RESIKO HUBUNGAN
SEJENIS
http://tse1.mm.bing.net/th?&id=JN.zmAgnYS%2bZmQVH7q69QbDdQ&w=300&h=300&c=0&pid=1.9&rs=0&p=0 “Masalah hubungan sejenis bukan sekedar
urusan hak azasi manusia saja melainkan mencakup perilaku seksual yang sangat
beresiko, baik bagi yang melakukakannya maupun bagi umat manusia.”
Beberapa resiko yang
timbul bila melakukan hubungan sejenis adalah:
BERGANTI-GANTI
PASANGAN
Salah satu resiko
mencolok dalam perilaku gay & lesbi adalah kebiasaan berganti-ganti
pasangan dan dalam waktu yang pendek. Kenyataan ini bisa dilihat dari beberapa
penelitian berikut. Bell & Weinberg, dalam studinya yang terkenal berjudul
Homosexualities menyebutkan bahwa sepertiga dari pelaku gay mempunyai lebih
dari 1.000 pasangan gay yang berganti-ganti sepanjang hidup mereka. Pasangan
tetap sangat langka, dan mereka yang kelihatannya memiliki hubungan stabil
cenderung tidak mempertahankan monogami. Angka ini mirip dengan pengakuan Gaya
Nusantara, yaitu:
“Kesetiaan memang
sesuatu yang amat langka di dunia gay. Betapa tidak? Hampir 95% kaum gay pernah
melecehkan suatu kesetiaan. Diakui atau tidak, hal itulah yang terjadi selama
ini. Walaupun hal ini belum pernah didukung oleh suatu penelitian yang akurat,
tetapi dari pengalaman kita masing-masing, mungkin dari teman, partner kita
atau bahkan diri kita sendiri, kita tidak asing dengan pelecehan kesetiaan” (
“Sekapur sirih: Lagi sebuah Kesetiaan” dalamGaya Nusantara No.23, hlm.3)
Data yang mirip dikemukakan video
The Gay Agenda produksi Christian Media Center di California, yang dibuat oleh
tim mantan pelaku homoseksual yang bertobat sbb:
“Studi-studi
menunjukkan bahwa pelaku gay berganti pasangan seksual sebanyak 20 sampai 106
pasangan setiap tahun, dan rata-rata pelaku homoseksual mempunyai 300 sampai
500 pasangan seksual selama hidup mereka” (Gay Agenda New Look, Christianity
Today, 21 Juni 1993, hlm.46)
Dalam makalahnya,
psikiater dan konselor seks, Naek L. Tobingmengemukakan:
“Dari penelitian
Maschal Sagir & Eli Robins di Amerika ternyata lamanya hubungan cinta
homoseks pada umumnya dapat berlangsung hanya 1-3 tahun. Hubungan homoseks yang
paling lama yang pernah ditemui ialah selama 6 tahun” ( Naek L. Tobing,
Perilaku Seksual dan AIDS, hlm. 3)
McWhirter dan
Mattison, keduanya gay, menyebut bahwa dari 100 pasangan gay yang menunjukkan
gejala pasangan yang stabil yang diteliti, tidak ada satupun pasangan yang
tetap dengan pasangan semula setelah waktu 5 tahun (0%). Mereka mengatakan:
“menjadi gay ialah
menjadi tidak monogami dan monogami merupakan suatu keadaan yang tidak alami
yang coba diraih pria gay karena rasa takut dan kebencian terhadap homoseksual
yang sudah mendarah daging” ( McWhirter & Mattison, The Gay People)
Dari hal ini, dapatlah
dimengerti mengapa hubungan gay & lesbi diassosiasikan sebagai ‘perilaku
zina’ oleh umum dan disebut dosa oleh kalangan agama. Dalam masyarakat modern
yang serba permisif, memang seks bebas dan zina dianggap hal biasa, demikian
juga zina sesama jenis dianggap biasa. Lebih lanjut, Tobing mengemukakan:
“Sebagian besar dari
mereka pada saat terikat dengan pasangannya, juga melakukan kontak seksual
dengan orang lain. Hal ini dapat terjadi misalnya di klub-klub homo, di
restoran, sehingga kadang-kadang beberapa orang homoseks bahkan tidak mengingat
dengan siapa ia melakukan kontak seksual satu atau dua jam kemudian. Putusnya
hubungan antara homoseks pada umumnya, karena merasakan hubungan yang sudah ada
itu dingin atau membosankan. Akibatnya mereka tertarik pada orang yang baru.
Kinsey juga mendapatkan, bahwa umumnya homoseks merasakan getaran seksual yang
hebat dengan orang yang baru, betapapun baiknya hubungan homoseks sulit untuk
berlangsung seumur hidup. Karena seringnya bertukar-tukar pasangan ini, kesempatan
untuk mendapatkan penyakit HIV-AIDS sangat besar pada orang homoseks” (Naek L.
Tobing, Perilaku Seksual dan Aids, hlm. 3)
Dari beberapa hasil
penelitian baik yang dilakukan oleh para pelaku non-homoseksual maupun para
pelaku homoseksual sendiri, kita dapat mengetahui kebenaran definisi para ahli
psikologi bahwa homoseksualitas adalah gejala kejiwaan yang kompleks dan tidak
bisa begitu saja dilihat sekedar hitam-putih dalam hubungan bisa diterima atau
tidaknya perilaku demikian secara hukum.
RESIKO TERTULAR DAN
MENULARKAN HIV-AIDS & PMS
Masalah resiko
penularan dan penyebaran penyakit HIV-AIDS & Penyakit Menular Seksual (PMS)
banyak dikaitkan dengan perilaku homoseksual, mengapa begitu? Lalu mengapa
penyakit HIV-AIDS dihubung-hubungkan dengan perilaku homoseksual?
Penyakit HIV-AIDS
semula ditemukan di benua Afrika terutama disekitar Gurun Sahara, dan infeksi
HIV-AIDS kemudian terlihat di Afrika sedini pertengahan tahun 1970-an. Yang
menjadi masalah adalah awal penyebaran HIV-AIDS sangat mencolok ditemukan di
kalangan pelaku homoseksual dan bisexual, karena hubungan sejenis penderita
dari Afrika dengan rekan-rekan mereka dari Haiti, lalu dari situ masuk ke
Amerika Serikat.
Pada tahun 1981 hanya
dalam waktu satu dasawarsa sesudah terlihat kemunculannya di Afrika, menurut
laporan AIDS Center di Universitas Harvard, dilaporkan sudah 100 ribu orang
tertular virus HIV. Sekitar satu dasawarsa kemudian di awal tahun 1992, sudah
menulari 12,9 juta orang!
Di Amerika Serikat
penyakit HIV-AIDS semula menyebar melalui kelompok homoseksual sehingga
homoseksualitas kemudian dilihat sebagai perilaku seksual yang berresiko
tertinggi penyebaran HIV-AIDS.
Karena faktor
keterkaitan homoseksual itulah, awalnya HIV-AIDS juga dijuluki GRID (Gay
Related Immune Deficiency).
Ditahun 1984 ditemukan
penyebaran melalui hubungan heteroseksual pula, yang salah satu pelakunya
melakukan juga hubungan biseksual maupun berganti-ganti pasangan. Dan dari
pasangan hetero yang kemudian melahirkan anak maka penularan AIDS terjadi
karena kelahiran dari ibu yang mengidap HIV-AIDS. Dari fakta ini dapatlah
dimaklumi kalau penyakit HIV-AIDS yang mematikan itu lebih banyak dikaitkan
sebagai akibat dosa-dosa seksual (terutama hubungan sejenis dan berganti-ganti
pasangan termasuk bisexual). Kasus
HIV-AIDS kemudian menyebar ke kawasan Asia termasuk Indonesia dalam percepatan
yang tinggi pula.
Yang menjadi masalah
dalam hubungan pelaku homoseksual dan biseksual adalah bahwa pelakunya
cenderung melakukan hal-hal yang beresiko tinggi menularkan HIV-AIDS, yaitu:
· Hubungan sejenis melalui anal atau
oral biasa menyebabkan lecet sehingga resiko penularan akan mudah bila salah
seorang mengidap HIV;
· Hubungan sejenis yang berganti-ganti
pasangan yang sering terjadi itu membuka peluang penularan virus HIV yang
tinggi bila dalam mata rantai itu ada yang mengidap HIV. Juga Penyakit Menular
Seksual (PMS);
· Bagi biseksual, seorang pelaku
homoseksual yang mengidap virus HIV akan juga menularkan pada pasangan
heteroseksualnya;
· Pelaku homoseksual banyak yang mengalami
kondisi kejiwaan yang labil sehingga melarikan diri pada penggunaan minuman
keras dan narkoba. Penggunaan jarum suntik yang dipakai bersama membuka
kemungkinan besar penularan HIV.
Dari sini diketahui
bahwa hubungan seksual yang paling aman dari penularan HIV-AIDS dan penyakit
menular seksual (PMS) melalui kontak seksual adalah dengan melakukan hubungan
tetap dengan suami atau isterinya sendiri dalam kesetiaan perkawinan
(heteromonogami, kecuali kalau ia tertular karena transfusi darah melalui darah
yang terinveksi virus HIV dan menjadi pecandu obat bius yang menggunakan jarum
suntik tidak steril, baik karena kesalahan sendiri maupun kesalahan orang
lain).
Tugas umat Kristen
adalah “membenci dosa hubungan sejenis” tetapi “mengasihi pelakunya dan
membimbing sesuai firman Tuhan serta mendoakannya” (Hate the sin but love the
sinner).
Salam kasih dari
YABINA ministry (www.yabina.org).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar