Good News

Rabu, 14 Januari 2015

About Merried --TENTANG PERNIKAHAN (J. Verkuyl) diringkas oleh Hengki Wijaya



   Apabila pernikahan itu kita renungkan dari sudut Alkitab, maka haruslah kita mulai dengan mengatakan bahwa pernikahan adalah suatu peraturan yang ditetapkan oleh Tuhan. Pernikahan adalah tata tertib suci yang ditetapkan oleh Tuhan, Khalik langit dan bumi; di dalam peraturan suci itu diaturnya hubungan antara pria dan wanita. Sejak “pada mulanya” pun Tuhan menghendaki, supaya seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging (Kejadian 2:24).
Dalam kitab  Kejadian 2 tertulis: “Mereka keduanya telanjang, manusia dan istrinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu” (Kejadian 2:25). Tentang ayat itu Karl Barth pernah menulis kata-kata yang dalam sebagai berikut: “Dengan mata terbuka, mereka adalah bagi masing-masing sebagaimana mereka ada, yakni sebagai suami bagi istrinya, sebagai istri bagi suaminya”. Apakah yang kemudian dilakukan oleh Tuhan dengan pernikahan sebagai peraturan suci yang ditetapkanNya? Tuhan tidak membatalkan peraturan itu. DipertahankanNya tata tertib itu. Tuhan tahu, bahwa tanpa peraturan itu akan kalutlah kehidupan seksuil. Maka diantara segala bangsa dan segala agama serta kebudayaan terdapat suatu kesadaran, bahwa pernikahan adalah suatu peraturan Tuhan untuk melindungi masyarakat manusia terhadap kekalutan.

Yesus Kristus telah datang ke dunia untuk menyelamatkan hidup manusia. Maka Ia datang untuk meyelamatkan kehidupan pernikahan pula. Hal itu dapat kita lihat dalam cerita perjamuan nikah di Kana (Yoh 2). Dosa mulai di dalam pernikahan Adam dan Hawa di Taman Firdaus. Dan ketika Adam kedua, yakni Yesus Kristus datang, Ia mulai dengan pekerjaanNya padasuatu pernikahan di Kana di tanah Galilea. Di situ terganggu kegembiraan perayaan, karena kehabisan air anggur. Maka Yesus mengubah air menjadi air anggur.
Maka perlu sekali diberitakan lagi sejelas-jelasnya bahwa nikah adalah suatu tata tertib suci yang ditetapkan oleh Tuhan. Ada hal-hal yang tidak berubah. Sejak semula hingga akhir zaman. Salah satu hal yang asasi seorang wanita, hubungan yang sudah dikehendaki oleh Tuhan, Sang Khalik dan yang diteguhkan oleh Kristus.
Pernikahan sebagai suatu peraturan monogami. Menurut Tuhan Yesus, pernikahan di Firdaus itu adalah pernikahan asli (Matius 19:3) dan pernikahan di Firdaus itu digambarkan di dalam Alkitab sebagai suatu penyerahan seorang laki-laki kepada seorang wanita, penyerahan seorang wanita kepada seorang laki-laki untuk seumur hidup. Pernikahan monogami itu adalah pernikahan asli. Tetapi dalam Perjanjian Lama, bahwa gejala poligami memasuki juga lingkungan orang-orang beriman. Oleh karena itu, orang kadang-kadang menarik kesimpulan, bahwa di dalam Perjanjian Lama poligami itu tidak terlarang, tetapi diterima dengan tiada yang menentangnya. Barangsiapa membela pendapat yang demikian itu, ia tidak membaca kitab Perjanjian Lama dengan baik. Sebab di dalam Perjanjian Lama permaduan/poligamipun  dipandang sebagai bentuk pernikahan yang merusak maksud Tuhan dengan nikah itu.
Pernikahan Abraham dengan Hagar, digambarkan sebagai akibat keragu-raguan terhadap janji-janji Tuhan. Baik pada Sara maupun pada Abraham sendiri. Kita lihat pula betapa kebahagiaan pernikahan. Yakub terganggu oleh kecemburuan antara Rahel dan Lea. Kita mendengar keluh kesah mengharukan dari mulut Hana, istri Elkana, karena hubungan Elkana dengan Penina (1 Samuel 1 dan 2). Di dalam Perjanjian Baru oleh Yesus Kristus dan oleh para rasul diberitahukan monogami itu tegas-tegas sebagai tuntutan dan sebagai pemberian. Yesus mengingatkan kita kepada pernikahan yang asli, sebagaimana adanya pada mulanya (Matius 19:3).
Apakah sebabnya di dalam Alkitab monogami dibela sebagai tuntutan Tuhan dan sebagai pemberian Tuhan? Oleh karena monogamy sajalah yang sesuai dengan agape, kasih yang melayani. Istilah eros ialah cinta birahi, yang Nampak gejalanya dalam nafsu seksuil. Pada hakikatnya cinta birahi itu sendiri bukanlah dosa. Cinta birahi pun adalah sesuatu hal yang dijadikan oleh Tuhan. Tuhan hendak memberikan tempat kepada cinta birahi itu di dalam pernikahan. Tetapi cinta birahi itu haruslah dipimpin oleh agape, yakni kasih yang melayani, memelihara, melindungi, dan mendukung. Agape tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak menyampingkan keinginan akan kebahagiaan perseorangan, tetapi menuju kepada kebahagiaan bersama, artinya ia menolak poligami dan menerima monogami. Kasih itu tidak berlaku senonoh. Makanya ditentangnya poligami, sebab poligami adalah berlaku tak senonoh terhadap kawan hidup, dari hari ke hari dan dari malam ke malam.
Dalam 1 Korintus 13 Paulus menulis tentang agape. Ia menulis antara lain sebagai berikut: Kasih itu penyayang, tidak berlaku senonoh, tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak lekas marah (1 Korintus 13:4a, 5b). Kasih itu berpanjangan sabar dan penyayang. Cinta berahi sangat tidak sabar. JIka kawan hidup itu sudah tua atau sakit-sakit saja, maka cinta berahi mengarahkan nafsunya kepada kawan hidup yang lain. Tetapi kasih yang sejati itu berpanjangan sabar terhadap kawan hidup dan dengan demikian terlindunglah kebahagiaan hidup pernikahan.
Maksud Tuhan dengan pernikahan adalah supaya pernikahan itu menjadi persekutuan hidup. Persekutuan hidup ini meliputi seluruh kehidupan. Pernikahan itu menjadi suatu kesempatan untuk member jawab kepada soal mereka masing-masing di segala aspek kehidupan, suatu kesempatan untuk layan melayani dalam penyerahan diri sepenuhnya kepada masing-masing.
Nafsu birahi dan persetubuhan antara suami istri oleh Alkitab tidak dipandang sebagai suatu dosa, tetapi Alkitab memandangnya sebagai anugerah Tuhan kepada manusia, sejak ia diciptakan. Persetubuhan memunyai dua arti, yakni sebagai penyataan kasih secara badani, dan kedua sebagai jalan untuk “mengembangbang biakkan” manusia. Rahasia persetubuhan hanya boleh dialami bersama-sama dengan dia, yang kepadanya si suami telah mengikat dirinya untuk seumur hidupnya. Dari persetubuhan itu keluar suatu daya ikat. Kedua manusia itu telah membuka selubung rahasia masing-masing, mereka pun bersetubuhlah dan selanjutnya bolehlah mereka mengalami rahasia itu setiap kali pada persetubuhan di dalam persekutuan pernikahan.
Kami ingin mengetegahkan tiga buah soal persetubuhan dipandang dari sudut Alkitab.
Peringatan yang pertama, mengenai cara melakukan persetubuhan. Tentang itu Paulus member peringatan yang patutu kita perhatikan dalam surat Tesalonika (1 Tes 4:3-5). Berkatalah Paulus kepada orang-orang itu: “Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi percabulan, supaya kamu masing-masing mengambil seorang perempuan menjadi istrimu sendiri dan hidup di alam pengudusan dan penghormatan, bukan di dalam keinginan hawa nafsu, seperti yang dibuat oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah”.
Peringatan yang kedua, mengenai panggilan supaya di dalam persetubuhan itu pihak yang satu selalu mempertenggangkan yang lain. “Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap istrinya, demikian pula istri terhadap suaminya, demikian pula istri terhadap suaminya. Istri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya, demikian pula suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi istrinya” (1 Korintus 7:3-4). Peringatan yang ketiga, mengenai frekuensi persetubuhan. Tentang itu Alkitab tidak member petunjuk-petunjuk. Alkitab hanya mengatakan, bahwa terlalu seringmengulangi persetubuhan dapat mengganggu doa kita dan menghilangkan semangat kerja kita. Sebaliknya, Paulus memberi nasihat rasulinya, supaya orang jangan terlalu lama  menahan diri atau bertarak, supaya iblis jangan menggodai kamu, karena kamu tidak tahan bertarak” (1 Kor 7:5).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar