Definisi yang diperoleh dari pemaparan J. Verkuyl. Jadi
pertunangan adalah suatu masa ujian dengan
dasar kesetiaan. Pertunangan adalah suatu masa persiapan sebelum menikah. Pertunangan
bukanlah suatu permainan nafsu birahi, dengan niat tersembunyi untuk mengulangi
permainan itu dengan orang lain. Jika pertunangan itu baik dan patut, maka pada
masa itu akan bernyala-nyalalah pengharapan kita, supaya kasih kita semakin
mesra dan supaya keyakinan kita semakin teguh bahwa kita sungguh telah
ditentukan oleh Tuhan akan menjadi suami istri.
Orang
banyak mengatakan bahwa pada hakekatnya pertunangan itu haruslah dipandang sama
dengan pernikahan, kedua-duanya tidak boleh diputuskan, dibatalkan. Menurut
kami, pandangan itu tidak dapat dipertahankan. Memang, jika pertunangan itu
dimulai tanpa maksud dan tanpa keinginan untuk melanjutkannya dengan
perhubungan nikah, maka bohonglah pertunangan itu, suatu permainan belaka. Jika
pertunangan itu dimulai dengan keputusan yang sungguh-sungguh dan tidak
tergesa-gesa, maka pembatalan pun tidak akan banyak terjadi. Biarpun tiap-tiap
orang bertunangan bertanya sesekali di dalam hati: “Betulkah aku mengasihi
tunanganku?”, namun janganlah pertanyaan itu menjadi sebab untuk membatalkan
pertunangan.
Seorang
Kristen, ahli ilmu jiwa, pernah menamakan pertunangan itu suatu “latihan
menyangkal diri”, “tidak mementingkan diri”. Ia mengemukakan, bahwa di dalam
pernikahan haruslah orang senangtiasa memperhitungkan atau mengindahkan orang
lain, bahwa syarat-syarat pertama bagi pernikahan yang bahagia ialah
penyangkalan diri setiap hari dan kesediaan untuk menunjukkan kasih yang
melayani, yang menyelamatkan dan yang memelihara. Pertunangan adalah persiapan
bagi perjuangan penyangkalan diri itu. Juga mengenai masa pertunangan berlaku
Firman Tuhan Yesus: “Barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan
nyawanya, tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dank arena Injil,
ia akan menyelamatkan nyawanya” (Matius 8:35).
Layakkah
bersetubuh pada masa pertunangan? Jika kita berpegang pada Firman Tuhan, maka
haruslah kita jawab dengan tegas: “Tidak”! Alasannya karena bersetubuh sebelum
nikah, bagaimanapun juga, jika dipandang dari sudut Firman Tuhan, adalah suatu
perbuatan yang merusak perbuatan yang sesungguhnya atai persetubuhan palsu atau
gelap. Persetubuhan adalah suatu penyerahan tubuh dan jiwa seseorang kepada
orang lain. Barangsiapa memisahkan pemuasan nafsu kelaminnya dari rangkaian
hubungan hidup seluruhnya, maka iapun merusakkan hidupnya.
Jika
pertunangan itu dipandang sebagai masa ujian dan masa persiapan, maka sudah
selayaknya jangan terlalu pendek masanya. Pertunangan yang tergesa-gesa dan
pendek mengakibatkan suatu pernikahan yang kurang kokoh dasarnya. Kedua orang
yang bertunangan harus mendapat kesempatan untuk saling mengenal. Masa
pertunangan jangan terlalu pendek, tetapi jangan terlalu lama.
Jika
kita memasuki pernikahan sebagai pemenang, jika kita dapat menempatkan nafsu
kelamin kita di bawah pengawasan Firman Tuhan dan bersedia menerima anugerah
duniawi yang besar dari Tuhan, yakni pernikahan Kristus yang sejahtera, maka
Tuhanlah yang seharusnya menerima pujian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar