Keselamatan semata-mata anugerah Allah bukan dengan perbuatan-perbuatan baik, atau dengan membeli surat pengampunan dari gereja. Pembenaran semata-mata karena iman, tidak perlu melalui perantaraan gereja. Sumber kebenaran semata-mata Alkitab, tidak perlu tambahan Tradisi yang merupakan penafsiran gereja.
Martin Luther (1483-1546)
Tokoh pertama yang menjadi cikal bakal
gerakan reformed ini adalah Martin Luther.
Luther lahir di Eisleben, Jerman Timur
pada 10 November 1483.[1] Ia
adalah anak dari seorang petani yang bernama Hans Luther dan ibunya, Margareta.
Keluarga Luther adalah keluarga yang saleh sebagaimana biasanya para petani di
Jerman. Karenanya Martin Luther dibesarkan dalam kondisi yang demikian.
Pada tahun 1484 Hans Luther pindah ke
Mansfeld. Dikota ini Hans berhasil
terpilih menjadi anggota Dewan Kota Mansfeld suatu jabatan yang terhormat.
Dengan demikian Hans dapat menyekolahkan anak-anaknya dengan baik. Pendidikan
dasar ditempuh Luther di Mansfeld. Sedangkan
pendidikan menengahnya ia selesaikan di Magdeburg.[2] Pada
usia 17 tahun, di tahun 1501, Luther masuk ke Universitas Erfurt, suatu
Universitas yang terbaik di Jerman saat itu. Tidak
kurang dari 400 mahasiswa mendaftarkan diri setiap tahunnya.[3]
Sebenarnya ayahnya sangat berharap agar Luther dapat masuk ke bidang hukum,
karenanya ia memasukkan Luther ke universitas itu. Disini Luther belajar
filsafat Nominalis Occan dan teologi skolastika, serta untuk pertama kalinya ia
membaca Alkitab Perjanjian Lama yang ditemukannya dalam perpustakaan
universitas tersebut.[4]
Pada tahun 1502, Martin Luther mampu menyelesaikan
studinya dan mendapat gelar sarjana. Juga pada tahun 1505, Luther meraih gelar
Magister di universitas yang sama. Pada tanggal 2 Juni 1505 terjadi suatu
peristiwa yang mengubahkan hidup dan kariernya. Sepulang dari sekolah, ketika ia berjalan pulang dalam suasana hujan
lebat, tiba-tiba saja sebuah petir menyambar didekatnya. Melihat kejadian itu Luther merasa
ketakutan yang luar biasa. Dalam
ketakutannya ia memutuskan untuk menjadi seorang rahib dan bergabung dalam
biara Serikat Emirit Agustinus.
Sebagai seorang biawaran, Luther sepenuhnya
mengabdikan dirinya pada kehidupan biara, berusaha melakukan segala perbuatan
baik untuk menyenangkan Allah dan melayani orang lain melalui doa-doa untuk
jiwa-jiwa mereka. Ia mengabdikan diri dengan puasa, menyiksa diri, berdoa
selama berjam-jam, melakukan ziarah, dan terus-menerus melakukan pengakuan dosa
minimal seminggu sekali.
Semakin ia berusaha untuk mengenal Allah
tampaknya ia semakin sadar akan keberadaannya yang penuh dengan dosa. Pada
akhirnya Luther merasa terganggu oleh keberdosaannya sendiri. Ia hanya mengenal
Allah sebagai hakim yang akan menghukum orang yang tidak benar dan melepaskan
orang yang benar. Luther benci kepada Allah karena Ia menghakimi manusia
menurut kebenaran, bukan saja menurut Taurat, tetapi juga berdasarkan Injil.[5]
Ziarahnya ke Roma pada tahun 1510 justru hanya memperbesar kerinduannya untuk
terbebas dari rasa bersalahnya. Pada 9 Oktober 1512, Martin Luther menerima
gelar Doktor di bidang teologi. Dan atas rekomendasi Johann von Staupitz yang
melihat Luther sebagai seorang yang pandai, untuk menjadi Mahaguru di Universitas Wittenberg.
Di Universitas Wittenberg Luther mulai
mengkuliahkan tafsiran Kitab Mazmur, kemudian Surat Roma, Galatia dan Surat
Ibrani. Ketika ia mempersiapkan diri untuk mengajar
orang-orang tentang surat Roma, ia mendapatkan pencerahan baru ketika membaca
Roma 1:16-17. Ia memahami bahwa
keadilan Allah tidak menghakimi manusia secara adil menurut perbuatannya
(sehingga ia pasti binasa), tetapi dibebaskannya dari hukuman karena Kristus.[6] Dan
hanya karena Kristuslah maka Tuhan memandang benar setiap orang yang berada di
dalam Kristus. Hal senada dituturkan
oleh Colin Brown yang menyatakan bahwa melalui semuanya itu Luther bertemu
dengan Allah bukan sebagai orang asing melainkan sebagai seorang sahabat, bukan
sebagai seorang hakim tetapi sebagai seorang Juruselamat yang mengampuni mereka
yang kembali kepada-Nya di dalam iman yang murni.[7]
Karena itu kajian mengenai Surat Paulus,
terutamanya surat kepada jemaat di Roma ini sangat memberikan kesan kepada
Luther akan asas Sola Fide (hanya
karena iman). Dimana hanya imanlah yang dapat menyelamatkan manusia yang
diberikan Tuhan berdasarkan anugerahnya (Sola
Gratia) kepada manusia seperti yang dijelaskan menurut Alkitab (Sola Scriptura). Doktrin pembenaran oleh
iman dikembalikan dan jiwa Luther yang tersiksa, serasa dilahirbarukan. Di
sinilah titik reformasi telah dimulai. Luther mulai berkhotbah dan mengajar
tentang pemahaman barunya. Juga Luther sangat menentang ajaran gereja yang pada
saat itu dianggapnya menawarkan keselamatan dengan murah dengan cara menjual
surat-surat penghapusan dosa atau yang lebih dikenal dengan indulgensia.
Dikatakan “Seketika uang bergemerincing dalam peti, jiwa pun melompat dari api
penyucian.” Itulah alunan Johann Tetzel, orang yang diberi kuasa menarik dana
bagi pembangunan sebuah basilica baru di Roma.[8]
Pada mulanya Luther percaya bahwa dia akan
dapat memperbarui Gereja Roma dari dalam dengan dalil-dalilnya. Ia berniat
mengundang para intelektual Jerman untuk mengadakan perdebatan teologis
mengenai surat indulgensia tetapi Paus menganggap pendapatnya itu sebagai sebuah
kesesatan dan berniat untuk mengucilkannya. Luther yang tidak dapat menahan
gejolak hatinya, maka bergegas untuk memasang 95 dalil atau pernyataan imannya
pada pintu gereja Katolik Roma di Wittenberg – di muka umum. Dengan bantuan
media cetak pers yang baru ditemukan, pandangan- pandangan revolusionernya itu
juga diperbanyak. Maka dengan waktu yang sangat singkat, yaitu kurang lebih
satu bulan dalil-dalil yang dibuat Luther tersebar dengan cepat di Eropa. Dan
itu menyebabkan surat Indulgensia menjadi tidak laku. Paus meresponi dengan
memerintahkan Martin Luther agar menghadap hakim-hakim Paus di Roma dalam waktu
60 hari.[9] Namun
perintah ini tidak ditanggapi oleh Luther.
Luther terutama dikenal karena ajarannya
tentang pembenaran hanya oleh iman. Namun demikian doktrin itu tidak secara
langsung dituangkannya dalam ke-95 dalil dan tidak merupakan sebab asli dari
reformasi. Lagi pula hanya setelah
beberapa tahun sesudah 95 dalil itu menggoncangkan negara Jerman, Luther sampai pada doktrin pembenaran
yang khas Protestan. Disinilah Luther
mempertajam argumentasinya dan mulai mengembangkan doktrin-doktrinnya,
menekankan bahwa hanya Alkitab saja yang merupakan standar kebenaran dan hidup.
Semenjak 95 dalil Luther beredar, para
penduduk desa Jerman mulai tergila-gila pada ide-ide Luther. Banyak kota dan wilayah Jerman memihak
kepada Luther dan nama Luther pun semakin terkenal hingga ke luar Jerman.
Ketika pergolakan sengit semakin memanas, pada tanggal 26 Mei 1521
dikeluarkanlah Edik Worms yang berisi antara lain: Luther dan para pengikutnya
dikucilkan dari masayarakat; segala karangan Luther harus dibakar dan Luther
dapat ditangkat dan dibunuh oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun.[10]
Karena itu saat Luther melintasi hutan,
tiba-tiba ia disergap oleh pasukan kuda bersenjata milik Frederick raja yang
bijaksana. Kemudian dia disembunyikan di istana Wartburg kurang lebih sepuluh
bulan lamanya dan diberi nama samaran Jungker Georg. Dalam persembunyian
inilah, Luther melanjutkan tulisan-tulisannya
dan menerjemahkan Perjanjian Baru bahasa Yunani ke dalam bahasa Jerman.
Pada tahun 1537 Luther mengarang suatu buku
yang berjudul: Pasal-pasal Smalkalden yang menguraikan pokok-pokok iman gereja
reformatorisnya. Untuk kepentingan jemaat
dan pemimpin gereja, Luther juga menyusun Katekismus Kecil dan Katekismus
Besar. Martin Luther meninggal pada 18 Februari 1546 dalam usia 62 tahun di
Eisleben, tanah kelahirannya.
Dengan membuka kebobrokan Gereja Roma
Katolik dan teologinya yang menyimpang, Luther memecahkan monopoli terhadap
jiwa manusia saat itu. Sebenarnya ia tidak pernah ingin membuat masalah atau
berusaha memecah gereja, tetapi antusiasnya yang besar adalah ia ingin mengubah
dunia. Ia hanya ingin mengenal Allah dan menghormati-Nya.
[2] F. D. Willem, Riwayat
Hidup Singkat Tokoh-Tokoh Dalam Sejarah Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1989), 168.
[3] W. J. Kooiman, Martin Luther (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001) hal 9.
[4] Ibid.
[5]Ibid, 130.
[6]Jonge, Gereja
Mencari Jawab, Kapita Selekta Sejarah Gereja, 25.
[7] Colin Brown, Filsafat dan Iman Kristen 1 (Surabaya: Momentum, 2008) hal 52.
[8]A. Kenneth Curtis et al. 100
Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 75.
[9] Willem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh Dalam Sejarah Gereja, 171.
[10]Ibid.,174.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar