Good News

Rabu, 24 Desember 2014

Sejarah Reformasi Gereja (Biografi Martin Luther) by Hengki Wijaya


Keselamatan semata-mata anugerah Allah bukan dengan perbuatan-perbuatan baik, atau  dengan membeli surat pengampunan dari gereja. Pembenaran semata-mata karena iman, tidak perlu melalui perantaraan gereja. Sumber kebenaran semata-mata Alkitab, tidak perlu tambahan Tradisi yang merupakan penafsiran gereja.


Martin Luther (1483-1546)
Tokoh pertama yang menjadi cikal bakal gerakan reformed ini adalah Martin Luther.  Luther lahir di Eisleben, Jerman Timur pada 10 November 1483.[1] Ia adalah anak dari seorang petani yang bernama Hans Luther dan ibunya, Margareta. Keluarga Luther adalah keluarga yang saleh sebagaimana biasanya para petani di Jerman. Karenanya Martin Luther dibesarkan dalam kondisi yang demikian.

Pada tahun 1484 Hans Luther pindah ke Mansfeld. Dikota ini Hans berhasil terpilih menjadi anggota Dewan Kota Mansfeld suatu jabatan yang terhormat. Dengan demikian Hans dapat menyekolahkan anak-anaknya dengan baik. Pendidikan dasar ditempuh Luther di Mansfeld. Sedangkan pendidikan menengahnya ia selesaikan di Magdeburg.[2] Pada usia 17 tahun, di tahun 1501, Luther masuk ke Universitas Erfurt, suatu Universitas yang terbaik di Jerman saat itu. Tidak kurang dari 400 mahasiswa mendaftarkan diri setiap tahunnya.[3] Sebenarnya ayahnya sangat berharap agar Luther dapat masuk ke bidang hukum, karenanya ia memasukkan Luther ke universitas itu. Disini Luther belajar filsafat Nominalis Occan dan teologi skolastika, serta untuk pertama kalinya ia membaca Alkitab Perjanjian Lama yang ditemukannya dalam perpustakaan universitas tersebut.[4]
Pada tahun 1502, Martin Luther mampu menyelesaikan studinya dan mendapat gelar sarjana. Juga pada tahun 1505, Luther meraih gelar Magister di universitas yang sama. Pada tanggal 2 Juni 1505 terjadi suatu peristiwa yang mengubahkan hidup dan kariernya. Sepulang dari sekolah, ketika ia berjalan pulang dalam suasana hujan lebat, tiba-tiba saja sebuah petir menyambar didekatnya. Melihat kejadian itu Luther merasa ketakutan yang luar biasa. Dalam ketakutannya ia memutuskan untuk menjadi seorang rahib dan bergabung dalam biara Serikat Emirit Agustinus.
Sebagai seorang biawaran, Luther sepenuhnya mengabdikan dirinya pada kehidupan biara, berusaha melakukan segala perbuatan baik untuk menyenangkan Allah dan melayani orang lain melalui doa-doa untuk jiwa-jiwa mereka. Ia mengabdikan diri dengan puasa, menyiksa diri, berdoa selama berjam-jam, melakukan ziarah, dan terus-menerus melakukan pengakuan dosa minimal seminggu sekali.
Semakin ia berusaha untuk mengenal Allah tampaknya ia semakin sadar akan keberadaannya yang penuh dengan dosa. Pada akhirnya Luther merasa terganggu oleh keberdosaannya sendiri. Ia hanya mengenal Allah sebagai hakim yang akan menghukum orang yang tidak benar dan melepaskan orang yang benar. Luther benci kepada Allah karena Ia menghakimi manusia menurut kebenaran, bukan saja menurut Taurat, tetapi juga berdasarkan Injil.[5] Ziarahnya ke Roma pada tahun 1510 justru hanya memperbesar kerinduannya untuk terbebas dari rasa bersalahnya. Pada 9 Oktober 1512, Martin Luther menerima gelar Doktor di bidang teologi. Dan atas rekomendasi Johann von Staupitz yang melihat Luther sebagai seorang yang pandai, untuk menjadi Mahaguru di Universitas Wittenberg.
Di Universitas Wittenberg Luther mulai mengkuliahkan tafsiran Kitab Mazmur, kemudian Surat Roma, Galatia dan Surat Ibrani. Ketika ia mempersiapkan diri untuk mengajar orang-orang tentang surat Roma, ia mendapatkan pencerahan baru ketika membaca Roma 1:16-17. Ia memahami bahwa keadilan Allah tidak menghakimi manusia secara adil menurut perbuatannya (sehingga ia pasti binasa), tetapi dibebaskannya dari hukuman karena Kristus.[6] Dan hanya karena Kristuslah maka Tuhan memandang benar setiap orang yang berada di dalam Kristus. Hal senada dituturkan oleh Colin Brown yang menyatakan bahwa melalui semuanya itu Luther bertemu dengan Allah bukan sebagai orang asing melainkan sebagai seorang sahabat, bukan sebagai seorang hakim tetapi sebagai seorang Juruselamat yang mengampuni mereka yang kembali kepada-Nya di dalam iman yang murni.[7]
Karena itu kajian mengenai Surat Paulus, terutamanya surat kepada jemaat di Roma ini sangat memberikan kesan kepada Luther akan asas Sola Fide (hanya karena iman). Dimana hanya imanlah yang dapat menyelamatkan manusia yang diberikan Tuhan berdasarkan anugerahnya (Sola Gratia) kepada manusia seperti yang dijelaskan menurut Alkitab (Sola Scriptura). Doktrin pembenaran oleh iman dikembalikan dan jiwa Luther yang tersiksa, serasa dilahirbarukan. Di sinilah titik reformasi telah dimulai. Luther mulai berkhotbah dan mengajar tentang pemahaman barunya. Juga Luther sangat menentang ajaran gereja yang pada saat itu dianggapnya menawarkan keselamatan dengan murah dengan cara menjual surat-surat penghapusan dosa atau yang lebih dikenal dengan indulgensia. Dikatakan “Seketika uang bergemerincing dalam peti, jiwa pun melompat dari api penyucian.” Itulah alunan Johann Tetzel, orang yang diberi kuasa menarik dana bagi pembangunan sebuah basilica baru di Roma.[8]
Pada mulanya Luther percaya bahwa dia akan dapat memperbarui Gereja Roma dari dalam dengan dalil-dalilnya. Ia berniat mengundang para intelektual Jerman untuk mengadakan perdebatan teologis mengenai surat indulgensia tetapi Paus menganggap pendapatnya itu sebagai sebuah kesesatan dan berniat untuk mengucilkannya. Luther yang tidak dapat menahan gejolak hatinya, maka bergegas untuk memasang 95 dalil atau pernyataan imannya pada pintu gereja Katolik Roma di Wittenberg – di muka umum. Dengan bantuan media cetak pers yang baru ditemukan, pandangan- pandangan revolusionernya itu juga diperbanyak. Maka dengan waktu yang sangat singkat, yaitu kurang lebih satu bulan dalil-dalil yang dibuat Luther tersebar dengan cepat di Eropa. Dan itu menyebabkan surat Indulgensia menjadi tidak laku. Paus meresponi dengan memerintahkan Martin Luther agar menghadap hakim-hakim Paus di Roma dalam waktu 60 hari.[9] Namun perintah ini tidak ditanggapi oleh Luther.
Luther terutama dikenal karena ajarannya tentang pembenaran hanya oleh iman. Namun demikian doktrin itu tidak secara langsung dituangkannya dalam ke-95 dalil dan tidak merupakan sebab asli dari reformasi. Lagi pula hanya setelah beberapa tahun sesudah 95 dalil itu menggoncangkan negara Jerman, Luther sampai pada doktrin pembenaran yang khas Protestan. Disinilah Luther mempertajam argumentasinya dan mulai mengembangkan doktrin-doktrinnya, menekankan bahwa hanya Alkitab saja yang merupakan standar kebenaran dan hidup.
Semenjak 95 dalil Luther beredar, para penduduk desa Jerman mulai tergila-gila pada ide-ide Luther. Banyak kota dan wilayah Jerman memihak kepada Luther dan nama Luther pun semakin terkenal hingga ke luar Jerman. Ketika pergolakan sengit semakin memanas, pada tanggal 26 Mei 1521 dikeluarkanlah Edik Worms yang berisi antara lain: Luther dan para pengikutnya dikucilkan dari masayarakat; segala karangan Luther harus dibakar dan Luther dapat ditangkat dan dibunuh oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun.[10]
Karena itu saat Luther melintasi hutan, tiba-tiba ia disergap oleh pasukan kuda bersenjata milik Frederick raja yang bijaksana. Kemudian dia disembunyikan di istana Wartburg kurang lebih sepuluh bulan lamanya dan diberi nama samaran Jungker Georg. Dalam persembunyian inilah, Luther melanjutkan tulisan-tulisannya dan menerjemahkan Perjanjian Baru bahasa Yunani ke dalam bahasa Jerman.
Pada tahun 1537 Luther mengarang suatu buku yang berjudul: Pasal-pasal Smalkalden yang menguraikan pokok-pokok iman gereja reformatorisnya. Untuk kepentingan jemaat dan pemimpin gereja, Luther juga menyusun Katekismus Kecil dan Katekismus Besar. Martin Luther meninggal pada 18 Februari 1546 dalam usia 62 tahun di Eisleben, tanah kelahirannya.
Dengan membuka kebobrokan Gereja Roma Katolik dan teologinya yang menyimpang, Luther memecahkan monopoli terhadap jiwa manusia saat itu. Sebenarnya ia tidak pernah ingin membuat masalah atau berusaha memecah gereja, tetapi antusiasnya yang besar adalah ia ingin mengubah dunia. Ia hanya ingin mengenal Allah dan menghormati-Nya.


[1] Tony Lane, Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristiani (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), 130.
[2] F. D. Willem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh Dalam Sejarah Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989), 168.
[3] W. J. Kooiman, Martin Luther (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001) hal 9.
[4] Ibid.
[5]Ibid, 130.
[6]Jonge, Gereja Mencari Jawab, Kapita Selekta Sejarah Gereja, 25.
[7] Colin Brown, Filsafat dan Iman Kristen 1 (Surabaya: Momentum, 2008) hal 52.
[8]A. Kenneth Curtis et al.  100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 75.
[9] Willem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh Dalam Sejarah Gereja, 171.
[10]Ibid.,174.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar