Good News

Jumat, 27 Oktober 2017

Bangkitnya pendidikan Yunani di zaman Renaissance oleh Hengki Wijaya

Pendahuluan
Zaman Renaisans (bahasa InggrisRenaissance) adalah sebuah gerakan budaya yang berkembang pada periode kira-kira dari abad ke-14 sampai abad ke-17, dimulai di Italia pada Abad Pertengahan Akhir dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa. Meskipun pemakaian kertas dan penemuan barang metal mempercepat penyebaran ide-idenya dari abad ke-15 dan seterusnya, perubahan Renaissans tidak terjadi secara bersama maupun dapat dirasakan di seluruh Eropa.
Sesudah mengalami masa kebudayaan tradisional yang sepenuhnya diwarnai oleh ajaran Kristiani, orang-orang kini mencari orientasi dan inspirasi baru sebagai alternatif dari kebudayaan Yunani-Romawi sebagai satu-satunya kebudayaan lain yang mereka kenal dengan baik. Kebudayaan klasik ini dipuja dan dijadikan model serta dasar bagi seluruh peradaban manusia.

Dalam dunia politik, budaya Renaissance berkontribusi dalam pengembangan konvensi diplomasi, dan dalam ilmu peningkatan ketergantungan pada sebuah observasi. Sejarawan sering berargumen bahwa transformasi intelektual ini adalah jembatan antara Abad Pertengahan dan sejarah modern. Meskipun Renaissance dipenuhi revolusi terjadi di banyak kegiatan intelektual, serta pergolakan sosial dan politik, Renaissance paling dikenal karena perkembangan artistik dan kontribusi dari polimatik seperti Leonardo da Vinci dan Michelangelo, yang terinspirasi dengan istilah “manusia Renaissance”.
Ada konsensus bahwa Renaissance dimulai di FlorenceItalia, pada abad ke-14.Berbagai teori telah diajukan untuk menjelaskan asal usulnya dan karakteristik, berfokus pada berbagai faktor termasuk kekhasan sosial dan kemasyarakatan dari Florence pada beberapa waktu; struktur politik; perlindungan keluarga dominan, Wangsa Medici;. dan migrasi sarjana Yunani dan terjemahan teks ke bahasa Italia setelah Kejatuhan Konstantinopel di tangan Turki Utsmani.
Istilah Renaissance pertama kali disebut oleh Vasari, kemudian Michelet. Pada 1860 Jacob Burckhardt kembali memperkenalkan istilah tersebut dalam karyanya: Die cultuur der Renaissance in Italien. Sejak tahun 1860 itulah istilah renaissance populer dipergunakan. Jacob Burckhardt mendefinisikan Renaissance sebagai kelahiran kembali kebudayaan Yunani-Romawi klasik dan memandang bahwa kebudayaan klasik sebagai contoh yang mulia.

Latar Belakang
Kebudayaan Yunani-Romawi adalah kebudayaan yang menempatkan manusia sebagai subjek utama. Filsafat Yunani, misalnya menampilkan manusia sebagai makhluk yang berpikir terus-menerus memahami lingkungan alamnya dan juga menentukan prinsip-prinsip bagi tindakannya sendiri demi mencapai kebahagiaan hidup (eudaimonia). Kesastraan Yunani, misalnya kisah tentang Odisei karya penyair Yunani Kuno, Homerus, menceritakan tentang keberanian manusia menjelajahi suatu dunia yang penuh dengan tantangan dan pengalaman baru. Arsitektur ala Yunani-Romawi mencerminkan kemampuan manusia dalam menciptakan harmoni dari aturan hukum, kekuatan, dan keindahan. 

Pengertian
Huizinga berkata bahwa Renaissance meneruskan dan melanjutkan kebudayaan klasik, sintesis antara kebudayaan klasik dengan budaya Kristen abad pertengahan. Ia mengambil unsur klasik sebagai pola tetapi terbatas pada bentuk, isinya diberi gaya baru yang dinamis sesuai perkembangan zaman. Menurut R. F. Beerling menyatakan bahwa Renaissance bukan tiruan dari kebudayaan klasik. Ia tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi melalui proses panjang yang berkesinambungan dengan abad pertengahan. Renaissance merupakan paham tentang rasa keagamaan dan nasional yang hidup kembali.
Kebudayaan Renaisans ditujukan untuk menghidupkan kembali Humanisme Klasik yang sempat terhambat oleh gaya berpikir sejumlah tokoh Abad Pertengahan. Hal ini memiliki kaitan dengan hal yang tadi dijelaskan. Apabila dibandingkan dengan zaman Klasik yang lebih menekankan manusia sebagai bagian dari alam atau polis (negara-negara kota atau masyarakat Yunani Kuno). Humanisme Renaissans jauh lebih dikenal karena penekanannya pada individu-alisme. Individualisme yang menganggap bahwa manusia sebagai pribadi perlu diperhatikan. Kita bukan hanya umat manusia, tetapi kita juga adalah individu-individu unik yang bebas untuk berbuat sesuatu dan menganut keyakinan tertentu.
Kemuliaan manusia sendiri terletak dalam kebebasannya untuk menentukan pilihan sendiri dan dalam posisinya sebagai penguasa atas alam (Pico Della Mirandola). Gagasan ini mendorong munculnya sikap pemujaan tindakan terbatas pada kecerdasan dan kemampuan individu dalam segala hal. Gambaran manusia di sini adalah manusia yang dicita-citakan Humanisme Renaissans yaitu manusia universal (Homo Universale).

Karakteristik Zaman Renaissance
Karakteristik zaman Renaissance adalah: 1) Pemikiran yang muncul bersifat konkret, realistis dan nyata; 2) Memuja manusia sendiri sebagai pencipta; 3) Fokus pada dunia, kebendaan; 4) Nilai-nilai filosofis yang dianut dipengaruhi oleh kebendaan. Semboyan Carpe Diem sebagai antithesa Momento Morie; 5) Seni pada zaman Renaissance mendorong kebebasan.
Munculnya Renaissance sebagai gerakan kultural, pada awalnya merupakan pembaruan di bidang kejiwaan, kemasyarakatan, dan kegerejaan di Italia pada pertengahan abad XIV. Berakar pada cita-cita keksatriaan abad pertengahan yang menginginkan kemewahan, kemegahan, keperkasaan dan kemasyuran. Mereka mensintesakan gagasan Kristiani dengan pemikiran klasik (Yunani-Romawi). Tujuan utama gerakan ini adalah mempersatukan kembali gereja yang terpecah-belah akibat skisma (perang agama).
1.    Timbulnya kota-kota dagang yang makmur akibat perdagangan mengubah perasaan pesimistis (zaman Abad Pertengahan) menjadi optimistis.
2.    Dukungan dari keluarga saudagar kaya semakin menggelorakan semangat Renaissance sehingga menyebar ke seluruh Italia dan Eropa.
Italian Renaissance
1. Budaya Romawi yang telah tertanam kuat di Italia memudahkan mereka dapat menerima cita-cita Renaissance dengan cepat. 2. Kebesaran Italia pada masa Romawi menjadi inspirasi untuk memperoleh kembali kemasyuran. 3. Kota-kota Italia khususnya Florence tumbuh menjadi kota dagang yang makmur. Dukungan keluarga Medici, cita-cita Renaissance mendapat sambutan yang antusias di Florence.

Dampak Zaman Renaissance
Dampak zaman renaissance adalah:
1.    Munculnya agama Protetanisme
2.    Munculnya paham kapitalisme liberal
3.    Orang lebih mementingkan masalah materi
4.    Munculnya paham modern Social Planning
5.    yang berakar pada Humanisme
6.    Adanya proses Sekularisasi  (Saeculum=dunia).
Dampak lainnya adalah:
1. Tumbuhnya kebebasan, kemerdekaan, dan kemandirian individu.
2. Berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya.
3. Runtuhnya dominasi gereja.
4. Menguatnya kedudukan kaum bourgeois sehingga mereka tumbuh menjadi kelas penguasa.
5. Mendorong pencarian daerah baru sehingga berkobarlah era penjelajahan samudera.
           
Bidang seni dan budaya
Albrecht Dürer (1471-1528)
Desiderius Erasmus (1466-1536)
Donatello
Ghirlandaio
Hans Holbein (1465-1506)
Hans Memling (1430-1495)
Hieronymus Bosch (1450-1516)
Josquin des Prez (1445-1521)
Leonardo da Vinci (1452-1519)
Lucas Cranach (1472-1553)
Michaelangelo (1475-1564)
Perugino (1446-1526)
Raphael (1483-1520)
Sandro Botticelli (1444-1510)
Tiziano Vecelli (1477-1526)
Penjelajahan
Christopher Columbus (1451-1506)
Ferdinand Magellan (1480-1521)
Ilmu pengetahuan
Johann Gutenberg (1400-1468)
Nicolaus Copernicus (1478-1543)
Andreas Vesalius (1514-1564)
William Gilbert (1540-1603)
Galileo Galilei (1546-1642)
Johannes Kepler (1571-1642)

Naturalisme[1] berasal dari kata “natura”[2] yang berarti alami dan “isme” berarti paham. Aliran ini dipelopori oleh J. J. Rousseau[3]. Aliran ini menjelaskan bahwasanya segala sesuatu yang alamiah (pembawaan) cenderung baik sehingga pendidikan internal adalah pendidikan yang paling baik sedangkan pendidikan eksternal memberikan pengaruh yang kurang baik terhadap perkembangan anak[4].
Naturalisme merupakan aliran yang menyakini adanya pembawaan dan juga milieu (lingkungan). Namun demikian, ada dua pandangan besar mengenai hal ini. Pertama disampaikan oleh Rousseau yang berpendapat bahwa pada dasarnya manusia baik, namun jika ada yang jahat, itu karena terpengaruh oleh lingkungannya. Kedua, disampaikan oleh Mensius yang berpendapat bahwa pada dasarnya manusia itu jahat. Ia menjadi manusia yang baik karena bergaul dengan lingkungannya.[5]
Teori Naturalisme diungkapkan oleh seorang filsuf Prancis bernama J. J. Rousseaue. Teori ini mengatakan bahwa setiap anak yang baru lahir pada hakikatnya memiliki pembawaan baik, namun pembawaan baik itu dapat berubah sebaliknya karena dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan tersebut dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah ataupun masyarakat.[6] Aliran ini juga dikenal sebagai aliran Negativisme.[7]
“Segala sesuatu adalah baik ketika ia baru keluar dari alam, dan segala sesuatu menjadi jelek manakala ia sudah berada di tangan manusia ”. Seorang anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang baik, maka anak tersebut harus diserahkan ke alam. Kekuatan alam akan mengajarkan kebaikan-kebaikan yang terlahir secara alamiah sejak kelahiran anak tersebut. Dengan kata lain Rousseaue menginginkan perkembangan anak dikembalikan ke alam yang mengembangkan anak secara wajar karena hanya alamlah yang paling tepat menjadi guru. [8]
J. J. Rousseau berpendapat bahwa alat pendidikan meliputi kebebasan, kemerdekaan sebagai konsekuensi gagasannya bahwa alam atau kodrat anak adalah baik tanpa kekangan sesuatu apa.  
Hal ini juga dijelaskan di dalam bukunya yang berjudul emile ou de I’education mengenai pendidikan,berupa roman dengan pelaku utamanya Emile sebagai anak didik dan pelaku kedua Sophie calon istrinya. Buku emile diperuntukkan pendidikan kalangan masyarakat tinggi. Jilid pertama berisi perawatan jasmani anak-didik Emile sampai berumur 2 sampai 12.  Jilid kedua berisi pendidikan intelek bagi umur 12 sampai 15. Jilid keempat berisi pendidikan akhlak dan agama bagi puber dalam umur 15 sampai 20. Jilid kelima berisi pendidikan wanita (Sophie) dan kesusilaan.
Gagasan dasar yang dikembangkan J. J. Rousseau dan tercantum sebagai kalimat utama romannya yaitu: “semua adalah baik dari tangan pencipta, semua menjadi buruk di tangan manusia”.  Semboyannya dalam usaha pendidikan sesuai dengan gagasan dasar tersebut adalah kembali pada alam atau kodrat.
Teori pendidikan menurut aliran Empirisme
Aliran empirisme merupakan aliran yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia. Aliran ini mengatakan bahwa perkembangan anak tergantung pada lingkungan, sedangkan pembawaan anak yang dibawa semenjak lahir tidak dianggap penting.
Tokoh utama aliran ini adalah John Lock seorang filsuf dari Inggris. Teori aliran ini mengatakan bahwa anak yang lahir ke dunia dapat diumpamakan seperti kertas putih yang kosong dan yang belum ditulisi, atau lebih dikenal dengan istilah “Tabularsa” (a blank sheet of paper). Menurut aliran ini anak-anak yang lahir ke dunia tidak mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa seperti kertas putih yang polos. Oleh karena itu anak-anak dapat dibentuk sesuai dengan keinginan orang dewasa yang memberikan warna pendidikannya.
Menurut pandangan Empirisme (enviromentalisme), pendidikan memegang peranan penting, sebab pendidikan menyediakan lingkungan yang sangat ideal kepada anak-anak. Lingkungan itu akan diterima anak sebagai sejumlah pengalaman yang telah disesuaikan dengan tujuan pendidikan.
2. Teori pendidikan menurut aliran Nativisme
Tokoh utama aliran Nativisme adalah seorang filsuf Jerman bernama Schopenhauer. Teori aliran ini mengatakan bahwa anak-anak yang lahir ke dunia sudah memiliki pembawaan atau bakatnya yang akan berkembang menurut arahnya masingmasing. Pembawaan tersebut ada yang baik dan ada yang buruk. Oleh karena itu perkembangan anak tergantung dari pembawaan sejak lahir dan keberhasilan pendidikan anak ditentukan oleh anak itu sendiri.
Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak itu sendiri. Nativisme menekankan kemampuan dalam diri anak sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan kurang berpengaruh terhadap pendidikan anak.
Menurut teori ini anak tumbuh dan berkembang tidak dipengaruhi oleh lingkungan pendidikan baik lingkungan sekitar yang ada maupun lingkungan yang direkayasa orang dewasa yang disebut sebagai pendidikan. Oleh karena itu anak akan berkembang sesuai dengan pembawaannya bukan oleh kekuatan-kekuatan dari luar.
3. Teori pendidikan menurut aliran Konvergensi
Konvergensi artinya pertemuan. Pelopor aliran ini adalah William Stern seorang ahli ilmu jiwa berkebangsaan Jerman. Teori ini mengatakan bahwa seseorang terlahir dengan pembawaan baik dan juga pembawaan buruk. Bakat dan pembawaan yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya lingkungan yang sesuai dengan perkembangan bakat dan pembawaan tersebut. Dengan demikian paham/ aliran teori ini menggabungkan antara pembawaan sejak lahir dan lingkungannya yang menyebabkan anak mendapatkan pengalaman.
William Stern menjelaskan pemahamannya tentang pentingnya pembawaan, bakat dan lingkungan itu dengan perumpamaan dua garis yang menuju satu titik pertemuan. Oleh karena itu teorinya dikenal dengan sebutan konvergensi (memusat ke satu titik).
4. Teori pendidikan menurut aliran Naturalisme
Teori Naturalisme diungkapkan oleh seorang filsuf Prancis bernama J. J. Rousseaue. Teori ini mengatakan bahwa setiap anak yang baru lahir pada hakikatnya memiliki pembawaan baik, namun pembawaan baik itu dapat berubah sebaliknya karena dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan tersebut dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah ataupun masyarakat. Aliran ini juga dikenal sebagai aliran Negativisme.
“Segala sesuatu adalah baik ketika ia baru keluar dari alam, dan segala sesuatu menjadi jelek manakala ia sudah berada di tangan manusia ”. Seorang anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang baik, maka anak tersebut harus diserahkan ke alam.
Kekuatan alam akan mengajarkan kebaikan-kebaikan yang terlahir secara alamiah sejak kelahiran anak tersebut. Dengan kata lain Rousseaue menginginkan perkembangan anak dikembalikan ke alam yang mengembangkan anak secara wajar karena hanya alamlah yang paling tepat menjadi guru.
Aliran Nativisme
Nativisme berasal dari kata native artinya asli atau asal.6 Aliran ini hampir senada dengan Naturalisme. Nativisme berpendapat bahwa sejak lahir anak telah memiliki/ membawa sifat-sifat dan dasar-dasar tertentu, yang bersifat pembawaan atau keturunan. Sifat-sifat dan dasar-dasar tertentu yang bersifat keturunan (herediter) inilah yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak sepenuhnya. Sedangkan pendidikan dan lingkungan boleh dikatakan tidak berarti, kecuali hanya sebagai wadah dan memberikan rangsangan saja.7 Dalam ilmu pendidikan, pandangan tersebut dikenal dengan pesimisme paedagogis. Tokoh utama aliran ini ialah Schopenhauer. Dalam artinya yang terbatas, juga dapat dimasukkan dalam golongan Plato, Descartes, Lomborso, dan pengikut-pengikutnya yang lain.
Aliran Empirisme
Tokoh utama aliran ini ialah John Locke. Ia berpendapat bahwa perkembangan anak menjadi manusia dewasa itu sama sekali ditentukan oleh lingkungannya atau oleh pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil. Manusia-manusia dapat dididik apa saja (ke arah yang baik dan ke arah yang buruk) menurut kehendak lingkungan atau pendidikan. Dalam hal ini, alamlah yang membentuknya. Dalam pendidikan, pendapat kaum empiris ini terkenal dengan nama optimisme paedagogis.8
Aliran Konvergensi
Aliran ini dimunculkan oleh ahli ilmu jiwa bangsa Jerman, William Stern. Ia bahwa pembawaan dan lingkungan kedua-duanya menentukan perkembangan manusia.9


Kepustakaan
Audi, Robert. 1995. The Cambridge Dictionary Of Philosophy. Cambridge University Press:United Kingdom.

Fletcher, Stella. 2000. The Longman Companion to Renaissance Europe.

Gay, Peter.1984. Abad Pencerahan. Jakarta: Tira Pustaka.

Grendler, Paul F. “The Future of Sixteenth Century Studies: Renaissance and Reformation Scholarship in the Next Forty Years.” Sixteenth Century Journal Spring 2009, 40/1, 182.

Grendler, Paul F., ed. 2003. The Renaissance: An Encyclopedia for Students.

Hale, John R. 1965. Zaman Renaissance. Jakarta: Tira Pustaka.

Hay, Denys. 1986. The Significance of Renaissance Europe dalam The Age of Renaissance. Thames and Hudson Ltd. London.

Simon, Edith. 1983. Zaman Reformasi. Jakarta: Tira Pustaka.

Snyder, Louis. 1962. Abad Pemikiran. Djakarta: Bharata.

T., Simon Petrus L. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta. Kanisius. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar