Good News

Jumat, 24 Juli 2015

Resiko Hubungan Sejenis (BY YABINA)

RESIKO HUBUNGAN SEJENIS
http://tse1.mm.bing.net/th?&id=JN.zmAgnYS%2bZmQVH7q69QbDdQ&w=300&h=300&c=0&pid=1.9&rs=0&p=0  “Masalah hubungan sejenis bukan sekedar urusan hak azasi manusia saja melainkan mencakup perilaku seksual yang sangat beresiko, baik bagi yang melakukakannya maupun bagi umat manusia.”
Beberapa resiko yang timbul bila melakukan hubungan sejenis adalah:
BERGANTI-GANTI PASANGAN
Salah satu resiko mencolok dalam perilaku gay & lesbi adalah kebiasaan berganti-ganti pasangan dan dalam waktu yang pendek. Kenyataan ini bisa dilihat dari beberapa penelitian berikut. Bell & Weinberg, dalam studinya yang terkenal berjudul Homosexualities menyebutkan bahwa sepertiga dari pelaku gay mempunyai lebih dari 1.000 pasangan gay yang berganti-ganti sepanjang hidup mereka. Pasangan tetap sangat langka, dan mereka yang kelihatannya memiliki hubungan stabil cenderung tidak mempertahankan monogami. Angka ini mirip dengan pengakuan Gaya Nusantara, yaitu:
“Kesetiaan memang sesuatu yang amat langka di dunia gay. Betapa tidak? Hampir 95% kaum gay pernah melecehkan suatu kesetiaan. Diakui atau tidak, hal itulah yang terjadi selama ini. Walaupun hal ini belum pernah didukung oleh suatu penelitian yang akurat, tetapi dari pengalaman kita masing-masing, mungkin dari teman, partner kita atau bahkan diri kita sendiri, kita tidak asing dengan pelecehan kesetiaan” ( “Sekapur sirih: Lagi sebuah Kesetiaan” dalamGaya Nusantara No.23, hlm.3)
            Data yang mirip dikemukakan video The Gay Agenda produksi Christian Media Center di California, yang dibuat oleh tim mantan pelaku homoseksual yang bertobat sbb:
“Studi-studi menunjukkan bahwa pelaku gay berganti pasangan seksual sebanyak 20 sampai 106 pasangan setiap tahun, dan rata-rata pelaku homoseksual mempunyai 300 sampai 500 pasangan seksual selama hidup mereka” (Gay Agenda New Look, Christianity Today, 21 Juni 1993, hlm.46)
Dalam makalahnya, psikiater dan konselor seks, Naek L. Tobingmengemukakan:
“Dari penelitian Maschal Sagir & Eli Robins di Amerika ternyata lamanya hubungan cinta homoseks pada umumnya dapat berlangsung hanya 1-3 tahun. Hubungan homoseks yang paling lama yang pernah ditemui ialah selama 6 tahun” ( Naek L. Tobing, Perilaku Seksual dan AIDS, hlm. 3)
McWhirter dan Mattison, keduanya gay, menyebut bahwa dari 100 pasangan gay yang menunjukkan gejala pasangan yang stabil yang diteliti, tidak ada satupun pasangan yang tetap dengan pasangan semula setelah waktu 5 tahun (0%). Mereka mengatakan:
“menjadi gay ialah menjadi tidak monogami dan monogami merupakan suatu keadaan yang tidak alami yang coba diraih pria gay karena rasa takut dan kebencian terhadap homoseksual yang sudah mendarah daging” ( McWhirter & Mattison, The Gay People)
Dari hal ini, dapatlah dimengerti mengapa hubungan gay & lesbi diassosiasikan sebagai ‘perilaku zina’ oleh umum dan disebut dosa oleh kalangan agama. Dalam masyarakat modern yang serba permisif, memang seks bebas dan zina dianggap hal biasa, demikian juga zina sesama jenis dianggap biasa. Lebih lanjut, Tobing mengemukakan:
“Sebagian besar dari mereka pada saat terikat dengan pasangannya, juga melakukan kontak seksual dengan orang lain. Hal ini dapat terjadi misalnya di klub-klub homo, di restoran, sehingga kadang-kadang beberapa orang homoseks bahkan tidak mengingat dengan siapa ia melakukan kontak seksual satu atau dua jam kemudian. Putusnya hubungan antara homoseks pada umumnya, karena merasakan hubungan yang sudah ada itu dingin atau membosankan. Akibatnya mereka tertarik pada orang yang baru. Kinsey juga mendapatkan, bahwa umumnya homoseks merasakan getaran seksual yang hebat dengan orang yang baru, betapapun baiknya hubungan homoseks sulit untuk berlangsung seumur hidup. Karena seringnya bertukar-tukar pasangan ini, kesempatan untuk mendapatkan penyakit HIV-AIDS sangat besar pada orang homoseks” (Naek L. Tobing, Perilaku Seksual dan Aids, hlm. 3)
Dari beberapa hasil penelitian baik yang dilakukan oleh para pelaku non-homoseksual maupun para pelaku homoseksual sendiri, kita dapat mengetahui kebenaran definisi para ahli psikologi bahwa homoseksualitas adalah gejala kejiwaan yang kompleks dan tidak bisa begitu saja dilihat sekedar hitam-putih dalam hubungan bisa diterima atau tidaknya perilaku demikian secara hukum. 
RESIKO TERTULAR DAN MENULARKAN HIV-AIDS & PMS
Masalah resiko penularan dan penyebaran penyakit HIV-AIDS & Penyakit Menular Seksual (PMS) banyak dikaitkan dengan perilaku homoseksual, mengapa begitu? Lalu mengapa penyakit HIV-AIDS dihubung-hubungkan dengan perilaku homoseksual?
Penyakit HIV-AIDS semula ditemukan di benua Afrika terutama disekitar Gurun Sahara, dan infeksi HIV-AIDS kemudian terlihat di Afrika sedini pertengahan tahun 1970-an. Yang menjadi masalah adalah awal penyebaran HIV-AIDS sangat mencolok ditemukan di kalangan pelaku homoseksual dan bisexual, karena hubungan sejenis penderita dari Afrika dengan rekan-rekan mereka dari Haiti, lalu dari situ masuk ke Amerika Serikat.
Pada tahun 1981 hanya dalam waktu satu dasawarsa sesudah terlihat kemunculannya di Afrika, menurut laporan AIDS Center di Universitas Harvard, dilaporkan sudah 100 ribu orang tertular virus HIV. Sekitar satu dasawarsa kemudian di awal tahun 1992, sudah menulari 12,9 juta orang!
Di Amerika Serikat penyakit HIV-AIDS semula menyebar melalui kelompok homoseksual sehingga homoseksualitas kemudian dilihat sebagai perilaku seksual yang berresiko tertinggi penyebaran HIV-AIDS.
Karena faktor keterkaitan homoseksual itulah, awalnya HIV-AIDS juga dijuluki GRID (Gay Related Immune Deficiency).
Ditahun 1984 ditemukan penyebaran melalui hubungan heteroseksual pula, yang salah satu pelakunya melakukan juga hubungan biseksual maupun berganti-ganti pasangan. Dan dari pasangan hetero yang kemudian melahirkan anak maka penularan AIDS terjadi karena kelahiran dari ibu yang mengidap HIV-AIDS. Dari fakta ini dapatlah dimaklumi kalau penyakit HIV-AIDS yang mematikan itu lebih banyak dikaitkan sebagai akibat dosa-dosa seksual (terutama hubungan sejenis dan berganti-ganti pasangan termasuk bisexual).        Kasus HIV-AIDS kemudian menyebar ke kawasan Asia termasuk Indonesia dalam percepatan yang tinggi pula.
Yang menjadi masalah dalam hubungan pelaku homoseksual dan biseksual adalah bahwa pelakunya cenderung melakukan hal-hal yang beresiko tinggi menularkan HIV-AIDS, yaitu:
·         Hubungan sejenis melalui anal atau oral biasa menyebabkan lecet sehingga resiko penularan akan mudah bila salah seorang mengidap HIV;
·         Hubungan sejenis yang berganti-ganti pasangan yang sering terjadi itu membuka peluang penularan virus HIV yang tinggi bila dalam mata rantai itu ada yang mengidap HIV. Juga Penyakit Menular Seksual (PMS);
·         Bagi biseksual, seorang pelaku homoseksual yang mengidap virus HIV akan juga menularkan pada pasangan heteroseksualnya;
·         Pelaku homoseksual banyak yang mengalami kondisi kejiwaan yang labil sehingga melarikan diri pada penggunaan minuman keras dan narkoba. Penggunaan jarum suntik yang dipakai bersama membuka kemungkinan besar penularan HIV.
Dari sini diketahui bahwa hubungan seksual yang paling aman dari penularan HIV-AIDS dan penyakit menular seksual (PMS) melalui kontak seksual adalah dengan melakukan hubungan tetap dengan suami atau isterinya sendiri dalam kesetiaan perkawinan (heteromonogami, kecuali kalau ia tertular karena transfusi darah melalui darah yang terinveksi virus HIV dan menjadi pecandu obat bius yang menggunakan jarum suntik tidak steril, baik karena kesalahan sendiri maupun kesalahan orang lain).
Tugas umat Kristen adalah “membenci dosa hubungan sejenis” tetapi “mengasihi pelakunya dan membimbing sesuai firman Tuhan serta mendoakannya” (Hate the sin but love the sinner).

Salam kasih dari YABINA ministry (www.yabina.org).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar