menjaga kebersihan lingkungan dan melestarikan lingkungan masih belum optimal dalam penerapannya. Hal itu tampak ketika merka tidak peduli dengan lingkungan yang kotor seperti sampah berserakan di lantai, ruangan kelas yang kotor, dan kebiasaan untuk membuang sampah sembarangan sekalipun udah disediakan fasilitas pembuangan sampah. Kebiasaan ini sepertinya ditularkan oleh kedua orang tua yang juga tidak memiliki sikap peduli lingkungan. Untuk itulah peranan budaya dalam pendidikan menjadi penting untuk mewariskan nilai-nilai kepedulian lingkungan melalui lembaga pendidikan.
            Kesadaran dan kepedulian manusia terhadap lingkungan tidak tumbuh begitu saja secara alamiah, namun harus diupayakan pembentukannya secara terus-menerus sejak usia dini, melalui kegiatan-kegiatan nyata yang dekat dengan kehidupan sehari-hari dimulai dari lingkungan rumah (keluarga) yaitu keluarga sadar lingkungan. Untuk menanamkan kesadaran akan kepedulian terhadap lingkungan, langkah yang paling strategis adalah melalui pendidikan tentang lingkungan hidup.
Definisi pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik sacara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas, 2003). Hal itu tertuang jelas dalam Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) telah menegaskan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Penulis memahami bahwa kepedulian terhadap lingkungan hidup harus dilakukan melalui pendidikan yaitu usaha sadar dan disengaja untuk bertanggung jawab memelihara lingkungan sebagai manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai Pencipta telah menciptakan manusia untuk memelihara ciptaan-Nya sejak dahulu kal dan budaya itu terus diwariskan dari masa ke masa.
Oleh karena itu pendidikan sebagai upaya belajar sepanjang hayat harus juga melibatkan budaya kearifan lokal sebab bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki banyak budaya dan suku bangsa. Sebagai contoh dalam budaya bugis dengan perkataan Sipakatau (saling mengingatkan); Sipakalebbi (saling menghormati); Mali Siparappe, Rebba Sipatokkong (saling mengingatkan, saling menghargai, saling memajukan). Dalam budaya ini mencerminkan nilainilai pendidikan yang turun temurun diwariskan kepada generasi selanjutnya. Nilai-nilai itu adalah sikap hormat, nasihat, sikap menghargai, nilai motivasi untuk kemajuan bersama.
Gagasan pengembangan pendidikan berbasis kearifan lokal (local wisdom-based education) berpijak pada keyakinan bahwa setiap komunitas mempunyai strategi dan teknik tertentu yang dikembangkan untuk menjalankan kehidupan sesuai konteksnya. Nilai-nialai budaya yang mengakar kuat dalam suatu masyarakat yang bernilai pendidikan itulah yang terintegrasi dalam dunia pendidikan. Pendidikan berbasis nilai diperlukan untuk mengembangkan kualitas moral, kepribadian, sikap kebersamaan yang semakin tergerus oleh perkembangan zaman (Aspin & Chapman, Ed., 2007). Nilai-nilai budaya yang baik harus dilestarikan dan  dipertahankan supaya tidak hilang karena pengaruh zaman yang begitu cepat.
Dalam dunia pendidikan formal, penekanan berlebihan pada pengembangan sisi kognitif peserta didik berdampak pada tidak proporsionalnya waktu, perhatian dan dukungan terhadap pengembangan dimensi afektif peserta didik. Pemerhati dan penulis sejumlah literatur pendidikan mengungkapkan,“...traditionally, the focus of schools has been cognitive. Students and teacher are rewarded for academic gains, not affective or humanistic progress (Langdan Evan, 2006). Fokus sekolah yang berorientasi pada ranah kognitif  dan tidak mengarahkan kepada ranah afektif yaitu sikap peduli terhadap lingkungan.
Pendidikan pada masa lalu yang masih belum mengakomodir penanaman sikap, nilai dan karakter mulia di dalam pembelajaran, khususnya kepedulian lingkungan dapat teratasi dengan penanaman karakter melalui mata pelajaran di dalam satuan pendidikan. Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025 menunjukkan bahwa salah satu upaya penanaman karakter adalah melalui satuan pendidikan yang merupakan wahana pembinaan dan pengembangan karkater siswa yang dapat dilakukan secara formal di lingkungan sekolah yaitu dengan mengintegrasikan pembelajaran karakter dalam semua mata pelajaran, pelatihan para guru, dan penyediaan sumber-sumber belajar yang terkait dengan pengembangan karakter siswa.
Penulis mendeskripsikan landasan kepenidikan berbasis budaya lokal untuk meningkatkan kepedulian peserta didik terhadap lingkungan. Melalui tulisan ini, penerapan nilai-nilai karakter peduli lingkungan berbasis nilai-nilai kearifan lokal adat Ammatoa dalam menumbuhkan karakter kepedulian lingkungan.

1 komentar:

  1. Bisa kah saya meminta file PDF nya sebagai referensi penyusunan Skripsi saya pak. Mohon sekali bantuannya pak��

    BalasHapus