Good News

Rabu, 05 Agustus 2015

Khotbah : Allah yang Benar

"Allah adalah Benar"
Roma 3:4

"Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya"
Ibrani 13:8

"Dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya. Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain . . ."
Efesus 4:24-25




B E N A R

1. HAYAT DAN SIFAT ALLAH ADALAH BENAR

Roma 3:4 mengatakan, "Allah adalah benar." Efesus 4:24 mengatakan, "Manusia baru, yang telah diciptakan menurut ke­hendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya." Satu Tesalonika 1:9 mengatakan, "Melayani Allah yang hi­dup dan yang benar." Dan 1 Yohanes 5:20 mengatakan, "Dialah Allah yang benar."
Allah adalah benar, sebab Allah tetap ada (Ibr. 1:10-11; Mzm. 90:2), selamanya tak berubah, "padaNya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran" (Yak. 1:17). "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya" (Ibr. 13:8).
Firman Allah juga benar "Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada" (Mzm. 33:9). "Berfirmanlah Allah . . . Dan jadilah demikian" (Kej. 1:24). "Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataanKu ti­dak akan berlalu" (Mat. 24:35). "Tetapi firman Tuhan tetap untuk selama-lamanya" (1 Ptr. 1:25). "Karena kamu telah dilahirkan kembali . . . melalui firman Allah, yang hidup dan yang ke­kal" (1 Ptr. 1:23). Allah adalah "Allah yang tidak berdusta" (Tit. 1:2). "Sebab Kristus adalah 'ya' bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh karena Dia kita mengatakan 'Amin' untuk memuliakan Allah" (2 Kor. 1:20)
Dalam alam semesta, hanya Allah dan firman-Nya yang benar. Dalam suatu sidang pelatihan di Kuling yang dipimpin oleh Saudara Watchman Nee, selesai bersaksi, seorang saudara bertanya, "Mengapa orang yang dulu pernah sakit, kemudian beroleh firman Tuhan dan mendapat kesembuhan, namun ge­jala sakitnya tetap ada?" Saudara Watchman Nee menjawab, "Hari ini dalam alam semesta hanya Allah dan firman-Nya yang benar, lainnya semua palsu. Karena itu, jika sudah beroleh firman Allah, maka gejala sakit itu adalah semu." Saudara tadi berkata: Pertanyaan ini saya ajukan karena sejak tahun 1936 saya muntah darah sehingga harus berbaring sepanjang tahun 1937. Kemudian saya beroleh firman Tuhan dan mendapat ke­sem­buhan. Lalu saya pergi ke Cheefoo. Saat itu beberapa sau­dara sudah pindah ke tempat lain, sehingga semua tugas dipi­kul oleh kami yang masih muda. Setiap kali memberitakan Injil, kami selalu melakukannya dengan sekuat tenaga. Akibat­nya, adakalanya saya masih bisa muntah darah. Gejala sakit itu terus berlangsung sampai tahun 1948. Ketika di Shanghai diadakan sidang khusus, gejala sakit itu menjadi lebih parah. Saudara Watchman Nee menjawab, "Jika sudah ada firman Allah, maka gejala sakit itu adalah semu. Janganlah percaya kepa­danya." Kenyataannya sungguh demikian, sejak tahun 1948 hingga kini (1986), selama 38 tahun, gejala sakit itu tidak kam­buh lagi, dan usia saya sekarang sudah lebih dari 70 tahun. Jawaban Saudara Wachman Nee sungguh indah, ia benar-benar adalah orang yang mengenal Allah.
Selanjutnya, Saudara Watchman Nee sendiri mengisahkan ke­saksian bagaimana ia beroleh kesembuhan: Saya pernah se­ka­li menderita sakit parah, berturut-turut beberapa malam saya tidak dapat tidur. Suhu badan saya sangat tinggi, denyut nadi saya sangat cepat, saya merasa bahwa saya sudah tidak jauh da­ri pintu maut. Pada malam itu, saya berdoa dan Tuhan mendengar doa saya. Keesokan siang harinya, Tuhan memberi saya sebuah firman, "Jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, tinggal di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya yang tinggal di dalam kamu" (Rm. 8:11). Saya lalu mengira bahwa hari itu saya pasti dapat tidur dengan baik. Tetapi faktanya lebih buruk lagi. Suhu badan saya malah semakin tinggi, denyut nadi pun semakin cepat. Setan segera mendatangi saya dan ber­­ka­ta, "Di manakah janji firman Allah itu? Lihatlah, kau tidak dihidupkan!" Saat itu juga Allah memberi saya dua ayat lagi: "Mereka yang berpegang teguh pada berhala kesia-siaan, me­rekalah yang meninggalkan Dia, yang mengasihi mereka dengan setia" (Yun.2:8); "Firman-Mu itulah kebenaran" (Yoh. 17:17). Ayat pertama mengacu kepada keadaan lahir, yakni gejala sakit yang di luar, itu semua sia-sia dan dusta; dan ayat be­rikutnya mengacu kepada firman Allah saja yang benar. Kalau demikian, bagaimanapun tingginya suhu badan dan cepatnya denyut nadi saya, semuanya itu semu, bahkan kesulitan tidur saya pun semu. Saya segera mengucap syukur kepada Allah dan berkata bahwa perkataan Roma 8:11 itulah yang benar, sedang semua gejala sakit saya adalah semu. Setelah saya beriman dan mengumumkan demikian, sore harinya suhu badan dan denyut nadi saya normal kembali, dan malamnya saya bi­sa tidur dengan nyenyak.

2. HAYAT DAN SIFAT MANUSIA ADALAH SEMU

Pada satu aspek, Roma 3:4 mengatakan, "Allah adalah benar," pada aspek lain mengatakan, "Manusia pembohong." "Sebab: 'Semua yang hidup adalah seperti rumput dan segala ke­mu­liaannya seperti bunga rumput, rumput menjadi kering, dan bunga gugur'" (1 Ptr. 1:24). "Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap" (Yak. 4:14). ". . . Kamu mencintai yang sia-sia dan mencari ke­bo­hongan" (Mzm. 4:3). Orang Israel menghendaki Barabas, me­no­lak Kristus (Mat. 27:21-22). Orang-orang di dunia hanya ingin uang, harta, kedudukan, dan reputasi; berambisi kepada ke­muliaan yang semu, tetapi enggan akan Kristus yang benar dan kemuliaan yang sejati. "Ia (orang-orang dunia) hanyalah ba­yangan yang berlalu! Ia hanya mempeributkan yang sia-sia dan menimbun, tetapi tidak tahu, siapa yang meraupnya nanti" (Mzm. 39:7). Sibuk menimbun harta, tetapi pada akhirnya sia-sia belaka. Hanya Kristuslah yang sejati. Cari dan dapatkanlah Dia! Jangan memperebutkan harta yang tidak menentu.
Tuhan Yesus mencela orang Israel karena menyembah Allah dengan kepalsuan. "Bangsa ini memuliakan Aku dengan bi­birnya, padahal hatinya jauh dari Aku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku" (Mat. 15:8-9). Dalam hal menghormati orang tua, mereka juga semu: "Tetapi kamu berkata: Siapa saja yang berkata kepada bapaknya atau kepada ibunya: Segala bantuan yang seharusnya engkau terima dari aku adalah persembahan kepada Allah, orang itu tidak wajib lagi menghormati bapaknya atau ibunya" (Mat. 15:5-6). Dengan dalih itu, mereka tidak lagi memelihara orang tua mereka; mereka melakukan ke­ba­jikan semu. Seperti orang-orang Farisi yang munafik, ketika mem­beri sedekah, meniup terompet di hadapan orang; ketika ber­doa, senang berdiri di tempat ibadah atau di persimpangan jalan, agar kelihatan orang banyak; ketika berpuasa, wajahnya di­­bu­at bermuram durja. Orang Farisi senang mencobai Tuhan melalui mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Tuhan, un­­tuk mendapatkan alasan menuduh Tuhan. Orang-orang Yahudi sangat bergairah terhadap Allah, namun tidak menurut pengetahuan yang benar, sebaliknya, mereka berusaha mendi­rikan kebenaran mereka sendiri, dan tidak takluk kepada kebe­naran Allah (Rm. 10:2-3).
Racun dusta Iblis telah terinjeksi ke dalam diri manusia, sehingga manusia menjadi pendusta, dan apa yang dikatakan dan dilakukan manusia menjadilah dusta, palsu dan sia-sia. "Dasar orang Kreta pembohong . . ." (Tit. 1:12). Manusia telah men­jadi anak-anak Iblis, Iblis adalah bapa semua orang yang berdusta (Yoh. 8:44).

3. GEREJA SESIFAT DENGAN ALLAH

Allah adalah benar, gereja sesifat dengan Allah, juga harus benar. Gereja adalah manusia baru "yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya" (Ef. 4:24). Dikatakan selanjutnya, "Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain" (Ef. 4:25). Segala yang ada di dalam gereja, haruslah benar; kedustaan dan kepalsuan tidak seharusnya ada.


a. Gereja Tidak Boleh Mentolerir Dusta

Iblis mendirikan kerajaannya dengan dusta, Iblis merusak Kerajaan Allah juga dengan dusta. Karena itu, gereja tidak boleh mentolerir dusta dan kepalsuan. Tercatat dalam Kisah Para Rasul 5, Ananias dan Safira menjual tanah mereka dan menahan sebagian dari hasil penjualannya, mendustai Allah. Akibatnya, putuslah nyawa mereka.

b. Dalam Gereja, Segalanya Harus Berada
di dalam Roh dan Kebenaran

1) Menyembah dengan Roh dan Kebenaran

"Allah itu Roh dan siapa saja yang menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran" (Yoh. 4:24).

2) Menerima Sunat yang Sejati

"Sebab kitalah orang-orang bersunat yang beribadah oleh Roh Allah dan bermegah dalam Kristus Yesus dan tidak meng­andalkan hal-hal lahiriah" (Flp. 3:3). " . . . dan sunat sejati ialah su­nat di dalam hati, secara rohani, bukan secara harfiah" (Rm. 2:29).

3) Orang Yahudi Sejati

"Orang Yahudi sejati ialah yang melakukannya dari batin" (Rm. 2:29 Tl.); "Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah de­ngan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia" (Kol. 3:23).
Kisah kesaksian: Ada seorang anak negro bernama Yekana. Ia tinggal di asrama suatu misi penginjilan di Afrika Tengah. Sejak kecil ia sudah mendengar Injil dan menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamatnya. Pada suatu hari, pembimbingnya menyuruh Yekana menyapu kelas. Ketika Yekana me­nyapu sampai di depan sebuah almari besar, ia berpikir, "Tidak perlu menyapu yang di balik almari. Disapu atau tidak, tetap tidak akan dilihat orang, buat apa menambah-nambah pekerjaan?" Namun, ada satu pikiran lain yang muncul, "Di seluruh ruang kelas ini, ada satu tempat di mana saya boleh menyapunya untuk Tuhan, karena orang lain tidak akan tahu." Demi­­kianlah kemudian ia menyapu bagian belakang almari besar itu. Saat menyapu, ia berdoa, "Tuhan, aku menyapu tempat ini untuk-Mu." Sungguh tepat dengan yang dikatakan dalam Kolose 3:23.
Dalam Efesus 6:5-7 dikatakan bahwa seorang hamba harus melayani tuannya dengan tulus hati, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan hati orang.
Seorang saudara mengatakan bahwa bahaya kaum saleh ia­lah dari luarnya tidak mengubah kebiasaannya mengasihi Tuhan, namun dari dalamnya telah kehilangan kasih yang semula terhadap Tuhan.

4) Harus Menanggung Satu Kuk dengan Sesungguhnya

Bukan saling memperlakukan secara lahiriah, melainkan dengan sehati sejiwa (Flp. 4:3; 2 Kor. 12:18). Bersama melayani, juga bisa bersama berdoa; saling berbaur di dalam roh. Bukan hanya bersekutu di bibir, tetapi dalam roh harus saling memberi respon. Sehati di batin, sejalan di lahir.

4. HARUS MENJADI ORANG ISRAEL SEJATI

Orang Israel sejati adalah orang yang tidak ada kepalsuan di dalamnya (Yoh. 1:47). Melayani dalam gereja janganlah menyimpan maksud atau ambisi apa pun. Berambisi berarti licik. Harus murni untuk Tuhan, untuk gereja dengan setulusnya. Seperti syair sebuah lagu: "Setiap pencinta Tuhan yang tulus, tidak menghiraukan bahagia atau celaka".

5. BENAR BERARTI SELARAS LAHIR DAN BATIN

Bagaimana yang di dalam, begitu pula penyataannya yang di luar. Yohanes Pembaptis berkata kepada Herodes bah­wa ia memperistri Herodias itu tidak halal (Mat. 14:4). Yohanes ada­lah seorang yang benar; batin dan lahirnya selaras. Ketika Filipus bersaksi kepada Natanael tentang Tuhan Yesus, Natanael berkata, "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" Ini benar, selaras lahir dan batin. Yesus melihat Natanael datang kepada-Nya, lalu berkata tentang dia, "Lihat, inilah se­orang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!"
Ketika di Antiokhia, Petrus bersikap lemah dalam kebenaran, yaitu berpura-pura meninggalkan kaum beriman bukan Yahudi, Barnabas juga ikut-ikutan berpura-pura. Melihat kelakuan mereka yang tidak sesuai dengan kebenaran Injil, Paulus de­ngan terus terang menentangnya. Ini benar (Gal. 2:11-15).
Tuhan menghendaki kita benar, "Jika ya, hendaklah kamu katakan: Ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: Tidak" (Mat. 5:37). Jangan lain di mulut, lain pula di hati.
Saudara Witness Lee berkata, "Sering kali orang yang melayani dalam gereja sangat kawakan." Maafkan saya berkata demikian, sangat kawakan sehingga menjadi 'hebat'. Walaupun hatinya sangat tidak menyukai seseorang, tetapi di luarnya tetap bisa bersenyum simpul. Kalau Anda tidak menyenangi seseorang atas sikapnya yang tidak benar, Anda tidak boleh melampiaskan amarah kepadanya, itu benar; tetapi senyum simpul dengan pura-pura, itu tidak seharusnya, itu munafik. Anda ha­rus menunjukkan sikap serius di hadapannya sehingga ia merasakan bahwa Anda tidak menyukainya. Ini baru benar. Tidak melampiaskan amarah itu benar, namun bersenyum dengan pura-pura itu tidak benar. Dalam organisasi masyarakat, orang mungkin berpura-pura, bermain politik, atau main kayu, tetapi di dalam gereja, terhadap saudara saudari, tidak boleh demikian. Lebih-lebih orang yang melayani, harus ada kebenaran dan kejujuran. Baik tutur kata, sikap, pernyataan, maupun pergaulan dengan saudara saudari, harus ada kebenaran dan kejujuran.
Begitu Anda tidak benar dan tidak jujur, Anda membawa suatu maksud tertentu, itu berarti bermain politik, itu adalah kusta pada pakaian yang dikatakan dalam Imamat 13. Misalnya, Anda memberi sesuatu kepada seorang saudara kare­na memang Anda di hadapan Allah mempunyai beban, pera­saan, dan kasih kepadanya. Kemudian, perbuatan lahir Anda se­su­ai dengan batin Anda. Itu adalah perkara yang indah. Namun jika hal itu Anda lakukan tanpa beban, tanpa pim­pinan, dan tanpa kasih, melainkan karena bermaksud meminta agar ia mengerjakan sesuatu demi kepentingan Anda, itu adalah kusta pada pakaian di hadapan Allah. Hal demikian pantang dila­kukan.
Saudara saudari, sampai-sampai kesungkanan dan sopan san­tun kita pun harus benar, tulus ikhlas. Jangan di luarnya ber­­jabat tangan, tetapi di dalam hati menggeleng-gelengkan kepala.
Memang kita harus mengekang amarah. Misalkan, ada beberapa saudara bermasalah, lalu masalah itu dibawa ke hadapan Anda. Anda tahu bahwa Anda tidak boleh marah-marah, ka­rena itu, Anda menahan diri dan berwajah manis terhadap mere­­ka. Namun setelah mereka pergi, Anda segera menggerutu, de­ngan marah sekali Anda berkata, "Mereka benar-benar kurang ajar! Selama aku melayani, aku tidak pernah menginginkan uang mereka, mengapa mereka begitu merongrong aku!" Jika demikian, itu adalah mengekang amarah dengan mu­­na­­fik. Jangan sekali-kali kita berbuat demikian. Pengekangan yang sesungguhnya ialah Anda tunduk di bawah kuasa tangan Tuhan, menerima pengaturan Tuhan, dan menanggulangi temperamen Anda. Anda tidak saja menerima penanggulangan di hadapan saudara-saudara, setelah mereka pergi, Anda pun harus menerima penanggulangan di hadapan Tuhan. Dengan rasa sesal Anda harus berkata, "O Tuhan, aku mengakui bahwa temperamenku sangat buruk, aku sungguh benci akan diriku sen­diri. Tuhan, aku mohon belas kasihan-Mu, kalau tidak, gereja akan kacau karena aku." Inilah pengekangan temperamen yang sesungguhnya.
Ada juga orang yang hidupnya tidak konsisten, lain di luar, lain pula di gereja, di hadapan saudara saudari. Demikian adalah munafik. Kehidupan kita di tengah-tengah kaum saleh seharusnya sama dengan kehidupan kita yang individual. Bagaimanapun, kita harus menjadi orang yang benar dan konsisten. Sebagai seorang yang melayani, yang dibutuhkan adalah manusia Anda, bukan cara Anda, sebab bukan cara yang bisa mengatur gereja, melainkan manusia.
Seorang saudara berkata, "Kalau keadaan Anda tidak be­­gi­tu baik, tetapi Anda buat-buat supaya kelihatan baik, itu berarti tidak bening. Kondisi orang Kristen harus bening, karena ke­lak di hadapan Allah, segalanya bening. Sebab itu, hari ini kita harus menjadi manusia yang bening, yang apa adanya, jangan bersandiwara."
Adakalanya jika terlampau mahir dalam menangani suatu perkara, seseorang mudah sekali menjadi orang yang bermuka dua, bisa hitam, bisa putih. Seperti mempunyai dua lidah, bisa me­ng­ucapkan dua jenis perkataan. Orang yang melayani tidak seharusnya demikian. Harus konsisten, apa yang terkandung di ha­ti, itu pula yang dinyatakan di bibir dan perbuatan.
Orang Kristen memang harus belajar membawa diri, tetapi jangan munafik seperti yang dilakukan khalayak dalam ma­syarakat hari ini. Misalnya, ada seorang saudara bermasalah di hadapan Allah, Anda mengetahui hal itu. Kemudian ia datang membicarakan masalahnya kepada Anda. Bagaimana sikap Anda? Kalau Anda tidak mampu menegurnya, Anda tidak bo­leh mengatakan bahwa dia tidak bersalah. Anda harus mem­per­­­timbangkan keadaannya dan daya penerimaannya. Kalau dia tidak bisa menerima teguran Anda, lebih baik Anda ber­di­am diri. Jangan sekali-kali Anda bersikap munafik dan ber­kata kepadanya, "Saudara, Anda tidak bersalah, Anda baik."
Saudara Witness Lee sering menjumpai kasus seperti di bawah ini. Adakalanya, setelah saudara yang bermasalah itu ber­bincang-bincang dan pergi, saudara pewajib gereja yang ta­di­nya berkata bahwa saudara itu benar, segera berkata kepada saudara Lee, "Saudara Lee, saudara tadi itu sangat tidak ka­ruan." Saudara Lee lalu berkata, "Anda telah menipu saudara Anda." Saudara pewajib itu malah menjelaskan bahwa saudara itu buruk sekali temperamennya, dan pasti ia akan segera naik pitam jika disalahkan, bahkan bisa memukul. Kata Saudara Lee, "Saudara, sekalipun Anda takut dipukul olehnya, Anda ti­dak seharusnya mengatakan bahwa ia benar, itu adalah mu­na­fik. Kalau Anda merasa bahwa ia tidak bisa menerima, ke­tika ia membicarakan kasusnya kepada Anda, lebih baik Anda di­am saja. Tutup mulut pada saat-saat demikian sering kali le­bih be­sar khasiatnya daripada berterus terang. Anda tidak usah mem­­bangkitkan amarahnya, namun Anda pun jangan memu­jinya."
Segala perkara di kolong langit ini, kecuali yang tidak Anda lakukan, cepat atau lambat pasti akan diketahui orang, ti­­dak peduli bagaimana ketatnya Anda merahasiakannya. Mi­salnya, Anda berkata kepada seorang saudara bahwa ia lu­ma­yan baik, tetapi setelah ia pergi, Anda berkata kepada orang la­in bahwa ia sangat tidak karuan. Camkan baik-baik: Komen­tar Anda itu, tidak sampai setengah tahun akan sampai ke te­linganya. Dan ia akan berkata, bahwa Anda tidak benar dan ber­muka dua. Ini berarti Anda mengkhianati diri Anda sendiri.
Satu contoh lagi: Misalnya ada seorang saudara meng­a­jukan satu usul kepada Anda, yaitu agar diadakan sidang untuk pembacaan Alkitab. Anda memang tidak berselera terha­dap pem­bacaan Alkitab dan Anda lebih menyukai berdoa, ka­re­na itu Anda sama sekali tidak mau menerima usulnya. Na­mun, Anda bermain politik, Anda lalu beralasan bahwa sekarang ini, ha­ri Senin untuk sidang pewajib rumahan, hari Selasa untuk berdoa, hari Rabu untuk pembinaan orang yang baru percaya, hari Kamis untuk penginjilan, hari Jumat untuk anu, dan hari Sabtu untuk remaja. Jadi tidak ada waktu untuk pembacaan Alkitab. Batin Anda tahu bahwa dengan berkata demikian, Anda telah menipu saudara Anda. Sebenarnya, ma­salah da­lam batin Anda bukannya tidak ada waktu, melainkan tidak ber­selera, itu hanya dalih belaka. Ingatlah, pertama kali Anda ber­dalih demikian, mungkin ia tidak merasa, tetapi lambat laun ia akan mengerti. Terhadap anak kecil saja kita ti­dak bisa sering membohonginya, apalagi terhadap orang dewa­sa. Pertama kali Anda menipu dia, dia percaya bahwa Anda benar, tetapi bila la­in kali Anda mengulangi kata-kata itu, ia akan mengerti bah­wa Anda sedang bermain politik. Karena itu, harus belajar me­ne­rima dari dalam hati. Jika Anda memang ti­dak bisa mene­rima, Anda boleh tidak memberi respon apa-apa, atau terus te­rang saja berkata kepada saudara itu bahwa Anda tidak setuju me­ngadakan sidang untuk pembacaan Alki­tab seperti yang ia usul­kan. Jangan sekali-kali Anda menjadi poli­­tikus, dengan ala­san ini dan itu, Anda mengatakan kata-kata yang politis. Akibat yang ditimbulkan oleh hikmat duniawi lebih mencelakakan orang daripada berbicara dengan terus terang. Kadang-kadang le­bih baik berterus terang, berbicara apa adanya, kalau ya, katakan "Ya", kalau tidak, katakan "Tidak". Andaikata orang itu tidak mau menerima, kita boleh diam, tetapi jangan men­cari alasan.

6. BENAR BERARTI TIDAK MENUTUP-NUTUPI

Kadangkala, demi kebaikan orang lain, kita tidak perlu ber­­komentar, dengan hikmat kita boleh mengalihkan ke perkara la­in, tetapi jangan dengan kondisi lain menutup-nutupi kondisi yang sedang Anda hadapi.
Dalam Injil Matius 21:27 tercatat, orang-orang Farisi berpura-pura mengatakan, "Kami tidak tahu," itu munafik. Lalu Tuhan berkata, "Aku juga tidak mengatakan kepadamu," ini be­nar dan berhikmat.
Kita harus hidup dalam roh dan tinggal di dalam kasih, ba­rulah kita bisa menjadi orang yang benar dan berhikmat.

7. ORANG YANG BENAR
BARU BISA DIPERCAYA OLEH ORANG LAIN

Setiap pelayan Tuhan harus bisa dipercaya oleh orang lain, namun hanya orang yang berkarakter benar baru bisa men­­dapat kepercayaan orang.
Ada orang, saat ia berjumpa dengan saudara yang tengah mengalami kekurangan, ia berkata kepadanya, "Oh, Anda se­dang kekurangan? Semoga Tuhan memelihara Anda." Tetapi, be­gitu ia membalikkan badannya, ia sama sekali sudah melu­pakan saudara tersebut. Itu adalah ucapan munafik. Ia sama sekali tidak mempunyai hati, tidak seharusnya berkata begitu. Sau­­dara itu kehilangan mata pencaharian, ia sedang menderita. Kalau Anda tidak menaruh rasa prihatin terhadapnya, ja­nganlah Anda dengan pura-pura membuat pernyataan itu. Itu adalah munafik. Kalau Anda hanya sekali itu menjadi orang munafik lalu segera berpindah ke bulan, itu boleh saja. Tetapi jika ti­dak, lambat laun bila orang mendengar Anda berkata, "Oh" lagi, orang akan muak mendengarnya. Orang lain akan menilai Anda sebagai orang yang munafik.
Camkanlah: Tidak seorang pun yang membangun dirinya sen­diri dengan kemunafikan bisa sukses. Bila Anda munafik, cepat atau lambat pasti akan diketahui orang. Orang yang ti­dak bisa dipercaya oleh orang lain, tidak mungkin sukses.

8. ORANG YANG BENAR RELA
MENGORBANKAN DIRINYA SENDIRI

Pekerjaan Tuhan menuntut pelayan-Nya berkorban. Orang yang tidak berkarakter benar, tidak mungkin mau berkorban un­tuk orang lain, dan tidak mungkin mati sahid bagi Tuhan. Mes­ki­pun kasih Tuhan mendorong kita sehingga kita berniat berkor­ban bagi orang lain, tetapi jika kita tidak memiliki karakter ber­kor­ban, mustahillah kita bisa menyesuaikan diri de­ngan hayat Tuhan yang berkorban itu. Orang yang selalu be­rebut kemanis­an dan mundur bila datang kesukaran, bukanlah orang yang benar.
Syair Kidung No. 349 mengisahkan, "banyak orang yang tidak mau menempuh jalan Tuhan, namun mereka mau berkat Tuhan. Mereka mau berkat Tuhan, namun tidak mau memikul sa­­lib Tuhan." Orang yang tidak mau menderita adalah orang yang tidak benar. Selanjutnya dikatakan, "Kalau Tuhan selalu memberi dan menyediakan baginya, ia akan memuji nyaring. Namun, kalau Tuhan meminta sedikit darinya, ia segera sakit hati, menggerutu." Orang yang demikian adalah orang yang ti­dak benar. Terakhir dikatakan, "Namun bagi pencinta-Nya, se­mua (baik derita atau berkat) tak dihiraukan. Bahkan nyawa dan darah mereka pun rela mereka korbankan bagi Tuhan. Mo­hon Tuhan memberiku tekad semacam ini, setia tanpa mem­pe­dulikan hidup atau mati.
Orang yang demikian barulah orang yang benar, barulah orang yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan. "Dengan inilah kita mengenal kasih Kristus, yaitu bahwa Kristus telah me­nye­rahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kita pun wajib menye­rahkan nyawa kita untuk saudara-saudara seiman kita" (1 Yoh. 3:16). Paulus adalah orang yang benar, maka ia rela berkorban untuk kaum saleh. Paulus berkata, " . . . bukan saja rela mem­ba­gi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu" (1 Tes. 2:8).
Ketika untuk terakhir kalinya Saudara Watchman Nee da­tang ke Hongkong, saudara-saudara menasihatinya agar jangan kembali ke daratan China, sebab jika ia kembali masuk, ia ti­dak akan bisa keluar lagi. Tetapi ia berkata, "Kita telah me­nge­luarkan begitu banyak waktu untuk membangun gereja. Kini, bagaimana aku bisa meninggalkannya dan tidak mempedu­likannya? Demikian, pada masa para rasul sebermula, ketika keadaan demikian, bukankah mereka tetap tinggal di Yerusa­lem? Aku tidak menghiraukan nyawaku. Jika rumah akan ru­buh, dan anak-anakku ada di dalam rumah, aku harus sekuatnya menopang rumah itu. Sekalipun itu akan meminta nyawaku, aku tidak menyayanginya." Demikianlah ia kemudian kem­bali ke China daratan. Setelah masuk, beberapa lama kemu­­dian ia ditangkap dan dipenjarakan selama 20 tahun, dan akhirnya mati dalam penjara. Ia adalah orang yang rela me­ngorbankan segalanya untuk saudara saudari.

9. ORANG YANG BENAR BARU MANTAP

Setiap pelayan Tuhan harus benar; tanpa kebenaran, ti­dak mungkin mantap. Membaca Alkitab, berdoa, bersaksi, atau me­mim­pin orang, harus benar. Jika tidak, niscaya tidak bisa man­tap. Orang yang tidak benar, pasti juga tidak benar dalam hal memperhatikan, melayani, atau mengunjungi orang lain. Orang yang tidak benar, tidak mungkin membaca Alkitab de­ngan tun­tas, ia tidak mungkin memberi bantuan yang sesung­guhnya ke­pa­da orang lain. Orang yang tidak benar, tidak mung­kin bisa melayani gereja, ia tidak bernilai di tangan Tuhan.

10. HARUS BENAR JUGA HARUS MENUNTUT
PEREMUKAN HAYAT ALAMIAH

Jika perlu marah, boleh marah, baru bisa marah; tidak se­ha­­rusnya marah, tidak boleh marah, baru bisa mengenda­likan diri.
Seperti Tuhan Yesus mengusir orang-orang yang berjual-beli di Bait Allah, Ia bahkan membalikkan meja-meja penukar uang (Mat. 21). Mengecam ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (Mat. 23). Ia berdukacita karena kedegilan mereka, dan dengan marah ia memandang sekeliling-Nya (Mrk. 3:5). Dan seperti Paulus menegur orang-orang Korintus (1 Kor. 3:1-3; 4:21).
Musa bisa memarahi orang Israel, ia pun bisa mendoakan me­­re­­ka (Kel. 32:19-20, 30-32; Bil. 16:15, 41-46). Saudara Watchman Nee bisa menegur seorang saudara muda, setelah itu, ia bisa duduk bersamanya sambil berbincang-bincang. Ini me­­nyatakan bahwa mereka pernah menuntut pelajaran pe­re­mukan.

11. KARAKTER SANGAT BERBEDA DENGAN MORAL

"Benar" yang kita katakan di sini bukan mengacu kepada "tidak berbohong". Karena orang yang suka berbohong mung­kin sangat benar dalam memperlakukan orang lain, dan orang yang sangat bermoral, mungkin tidak pernah benar ter­ha­dap orang lain. Lawan kesungguhan adalah kepalsuan, ini masalah mora­litas, masalah kebaikan atau kejahatan. Namun, "benar" yang kita bahas di sini, bukan masalah moral, me­lainkan ma­salah sifat. Tetapi karena sebagian besar merupakan hasil pembinaan manusia, maka disebut karakter.
Sumber: http://sahabat-doa-kristen.blogspot.com/2013/04/tentang-karakter-benar.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar