Tuhan
menciptakan pria dan wanita di dalam hubungan-kutub,
artinya hubungan antara pria dan wanita itu bagaikan hubungan antara kutub
utara dan kutub selatan. Kita tinjau bersama hubungan-hubungan antara jenis
kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan di dalam perkembangan kehidupan
manusia, kemudian kita cari bersama-sama janji-janji
dan tuntutan-tuntutan Tuhan yang
menerangi hubungan-hubungan itu.
1.
Masa Kanak-kanak
Tidaklah baik memisahkan
anak laki-laki dari anak-anak perempuan. Baiklah anak laki-laki dan anak
perempuan, sejak permulaan hidup mereka, dibesarkan bersama-sama. Tidak hanya
di dalam keluarga, tetapi juga di
sekolah. Justru dengan demikian mereka takkan pandang memandang dengan
segala keingintahuannya. Pengalaman pun membuktikan, bahwa suasana di
sekolah-sekolah, yang mempraktekkan ko-edukasi, lebih sehat susilanya daripada suasana di sekolah yang memisahkan
murid laki-laki dari murid perempuan. Sudah tentu ada juga berbagai bahaya pada
koedukasi dan koinstruksi pada masa itu. Ingatlah saja kepada kemungkinantimbulnya
percakapan yang kotor dan bahasa yang kotor, beredarnya gambar-gambar, tidak
senonoh atau tingkah laku buruk mengenai soal-soal seksuil yang kerapkali
timbul pada usia itu, disebabkan oleh keingintahuan yang tidak terkendalikan
yang mencari pemuasannya.
2.
Masa puber dan masa adolesensi
Masa
puber dan masa adolensensi adalah masa yang penuh kesulitan-kesulitan. Pada
masa remaja (masa pemuda/pemudi) bangkitlah perasaan-perasaan dan
kecenderungan-kecenderungan seksuil. Pada umumnya si pemuda lebih hebat dan
lebih sadar menghayati ketegangan-ketegangan itu daripada si pemudi, baik
badani maupun rohani. Pada si pemudi perasaan-perasaan dan kecenderungan itu
biasanya masih diam dan tersembunyi. Tetapi karena berbagai peristiwa dan
pengalaman-pengalaman, apa yang masih tersembunyi pada si pemudi tadi, dapat
juga timbul dengan mendadak.
Barangsiapa
merampas rahasia-rahasia hidup itu dengan memuaskan nafsu yang tidak lagi
terkendalikan karena kurang sabarnya, maka iapun merusak pemberian-pemberian
Tuhan. Sesuai dengan perintah Tuhan
Yesus (Matius 5:28), hendaklah mereka itu belajar memandang orang dari jenis
kelamin yang lain itu tanpa nafsu birahi, tanpa “bergerak syhwatnya”, tetapi
dengan hormat dan penghargaan, sebagai orang penyantun, sebagai kawan sekerja.
Hal itu dapat dipelajari di dalam persekutuan dengan Tuhan Yesus sendiri yang
memberikan perintah itu kepada kita. Sebab segala yang dituntut-Nya, Ia pun
bersedia memberikannya.
Untuk
keselamatan mereka sendiri, maka hendaklah kaum muda di dalam masa adolesensi
waspada terhadap bercumbu-cumbuan, bermain mata, bercumbu-cumbuan adalah
bermain-main dengan asmara. Bercumbu-cumbuan berarti mencicipi dahulu dari
pernyataan kasih mesra dengan tidak mempedulikan, apakah orang berhak atau
patut menerima pernyataan kasih itu.
Itulah
keajaiban “jatuh cinta” yang berkembang; itulah keajaiban dorongan erotis yang
tertuju kepada orang tertentu dari
jenis kelamin yang lain. Di dalam memilih bakal jodoh haruslah faktor itu ada
dan dipertimbangkan. Jika sebenarnya seorang pemuda tidak menaruh kasih kepada
seorang gadis, tetapi hanya mencoba menghampirinya, karena ia ingin menikah
atau karena si gadis dipandangnya sebagai “kawan hidup yang sepadan”, maka
tiadalah terdapat kedalaman pada pemilihannya itu. Jika seorang wanita hanya
mencoba menghampiri seorang pria, karena pria itu mempunyai harapan yang baik
atau “banyak prospeknya”. Atau karena wanita itu tidak berkeinginan tetap
membujang, maka pendekatan itu tidak memunyai motif-motif atau alasan-alasan
yang lebih dalam.
Di
dalam pernikahan, kita memerlukan kesetiaan,
setia sampai mati. Dari siapa lagi kesetiaan itu kita terima, jika tidak dari
Tuhan Yesus sendiri, satu-satunya yang berkasih
setia. Di dalam pernikahan, kita memerlukan kasih mesra berlangsung terus. Dari mana lagi kasih itu dapat kita
timba, jika tidak dari kasih kekal Allah Bapa”?. Di dalam pernikahan kita
membutuhkan persekutuan. Dari mana lagi kita menerima persekutuan itu, jika
tidak dari persekutuan dengan Roh Kudus. Maka karena itu, persekutuan iman atau satu
dalam kepercayaan adalah factor yang menentukan
di dalam memilih bakal jodoh.
Faktor
yang lain ialah nasihat orang tua. Nasihat orang tua patut
didengarkan dan diindahkan oleh orang-orang muda. Sebab orang tua pun ikut
bertanggungkawab atas jalan hidup anak-anak mereka. Tanggung jawab itu mereka
terima dari Tuhan di dalam kebapaan dan keibuannya.
Bagaimanakah
soal nikah campuran rasial itu harus kita pandang dari sudut Hukum Taurat Allah
dan Injil? Secara prisinpil, sama sekali tidak dapat diajukan
keberatan-keberatan terhadap pernikahan interrasial. Tuahn tidak pernah
melarang percampuran itu. Bahkan di dalam daftar silsilah Yesus Kristus pun terdapat
empat orang wanita yang berasal dari bangsa lain, bukan bangsa Yahudi (Matius
1:1-7). Tetapi dipandang dari sudut sosiologi dan psikologi, kedudukan suami
istri yang berlainan rasa tau bangsa, apalagi kedudukan anak-anak mereka lebih
sulit daripada kedudukan suami istri yang sebangsa atau sama rasnya. Maka
orang-orang dari dua bangsa yang berlainan, yang ingin menikah, haruslah
memerhatikan sungguh-sungguh kesulitan itu bagi mereka sendiri dan anak-anak
mereka. Jika mereka berani menempuh kesulitan-kesulitan itu dalam di dalam
iman, maka tidak ada seorang pun berhak menyalahkan mereka telah melakukan
perbuatan dengan tidak hati-hati atau mengambil keputusan yang salah pada
dasarnya.
Dapatlah
dimengerti apabila orangtua pada umumnyan mempunyai keberatan-keberatan praktis
terhadap nikah campuran. Tetapi sama sekali tidak benar, jika orang tua
mengajukan keberatan-keberatan yang prisinpil terhadap pernikahan semacam itu.
Dan jika gereja menolak meneguhkan nikah campuran rasial didalam gereja, maka
penolakan itu bolehlah dikatakan suatu penolakan kekafiran, sebab dengan penolakan itu disangkalnya. Hukum Taurat
Tuhan dan InjilNya. Justru itulah panggilan gereja, yakni: dengan kata dan
perbuatan menunjukkan, bahwa bagi Kristus Yesus perbedaan ras tidak merupakan
rintangan di dalam persekutuan orang beriman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar