Derita
Seorang Editor
Jesslyn[1]
Apa sih editor itu?
Mungkin para pembaca belum sepenuhnya tahu tentang profesi yang satu ini.
Editor adalah redaktur dalam jurnalisme. Secara umum, redaktur adalah sesorang
yang bertugas melakukan penyuntingan, yaitu: memperbaiki kesalahan ejaan, tanda
baca, serta keterpaduan antar paragraf sebuah tulisan yang akan diterbitkan.
Tulisan tersebut dapat berupa hasil penelitian, jurnal, majalah, buku, dan
sebagainya.
Menjadi seorang editor bukanlah profesi yang mudah. Dibutuhkan
keterampilan khusus seperti kecermatan dan ketelitian dalam mengedit,
konsentrasi yang tinggi, serta ketahanan membaca dalam waktu yang lama. Selain itu, dalam menyunting sebuah
tulisan membutuhkan pengetahuan yang luas agar dapat memahami, lalu mengoreksi
jika di dalamnya terdapat kesalahan .
Seperti halnya
orang-orang dalam berbagai profesi, seorang editor pasti pernah merasakan suka dan duka dalam menjalankan tugasnya. Seperti yang dialami oleh
seorang editor di suatu lembaga pendidikan di kota Makassar yang diwawancara
oleh penulis, demikian katanya, “Suka
duka?
Yah, banyak lah. Kalau ‘suka’ nya, saya mendapatkan banyak pengetahuan selama
menjadi editor dari membaca berbagai hasil penelitian, pemikiran tokoh
terkenal, serta buku-buku yang diterbitkan oleh berbagai lembaga pendidikan.”
Selain dari bertambahnya pengetahuan, sorang editor akan memiliki suatu
kepuasan tersendiri saat telah selesai menyelesaikan pekerjaannya. Dan
tentunya, menjadi suatu kebanggaan diri melihat karya yang telah disunting
dapat diterbitkan.
Namun, bukan hanya kebanggaan dan bertambahnya
pengetahuan saja yang diterima dan dirasakan oleh editor. Kelelahan mata dan
kejenuhan akibat berada di depan layar monitor terus-menerus merupakan salah
satu hal tidak menyenangkan yang harus dirasakan setiap hari. “Tetapi
sebenarnya, bukan itu yang menjadi masalah utama. Yang terkadang membuat saya
kesal adalah banyaknya kesalahan pada tulisan yang ditulis oleh orang yang
‘berpendidikan tinggi.’ Menurut saya,
seharusnya karya yang ditulis oleh seseorang yang ‘berpendidikan tinggi’
memiliki tingkat kesalahan yang lebih kecil, sehingga kami tidak perlu
mengalami banya kesulitan dalam menyunting,” tutur sang editor.
Ia menambahkan, “Selain itu, banyaknya penggunaan kata yang tidak baku, urutan
tulisan yang kacau, dan ketidakpaduan antar paragraf, membuat saya terkadang
pusing tujuh keliling dalam menyunting.”
Menyunting berbagai tulisan sepanjang hari tentu membuat
orang-orang yang berprofesi sebagai editor berada di bawah tekanan yang tinggi.
Apalagi jika deadline sudah di
depan
mata, dan tulisan yang disunting belum dapat diselesaikan. “Biasanya, saya
memiliki banyak tugas tambahan maupun tugas dadakan dari atasan saya. Itulah
yang kadang membuat pekerjaan saya selalu tertunda. Tapi, yah, di situlah
tantangan bekerja sebagai editor. Kami harus pandai dalam mengatur waktu kami,
agar segala sesuatu dapat terselesaikan dengan baik, ” tutur sang editor
saat mengakhiri wawancara.
Oleh karena itu, dibutuhkan kesabaran dan ketekunan
tinggi dalam menjalani profesi sebagai editor. Dengan kesabaran dan ketekunan,
segala tugas dan tanggung jawab pasti dapat diatasi dengan baik. Jadi, bagi para
editor, semangat selalu ya!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar