Sebagian
orang memahami Perjanjian Lama secara eksklusif hanya terfokus pada bangsa Israel.
Mereka tidak melihat bahwa Allah juga berhubungan dengan bangsa-bangsa lain di luar
Israel (bdg. Amos 9:7). Beberapa ayat-ayat di bawah ini akan menjelaskannya
sebagai berikut:[1]
Pertama, Allah memulai sejarah umat
manusia secara universal. Allah memulai dengan Adam, bukan Abraham. Beberapa
tokoh Perjanjian Lama bukanlah orang Israel (karena bangsa Israel baru dimulai
dari Abraham), misalnya Habel, Set, Henokh, Nuh, Melkisedek.
Kedua, misi bersumber dari natur Allah.
Ketika manusia jatuh ke dalam dosa, Allah mengambil inisiatif untuk mencari
mereka (Kej 3:9). Allah memberikan janji keselamatan, walaupun mereka tidak
layak dan tidak tahu bahwa mereka membutuhkan hal itu (Kej 3:15). Allah yang
berinisiatif menutupi rasa malu manusia akibat dosa dengan mengorbankan binatang
(Kej 3:21).
Ketiga, tujuan akhir perjanjian dengan Abraham (Kej 12:1-3).
Perjanjian Allah dengan Abraham, sebagai bapa bangsa Israel, sebenarnya bersifat
inklusif. Abaraham hanyalah alat, bukan tujuan. Melalui Abraham dan
keturunannya Allah ingin memberkati bangsa-bangsa (ayat 3). Selain itu,
pemanggilan Abraham harus dimengerti dalam konteks pemberontakan dan
penghukuman Allah atas segala bangsa di Kejadian 10-11. Abraham dibangkitkan
untuk menjadi berkat bagi bangsa-bangsa tersebut.
Keempat, tujuan pembebasan dari Mesir. Pemberian tulah kepada
bangsa Mesir bukan hanya untuk memberi kebebasan bagi bangsa Israel. Alkitab
berkali-kali menyatakan bahwa tujuan pemberian tulah adalah “supaya bangsa
Mesir tahu bahwa Akulah TUHAN” (Kel 7:5, 17; 8:22; 9:14, 16; 14:4, 18). Jenis
tulah yang diberikan pun bertujuan untuk membuktikan bahwa TUHAN adalah
satu-satunya Allah, bukan beragam dewa Mesir.
Kelima, tujuan perjanjian Sinai (Kel 19-20). Pemilihan
Israel tidak berarti penolakan
terhadap bangsa-bangsa lain. Pemilihan tersebut justru merupakan sarana
untuk keselamatan seluruh bangsa. Israel dibangkitkan untuk menjadi imam bagi
bangsa lain (Kel 19:5-6).
Keenam, munculnya tokoh-tokoh non Israel. Perjanjian Lama
secara konsisten menunjukkan individu-individu tertentu yang berada dalam
pemeliharaan dan pelayanan Allah, misalnya Melkisedek (Kej 14:18), imam Yitro
(Kel 18:1, 10-11), nabi Bileam (Bil 22:5), Rahab (Yos 2:9-11), Ruth (Ruth
2:12), Naaman (1Raj 5:1-19).
Ketujuh, perhatian Allah terhadap bangsa-bangsa lain. Hukum
Musa memberikan perlindungan dan hak khusus bagi bangsa-bangsa non Israel (Kel
22:21; Im 19:33). Contoh yang paling terkenal adalah kemurahan Allah yang besar
atas bangsa Niniwe yang begitu jahat (Yun 4:11). Yunus sendiri pun tidak bisa
menerima “keajaiban” kemurahan ini (Yunus
4:2-3).
Penjelasan diatas menyatakan bahwa Allah adalah seorang misioner tidak
hanya bagi bangsa Israel melainkan juga bagi bangsa-bangsa yang lain yang
percaya kepada-Nya seperti Rahab, bangsa Niniwe dan kaun bangsa lain dimana
Allah menyatakan keselamatan dan kasih-Nya kepada umat manusia.
Antara pelayanan nabi Maleakhi dan Yohanes Pembaptis
terbentang 400 tahun. Masa ini biasanya disebut sebagai masa intertestamental
(masa antar perjanjian). Selama periode ini ada beberapa hal yang perlu
dicermati. Pertama, tidak semua bangsa Yahudi ikut serta dalam kepulangan dari
Babel/Persia. Menurut Ezra 2:64 dan Neh 7:66 hanya 42 ribu Yahudi yang pulang
dari pembuangan. Hal ini berarti bahwa jumlah orang Yahudi yang tetap tinggal
jauh lebih banyak. Peristiwa ini merupakan titik awal dari eksistensi bangsa
Yahudi di diaspora. Terlepas dari bahaya sekularisasi yang dihadapi oleh kaum
diaspora, sejarah mencatat bahwa mereka telah berhasil mendapatkan respek dari
bangsa lain karena tingkat moralitas yang tinggi dan ikatan komunitas yang kuat
dari bangsa Yahudi. Tidak sedikit bangsa lain yang mengikuti ajaran Yahudi
(Yudaisme), baik sebagai proselit maupun orang yang takut akan Tuhan. Hal ini
diperkuat melalui hadirnya banyak sinagoge (rumah ibadat orang Yahudi). Hal
lain yang perlu dicermati adalah aktivitas misi golongan Farisi. Mereka
tergolong sangat giat dalam memberitakan ajaran Yahudi (Mat 23:15). Josefus,
sejarahwan Yahudi abad I M, mencatat bahwa sebagian orang Yahudi menarik bangsa
lain untuk memeluk agama dan ibadah Yahudi, baik melalui perkawinan maupun
pemberitaan langsung.
Mengingat
bahwa umat Israel pada jaman perjanjian lama merupakan umat perjanjian Allah,
umat pilihan Allah yang dipilih oleh Allah sendiri untuk menjadikan umat-Nya
yang mengemban Perjanjian Kekal yang menyatakan kasih setia Tuhan terhadap semua
orang yang percaya; sehubungan dengan itu agar Israel menjadi berkat bagi semua
Bangsa dimuka bumi, seperti dalam pemanggilan Abraham yang pertama dalam Kejadian 12:2-3 yang
berbunyi sebagai berikut: “Aku akan
membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat
namamu masyhur; dan engkau akan
menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan
mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum dimuka bumi
akan mendapat berkat.”
Kejadian
12:1-3 menjelaskan
"Panggilan Abram." Tuhan menjanjikan kepada Abram bahwa keturunannya
akan menjadi bangsa yang besar, Allah akan membuat namanya masyhur, dan
sebagainya. Artinya, Tuhan akan memberkati Abram dan keturunannya. Oleh karena
Abram diberkati Tuhan, Abram memunyai kewajiban terhadap bangsa-bangsa yang
lain. Apa kewajiban itu? Di dalam ayat ke-3 tertulis, "Olehmu semua kaum
di muka bumi akan mendapat berkat. Pengertian perkataan "semua kaum"
disini, jika diterjemahkan dari bahasa Ibrani (yang asli), adalah "setiap
suku." Tuhan berjanji memberkati Abram dan keturunannya supaya atau
sehingga, melalui mereka, setiap suku di seluruh dunia ini diberkati. Janji dan
perintah Tuhan yang diberikan kepada Abram dan keturunannya terjadi sesudah
peristiwa Menara Babel (Kej 11).
Keadaan manusia digambarkan sebelum Menara Babel sebagai berikut: umat manusia
hidup di dalam satu kesatuan dengan satu bahasa. Namun, mereka kemudian menjadi
sombong sehingga Tuhan menceraiberaikan mereka, yaitu dengan mengacaukan bahasa
mereka. Akibatnya, mereka tidak dapat berkomunikasi lagi. Orang-orang yang
menggunakan bahasa yang sama lalu berkumpul dan mengelompokkan diri menjadi
suku-suku bangsa sesuai dengan bahasa mereka masing-masing. Tetapi di dalam Kej 12:1-3,
Tuhan menyampaikan rencana-Nya untuk menjangkau manusia yang terpisah-pisah
itu. Dia merencanakan menjangkau manusia suku demi suku. Untuk itu Tuhan
memilih salah satu suku, yaitu Abram dan keturunannya. Tuhan memperkenalkan
diri kepadanya dan memberkatinya. Rencana Tuhan memberkati Abram dan
keturunannya bukan hanya supaya mereka menikmati berkat-berkat-Nya, tetapi
supaya mereka menjadi berkat untuk suku-suku yang lain. Maksudnya, mereka
membagikan kabar baik tentang Allah bagi suku-suku yang lain. Kalau tema ini bahwa
salah satu suku diberkati supaya menjadi berkat bagi suku-suku yang lain begitu
penting, maka pasti tema itu ditulis di dalam Alkitab berulang-ulang. Memang,
dari zaman Abram kemudian diulang lagi di zaman Ishak, anak Abraham. Di dalam Kej 26:2-5,
Tuhan menyampaikan janji janji kepada Ishak, sama dengan janji yang telah
diterima Abraham. Tema itu berulang lagi di dalam panggilan Yakub, anak Ishak. Dalam Kej 28:12-15 Tuhan berjanji akan memberkati Yakub
dan keturunannya. Oleh karena Yakub diberkati Tuhan, mereka juga memunyai
tanggung jawab terhadap bangsa-bangsa yang lain.[2]
Panggilan atas Abram (Kej 12:1-4). Allah membuat sebuah
janji (yang terdiri dari tiga unsur, seperti akan kita lihat) kepada Abraham.
Pengertian akan janji itu sangat penting untuk mengerti Alkitab dan misi
Kristen. Sebagai pengantar, kita perlu memerhatikan latar janji Allah dan
konteksnya. Kita membagi menjadi dua bagian. Pertama, janji (tepatnya, apa yang dikatakan Allah akan
dilakukan-Nya) dan kedua yang lebih
panjang-penggenapannya (bagaimana
Allah telah menepati dan akan menepati janji-Nya).[3]
Kejadian 12 mulai dengan: “Berfirman TUHAN kepada
Abram.” Sebagai pembuka sebuah pasal baru, firman itu kedengarannya mendadak.
Kita terdorong bertanya: “Siapakah ‘TUHAN’ ini yang berfirman kepada Abraham?”
dan “Siapakah ‘Abram’ ini yang kepadanya Ia berfirman?” Dalam cerita ini,
mereka tidak diperkenalkan dari kekosongan. Lalu apakah latar belakang teks
ini? Ini: “TUHAN” yang memilih dan memanggil Abraham adalah TUHAN yang sama yang
permulaan menciptakan langit dan bumi, dan yang puncak karya kreatifnya adalah
membuat laki-laki dan perempuan sebagai ciptaan yang unik menurut gambar-Nya.
Kitab Kejadian mencatat pergerakan dari penciptaan segala sesuatu oleh Allah
Yang Esa dan manusia menurut gambar-Nya ke pemberontakan kita melawan Sang
Pencipta kita, hingga penghakiman Allah atas ciptaan-Nya yang memberontak itu.
Itu adalah penghakiman yang diringankan melalui janji Injil-Nya yang pertama
bahwa suatu hari benih perempuan itu akan benar-benar “meremukkan” kepala ular
(Kej 3:15).[4]
Janji apakah yang diberikan Allah kepada Abraham? Sebuah janji yang
terdiri dari beberapa unsur yaitu:[5]
Pertama, janji tentang keturunan.
Ia harus meninggalkan sanak saudaranya dan rumah bapaknya, dan sebagai
pengganti kehilangan keluarganya itu, Allah akan membuatnya menjadi “bangsa
yang besar.” Kemudian untuk menandakan hal ini, Allah mengganti namanya dari
“Abram” (“bapak yang agung”) jadi “Abraham” (“bapak orang banyak”) karena,
demikian Ia berkata kepadanya, “engkau telah ditetapkan menjadi bapa sejumlah
besar bangsa” (Kej 17:5).
Kedua, janji tentang negeri.
Panggilan Allah ternyata datang dalam dua tahap, pertama di Ur-Kasdim, ketika
bapaknya masih hidup (Kej 11:31; 12:1). Jelas bahwa ia harus meninggalkan
negerinya, dan sebagai gantinya, Allah akan menunjukkan kepadanya negeri lain.
Ketiga, janji tentang berkat. Lima kali kata-kata memberkati dan berkat muncul dalam 12:2-3. Berkat yang dijanjikan Allah kepada
Abraham akan melimpah ke atas semua umat manusia.
Keturunan, negeri, dan berkat. Tiap janji ini dibahas dalam pasal-pasal
setelah panggilan Abraham. Pertama, negeri. Setelah dengan murah hati
Abraham mempersilahkan keponakannya, Lot, memilih di mana ia mau berdiam (ia
memilih Lembah Yordan yang subur), berfirmanlah Allah kepada Abraham:
“Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau berdiri itu ke timur
dan barat, utara dan selatan, sebab seluruh negeri yang kulihat itu akan
Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya” (Kej 13:14-15).
Kedua, keturunan. Beberapa waktu kemudian, Allah memberi Abraham satu bantuan
visual yang lain, dengan memintanya melihat bukan ke bumi tapi langit. Pada
malam gelap tak berawan, hitunglah bintang-bintang” (Kej 15:5). Sungguh
perintah yang aneh! Itu pekerjaan yang tak mungkin. Kemudian Allah berfirman
kepadanya: “Lalu percayalah Abram kepada TUHAN.” Meskipun ia sudah berusia
delapan puluh tahun saat itu, dan walaupun ia dan Sarah belum punya anak, namun
ia mempercayai janji Allah dan Allah memperhitungkan itu sebagai kebenaran
(lihat Rm 4:5). Karena ia mempercayai Allah maka Allah menerimanya sebagai
kebenaran dalam pandangan-Nya. Ketiga, berkat. “Aku akan memberkati engkau.”
Allah telah menerima Abraham sebagai kebenaran atau (meminjam ungkapan PB)
telah “membenarkannya karena iman” (lihat Rm 3:22;Gal 2:16). Itulah berkat yang
menjadi dasar perjanjian anugerah, yang beberapa tahun kemudian dijelaskan
Allah kepada Abraham: “Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau
serta keturunanmu turun-temurun menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi
Allahmu dan Allah keturunanmu … dan Aku akan menjadi Allah mereka” (Kej
17:7-8). Dan Ia memberi mereka sunat sebagai tanda fisik yang kelihatan dari
perjanjian anugerah-Nya atau janji setia untuk menjadi Allah mereka. Inilah
pertama kali dalam Kitab Suci kita mendengar formula perjanjian yang sering
diulangi kemudian: “Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi
umat-Ku.”[6]
Penggenapan masa lalu adalah penggenapan historis atau yang bersifat
segera dalam kehidupan bangsa Israel. Penggenapan masa kini adalah penggenapan
Injili atau perantara dalam Kristus dan gereja-Nya. Penggenapan masa depan
adalah penggenapan terakhir atau eskatologis dalam langit dan bumi baru. Janji
Allah kepada Abraham memperoleh penggenapan historis langsung dalam keturunan
jasmaninya, yakni umat Israel. Janji Allah kepada Abraham tentang keturunan
yang tidak terhitung banyaknya ditegaskan kepada anaknya Ishak (Kej 26:4,
“seperti bintang di langit”) dan cucunya Yakub (Kej 32:12, “sebagai pasir di
laut”). Perlahan janji itu menjadi kenyataan. Kita bisa menyoroti beberapa
tahap dalam penggenapan janji itu yaitu: Pertama,
menyangkut tahun-tahun perbudakan di Mesir, dan tentang hal ini tertulis,
“Orang-orang Israel beranak cucu dan tak terbilang jumlahnya; mereka bertambah
banyak dan dengan dahsyat berlipat ganda, sehingga negeri itu dipenuhi mereka”
(Kel 1:7;bandingkan Kis 7:17). Kedua,
terjadi beberapa ratus tahun kemudian waktu Raja Salomo menyebut Israel “suatu
umat yang besar, yang tidak terhitung dan tidak terkira banyaknya” (1 Raj 3:8).
Ketiga, sekitar tiga ratus lima puluh
tahun sesudah Salomo; Yeremia memperingatkan Israel mengenai penghakiman dan
pembuangan yang akan datang, dan menambahkan janji Ilahi tentang pemulihan:
“Seperti tentara langit tidak terbilang dan seperti pasir laut tidak berakar,
demikianlah Aku akan membuat banyak keturunan hamba-Ku Daud dan orang-orang
Lewi yang melayani Aku” (Yeremia 33:22). Dan sepanjang sisa ayat Perjanjian
Lama selanjutnya, Allah terus memberkati yang taat, sementara yang tidak taat
dihukum-Nya.[7]
Dalam peristiwa keluarnya
bangsa Israel dari Mesir, apakah ada tema misi atau tidak? Umumnya, khotbah
tentang peristiwa ini menekankan tema keselamatan. Memang tema keselamatan itu
penting, tetapi apabila diselidiki lebih dalam lagi, akan ditemukan tema misi
juga. Kel 7:1-5,
khususnya ayat 5 yang berbunyi: "Dan orang Mesir
itu akan mengetahui, bahwa Akulah Tuhan." Jelas bahwa salah satu tujuan
bangsa Israel keluar dari Mesir adalah karena ada misi Tuhan bagi orang Mesir.
Oleh sebab Firaun tidak percaya kepada Tuhan, maka bangsa Mesir dihakimi Tuhan.
Di samping itu juga ada orang Mesir yang percaya kepada Tuhan. Di dalam 9:20-21 tertulis tentang tulah hujan es. Jadi
ada juga orang Mesir yang dijangkau melalui peristiwa bangsa Israel keluar dari
Mesir. Setelah meninjau tema misi dalam peristiwa, timbul pertanyaan, apakah
juga ditemukan tema misi dalam hukum Tuhan? Jarang sekali ada khotbah tentang
tema misi dalam hukum Tuhan.
Keluaran 19:3-6 adalah
firman Tuhan sebelum Dia menurunkan Sepuluh Perintah di dalam pasal 20.
Menurut ayat 6,
bangsa Israel akan menjadi kerajaan imam. Imam adalah orang yang melayani
sebagai perantara. Imam agung Israel melayani sebagai perantara antara Tuhan
dan bangsa Israel. Dikatakan “bangsa Israel akan menjadi kerajaan Imam,” berarti setiap orang Israel akan menjadi
perantara. Perantara antara Tuhan dan siapa? Jawabnya adalah suku bangsa yang
lain. Selain dipanggil untuk bertugas sebagai Imam, mereka juga harus menjadi
bangsa yang kudus. Tetapi karena kehidupan mereka tidak kudus, bangsa Israel
jarang melayani sebagai perantara antara Tuhan dan suku bangsa yang lain.
Padahal salah satu tujuan hukum Tuhan adalah supaya bangsa Israel sebagai
utusan Allah melayani suku bangsa yang lain.[8]
Dalam Yesaya
40:1-2 dikatakan:
Hiburkanlah,
hiburkanlah umat-Ku, demikian firman Allahmu, tenangkanlah hati Yerusalem dan
serukanlah kepadanya, bahwa perhambaannya sudah berakhir, bahwa kesalahannya
telah diampuni, sebab ia telah menerima hukuman dari tangan TUHAN dua kali
lipat karena segala dosanya.
Umpamanya dalam Yesaya dikatakan
bahwa: “Bangsa-bangsa berduyun-duyun datang kepada terang-Mu, dan Raja-raja
kepada cahaya yang terbit bagi-Mu. Angkatlah mata-Mu dan lihatlah ke sekeliling, mereka semua berhimpuan kepadaMu …”
(Yesaya 60:3) “Bangsa-bangsa akan melihat kebenaranMu, dan semua raja akan
melihat kemuliaan-Mu, dan orang akan menyebut dengan nama baru yang akan ditentukan oleh
Tuhan sendiri” (Yesaya 62:2). Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diambil pelajaran
dan pemahaman penting bahwa:[9]
a. Orang yang
diutus untuk mengabarkan kebenaran Firman Tuhan dalam perjanjian Lama adalah
menyangkut tugas esensial bagi Israel sebagai umat Perjanjian.
b. Israel
dipilih oleh Allah, atas dasar kemurahan dan kasih karunia Allah, dalam rangka
rencana keselamatan Allah bagi bangsa-bangsa.
c. Umat Israel
dalam Perjanjian Lama dipanggil keluar dalam memenuhi utusan Allah ke
bangsa-bangsa lain (non Kristen), dalam era zaman baru Israel berfungsi sebagai
saksi dan hamba Tuhan.
d. Allah
mengutus Israel di dalam Perjanjian Lama secara propetis menjadiberkat dan kesukaan besar bagi
bangsa-bangsa lain. Agar mereka secara berduyun-duyun datang kepada Tuhan untuk
menyembah dan memuji-muji Tuhan di dunia yang baru, dimana Yerusalem secara
simbolis menjadi pusatnya.
e. Pengutusan
Israel dalam Perjanjian Lama merupakan landasan dasar dan gambaran perspektif
misioner di dalam perjanjian baru yang luas sampai ke ujung bumi dan kedatangan
kerajaan Allah dalam Tuhan Yesus Kristus (Yesaya 60:3; 62:2).
Di balik penghakiman yang akan datang itu akan ada pemulihan, yang
diungkapkan dalam kata-kata yang sekali lagi menggemakan janji kepada Abraham:
“Tetapi kelak, jumlah orang Israel akan seperti pasir laut, yang tidak dapat
ditakar dan tidak dapat dihitung” (Hos 1:10). Kemudian pengadilan yang tersirat
dalam nama anak-anak Hosea akan dibalik. Akan ada pengumpulan dan bukan
penceraiberaian (nama “Yisreel” dapat berarti pengumpulan atau
penceraiberaian), “tidak disayangi” akan disayangi, dan “bukan umat-Ku” akan
jadi “anak-anak Allah yang hidup” (1:10-12). Yang sangat menarik adalah bahwa
Rasul Paulus dan Petrus sama-sama mengutip ayat dari Hosea ini. Mereka melihat
bahwa penggenapan janji itu bukan hanya dalam pelipatgandaan jumlah orang
Israel tapi juga dalam penyertaan orang-orang bukan Yahudi ke dalam persekutuan
Yesus: “kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi sekarang telah menjadi
umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi sekarang telah beroleh belas
kasihan” (1 Ptr 2:10; bandingkan Rm 9:25-26).[10]
Umumnya bangsa Israel gagal
menjalankan panggilannya untuk menjadi berkat bagi suku bangsa. Meskipun mereka
tidak memerhatikan suku bangsa yang lain, bangsa Israel tetap bersikap bahwa
Tuhan bertanggung jawab untuk memberkati mereka. Sikap bangsa Israel
digambarkan di dalam Kitab Yunus. Nabi Yunus, seperti bangsa Israel umumnya,
dipanggil menjadi berkat bagi suku-suku yang lain. Demikian firman TUHAN kepada
Yunus di dalam Yun 1:2.
Apakah tanggapan Yunus? Yunus menolak melakukan kehendak Tuhan dan melarikan
diri dari hadirat Tuhan. Alasannya seperti yang tertulis dalam Yunus 4:2,3
Ya, TUHAN, bukankah telah kukatakan itu, ketika aku masih di negeriku?
Itulah sebabnya, maka aku dahulu melarikan diri ke Tarsis, sebab aku tahu bahwa
Engkaulah Allah yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah
kasih setia serta yang menyesal karena malapetaka yang hendak didatangkan-Nya.
Jadi sekarang, ya TUHAN, cabutlah kiranya nyawaku, karena lebih baik aku mati
daripada hidup. Yunus melarikan diri karena dia tidak mau Tuhan menyelamatkan
orang-orang Niniwe. Menurut Yunus, umat Tuhan berhak menimbun berkat-berkat
Tuhan dengan tidak membagikannya kepada orang lain. Tuhan memberkati umat-Nya
supaya mereka dapat menikmati berkat itu, tidak supaya berkat itu dapat
dibagikan kepada orang lain.
Keyakinan demikian sangat keliru. Tuhan berusaha untuk
membetulkan keyakinan Yunus melalui sebatang pohon jarak. Tuhan memberkati
Yunus dengan pohon teduh, lalu Ia mengambil berkat itu. Bagaimana tanggapan
Yunus? Jawabnya: “Selayaknyalah aku marah sampai mati”(4:9).
Tuhan menjawab:Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikit pun
engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan, yang tumbuh dalam
satu malam dan binasa dalam satu malam pula. Bagaimana tidak Aku akan sayang
kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus dua
puluh ribu orang, yang semuanya tidak tahu membedakan tangan kanan dan tangan
kiri, dengan ternaknya yang banyak? (Yun 4:10-11). Maksud firman Tuhan ini
adalah, sangat keliru sifat Yunus dan bangsa Israel, bahwa mereka berhak
menikmati berkat Allah dengan tidak bertanggung jawab bagi suku-suku yang lain. Mereka dihimbau
untuk mementingkan apa yang Tuhan pentingkan. Dan misi menjangkau suku-suku
lain adalah hal yang Tuhan pentingkan. Inti pelajaran ini adalah Tuhan memilih
salah satu suku, yaitu Israel, dan Dia memberkati mereka supaya mereka menjadi
berkat bagi suku-suku yang lain. Pokok ini diulang kembali dalam panggilan
Abraham, panggilan Ishak, dan panggilan Yakub, dalam Bangsa Israel keluar dari
Mesir dan hukum Tuhan, dalam Mazmur dan juga dalam narasi tentang gua singa dan
cerita-cerita lainnya. Tema misi ini terjalin di dalam keseluruhan Perjanjian
Lama. Tema itu berulang-ulang disampaikan supaya kita menyadari dan mementingkan
rencana Tuhan untuk segala suku bangsa di dunia ini.[11]
Merupakan sebuah keajaiban bahwa Kitab Yunus, dengan peringatan kerasnya
melawan etnosentrisme, masuk kanon Kitab Suci. Kitab ini secara cepat dan jujur
mengungkapkan usaha memenuhi untuk menyabot rencana Allah terhadap dunia ini
supaya para pembacanya Israel, gereja Perjanjian Baru dan kita dapat mendengar
apa yang hendak disampaikan oleh Roh Kudus melalui kitab kecil ini. Berikut ini
tinjauan singkat atas delapan adegan dalam Kitab Yunus:[12]
Adegan pertama, mulai dari Yunus yang menerima perintah untuk pergi ke
Niniwe. Sementara Perjanjian Lama biasanya berseru kepada bangsa-bangsa lain
untuk datang ke Zion, Gunung Allah,
Yunus seperti para murid Perjanjian Baru (bandingkan Matius 28:18-20),
diperintahkan untuk pergi!
Terjemahkan Septaguinta (LXX) KItab Yunus menggunakan kata porettomai dalam Yunus 1:2-3 dan 3:2-3, kata kerja yang persis sama
dengan yang digunakan Yesus dalam Amanat Agung dalam Matius 28. Allah
meninginkan hamba-Nya memperingatkan Niniwe tentang penghakiman yang akan
datang dan memanggilnya untuk bertobat. Allah mau menyelamatkan Niniwe! Tetapi Yunus menolak dan
melarikan diri dari Allah.
Adegan kedua, Allah menanggapi pelarian Yunus itu dengan mengirim badai
besar (1:14-16). Angin itu menuruti perintah Yahweh tapi Yunus pembangkang itu
tidur di ruang kapal paling bawah, tidak menyadari bahwa badai itu ditujukan kepadanya.
Sering gereja juga tertidur ketika badai penghakiman Allah menyapu dunia, dan
meyakinkan dirinya bahwa badai itu tidak berkaitan sama sekali dengan dia.
Sementara awak kapal dengan sia-sia mencari sebab-musabab badai itu, Yunus
mengaku bahwa ia menyembah dan takut akan Allah yang menjadikan baik lautan
maupun daratan, Allah yang Esa di atas semua bangsa. Allah ini, demikian ia
mengklaim, sedang menuntutnya dan satu-satunya jalan untuk meredakan badai itu
adalah dengan mencampakkannya ke dalam laut. Dalam adegan ini, awak kapal mewakili
orang bukan Yahudi, orang yang sama sekali dipedulikan Yunus, namun mereka
sendiri peduli untuk menyelamatkan nyawa Yunus. Setelah Yunus memerintahkannya
dua kali, mereka mencampakkannya ke laut dan badai itu reda. Hampir tidak
memercayai penglihatan mereka, para pelaut itu bersorak memuji Allah Yunus.
Ketaatan mereka melampaui ketaatan Yunus sang penyabot: mereka lebih terbuka
kepada Allah ketimbang nabi itu sendiri.
Adegan ketiga (1:17) menggambarkan seekor ikan besar yang atas perintah
Allah membuka mulutnya dan menelan Yunus serta memuntahkannya ke darat pada
waktu yang tepat. Yunus benar-benartidak dapat melepaskan diri dari mandat
misioner Allah. Allah yang membangkitkan badai dan memerintahkan awak kapal
melaksanakan maksud-nya sekarang memandu seekor ikan besar sebagai bagian dari
rencana-Nya untuk menyelamatkan Niniwe.
Adegan keempat (2:1-10) Yunus memohon dengan sangat kepada Allah untuk
menyelamatkannya dari perut ikan itu. Yunus yang tidak memunyai belas kasihan pada
oprang bukan Yahudi dan yang menolak mengakui bahwa janji Allah juga mencakup
mereka, sekarang memohon belas kasihan Ilahi dengan mengutip sejumlah mazmur
mengharap-harapkan janji-janji yang diklaim oleh para penyembah di Bait Allah. Allah berfirman kepada ikan besar itu dan
Yunus mendarat di pantai dalam keadaan aman dan sehat. Melalui penyelamatan
ini, tanpa disadari Yunus menjadi saksi kasih karunia penyelamatan Allah.
Adegan kelima (3:1-4) Allah mengulangi perintah-Nya kepada orang yang
hidupnya justru menegaskan kebenaran dari apa yang diakuinya dalam perut ikan:
“Keselamatan adalah dari Tuhan” (2:9). Septuaginta menggunakan kerygma dalam 3:1-2. Kata ini merangkum
misi Yunus: ia harus menyatakan bahwa Niniwe, betapa pun kota itu tak
bertuhan, masih tetap dipedulikan Allah, dan kecuali kalau ia tidak bertobat,
maka ia akan dihancurkan. Pesan-Nya menjadi ancaman dan janji, penghakiman dan
Injil. Adegan keenam (3:5-10) Niniwe menanggapi seruan Yunus untuk bertobat.
Raja angkuh dan lalim itu turun dari singgasananya menanggalkan jubahnya, lalu
mengenakan kain perkabungan serta duduk di atas abu, dan memerintahkan semua
orang dan ternak melakukan seperti yang dilakukannya. Apa yang terus menerus
ditolak Israel untuk dilakukan justru dilakukan oleh orang bukan Yahudi yang
kafir: Raja Niniwe yang kejam itu muncul sebagai kebalikan dari raja-raja
Yehuda yang membangkang. Tirai tertutup pada adegan ini dengan kata-kata
menanjubkan: “Allah melihat perbuatan mereka itu, yakni bagaimana mereka
berbalik dari tingkah lakunya yang jahat, maka menyesallah Allah karena
malapetaka yang dirancangkan-Nya terhadap mereka, dan Ia pun tidak jadi
melakukannya.”
Adegan ketujuh (4:1-4) menceritakan kenyataan bahwa rintangan terbesar
untuk diatasi dalam menunaikan mandat misioner bukanlah para pelaut, bukan
ikan, bukan raja, dan penduduk Niniwe, melainkan Yunus sendiri gereja yang
keras kepala dan picik. Yunus sangat marah karena Allah telah memperluas kasih
karunia-Nya melampaui batas-batas Israel kepada orang bukan Yahudi. Ia
menginginkan tindakan Allah sesuai dengan polanya sendiri: Tuhan yang kejam,
dingin, keras dan dengan keinginan yangv teguh melawan orang kafir. Yunus tidak
bisa menerima orang bukan Yahudi sebagai bagian sejarah keselamatan. Adegan kedelapan
dan terakhir (4:5-11) kita melihat bahwa Allah masih berusaha untuk memberikan
pelajaran kepada misionaris-Nya yang bebal itu. Ia tidak dapat menangkap arti
badai, para pelaut, ikan besar dan pertobatan Niniwe karena ia tidak mau
mengerti. Allah menyelamatkan dan menolong dan menjadi Allah Niniwe juga. Dan
sekalipun Ia tidak pernah memaksa seorang pun dari kita, Ia meminta kita dengan
lembut untuk memberikan seluruh hati dan jiwa untuk pekerjaan misi. Allah masih
tetap menaruh perhatian kepada Yunus unuk mentransformasikan Yunus menjadi
bentara Kabar Baik yang memberikan kemerdekaan.
Kenyataan
di dalam Kitab Yunus bahwa misi Allah harus mengjangkau bangsa-bangsa lain di
luar bangsa Yahudi. Allah memakai Yunus akhirnya berdoa dalam Yunus 4:2, “Ya
TUHAN, bukankah telah kukatakan itu, ketika aku masih di negeriku? Itulah
sebabnya, maka aku dahulu melarikan diri ke Tarsis, sebab aku tahu, bahwa
Engkaulah Allah yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah
kasih setia serta yang menyesal karena malapetaka yang hendak didatangkan-Nya.”
Allah memproklamasikan diri-Nya sebagai Allah yang pengasih dan penyayang, yang
panjang sabar dan berlimpah kasih setia yang menyesal (nacham berarti sebenaranya berbelas kasihan kepada ciptaan-Nya).
[1] Yakub Tri Handoko, Bagian 2: Misi
dalam Alkitab; diakses tanggal 12 Februari 2013; tersedia di http://ebookbrowse.com/gdoc.php?id=172478927&url=709e9b1dcc5fbac10b9935a6e5457eeb
[2] Misi Menurut Perjanjian Lama Abraham; diakses tanggal 8 Februari
2013; tersedia di http://alkitab.sabda.org/resource.php?topic=657&res=jpz
[3] John R. W.
Stott, “Allah yang Hidup Adalah Allah Misioner”
dalam Misi Menurut Perspektif Alkitab (Jakarta:Yayasan
Komunikasi Bina Kasih, 2007), 22.
[4] John R. W.
Stott, “Allah yang Hidup Adalah Allah Misioner”
dalam Misi Menurut Perspektif Alkitab (Jakarta:Yayasan
Komunikasi Bina Kasih, 2007), 23-24.
[6] John R. W.
Stott, “Allah yang Hidup Adalah Allah Misioner”
dalam Misi Menurut Perspektif Alkitab (Jakarta:Yayasan
Komunikasi Bina Kasih, 2007), 25-26.
[7] John R. W.
Stott, “Allah yang Hidup Adalah Allah Misioner”
dalam Misi Menurut Perspektif Alkitab (Jakarta:Yayasan Komunikasi
Bina Kasih, 2007), 26-27.
[8] Misi Menurut Perjanjian Lama Musa; diakses tanggal 8 Februari
2013; tersedia di http://alkitab.sabda.org/resource.php?topic=658&res=jpz
[9] Alpian Palar, Dasar Teologi Misi; Diakses 12 Februari 2013; tersedia di http://alfianpalarministries.wordpress.com/2009/10/02/misiologi-menurut-perspektif-biblical-part-ii/
[10] John R. W.
Stott, “Allah yang Hidup Adalah Allah Misioner”
dalam Misi
Menurut Perspektif Alkitab (Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2007), 28.
[11] Misi Menurut Perjanjian Lama Yunus; diakses 8 Februari 2013; tersedia di http://alkitab.sabda.org/resource.php?topic=662&res=jpz
[12]Johannes Verkuyl, “Dasar Alkitabiah untuk
Penginjilan Seantero Dunia” dalam Misi Menurut Perspektif Alkitab (Jakarta:Yayasan Komunikasi Bina Kasih,
2007), 60-64.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar