Selanjutnya
hendaklah tiap-tiap orang tetap hidup seperti yang telah ditentukan Tuhan
baginya dan dalam keadaan seperti waktu ia dipanggil Allah. Inilah ketetapan yang kuberikan kepada
semua jemaat (1 Kor. 7:17). Terlihat ayat begitu sederhana dan dapat
dimengerti. tetapi dapat diartikan berbeda karena ini adalah “ketetapan” yang
diberikan kepada semua jemaat (ekklesia) berarti semua orang yang ada di gereja
saat ini. Frasa seperti “tiap-tiap orang tetap hidup seperti yang telah ditentukan Tuhan baginya dan
dalam keadaan seperti waktu ia dipanggil
Allah.” Dua hal yaitu yang telah ditentukan Tuhan baginya dan dalam keadaan
seperti waktu ia dipanggil. Salah satu tafsiran yang ekstrim adalah bahwa ada
tiga kali ayat ini ditegaskan kembalu yaitu ayat 17, 20 dan 24 menjadikan suatu
ketetapan bahwa orang yang dipanggil pada saat ia sendiri/membujang jikalau mau
menjadi jemaat (murid Kristus) haruslah tetap seperti keadaannya semula. Dan
apabila sudah menikah maka tetaplah seperti yang semula. Akhirnya saya mencoba
mencari beberapa pandangan sumber tentang nas ini. Beberapa pandangan dari
beberapa sumber tentang hal ini saya kumpulkan secara utuh dari sumbernya
supaya jelas tentang ayat ini.
Di
sini prinsip yang sudah Paulus ajarkan dalam kaitan dengan pernikahan
disebutkan dengan jelas sebanyak tiga kali. Perhatikan ayat 17, “Hendaklah
tiap-tiap orang tetap hidup seperti yang telah ditentukan Tuhan baginya dan
dalam keadaan seperti waktu ia dipanggil Allah.” Lalu ayat 20, “Baiklah
tiap-tiap orang tinggal dalam keadaan, seperti waktu ia dipanggil Allah.”
Kemudian ayat 24, “Saudara-saudara, hendaklah tiap-tiap orang tinggal di
hadapan Allah dalam keadaan seperti pada waktu ia dipanggil.” Ketiga pernyataan
dari prinsip Paulus ini membagi teks itu menjadi dua bagian. Mungkin ada
gunanya untuk membayangkan hal-hal ini sebagai tiga potong roti dalam sandwich
dua lapis (seperti Big Mac). Di antara dua bagian atas ada ayat 18 dan 19, di
mana prinsip itu diterapkan pada perihal bersunat dan tidak bersunat. Di antara
dua bagian bawah ada ayat 21-23, di mana prinsip itu diterapkan pada perhambaan
dan kebebasan. Tetapi sebelum kita dapat memahami penerapan-penerapan ini, kita
perlu menjelaskan kata kunci dalam prinsip itu sendiri (John Piper, 1981, http://www.desiringgod.org/messages/your-job-as-ministry?lang=id).
Rasul
Paulus mengajarkan bahwa pertobatan tidak perlu diikuti dengan perubahan total
status hidup, “hendaklah tiap-tiap orang tetap hidup seperti yang telah
ditentukan Tuhan baginya” (lih. ayat 17, 20, 24). Contoh yang diberikan
misalnya soal sunat lahiriah dan hamba/ pekerja. (ayat 18-22). Jadi yang
dipentingkan di sini adalah pertobatan rohaniah, dan bahwa kondisi sehari-hari,
entah pekerjaan, keluarga, hubungan sosial, dst sekarang membantu kita untuk
menuju kekudusan. Kehidupan kita harus mempunyai dimensi baru, sebab kita
menyadari bahwa Tuhan membimbing kita untuk melakukan tugas-tugas yang dipercayakan
oleh Tuhan kepada kita (Sarapan Pagi, http://www.sarapanpagi.org/selibat-melajang-tidak-kawin-vt4273.html).
Lalu, anda lihat di sini,
tiga kali di dalam bagian kecil ini, Paulus berkata—sekarang dengarkan apa yang
dia tulis dalam ayat 17, ayat 20 dan ayat 24—sekarang, dengarkan apa yang
Paulus sampaikan: “Selanjutnya hendaklah tiap-tiap orang tetap hidup seperti
yang telah ditentukan Tuhan baginya dan dalam keadaan seperti waktu ia
dipanggil Allah. Inilah ketetapan yang kuberikan kepada semua jemaat” [1
Korintus 7:17]. Lalu—hal yang sama lagi: “Baiklah tiap-tiap orang tinggal
dalam keadaan, seperti waktu ia dipanggil Allah” [1 Korintus 7:20].
Baiklah, sekarang ayat dua puluh empat: “Saudara-saudara, hendaklah tiap-tiap
orang tinggal di hadapan Allah dalam keadaan seperti pada waktu ia dipanggil.”
[1 Korintus 7:24]. Kemudian dia mengilustrasikannya. Dia
mengilustrasikannya, yang pertama secara rohani. Di sini, yaitu di dalam ayat
delapan belas:
Kalau seorang dipanggil
dalam keadaan bersunat, janganlah ia berusaha meniadakan tanda-tanda sunat itu.
Dan kalau seorang dipanggil dalam keadaan tidak bersunat, janganlah ia mau
bersunat.
Sebab bersunat atau tidak
bersunat tidak penting. Yang penting ialah mentaati hukum-hukum Allah.
Baiklah tiap-tiap orang
tinggal dalam keadaan, seperti waktu ia dipanggil Allah. [1 Korintus
7:18-20]
Baiklah, apa yang anda
pikirkan tentang hal itu? Seandainya ada seorang Yahudi datang menelusuri
lorong bangku ini dan berkata kepada saya, “Pendeta, saya ingin menerima Tuhan
Yesus sebagai Juruselamat saya dan saya ingin dibaptiskan dan saya ingin
menjadi anggota jemaat ini.” Paulus berkata, dia dapat tetap tinggal sebagai
orang Yahudi dan menjadi orang Kristen. Dia dapat menjadi keduanya. Jika dia
adalah seorang Yahudi dan menjadi orang Kristen, biarlah dia tetap
tinggal sebagai orang Yahudi.
Baiklah, saya mendapat
pemikiran tentang hal itu. Sungguh luar biasa, hal-hal ini yang anda baca di
dalam Alkitab. Saya mendapat pemikiran tentang hal itu dan saya berpaling ke
dalam pemikiran saya kembali kepada orang-orang ini yang ada di dalam Alkitab.
Paulus adalah seorang Yahudi, tetapi pada hari ketika dia meninggal, dia tetap
seorang Yahudi. Di Kaisarea—Korintus berada di sebelah sini, Kaisarea berada di
sebelah sana—pelabuhan kota di bagian Timur, enam mil di sebelah sana. Di
Kaisarea, dia mencukur kepalanya menurut nazar orang Yahudi. Dan dia pergi ke
Bait Suci di Yerusalem dan dia memenuhi nazarnya bersama dengan orang Nazir
lainnya—membayar persembahan bagi dirinya sendiri—dan orang-orang Nazir
lainnya.
Pandangan Katolik
7:17-24 Rasul Paulus mengajarkan bahwa pertobatan
tidak perlu diikuti dengan perubahan total status hidup, “hendaklah tiap-tiap
orang tetap hidup seperti yang telah ditentukan Tuhan baginya” (lih. ay. 17,
20,24). Contoh yang diberikan misalnya soal sunat lahiriah dan hamba/ pekerja.
(ay. 18-22). Jadi yang dipentingkan di sini adalah pertobatan rohaniah, dan
bahwa kondisi sehari-hari, entah pekerjaan, keluarga, hubungan sosial, dst
sekarang membantu kita untuk menuju kekudusan. Kehidupan kita harus mempunyai
dimensi baru, sebab kita menyadari bahwa Tuhan membimbing kita untuk melakukan
tugas-tugas yang dipercayakan oleh Tuhan kepada kita.
Namun, meskipun selibat adalah tingkat yang lebih
tinggi, perkawinan bukanlah sesuatu yang buruk. Mereka yang menikah tidak
melakukan sesuatu yang salah (ay. 28), dan tidak perlu seseorang yang sudah
menikah untuk hidup selibat (ay. 3-5) atau bercerai (ay. 27). “Kehidupan
selibat demi Kerajaan Allah tidak hanya tidak berlawanan dengan martabat
perkawinan, namun mensyaratkan dan meneguhkannya. Perkawinan dan kehidupan
selibat adalah dua hal yang melambangkan dan mempraktekkan satu misteri
perjanjian Allah dengan umat-Nya. Ketika perkawinan tidak dijunjung tinggi,
maka kehidupan selibat tidak dapat eksis; ketika seksualitas manusia tidak
dinilai sebagai sesuatu yang berharga yang diberikan oleh Sang Pencipta, maka
pengorbanannya demi Kerajaan Allah menjadi kehilangan artinya.”[6]
Pandangan
Penulis
Frasa
seperti “tiap-tiap orang tetap hidup seperti yang telah ditentukan Tuhan
baginya dan dalam keadaan seperti waktu ia dipanggil Allah.” Penulis menjelaskan dan mengambil kesimpulan:
Tetapi dalam mengambil keputusan mengenai hal-hal
ini, usahakanlah supaya Saudara hidup sebagaimana telah ditentukan oleh Allah,
menikah atau tidak menikah, sesuai dengan pimpinan dan pertolongan Allah dan
menerima keadaan yang telah ditentukan Allah bagi Saudara. Inilah ketentuan
yang saya berikan kepada semua jemaat (FAYH, 1 Kor. 7:17).
1. Hidup seperti yang telah ditentukan Tuhan baginya
adalah apakah orang tersebut ditentukan oleh Allah tidak menikah (cacat kelamin
ataupun dikebiri oleh orang lain) atau atas keinginan sendiri untuk Kerajaan Allah
(Matius 19:12) atapun menikah yang ditentukan oleh Allah. Seperti terjemahan
FAYH: “Saudara hidup sebagaimana telah ditentukan oleh Allah, menikah atau tidak menikah, sesuai dengan
pimpinan dan pertolongan Allah.” Jadi bila Tuhan menentukan tidak menikah
atau menikah itulah yang menjadi ketetapan bagi jemaat.
LAI TB, Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia
memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian
oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya
sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia
mengerti."
KJV, For there are some eunuchs, which were so born
from their mother's womb: and there are some eunuchs, which were made eunuchs
of men: and there be eunuchs, which have made themselves eunuchs for the
kingdom of heaven's sake. He that is able to receive it, let him receive it.
2. Frasa “dalam keadaan seperti waktu ia dipanggil
Allah” adalah mengandung arti keadaan waktu Allah memanggil kita dari
keberdosaan dan bertobat dan sewaktu Allah menarik kita ke dalam kasih-Nya.
Kita tidak perlu mengubah status sosial, budaya bahkan status pernikahan, namun
sama sekali Paulus tidak menekankan tentang selibat (tidak menikah) dari ayat
17 merujuk dari ayat sebelumnya dan selanjutnya. Apabila kita memaksakan ayat
17 untuk menjadikan orang yang membujang sewaktu dipanggil Allah dalam keadaan
membujang tetap membujang maka
Paulus menetapkan jemaat semua yang membujang menjadi selibat saja. tetapi
aturan selibat pada ayat yang selanjutnya
ketika berbicara tentang gadis. Ada perbedaan bila Tuhan menentukan secara
pribadi menjadi selibat dan berjemaat. Dan aturan ini disampaikan karena adanya
kejadian yang sama ketika murid Yesus menjawab Jika demikian ada perceraian
lebih baik tidak kawin. Tuhan Yesus menjawab “Siapa yang dapat mengerti
hendaklah ia mengerti.” Pernyataan ini dibutuhkan kasih karunia untuk
memahaminya dan taat melakukannya. Penjelasan lebih lengkap saya ambils ecara
keseluruhan dari pemikiran Joh Piper. Silahkan membacanya.
Kata yang mucul dalam setiap pernyataan prinsip itu
dan sembilan kali seluruhnya di paragraf ini adalah kata “panggilan.” Ketika
Paulus mengatakan di ayat 17, “Selanjutnya hendaklah tiap-tiap orang tetap
hidup ... dalam keadaan seperti waktu ia dipanggil Allah,” dan ketika ia
mengatakan di ayat 24, “Hendaklah tiap-tiap orang tinggal di hadapan Allah
dalam keadaan seperti pada waktu ia dipanggil,” ia sedang merujuk kepada suatu
panggilan ilahi di mana kita ditarik untuk percaya kepada Kristus. Kita sering
menggunakan kata “panggilan” untuk merujuk kepada pekerjaan kita: panggilan
saya adalah menjadi ibu rumah tangga; panggilan saya adalah untuk menjadi
penjual barang-barang; dan lain-lain. Tetapi bukan begitu cara Paulus
menggunakannya dalam delapan dari sembilan kali kata itu muncul dalam paragraf
ini. Satu kali ia menggunakan kata “panggilan” dalam arti vokasional
(pekerjaan), yaitu di ayat 20. Secara literal ayat itu mengatakan, “Baiklah
tiap-tiap orang tinggal dalam “panggilan” (bukan keadaan), seperti waktu ia
dipanggil Allah.” Kata “panggilan” di sini merujuk kepada vokasi (pekerjaan) atau
posisi dalam kehidupan. Dan di tengah pekerjaan atau posisi dalam kehidupan
ini, panggilan yang lain datang dari Allah. Panggilan ini adalah tarikan Roh
Kudus ke dalam persekutuan dengan Kristus. Secara sangat sederhana, panggilan
Allah yang datang kepada seseorang dalam vokasinya merupakan kuasa Allah untuk
menobatkan jiwa melalui Injil.
Semua ini dijelaskan di 1 Korintus 1. Di pasal 1,
ayat 9, Paulus mengatakan, “Allah, yang memanggil kamu kepada persekutuan
dengan Anak-Nya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia.” Maka semua orang
Kristen, dan hanya orang Kristen, yang dipanggil dalam arti ini. Panggilan dari
Allah ini berbeda, di satu sisi, dari “panggilan” vokasional kita dan, di lain
sisi, dari panggilan umum untuk bertobat yang datang kepada semua orang. Ketika
Yesus berkata di Matius 22:14, “Banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang
dipilih,” ia merujuk kepada panggilan Injil yang ditujukan kepada seluruh
dunia, yang didengar oleh banyak orang tetapi mereka menolaknya untuk
kebinasaan mereka sendiri.
Tetapi ini bukanlah panggilan yang Paulus maksudkan.
Panggilan Allah yang menempatkan kita ke dalam persekutuan yang penuh kasih dan
percaya dengan Yesus merupakan suatu panggilan yang kuat dan efektif yang
membawa kita kepada Sang Anak (Yohanes 6:44, 65). Ini terlihat paling jelas di
1 Korintus 1:23, 24, di mana Paulus mengatakan, “Kami memberitakan Kristus yang
disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang
bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang
Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat
Allah.” “Yang dipanggil” bukanlah semua orang yang mendengar khotbah, tetapi
orang-orang yang menerima khotbah itu sebagai hikmat. Kita dapat menguraikan
ayat-ayat itu untuk menunjukkan perbedaan antara panggilan yang umum dan
panggilan yang efektif: Paulus mengatakan, “Kami memanggil setiap orang untuk
percaya kepada Kristus yang disalibkan, tetapi banyak orang Yahudi menemukan
panggilan ini adalah batu sandungan, dan banyak orang bukan Yahudi menemukan
panggilan ini adalah kebodohan, tetapi orang-orang yang dipanggil (yaitu,
secara kuat dan efektif ditarik kepada Kristus) menemukan panggilan Injil
adalah kuasa dan hikmat Allah.”
Karena itu, ketika Paulus berkata di 1 Korintus
7:17, 20, dan 24 bahwa kita harus tetap tinggal dan hidup bersama dengan Allah
dalam keadaan seperti pada waktu kita dipanggil, ia memaksudkan: Tetaplah dalam
keadaan seperti ketika kamu bertobat, ketika kamu ditarik oleh Allah ke dalam
persekutuan yang penuh kasih dan percaya dengan Anak-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar