Pendahuluan
Zaman
Renaisans (bahasa Inggris: Renaissance) adalah sebuah gerakan budaya yang
berkembang pada periode kira-kira dari abad ke-14 sampai abad ke-17, dimulai
di Italia pada Abad Pertengahan Akhir dan kemudian
menyebar ke seluruh Eropa. Meskipun pemakaian kertas dan penemuan barang metal
mempercepat penyebaran ide-idenya dari abad ke-15 dan seterusnya, perubahan
Renaissans tidak terjadi secara bersama maupun dapat dirasakan di seluruh
Eropa.
Sesudah mengalami masa kebudayaan
tradisional yang sepenuhnya diwarnai oleh ajaran Kristiani, orang-orang
kini mencari orientasi dan inspirasi baru sebagai alternatif dari kebudayaan
Yunani-Romawi sebagai satu-satunya kebudayaan lain yang mereka kenal dengan
baik. Kebudayaan
klasik ini dipuja dan dijadikan model serta dasar bagi seluruh peradaban
manusia.
Dalam dunia politik, budaya Renaissance
berkontribusi dalam pengembangan konvensi diplomasi, dan dalam ilmu peningkatan
ketergantungan pada sebuah observasi. Sejarawan sering berargumen bahwa
transformasi intelektual ini adalah jembatan antara Abad Pertengahan dan
sejarah modern. Meskipun Renaissance dipenuhi revolusi terjadi di banyak
kegiatan intelektual, serta pergolakan sosial dan politik, Renaissance paling
dikenal karena perkembangan artistik dan kontribusi dari polimatik seperti Leonardo da
Vinci dan Michelangelo,
yang terinspirasi dengan istilah “manusia Renaissance”.
Ada konsensus bahwa Renaissance dimulai
di Florence, Italia,
pada abad ke-14.Berbagai
teori telah diajukan untuk menjelaskan asal usulnya dan karakteristik, berfokus
pada berbagai faktor termasuk kekhasan sosial dan kemasyarakatan dari Florence
pada beberapa waktu; struktur politik; perlindungan keluarga dominan, Wangsa Medici;. dan
migrasi sarjana Yunani dan terjemahan teks ke bahasa Italia setelah Kejatuhan Konstantinopel di
tangan Turki Utsmani.
Istilah Renaissance
pertama kali disebut oleh Vasari, kemudian Michelet. Pada 1860 Jacob Burckhardt
kembali memperkenalkan istilah tersebut dalam karyanya: Die cultuur der
Renaissance in Italien. Sejak tahun 1860 itulah istilah renaissance populer
dipergunakan. Jacob Burckhardt mendefinisikan Renaissance sebagai kelahiran
kembali kebudayaan Yunani-Romawi klasik dan memandang bahwa kebudayaan klasik
sebagai contoh yang mulia.
Latar Belakang
Kebudayaan
Yunani-Romawi adalah kebudayaan yang menempatkan manusia sebagai subjek utama. Filsafat Yunani, misalnya menampilkan manusia sebagai makhluk yang berpikir
terus-menerus memahami lingkungan alamnya dan juga menentukan prinsip-prinsip
bagi tindakannya sendiri demi mencapai kebahagiaan hidup (eudaimonia). Kesastraan Yunani, misalnya kisah tentang Odisei karya
penyair Yunani Kuno, Homerus, menceritakan tentang keberanian manusia menjelajahi suatu
dunia yang penuh dengan tantangan dan pengalaman baru. Arsitektur ala Yunani-Romawi mencerminkan kemampuan
manusia dalam menciptakan harmoni dari aturan hukum, kekuatan, dan keindahan.
Pengertian
Huizinga berkata bahwa
Renaissance meneruskan dan melanjutkan kebudayaan klasik, sintesis antara
kebudayaan klasik dengan budaya Kristen abad pertengahan. Ia mengambil unsur
klasik sebagai pola tetapi terbatas pada bentuk, isinya diberi gaya baru yang
dinamis sesuai perkembangan zaman. Menurut R. F. Beerling menyatakan bahwa
Renaissance bukan tiruan dari kebudayaan klasik. Ia tidak terjadi secara
tiba-tiba, tetapi melalui proses panjang yang berkesinambungan dengan abad
pertengahan. Renaissance merupakan paham tentang rasa keagamaan dan nasional
yang hidup kembali.
Kebudayaan Renaisans ditujukan untuk
menghidupkan kembali Humanisme Klasik yang
sempat terhambat oleh gaya berpikir sejumlah tokoh Abad Pertengahan. Hal
ini memiliki kaitan dengan hal yang tadi dijelaskan. Apabila
dibandingkan dengan zaman Klasik yang lebih menekankan manusia sebagai bagian
dari alam atau polis (negara-negara kota atau masyarakat Yunani Kuno). Humanisme
Renaissans jauh lebih dikenal karena penekanannya pada individu-alisme. Individualisme
yang menganggap bahwa manusia sebagai pribadi perlu diperhatikan. Kita
bukan hanya umat manusia, tetapi kita juga adalah individu-individu unik yang
bebas untuk berbuat sesuatu dan menganut keyakinan tertentu.
Kemuliaan manusia sendiri terletak dalam
kebebasannya untuk menentukan pilihan sendiri dan dalam posisinya sebagai
penguasa atas alam (Pico Della Mirandola). Gagasan
ini mendorong munculnya sikap pemujaan tindakan terbatas pada kecerdasan dan
kemampuan individu dalam segala hal. Gambaran
manusia di sini adalah manusia yang dicita-citakan Humanisme Renaissans yaitu
manusia universal (Homo Universale).
Karakteristik
Zaman Renaissance
Karakteristik zaman
Renaissance adalah: 1) Pemikiran yang muncul bersifat konkret, realistis dan
nyata; 2) Memuja manusia sendiri sebagai pencipta; 3) Fokus pada dunia,
kebendaan; 4) Nilai-nilai filosofis yang dianut dipengaruhi oleh kebendaan.
Semboyan Carpe Diem sebagai antithesa Momento Morie; 5) Seni pada zaman
Renaissance mendorong kebebasan.
Munculnya Renaissance sebagai
gerakan kultural, pada awalnya merupakan pembaruan di bidang kejiwaan,
kemasyarakatan, dan kegerejaan di Italia pada pertengahan abad XIV. Berakar
pada cita-cita keksatriaan abad pertengahan yang menginginkan kemewahan,
kemegahan, keperkasaan dan kemasyuran. Mereka mensintesakan gagasan Kristiani
dengan pemikiran klasik (Yunani-Romawi). Tujuan utama gerakan ini adalah
mempersatukan kembali gereja yang terpecah-belah akibat skisma (perang agama).
1. Timbulnya
kota-kota dagang yang makmur akibat perdagangan mengubah perasaan pesimistis
(zaman Abad Pertengahan) menjadi optimistis.
2. Dukungan
dari keluarga saudagar kaya semakin menggelorakan semangat Renaissance sehingga
menyebar ke seluruh Italia dan Eropa.
Italian
Renaissance
1. Budaya Romawi yang telah tertanam kuat
di Italia memudahkan mereka dapat menerima cita-cita Renaissance dengan cepat.
2. Kebesaran Italia pada masa Romawi menjadi inspirasi untuk memperoleh kembali
kemasyuran. 3. Kota-kota Italia khususnya Florence tumbuh menjadi kota dagang
yang makmur. Dukungan keluarga Medici, cita-cita Renaissance mendapat sambutan
yang antusias di Florence.
Dampak
Zaman Renaissance
Dampak zaman renaissance adalah:
1. Munculnya
agama Protetanisme
2. Munculnya
paham kapitalisme liberal
3. Orang
lebih mementingkan masalah materi
4. Munculnya
paham modern Social Planning
5. yang
berakar pada Humanisme
6. Adanya
proses Sekularisasi (Saeculum=dunia).
Dampak lainnya
adalah:
1. Tumbuhnya kebebasan, kemerdekaan, dan kemandirian
individu.
2. Berkembangnya ilmu pengetahuan,
teknologi, seni dan budaya.
3. Runtuhnya dominasi gereja.
4. Menguatnya kedudukan kaum bourgeois sehingga mereka
tumbuh menjadi kelas penguasa.
5. Mendorong pencarian daerah baru
sehingga berkobarlah era penjelajahan samudera.
Bidang
seni dan budaya
Albrecht Dürer (1471-1528)
Desiderius Erasmus (1466-1536)
Donatello
Ghirlandaio
Hans Holbein (1465-1506)
Hans Memling (1430-1495)
Hieronymus Bosch (1450-1516)
Josquin des Prez (1445-1521)
Leonardo da Vinci (1452-1519)
Lucas Cranach (1472-1553)
Michaelangelo (1475-1564)
Perugino (1446-1526)
Raphael (1483-1520)
Sandro Botticelli (1444-1510)
Tiziano Vecelli (1477-1526)
Penjelajahan
Christopher Columbus (1451-1506)
Ferdinand Magellan (1480-1521)
Ilmu
pengetahuan
Johann Gutenberg (1400-1468)
Nicolaus Copernicus (1478-1543)
Andreas Vesalius (1514-1564)
William Gilbert (1540-1603)
Galileo Galilei (1546-1642)
Johannes Kepler (1571-1642)
Naturalisme[1] berasal dari kata “natura”[2] yang berarti alami dan
“isme” berarti paham. Aliran ini dipelopori
oleh J. J. Rousseau[3]. Aliran ini menjelaskan bahwasanya segala sesuatu yang
alamiah (pembawaan) cenderung baik sehingga pendidikan internal adalah
pendidikan yang paling baik sedangkan pendidikan eksternal memberikan pengaruh
yang kurang baik terhadap perkembangan anak[4].
Naturalisme merupakan aliran yang menyakini adanya
pembawaan dan juga milieu (lingkungan). Namun demikian, ada dua pandangan besar
mengenai hal ini. Pertama disampaikan oleh Rousseau yang berpendapat
bahwa pada dasarnya manusia baik, namun jika ada yang jahat, itu karena
terpengaruh oleh lingkungannya. Kedua, disampaikan oleh Mensius yang
berpendapat bahwa pada dasarnya manusia itu jahat. Ia menjadi manusia yang baik
karena bergaul dengan lingkungannya.[5]
Teori Naturalisme diungkapkan oleh seorang filsuf
Prancis bernama J. J. Rousseaue. Teori ini mengatakan bahwa setiap anak
yang baru lahir pada hakikatnya memiliki pembawaan baik, namun pembawaan baik
itu dapat berubah sebaliknya karena dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan
tersebut dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah ataupun masyarakat.[6] Aliran ini juga dikenal sebagai
aliran Negativisme.[7]
“Segala sesuatu adalah baik ketika ia baru keluar dari
alam, dan segala sesuatu menjadi jelek manakala ia sudah berada di tangan
manusia ”. Seorang anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang baik,
maka anak tersebut harus diserahkan ke alam. Kekuatan alam akan mengajarkan
kebaikan-kebaikan yang terlahir secara alamiah sejak kelahiran anak tersebut.
Dengan kata lain Rousseaue menginginkan perkembangan anak dikembalikan ke alam
yang mengembangkan anak secara wajar karena hanya alamlah yang paling tepat
menjadi guru. [8]
J. J. Rousseau berpendapat bahwa alat pendidikan meliputi kebebasan,
kemerdekaan sebagai konsekuensi gagasannya bahwa alam atau kodrat anak adalah
baik tanpa kekangan sesuatu apa.
Hal ini juga dijelaskan di dalam bukunya yang berjudul emile ou de
I’education mengenai pendidikan,berupa roman dengan pelaku utamanya
Emile sebagai anak didik dan pelaku kedua Sophie calon istrinya. Buku emile
diperuntukkan pendidikan kalangan masyarakat tinggi. Jilid pertama berisi
perawatan jasmani anak-didik Emile sampai berumur 2 sampai 12. Jilid
kedua berisi pendidikan intelek bagi umur 12 sampai 15. Jilid keempat berisi
pendidikan akhlak dan agama bagi puber dalam umur 15 sampai 20. Jilid kelima
berisi pendidikan wanita (Sophie) dan kesusilaan.
Gagasan dasar yang dikembangkan J. J. Rousseau dan tercantum sebagai
kalimat utama romannya yaitu: “semua
adalah baik dari tangan pencipta, semua menjadi buruk di tangan manusia”.
Semboyannya dalam usaha pendidikan sesuai dengan gagasan
dasar tersebut adalah kembali pada alam atau kodrat.
Teori pendidikan menurut aliran Empirisme
Aliran empirisme merupakan aliran yang mementingkan stimulasi eksternal dalam
perkembangan manusia. Aliran ini mengatakan bahwa perkembangan anak tergantung
pada lingkungan, sedangkan pembawaan anak yang dibawa semenjak lahir tidak
dianggap penting.
Tokoh utama aliran ini adalah John Lock seorang filsuf dari Inggris. Teori
aliran ini mengatakan bahwa anak yang lahir ke dunia dapat diumpamakan seperti
kertas putih yang kosong dan yang belum ditulisi, atau lebih dikenal dengan
istilah “Tabularsa” (a blank sheet of paper). Menurut aliran ini anak-anak yang
lahir ke dunia tidak mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa seperti kertas putih
yang polos. Oleh karena itu anak-anak dapat dibentuk sesuai dengan keinginan
orang dewasa yang memberikan warna pendidikannya.
Menurut pandangan Empirisme (enviromentalisme), pendidikan memegang peranan
penting, sebab pendidikan menyediakan lingkungan yang sangat ideal kepada anak-anak.
Lingkungan itu akan diterima anak sebagai sejumlah pengalaman yang telah disesuaikan
dengan tujuan pendidikan.
2. Teori pendidikan
menurut aliran Nativisme
Tokoh utama aliran Nativisme adalah seorang filsuf Jerman bernama Schopenhauer.
Teori aliran ini mengatakan bahwa anak-anak yang lahir ke dunia sudah memiliki
pembawaan atau bakatnya yang akan berkembang menurut arahnya masingmasing. Pembawaan
tersebut ada yang baik dan ada yang buruk. Oleh karena itu perkembangan anak
tergantung dari pembawaan sejak lahir dan keberhasilan pendidikan anak
ditentukan oleh anak itu sendiri.
Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik tidak
akan berguna untuk perkembangan anak itu sendiri. Nativisme menekankan
kemampuan dalam diri anak sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor
pendidikan kurang berpengaruh terhadap pendidikan anak.
Menurut teori ini anak tumbuh dan berkembang tidak dipengaruhi oleh lingkungan
pendidikan baik lingkungan sekitar yang ada maupun lingkungan yang direkayasa
orang dewasa yang disebut sebagai pendidikan. Oleh karena itu anak akan berkembang
sesuai dengan pembawaannya bukan oleh kekuatan-kekuatan dari luar.
3. Teori pendidikan
menurut aliran Konvergensi
Konvergensi artinya pertemuan. Pelopor aliran ini adalah William Stern
seorang ahli ilmu jiwa berkebangsaan Jerman. Teori ini mengatakan bahwa
seseorang terlahir dengan pembawaan baik dan juga pembawaan buruk. Bakat dan
pembawaan yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa
adanya lingkungan yang sesuai dengan perkembangan bakat dan pembawaan tersebut.
Dengan demikian paham/ aliran teori ini menggabungkan antara pembawaan sejak
lahir dan lingkungannya yang menyebabkan anak mendapatkan pengalaman.
William Stern menjelaskan pemahamannya tentang pentingnya pembawaan, bakat dan
lingkungan itu dengan perumpamaan dua garis yang menuju satu titik pertemuan. Oleh
karena itu teorinya dikenal dengan sebutan konvergensi (memusat ke satu titik).
4. Teori pendidikan
menurut aliran Naturalisme
Teori Naturalisme diungkapkan oleh seorang filsuf Prancis bernama J. J. Rousseaue.
Teori ini mengatakan bahwa setiap anak yang baru lahir pada hakikatnya memiliki
pembawaan baik, namun pembawaan baik itu dapat berubah sebaliknya karena dipengaruhi
oleh lingkungan. Lingkungan tersebut dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah
ataupun masyarakat. Aliran ini juga dikenal sebagai aliran Negativisme.
“Segala sesuatu adalah baik ketika ia baru keluar dari alam, dan segala
sesuatu menjadi jelek manakala ia sudah berada di tangan manusia ”. Seorang
anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang baik, maka anak tersebut
harus diserahkan ke alam.
Kekuatan alam akan mengajarkan kebaikan-kebaikan yang terlahir secara
alamiah sejak kelahiran anak tersebut. Dengan kata lain Rousseaue menginginkan
perkembangan anak dikembalikan ke alam yang mengembangkan anak secara wajar
karena hanya alamlah yang paling tepat menjadi guru.
Aliran
Nativisme
Nativisme berasal dari kata native artinya asli
atau asal.6 Aliran ini hampir senada dengan Naturalisme. Nativisme
berpendapat bahwa sejak lahir anak telah memiliki/ membawa sifat-sifat dan
dasar-dasar tertentu, yang bersifat pembawaan atau keturunan. Sifat-sifat dan
dasar-dasar tertentu yang bersifat keturunan (herediter) inilah yang menentukan
pertumbuhan dan perkembangan anak sepenuhnya. Sedangkan pendidikan dan
lingkungan boleh dikatakan tidak berarti, kecuali hanya sebagai wadah dan
memberikan rangsangan saja.7 Dalam ilmu pendidikan, pandangan
tersebut dikenal dengan pesimisme paedagogis. Tokoh utama aliran ini
ialah Schopenhauer. Dalam artinya yang terbatas, juga dapat dimasukkan dalam
golongan Plato, Descartes, Lomborso, dan pengikut-pengikutnya yang lain.
Aliran Empirisme
Tokoh
utama aliran ini ialah John Locke. Ia berpendapat bahwa perkembangan anak
menjadi manusia dewasa itu sama sekali ditentukan oleh lingkungannya atau oleh
pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil. Manusia-manusia dapat dididik
apa saja (ke arah yang baik dan ke arah yang buruk) menurut kehendak lingkungan
atau pendidikan. Dalam hal ini, alamlah yang membentuknya. Dalam pendidikan,
pendapat kaum empiris ini terkenal dengan nama optimisme paedagogis.8
Aliran Konvergensi
Aliran ini
dimunculkan oleh ahli ilmu jiwa bangsa Jerman, William Stern. Ia bahwa pembawaan
dan lingkungan kedua-duanya menentukan perkembangan manusia.9
Kepustakaan
Audi,
Robert. 1995. The Cambridge Dictionary Of
Philosophy. Cambridge University Press:United Kingdom.
Fletcher,
Stella. 2000. The Longman Companion to
Renaissance Europe.
Gay,
Peter.1984. Abad Pencerahan. Jakarta:
Tira Pustaka.
Grendler,
Paul F. “The Future of Sixteenth Century Studies: Renaissance and Reformation
Scholarship in the Next Forty Years.” Sixteenth
Century Journal Spring 2009, 40/1,
182.
Grendler,
Paul F., ed. 2003. The Renaissance: An
Encyclopedia for Students.
Hale,
John R. 1965. Zaman Renaissance. Jakarta:
Tira Pustaka.
Hay,
Denys. 1986. The Significance of
Renaissance Europe dalam The Age of Renaissance. Thames and Hudson Ltd.
London.
Simon,
Edith. 1983. Zaman Reformasi. Jakarta:
Tira Pustaka.
Snyder,
Louis. 1962. Abad Pemikiran. Djakarta:
Bharata.
T.,
Simon Petrus L. 2004. Petualangan
Intelektual. Yogyakarta. Kanisius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar