Good News

Rabu, 14 Januari 2015

Etika Seksuail : Hubungan antara kedua jenis kelamin pada masa puber dan masa adolesensi (J. Verkuyl)

Sebuah ringkasan dari BAB II buku J. Verkuyl tentang Etika Seksual oleh Hengki Wijaya


Tuhan menciptakan pria dan wanita di dalam hubungan-kutub, artinya hubungan antara pria dan wanita itu bagaikan hubungan antara kutub utara dan kutub selatan. Kita tinjau bersama hubungan-hubungan antara jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan di dalam perkembangan kehidupan manusia, kemudian kita cari bersama-sama janji-janji dan tuntutan-tuntutan Tuhan yang menerangi hubungan-hubungan itu.


1.        Masa Kanak-kanak
Tidaklah baik memisahkan anak laki-laki dari anak-anak perempuan. Baiklah anak laki-laki dan anak perempuan, sejak permulaan hidup mereka, dibesarkan bersama-sama. Tidak hanya di dalam keluarga, tetapi juga di sekolah. Justru dengan demikian mereka takkan pandang memandang dengan segala keingintahuannya. Pengalaman pun membuktikan, bahwa suasana di sekolah-sekolah, yang mempraktekkan ko-edukasi, lebih sehat susilanya daripada suasana di sekolah yang memisahkan murid laki-laki dari murid perempuan. Sudah tentu ada juga berbagai bahaya pada koedukasi dan koinstruksi pada masa itu. Ingatlah saja kepada kemungkinantimbulnya percakapan yang kotor dan bahasa yang kotor, beredarnya gambar-gambar, tidak senonoh atau tingkah laku buruk mengenai soal-soal seksuil yang kerapkali timbul pada usia itu, disebabkan oleh keingintahuan yang tidak terkendalikan yang mencari pemuasannya.
2.        Masa puber dan masa adolesensi
Masa puber dan masa adolensensi adalah masa yang penuh kesulitan-kesulitan. Pada masa remaja (masa pemuda/pemudi) bangkitlah perasaan-perasaan dan kecenderungan-kecenderungan seksuil. Pada umumnya si pemuda lebih hebat dan lebih sadar menghayati ketegangan-ketegangan itu daripada si pemudi, baik badani maupun rohani. Pada si pemudi perasaan-perasaan dan kecenderungan itu biasanya masih diam dan tersembunyi. Tetapi karena berbagai peristiwa dan pengalaman-pengalaman, apa yang masih tersembunyi pada si pemudi tadi, dapat juga timbul dengan mendadak.
Barangsiapa merampas rahasia-rahasia hidup itu dengan memuaskan nafsu yang tidak lagi terkendalikan karena kurang sabarnya, maka iapun merusak pemberian-pemberian Tuhan.  Sesuai dengan perintah Tuhan Yesus (Matius 5:28), hendaklah mereka itu belajar memandang orang dari jenis kelamin yang lain itu tanpa nafsu birahi, tanpa “bergerak syhwatnya”, tetapi dengan hormat dan penghargaan, sebagai orang penyantun, sebagai kawan sekerja. Hal itu dapat dipelajari di dalam persekutuan dengan Tuhan Yesus sendiri yang memberikan perintah itu kepada kita. Sebab segala yang dituntut-Nya, Ia pun bersedia memberikannya.
Untuk keselamatan mereka sendiri, maka hendaklah kaum muda di dalam masa adolesensi waspada terhadap bercumbu-cumbuan, bermain mata, bercumbu-cumbuan adalah bermain-main dengan asmara. Bercumbu-cumbuan berarti mencicipi dahulu dari pernyataan kasih mesra dengan tidak mempedulikan, apakah orang berhak atau patut menerima pernyataan kasih itu.
Itulah keajaiban “jatuh cinta” yang berkembang; itulah keajaiban dorongan erotis yang tertuju kepada orang tertentu dari jenis kelamin yang lain. Di dalam memilih bakal jodoh haruslah faktor itu ada dan dipertimbangkan. Jika sebenarnya seorang pemuda tidak menaruh kasih kepada seorang gadis, tetapi hanya mencoba menghampirinya, karena ia ingin menikah atau karena si gadis dipandangnya sebagai “kawan hidup yang sepadan”, maka tiadalah terdapat kedalaman pada pemilihannya itu. Jika seorang wanita hanya mencoba menghampiri seorang pria, karena pria itu mempunyai harapan yang baik atau “banyak prospeknya”. Atau karena wanita itu tidak berkeinginan tetap membujang, maka pendekatan itu tidak memunyai motif-motif atau alasan-alasan yang lebih dalam.
Di dalam pernikahan, kita memerlukan kesetiaan, setia sampai mati. Dari siapa lagi kesetiaan itu kita terima, jika tidak dari Tuhan Yesus sendiri, satu-satunya yang berkasih setia. Di dalam pernikahan, kita memerlukan kasih mesra berlangsung terus. Dari mana lagi kasih itu dapat kita timba, jika tidak dari kasih kekal Allah Bapa”?. Di dalam pernikahan kita membutuhkan persekutuan. Dari mana lagi kita menerima persekutuan itu, jika tidak dari persekutuan dengan Roh Kudus. Maka karena itu, persekutuan iman  atau satu dalam kepercayaan adalah factor yang menentukan di dalam memilih bakal jodoh.
Faktor yang lain ialah nasihat orang tua. Nasihat orang tua patut didengarkan dan diindahkan oleh orang-orang muda. Sebab orang tua pun ikut bertanggungkawab atas jalan hidup anak-anak mereka. Tanggung jawab itu mereka terima dari Tuhan di dalam kebapaan dan keibuannya.
Bagaimanakah soal nikah campuran rasial itu harus kita pandang dari sudut Hukum Taurat Allah dan Injil? Secara prisinpil, sama sekali tidak dapat diajukan keberatan-keberatan terhadap pernikahan interrasial. Tuahn tidak pernah melarang percampuran itu. Bahkan di dalam  daftar silsilah Yesus Kristus pun terdapat empat orang wanita yang berasal dari bangsa lain, bukan bangsa Yahudi (Matius 1:1-7). Tetapi dipandang dari sudut sosiologi dan psikologi, kedudukan suami istri yang berlainan rasa tau bangsa, apalagi kedudukan anak-anak mereka lebih sulit daripada kedudukan suami istri yang sebangsa atau sama rasnya. Maka orang-orang dari dua bangsa yang berlainan, yang ingin menikah, haruslah memerhatikan sungguh-sungguh kesulitan itu bagi mereka sendiri dan anak-anak mereka. Jika mereka berani menempuh kesulitan-kesulitan itu dalam di dalam iman, maka tidak ada seorang pun berhak menyalahkan mereka telah melakukan perbuatan dengan tidak hati-hati atau mengambil keputusan yang salah pada dasarnya.
Dapatlah dimengerti apabila orangtua pada umumnyan mempunyai keberatan-keberatan praktis terhadap nikah campuran. Tetapi sama sekali tidak benar, jika orang tua mengajukan keberatan-keberatan yang prisinpil terhadap pernikahan semacam itu. Dan jika gereja menolak meneguhkan nikah campuran rasial didalam gereja, maka penolakan itu bolehlah dikatakan suatu penolakan kekafiran, sebab dengan penolakan itu disangkalnya. Hukum Taurat Tuhan dan InjilNya. Justru itulah panggilan gereja, yakni: dengan kata dan perbuatan menunjukkan, bahwa bagi Kristus Yesus perbedaan ras tidak merupakan rintangan di dalam persekutuan orang beriman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar