Mengingat
Sang Mentor dalam 25 Tahun Perjalanan Pelayanan.
Kisah
ini saya kutip penuh dari FB Daniel Ronda.
Bulan
Agustus 2015 ini saya sudah 25 tahun di pelayanan. Pertama kali saya
menjejakkan kaki di Ubud pada Bulan Agustus 1990 membantu tugas almarhum Bapak
Rodger dan Ibu Lelia Lewis. Dalam perjalanan waktu, ternyata keberadaan saya di
Ubud sangat singkat hanya 4 tahun. Lalu bulan Agustus tahun 1994 saya pindah
tugas sebagai seorang pengajar di STT Jaffray Makassar sampai sekarang.
Kalaupun saya bisa bertahan dalam waktu yang masih baru setengah perjalanan
ini, itu dikarenakan ada mentor-mentor yang membentuk saya. Mentor itu saya
akan sebutkan satu persatu dengan narasi pendek sebagai ucapan terima kasih
yang terhingga sehingga sampai di 25 tahun pelayanan:
1.
Dr. Peter Anggu adalah mentor yang luar biasa, ia seorang saleh yang rendah
hati, memanggil sang mahasiswa dengan sapaan ringan jika berjumpa, mengajak
berdoa ketika masuk ke kantornya bila ada keperluan. Dialah tokoh yang saya
kagumi yang kemudian memanggil saya menjadi tenaga pengajar, di mana suratnya
masih saya simpan sampai hari ini.
2.
Bapak William Kenneth Kuhns dan Ibu Janet Howard adalah orang tua yang tiada
taranya bagi saya dan istri. Pak Kuhns, demikian kami memanggilnya, tidak akan
pernah membiarkan pulang dengan hampa jika minta bantuannya. Tentu bukan dalam
arti materi, tapi dalam nasehat dan berbagai hal. Dia adalah figur bapak yang
luar biasa dengan kedalaman cara berpikirnya. Sang Ibu, dulu kami sebut Ibu
Kuhns adalah figur extrovert yang selalu ceria, senyum dan sukacita dan sangat
positif melihat dunia. Dari keduanya kami mendapatkan model arti pelayanan,
termasuk belajar tersenyum dengan penuh percaya diri. Merekalah yang mengutus
dan mendorong kami untuk berani ambil kuliah S2 di Filipina bahkan
mempertaruhkan dana pensiunnya jika sponsor tidak ada.
3.
Pdt. Nyoman Enos adalah figur yang sangat berarti dalam mengartikan apa itu
melayani dan apa itu kekudusan. Suara yang keras dan blak-blakan menggambarkan
kasih seorang Bapak yang tidak ingin anaknya berkanjang dalam dosa dan melayani
adalah anugerah bukan hak yang harus dituntut.
4.
Bapak Rodger dan Ibu Lelia Lewis adalah figur yang sungguh membentuk saya
tentang bagaimana melayani dengan setia. Kasihnya kepada jiwa-jiwa, kesederhaan
hidupnya, dan pengorbanan uang pensiunnya untuk pelayanan dan beasiswa membuat
tapak abadi di hati ini tentang bagaimana sepatutnya mengasihi.
5.
Dr. George Harper adalah dosen terbaik yang pernah didapat dalam studi. Dia
adalah figur sederhana dalam gaya hidup tapi sangat kaya dalam berteologi. Dia
yang membuat saya mampu melihat teologi sistematika dari sudut pandang sejarah
yang menjadikan kita berhikmat melihat keragaman teologi dalam sejarah. Dialah
yang meyakinkan saya bahwa paper-paper saya sangat brilian dan dia pula yang
meminta saya melanjutkan studi Ph.D dengan beasiswa John Stott. Ia kecewa
ketika saya menolaknya namun hubungan tetap baik dan indah karena memang
hatinya adalah mencetak teolog bagi orang Asia.
6.
Dr. David Rambo adalah seorang mantan Ketua CMA Amerika yang kemudian menjadi
dosen saya di Asbury Theological Seminary. Bersama istrinya Ruth Rambo, mereka
menjadi orang tua selama studi di Amerika. Kisah-kisah pelayanannya dan caranya
memberikan semangat dan kepercayaan diri sehingga mampu melihat kepemimpinan
dari sudut sang pemimpin yang sebenarnya dan bukan pemimpin yang masih merasa
menjadi ekor atau bawahan. Ia percaya bahwa saya bisa menjadi pemimpin dan
kepercayaan itu saya masih emban!
Narasi
di atas sangat pendek. Ada banyak pengorbanan sang mentor-mentor itu yang tidak
saya bisa narasikan di sini. Sungguh mentor-mentor di atas adalah pribadi yang
membentuk kepemimpinan saya.
Ada
banyak orang lain juga yang menaruh doa, nasehat dan dukungan dalam hidup saya.
Mereka tak saya narasikan khusus, namun punya peran yang penting. Mereka adalah
Pdt Wayan Bukti Suplig, yang kepadanya saya menerima panggilan menjadi hamba
Tuhan di Retret Pemuda di Ambiarsari Bali tahun 1985. Ada dosen-dosen yang
membentuk pelayanan: Pdt M. Silalahi, Bapak Gordon dan Adina Chapman, Dr. Ruth
F. Selan. Juga tak lupa Bapak Mathias Abai, sang mantan Ketua Umum GKII yang
mendoakan saya secara khusus dengan Elisabeth di rumah dinasnya Jl. Jambrut 24
Jakarta sebelum kami menikah. Ia adalah teman baik mertua saya Bpk P. A. Dasong
yang mantan bendahara di mana waktu-waktu kebersamaan mereka di kantor pusat
GKII mereka saling mendoakan termasuk mendokan kami.
Mentoring
ternyata berguna sekali membentuk kepemimpinan seseorang. Saya sudah
merasakannya. Sudah waktunya di sisa 25 tahun pelayanan berikutnya jika
diperkenan Tuhan, saya mau mementor sebanyak mungkin pemimpin muda untuk
menjadikan mereka pelayan Tuhan yang luar biasa.
Makassar,
3 Agustus 2015
Pdt. DR. Daniel Ronda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar